Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan epilepsi
berulang berselang lebih dari 24 jam yang timbul tanpa provokasi.
Anatomi & Fisiologi Saraf
A. Sederhana
Gejala motorik, somatosensorik, otonom, psikis
B. Kompleks
Bangkitan Bangkitan parsial sederhana diikuti dg gg. Kesadaran
parsial/fokal C. Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder
Bangkitan
Epilepsi
A. Lena
Bangkitan B. Mioklonik
Umum C. Klonik
D. Tonik
E. Bangkitan tak tergolongkan
Sinrom
Epilepsi
1. Fokal/partial 2. Umum
3. Epilepsi dan sindrom yg tdk dpt ditentukan
Lanjutan Umum
fokal atau umum
4. Sindrom khusus
Patofisiologi Epilepsi
Bangkitan Umum
01 Tonik Klonik (Grand Mal) 02 Absens (petit mal)
● Gejala dan tanda sebelum, saat, dan Untuk mencari tanda-tanda defisit
pasca bangkitan neurologis fokal atau difus yang dapat
● Faktor pencetus: kelelahan, kurang berhubungan dengan epilepsi. Tidak jarang
tidur, hormonal, stress psikologis, dapat menjadi petunjuk lokalisasi, seperti
alkohol. (PERDOSSI, 2014) :
● Usia awitan, durasi bangkitan,
● Paresis Todd
frekuensi bangkitan, interval
terpanjang antara bangkitan, ● Gangguan kesadaran pascaiktal
kesadaran antara bangkitan. ● Afasia pascaiktal
● Terapi epilepsi sebelumnya dan
respon terhadap OAE sebelumnya
C. Pemeriksaan Penunjang
Sinkop BHS
NES
Tatalaksana
Terapi farmakologi
Prinsip Terapi farmakologi
1. OAE diberikan bila
a. Diagnosis epilepsi sudah dipastikan
b. Terdapat minimum dua bangkitan dalam setahun
c. Penyandang dan atau keluarganya sudah menerima penjelasan tentang tujuan pengobatan.
d. Penyandang dan/ atau keluarga telah diberitahu tentang kemungkinan efek samping yang
timbul dari OAE.
e. Bangkitan terjadi berulang walaupun factor pencetus sudah dihindari
2. Terapi dimulai dengan monoterapi, menggunakan OAE pilihan sesuai dengan jenis bangkitan
(Tabel 1) dan jenis sindrom epilepsi
3. Pemberian obat dimulai dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai dosis efektif
tercapai atau timbul efek samping (Tabel 2).
4. Bila dengan penggunaan OAE pertama dosis maksimum tidak dapat mengontrol bangkitan,
maka diganti dengan OAE kedua.
5. OAE kedua harus memiliki mekanisme kerja yang berbeda dengan OAE pertama
Tabel 1. Pemilihan OAE berdasarkan bentuk bangkitan
Komplikasi
Kejang dapat menyebabkan cedera, termasuk jatuh, dislokasi bahu, patah tulang,
trauma mulut/lidah, dan inkontinensia urin atau usus. Kehilangan memori dan
keadaan pasca iktal dan bahkan cedera otak dapat terjadi,serta pneumonia
aspirasi, dan jika berkepanjangan, rhabdomyolysis. Jika kejang tidak berhenti,
dapat menyebabkan status epileptikus. Mungkin ada peningkatan risiko Sudden
Unexplained Death in Epilepsy (SUDEP)
Prognosis
Prognosis pasien dengan kejang sebagian besar tergantung pada penyebab yang
mendasarinya. Pasien dengan kejang dari penyebab medis atau toksikologi perbaikan harus
dilakukan dengan baik dengan pengelolaan masalah tersebut. Pasa pasien dengan kejang
simtomatik akut, prognosisnya berhubungan dengan proses penyakit. Pasien dengan
penyebab kejang neoplastik atau cedera otak hipoksia tidak akan berjalan dengan baik
dibandingkan dengan banyak pasien dengan penyebab metabolik kejang. Prognosis pasien
dengan kejang tunggal yang tidak diprovokasi telah digambarkan dengan baik.
Bab III
Status pasien
IDENTITAS PASIEN
1. Nama : Ny. Sri Ariyanti
2. Umur : 27
3. Alamat : Kampung Panjang, Kampar
4. Pekerjaan : IRT
5. Agama : Islam
6. Status Perkawinan : Menikah
7. Tanggal masuk : 8 Oktober 2021
ANAMNESIS : Alloanamnesis
8. Keluhan Utama Kejang ± 20 menit sebelum masuk rumah sakit (SMRS).
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Bangkinang pada pukul 14.40 WIB dengan keluhan kejang
sejak 20 menit yang lalu SMRS. Kejang terjadi pada seluruh tubuh, adanya gerakan
kelonjotan pada kedua tangan dan kaki, mata membelalak keatas, keluar busa dari mulut, dan
pasien sampai menggigit bibir. Awalnya kejang datang mendadak saat pasien baru bangun
tidur, lalu pasien dibawa ke rumah sakit oleh keluarga. Kejang dirasakan terus-menerus.
Setelah serangan kejang, pasien bingung dan merasa badannya lemas. Pasien tidak ada
batuk, sakit kepala, mual ataupun muntah.
Pasien sebelumnya kejang kira-kira delapan bulan yang lalu. Tetapi, kejang dirasakan
pertama kali sejak lima tahun yang lalu setelah beberapa bulan melakukan tindakan
craniotomy dan sudah dibawa kerumah sakit. Pasien pernah memiliki riwayat gangguan
depresi satu tahun yang lalu. Pasien juga memiliki riwayat stroke. Ht (-), DM (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak ada mengalami riwayat kejang ataupun keluhan serupa.
