Anda di halaman 1dari 42

“EPILEPSI”

Pembimbing : Dr. Elvina Zuhir, Sp. S

Tri Nurina Zhafirah


Definisi

Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) tahun 2005, epilepsi 


kelainan otak yang ditandai dengan kecendrungan untuk menimbulkan bangkitan
epileptik yang terus menerus, dengan konsekuensi neurobiologis, kognitif, psikologis,
dan sosial.

Bangkitan epilepsi (epileptic seizure)  manifestasi klinis yang disebabkan oleh


aktivitas listrik otak yang abnormal dan berlebihan dalam sekelompok neuron  tiba-
tiba dan sementara berupa perubahan perilaku stereotipik, dapat menimbulkan
gangguan kesadaran, gangguan motorik, sensorik, otonom, ataupun psikis.

Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan epilepsi
berulang berselang lebih dari 24 jam yang timbul tanpa provokasi.
Anatomi & Fisiologi Saraf

● Elektrolit yg berperan penting dlm


aktivitas otak  Na+, Ca2+, Mg2+,
Cl-

● Neurotransmitter utama dlm proses


eksitasi  Glutamat, reseptornya
yaitu NMDA dan non-NMDA

● Proses inhibisi  GABA, reseptornya


yaitu GABAa dan GABAb
Etiologi

Idiopatik Kriptogenik Simtomatis


Tidak terdapat lesi Penyebabnya blm Adanya kelainan
struktural diotak, diketahui secara pasti. struktural pada otak.
deficit neurologis (-) Ex : Sindrom West Ex : cedera kepala,
infeksi SSP
Klasifikasi
Klasifikasi yang ditetapkan oleh International League Against Epilepsi (ILAE) terdiri atas dua
jenis klasifikasi, yaitu klasifikasi untuk jenis bangkitan epilepsi dan klasifikasi untuk sindrom
epilepsi

A. Sederhana
Gejala motorik, somatosensorik, otonom, psikis
B. Kompleks
Bangkitan Bangkitan parsial sederhana diikuti dg gg. Kesadaran
parsial/fokal C. Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder
Bangkitan
Epilepsi
A. Lena
Bangkitan B. Mioklonik
Umum C. Klonik
D. Tonik
E. Bangkitan tak tergolongkan
Sinrom
Epilepsi

1. Fokal/partial 2. Umum
3. Epilepsi dan sindrom yg tdk dpt ditentukan
Lanjutan Umum
fokal atau umum
4. Sindrom khusus
Patofisiologi Epilepsi

● Adanya ketidakseimbangan antara


eksitasi dan inhibisi 
hipereksitabilitas bangkitan epileptik.

● Ketidakseimbangan tersebut dapat


disebabkan oleh faktor internal dan
eksternal.
Manifestasi Klinis

Bangkitan Umum
01 Tonik Klonik (Grand Mal) 02 Absens (petit mal)

- biasanya dimulai pd masa anak-anak


- Tubuh menegang (tonik) dan diikuti sentakan
- Sering keliru dg melamun
otot (klonik).
- Diawali mendadak, menatap, hilangnya
- Bernafas dangkal dan sewaktu-waktu terputus,
ekspresi, tidak ada respon, menghentikan
bibir dan kulit terlihat keabuan/ biru.
aktifitas yg dilakukan.
- Air liur dapat terakumulasi dlm mulut, terkadang
- Terk adang dg k edipan ma t a a t a u j u g a
bercampur darah jika lidah tergigit.
gerakan mata ke atas.
- Berlangsung sekitar dua menit atau kurang.
- Durasi < 10 detik dan berhenti secara tiba-
- Sering diikuti dg periode kebingungan, agitasi
tiba.
dan tidur.
- Penderita akan segera kembali sadar dan
- Sakit k epala dan nyeri juga biasa te r j a d i
melanjutkan aktifitas yang dilakukan sebelum
setelahnya
kejadian, tanpa ingatan tentang kejang yg
terjadi.
03 Mioklonik 04 Tonik
- Kejang berlangsung singkat, - Terjadi mendadak.
- biasanya sentakan otot secara - Kekakuan singkat pada otot seluruh
intens terjadi pada anggota tubuh tubuh  orang menjadi kaku dan
atas. terjatuh jika dalam posisi berdiri.
- Sering setelah bangkitan - Pemulihannya cepat namun cedera
mengakibatkan menjatuhkan dan yang terjadi dapat bertahan. Kejang
menumpahkan sesuatu. tonik dapat terjadi pula saat tertidur
- penderita dapat merasa
kebingungan dan mengantuk jika 05 Atonik
beberapa episode terjadi dalam Terjadi mendadak, kehilangan kekuatan
-
periode singkat. otot  penderita lemas dan terjatuh jika
dalam posisi berdiri.
- Biasanya terjadi cedera dan luka pada
kepala
- Tidak ada tanda kehilangan kesadaran
dan cepat pemulihan kecuali terjadi
cedera
Bangkitan Parsial/Fokal