Riwayat Pengobatan
Pasien rutin meminum obat kejang semenjak pasien mengalami kejang beberapa
tahun yang lalu.
PEMERIKSAAN FISIK
Jantung
● Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat. Status Neurologis
● Palpasi : Ictus cordis teraba di linea
midclavicularis sinistra.
● Perkusi : Redup Tanda Rangsang Selaput Otak:
● Auskultasi : Bunyi jantung I & II reguler, ● Kaku Kuduk : Negatif
gallop (-), Murmur (-) ● Brudzinski I : Negatif
● Brudzinski II : Negatif
Abdomen
● Kernig Sign : Negatif
● Inspeksi : Bentuk perut datar,
distensi (-) ● Lasegue sign : Negatif
● Auskultasi : Bising usus (+) normal.
● Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), Tanda Peningkatan Tekanan Intrakranial:
tidak ada pembesaran hepar dan lien ● Pupil : Isokor
● Perkusi : Timpani. ● Refleks cahaya : +/+
Korpus Vertebra
● inspeksi : tidak tampak kelainan
● palpasi : tidak teraba kelainan
Pemeriksaan Saraf Kranial
Pemeriksaan Keseimbangan dan Pemeriksaan Fungsi Motorik
koordinasi
Keseimbangan Koordinasi
Cara Tidak Tes jari – Tidak
berjalan dilakukan hidung dilakukan
Romberg Tidak Tes jari – jari Tidak
test dilakukan dilakukan
Stepping Tidak Tes tumit lutut Tidak
tes dilakukan dilakukan
Tandem Tidak Disgrafia Tidak
Walking dilakukan dilakukan
tes
Ataksia Tidak Supinasi- Tidak
dilakukan pronasi dilakukan
Rebound Tidak
phenomen dilakukan
Sitem Refleks
Pemeriksaan Sensibilitas Refleks Fisiologis Kanan Kiri
Triseps + +
Terapi Umum/Suportif
■ O2 NRM + NC
■ IVFD RL
■ Inj. Diazepam 1 amp i.v
■ Inj. Fenitoin 100 mg i.v PROGNOSIS
Terapi Khusus
● Memastikan bahwa pasien tidak jatuh ● Quo ad vitam : ad bonam
dan jauhkan dari benda tajam ● Quo ad functionam : ad bonam
● Jangan mencoba untuk menahan ● Quo Ad Sanationam : ad bonam
pasien
● Jangan mencoba untuk memasukkan
apapun kedalam mulut pasien
PEMBAHASAN
Pasien datang ke IGD RSUD Bangkinang pada pukul 14.40 WIB dengan keluhan kejang sejak
20 menit yang lalu SMRS. Kejang terjadi pada seluruh tubuh, adanya gerakan kelonjotan pada
kedua tangan dan kaki, mata membelalak keatas, keluar busa dari mulut, dan pasien sampai
menggigit bibir. Awalnya kejang datang mendadak saat pasien baru bangun tidur, lalu pasien
dibawa ke rumah sakit oleh keluarga. Kejang dirasakan terus-menerus. Setelah serangan
kejang, pasien bingung dan merasa badannya lemas. Pasien tidak ada batuk, sakit kepala,
mual ataupun muntah.
Pada kasus ini didapatkan hasil anamnesa yang sesuai dengan manifestasi klinis epilepsi
umum tipe tonik-klonik atau grand mal, yaitu adanya gerakan kaku seluruh tubuh yang diikuti
dengan kelonjotan dan mata medelik keatas serta mulut berbusa, dan juga sering diikuti
dengan periode kebingungan, agitasi dan tidur. Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis
epilepsi dapat didukung dengan pemeriksaan EEG dengan ditemukannya gambaran EEG
yang abnormal. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya peningkatan leukosit &
trombosit. Dimana ini menandakan adanya suatu infeksi yang terjadi pada tubuh pasien.
PEMBAHASAN
Tatalaksana awal epilepsi saat kejang diberikan diazepam i.v. Pada kasus
ini, untuk terapi awal, pasien diberikan diazepam i.v dikarenakan pasien
datang keIGD dengan kejang. Selanjutnya, pasien dapat diberikan
monoterapi sesuai dengan tipe kejang. Dikarenakan pada kasus ini tipe
kejangnya tonik-klonik, maka dapat diberikan pilihan antara asam valproat
atau karbamazepin atau fenitoin atau fenobarbital.
KESIMPULAN
Epilepsi adalah gangguan neurologis kronis yang dapat terjadi disegala usia, timbul
disebabkan karena adanya gangguam sinyal listrik didalam otak, ditandai oleh adanya faktor
predisposisi secara terus-menerus untuk terjadinya suatu bangkitan epileptik, dan juga ditandai
oleh adanya faktor neurobiologis, kognitif, psikologis, dan konsekuensi sosial akibat kondisi
tersebut. Etiologi epilepsi dapat dibagi ke dalam tiga kategori, antara lain idiopatik, kriptogenik,
dan simtomatis. Sedangkan epilepsi berdasarkan bagian otak yang terlibat yaitu fokal dan
umum.
Epilepsi terjadi dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara eksitasi dan inhibisi
yang akan menyebabkan hipereksitabilitas yang pada akhirnya akan menyebabkan bangkitan
epileptik. Ketidakseimbangan tersebut dapat disebabkan oleh faktor internal dan eksternal.
Penyebab internal antara lain berupa mutasi atau kelainan pada kanal-kanal elektrolit sel
neuron sedangkan faktor eksternal terjadi akibat berbagai penyakit, baik penyakit otak maupun
sistemik.
Tujuan utama terapi epilepsi adalah mengupayakan penyandang epilepsi dapat hidup
normal dan tercapai kualitas hidup optimal untuk penyandang mental yang dimilikinya.
Thanks!