01 Parsial sederhana 02 Parsial kompleks


- Banyak kejang parsial kompleks dimulai
- Kejang singkat ini diistilahkan dengan tatapan kosong, kehilangan ekspresi
“aura” atau “warning” dan atau samar-samar, penampilan bingung.
terjadi sebelum kejang parsial - Kesadaran terganggu dan orang mungkin tidak
kompleks atau kejang tonik merespon.
klonik. - Kadang-kadang orang memiliki perilaku yg
- Tidak ada penurunan tidak biasa.
kesadaran, dengan durasi - Perilaku umum termasuk mengunyah, gelisah,
kurang dari satu menit berjalan di sekitar atau bergumam.
- Kejang parsial dapat berlangsung dari 30 detik
sampai tiga menit.
- Setelah kejang, penderita sering bingung dan
mungkin tidak ingat apa-apa tentang kejang
Diagnosis Epilepsi
Diagnosis epilepsi ditegakkan terutama dari anamnesis, yang didukung
dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Ada tiga
langkah dalam menegakkan diagnosis epilepsi, yaitu sebagai berikut
(IDI, 2014) :

● Langkah pertama: pastikan adanya bangkitan epileptic


● Langkah kedua: tentukan tipe bangkitan berdasarkan klasifikasi ILAE
1981
● Langkah ketiga: tentukan sindroma epilepsi berdasarkan klasifikasi
ILAE 1989
A. Anamnesis B. Pemeriksaan Neurologis

● Gejala dan tanda sebelum, saat, dan Untuk mencari tanda-tanda defisit
pasca bangkitan neurologis fokal atau difus yang dapat
● Faktor pencetus: kelelahan, kurang berhubungan dengan epilepsi. Tidak jarang
tidur, hormonal, stress psikologis, dapat menjadi petunjuk lokalisasi, seperti
alkohol. (PERDOSSI, 2014) :
● Usia awitan, durasi bangkitan,
● Paresis Todd
frekuensi bangkitan, interval
terpanjang antara bangkitan, ● Gangguan kesadaran pascaiktal
kesadaran antara bangkitan. ● Afasia pascaiktal
● Terapi epilepsi sebelumnya dan
respon terhadap OAE sebelumnya
C. Pemeriksaan Penunjang

• EEG  Berperan dalam menegakkan diagnosis epilepsi dan memberikan


informasi berkaitan dengan sindrom epilepsi.
• CT-Scan  penting karena dapat menunjukkan kelainan pada otak seperti
atrofi jaringan otak, jaringan parut, tumor dan kelainan pada pembuluh darah
otak
• MRI  untuk membedakan kelainan pada otak, seperti gangguan
perkembangan otak (sklerosis hipokampus, disgenesis kortikal), serta
abnormalitas lainnya. Pemeriksaan laboratorium
• Pemeriksaan hematologis
Diagnosis Banding

Sinkop BHS

NES
Tatalaksana
Terapi farmakologi
Prinsip Terapi farmakologi
1. OAE diberikan bila
a. Diagnosis epilepsi sudah dipastikan
b. Terdapat minimum dua bangkitan dalam setahun
c. Penyandang dan atau keluarganya sudah menerima penjelasan tentang tujuan pengobatan.
d. Penyandang dan/ atau keluarga telah diberitahu tentang kemungkinan efek samping yang
timbul dari OAE.
e. Bangkitan terjadi berulang walaupun factor pencetus sudah dihindari

2. Terapi dimulai dengan monoterapi, menggunakan OAE pilihan sesuai dengan jenis bangkitan
(Tabel 1) dan jenis sindrom epilepsi
3. Pemberian obat dimulai dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai dosis efektif
tercapai atau timbul efek samping (Tabel 2).
4. Bila dengan penggunaan OAE pertama dosis maksimum tidak dapat mengontrol bangkitan,
maka diganti dengan OAE kedua.
5. OAE kedua harus memiliki mekanisme kerja yang berbeda dengan OAE pertama
Tabel 1. Pemilihan OAE berdasarkan bentuk bangkitan
Komplikasi

Kejang dapat menyebabkan cedera, termasuk jatuh, dislokasi bahu, patah tulang,
trauma mulut/lidah, dan inkontinensia urin atau usus. Kehilangan memori dan
keadaan pasca iktal dan bahkan cedera otak dapat terjadi,serta pneumonia
aspirasi, dan jika berkepanjangan, rhabdomyolysis. Jika kejang tidak berhenti,
dapat menyebabkan status epileptikus. Mungkin ada peningkatan risiko Sudden
Unexplained Death in Epilepsy (SUDEP)
Prognosis

Prognosis pasien dengan kejang sebagian besar tergantung pada penyebab yang
mendasarinya. Pasien dengan kejang dari penyebab medis atau toksikologi perbaikan harus
dilakukan dengan baik dengan pengelolaan masalah tersebut. Pasa pasien dengan kejang
simtomatik akut, prognosisnya berhubungan dengan proses penyakit. Pasien dengan
penyebab kejang neoplastik atau cedera otak hipoksia tidak akan berjalan dengan baik
dibandingkan dengan banyak pasien dengan penyebab metabolik kejang. Prognosis pasien
dengan kejang tunggal yang tidak diprovokasi telah digambarkan dengan baik.
Bab III
Status pasien

IDENTITAS PASIEN
1. Nama : Ny. Sri Ariyanti
2. Umur : 27
3. Alamat : Kampung Panjang, Kampar
4. Pekerjaan : IRT
5. Agama : Islam
6. Status Perkawinan : Menikah
7. Tanggal masuk : 8 Oktober 2021

ANAMNESIS : Alloanamnesis
8. Keluhan Utama  Kejang ± 20 menit sebelum masuk rumah sakit (SMRS).
Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Bangkinang pada pukul 14.40 WIB dengan keluhan kejang
sejak 20 menit yang lalu SMRS. Kejang terjadi pada seluruh tubuh, adanya gerakan
kelonjotan pada kedua tangan dan kaki, mata membelalak keatas, keluar busa dari mulut, dan
pasien sampai menggigit bibir. Awalnya kejang datang mendadak saat pasien baru bangun
tidur, lalu pasien dibawa ke rumah sakit oleh keluarga. Kejang dirasakan terus-menerus.
Setelah serangan kejang, pasien bingung dan merasa badannya lemas. Pasien tidak ada
batuk, sakit kepala, mual ataupun muntah.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien sebelumnya kejang kira-kira delapan bulan yang lalu. Tetapi, kejang dirasakan
pertama kali sejak lima tahun yang lalu setelah beberapa bulan melakukan tindakan
craniotomy dan sudah dibawa kerumah sakit. Pasien pernah memiliki riwayat gangguan
depresi satu tahun yang lalu. Pasien juga memiliki riwayat stroke. Ht (-), DM (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak ada mengalami riwayat kejang ataupun keluhan serupa.

Riwayat Pribadi dan Sosial


Pasien adalah seorang ibu rumah tangga. Pasien baru menikah 4 bulan yang lalu.
Pasien makan teratur 3x/sehari. Riwayat merokok (-), alkohol (-).

Riwayat Pengobatan
Pasien rutin meminum obat kejang semenjak pasien mengalami kejang beberapa
tahun yang lalu.
PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Umum Status Generalisata

Keadaan umum : Tampak sakit Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut


sedang
Kelenjar Getah Bening
Kesadaran : Delirium
Tinggi badan : 153 cm ● Leher : Tidak ada pembesaran
Berat badan : 50 cm ● Aksila : Tidak ada pembesaran
● Inguinal : Tidak ada pembesaran
Tanda Vital
Tekanan darah : 124/105 mmHg Thoraks
Frekuensi nadi : 85 x/menit,
reguler. ● Paru-paru
Frekuensi Pernafasan: 19 x/menit ○ Inspeksi : bentuk dada simetris
Suhu : 37,5 oC ○ Palpasi : Gerak dinding dada simetris
○ Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru.
○ Auskultasi : vesikuler +/+, Ronkhi -/-,
wheezing -/-
Lanjutan Status Generalisata

Jantung
● Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat. Status Neurologis
● Palpasi : Ictus cordis teraba di linea
midclavicularis sinistra.
● Perkusi : Redup Tanda Rangsang Selaput Otak:
● Auskultasi : Bunyi jantung I & II reguler, ● Kaku Kuduk : Negatif
gallop (-), Murmur (-) ● Brudzinski I : Negatif
● Brudzinski II : Negatif
Abdomen
● Kernig Sign : Negatif
● Inspeksi : Bentuk perut datar,
distensi (-) ● Lasegue sign : Negatif
● Auskultasi : Bising usus (+) normal.
● Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), Tanda Peningkatan Tekanan Intrakranial:
tidak ada pembesaran hepar dan lien ● Pupil : Isokor
● Perkusi : Timpani. ● Refleks cahaya : +/+
Korpus Vertebra
● inspeksi : tidak tampak kelainan
● palpasi : tidak teraba kelainan
Pemeriksaan Saraf Kranial
Pemeriksaan Keseimbangan dan Pemeriksaan Fungsi Motorik
koordinasi

Keseimbangan Koordinasi
Cara Tidak Tes jari – Tidak
berjalan dilakukan hidung dilakukan
Romberg Tidak Tes jari – jari Tidak
test dilakukan dilakukan
Stepping Tidak Tes tumit lutut Tidak
tes dilakukan dilakukan
Tandem Tidak Disgrafia Tidak
Walking dilakukan dilakukan
tes
Ataksia Tidak Supinasi- Tidak
dilakukan pronasi dilakukan
Rebound Tidak
phenomen dilakukan
Sitem Refleks
Pemeriksaan Sensibilitas Refleks Fisiologis Kanan Kiri

Kornea Normal Normal

Berbangkis Normal Normal


Sensibilitas taktil Normal
Laring Normal Normal
Sensibilitas nyeri Normal
Masseter Normal Normal
Sensibilitas termis Normal
Dinding perut
Sensibilitas kortikal Tidak dinilai
Atas Normal Normal
Stereognosis Tidak dinilai
Bawah Normal Normal
Pengenalan 2 titik Normal
Tengah Normal Normal
Pengenalan rabaan Normal
Biseps + +

Triseps + +

Bulbokavernosus Tidak dinilai Tidak dinilai

Kremaster Tidak dinilai

Sfingter Tidak dilakukan


Refleks Patologis Kanan Kiri
Lengan
Hoffman- Negatif Negatif
Tromner
Tungkai
Babinski Negatif Negatif
Chaddoks Negatif Negatif
Oppenheim Negatif Negatif
Gordon Negatif Negatif
Schaeffer Negatif Negatif
Klonus kaki Negatif Negatif
PEMERIKSAAN LABORATORUM
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Darah lengkap
- Hemoglobin 10.0 gr % 13 - 18
- Leukosit 52.5 x 103/mm3 5 - 11
- Hematokrit 31.7 % 37 - 47
- Trombosit 769 x 103/mm3 150 - 450
Fungsi Ginjal
- Urem 13 mg/dl 10 - 50
- Creatinin 0.9 mg/dl 0,5 - 1,4
Kimia Darah
- Glukosa Darah 227 mg/dl 70 - 140
Elektrolit
- Elektrolit (Na) 131 mEq/L 135 - 150
- Kalium 3.8 mEq/L 3,5 - 5,2
- Chlorida 94 mEq/L 96 - 106
-
DIAGNOSIS

Diagnosis Diagnosis Diagnosis Diagnosis


Klinis Topik Etiologi Banding
Epilepsi umum tipe Intrakranial Simtomatis Syncope
tonik klonik
PEMECAHAN MASALAH

Terapi Umum/Suportif
■ O2 NRM + NC
■ IVFD RL
■ Inj. Diazepam 1 amp i.v
■ Inj. Fenitoin 100 mg i.v PROGNOSIS
Terapi Khusus
● Memastikan bahwa pasien tidak jatuh ● Quo ad vitam : ad bonam
dan jauhkan dari benda tajam ● Quo ad functionam : ad bonam
● Jangan mencoba untuk menahan ● Quo Ad Sanationam : ad bonam
pasien
● Jangan mencoba untuk memasukkan
apapun kedalam mulut pasien
PEMBAHASAN
Pasien datang ke IGD RSUD Bangkinang pada pukul 14.40 WIB dengan keluhan kejang sejak
20 menit yang lalu SMRS. Kejang terjadi pada seluruh tubuh, adanya gerakan kelonjotan pada
kedua tangan dan kaki, mata membelalak keatas, keluar busa dari mulut, dan pasien sampai
menggigit bibir. Awalnya kejang datang mendadak saat pasien baru bangun tidur, lalu pasien
dibawa ke rumah sakit oleh keluarga. Kejang dirasakan terus-menerus. Setelah serangan
kejang, pasien bingung dan merasa badannya lemas. Pasien tidak ada batuk, sakit kepala,
mual ataupun muntah.

Pada kasus ini didapatkan hasil anamnesa yang sesuai dengan manifestasi klinis epilepsi
umum tipe tonik-klonik atau grand mal, yaitu adanya gerakan kaku seluruh tubuh yang diikuti
dengan kelonjotan dan mata medelik keatas serta mulut berbusa, dan juga sering diikuti
dengan periode kebingungan, agitasi dan tidur. Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis
epilepsi dapat didukung dengan pemeriksaan EEG dengan ditemukannya gambaran EEG
yang abnormal. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya peningkatan leukosit &
trombosit. Dimana ini menandakan adanya suatu infeksi yang terjadi pada tubuh pasien.
PEMBAHASAN

Tatalaksana awal epilepsi saat kejang diberikan diazepam i.v. Pada kasus
ini, untuk terapi awal, pasien diberikan diazepam i.v dikarenakan pasien
datang keIGD dengan kejang. Selanjutnya, pasien dapat diberikan
monoterapi sesuai dengan tipe kejang. Dikarenakan pada kasus ini tipe
kejangnya tonik-klonik, maka dapat diberikan pilihan antara asam valproat
atau karbamazepin atau fenitoin atau fenobarbital.
KESIMPULAN
Epilepsi adalah gangguan neurologis kronis yang dapat terjadi disegala usia, timbul
disebabkan karena adanya gangguam sinyal listrik didalam otak, ditandai oleh adanya faktor
predisposisi secara terus-menerus untuk terjadinya suatu bangkitan epileptik, dan juga ditandai
oleh adanya faktor neurobiologis, kognitif, psikologis, dan konsekuensi sosial akibat kondisi
tersebut. Etiologi epilepsi dapat dibagi ke dalam tiga kategori, antara lain idiopatik, kriptogenik,
dan simtomatis. Sedangkan epilepsi berdasarkan bagian otak yang terlibat yaitu fokal dan
umum.
Epilepsi terjadi dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara eksitasi dan inhibisi
yang akan menyebabkan hipereksitabilitas yang pada akhirnya akan menyebabkan bangkitan
epileptik. Ketidakseimbangan tersebut dapat disebabkan oleh faktor internal dan eksternal.
Penyebab internal antara lain berupa mutasi atau kelainan pada kanal-kanal elektrolit sel
neuron sedangkan faktor eksternal terjadi akibat berbagai penyakit, baik penyakit otak maupun
sistemik.
Tujuan utama terapi epilepsi adalah mengupayakan penyandang epilepsi dapat hidup
normal dan tercapai kualitas hidup optimal untuk penyandang mental yang dimilikinya.
Thanks!

CREDITS: This presentation template was created


by Slidesgo, including icons by Flaticon,
infographics & images by Freepik

Anda mungkin juga menyukai