SADIKIN
MUHAMMAD RIDUAN
Apresiasi karya seni rupa 3 dimensi justru terkadang membutuhkan penghayatan lebih karena
berisiko kurang memancing imajinasi. Oleh karena itu, terkadang seniman akan dengan sengaja
membuat berbagai gaya yang melepaskan berbagai kemiripan karyanya dengan alam. Misalnya,
dengan tidak mengecat karya patung mereka dengan warna yang realistis, agar mendapatkan
perhatian lebih sebagai suatu objek seni dan tidak terasa seperti objek sehari-hari.
Dimensi ini memungkinkan kita melihat karya seni rupa tiga dimensi dari berbagai sudut. Kita
dapat melingkarnya dan setiap sudut pandang akan berbeda. Misalnya, kita mampu melihat
bagian depan, samping, atau bagian belakang suatu patung. Bahkan dalam beberapa karya kita
bisa saja masuk ke dalamnya, seperti pada karya instalasi yang melibatkan suatu ruangan dalam
karyanya.
Beberapa karya juga memungkinkan kita untuk menyentuhnya, meskipun kebanyakan museum
akan melarangnya jika karya yang dipajang berupa patung. Namun, dalam beberapa
kesempatan kita justru dipersilakan dan bahkan diminta untuk menyentuh bagian tertentu,
terutama sesuatu yang dapat dikendalikan seperti tombol interaktif, menulis sesuatu pada
karya, dsb.
Beberapa pertanyaan yang harus dijawab agar kita mampu melakukan apresiasi karya seni rupa
3 dimensi meliputi:
1. Bahan yang digunakan dalam berkarya seni rupa tiga dimensi tersebut?
2. Dapatkah kita mengidentifikasi teknik yang digunakan dalam berkarya seni rupa tiga dimensi
tersebut?
3. Alat apa yang digunakan dalam berkarya seni rupa tiga dimensi itu?
4. Apa saja unsur-unsur rupa yang terdapat pada karya seni rupa tiga dimensi tersebut?
5. Objek apa saja yang ada pada karya seni rupa tiga dimensi tersebut?
6. Bagaimanakah penataan unsur-unsur rupa pada karya seni rupa tiga dimensi tersebut?
7. Apakah karya seni rupa tiga dimensi tersebut memiliki fungsi benda pakai?
8. Karya seni rupa tiga dimensi seperti apa yang paling menarik untuk kita? (Tim Kemdikbud,
2017, hlm. 30)
Pada akhirnya agar dapat melakukan apresiasi karya seni rupa 3 dimensi, kita juga harus
mengetahui berbagai konsep, dan aspek dari penciptaan seni rupa tiga dimensi itu sendiri.
Pengetahuan tersebut dapat kita mulai dari mengenal jenis, tema dan fungsi karya seni tupa
tiga dimensi yang akan dipaparkan pada beberapa uraian di bawah ini.
1. karya yang memiliki fungsi pakai (seni rupa terapan/applied art); dan
2. karya seni rupa yang hanya memiliki fungsi ekspresi saja (seni rupa murni – fine art/pure art).
Perbedaan fungsi pada sebuah karya seni rupa ditentukan oleh tujuan pembuatannya. Karya
seni rupa sebagai benda pakai yang memiliki fungsi praktis dibuat dengan pertimbangan daya
guna bagi kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, karya seni rupa terapan akan dibuat
seberguna dan senyaman mungkin namun tetap tampak indah.
Oleh karena fungsi terapan atau fungsi praktis (pakai) sebuah karya seni rupa adalah aspek
utama yang harus diperhatikan, maka dalam pembuatan karya seni rupa ini seorang perupa
atau dalam konteks seni rupa terapan lebih sering dipanggil sebagai seorang desainer, akan
mempertimbangkan aspek tersebut sebelum menambahkan unsur lainnya. Sebaliknya karya
seni rupa murni hanya akan menciptakan karya seindah atau semenggugah mungkin dengan
memperhatikan setiap rincian detail yang menaunginya.
Selain digunakan dan diatur sedemikian untuk memperindah bentuknya, unsur rupa pada karya
seni rupa tiga dimensi ini dapat saja memiliki makna simbolis. Berbagai makna simbolis tersebut
mungkin saja berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya. Hal itu karena setiap daerah
atau masyarakat memiliki konvensi atau persetujuan mengenai simbol akan sesuatu yang
berbeda. Ambil contoh warna putih berarti suci di tanah Sunda, namun di Sulawesi warna putih
dapat berarti warna dengan asosiasi negatif seperti kematian.
Nilai Estetis Karya Seni Rupa Tiga Dimensi
Tentunya sebagai salah satu jenis karya seni, seni rupa 3 dimensi juga memiliki nilai estetis. Nilai
estetis pada sebuah karya seni rupa dapat bersifat objektif dan subjektif.
3. penempatan objek pas sehingga tampak seimbang dan membentuk kesatuan, dan
sebagainya.
Keselarasan dalam menata unsur-unsur visual inilah yang mewujudkan sebuah karya seni rupa
secara objektif.
Perbedaan inilah yang menunjukkan bahwa nilai estetis sebuah karya seni rupa dapat bersifat
subjektif. Dalam ranah yang subjektif, perupa dan penikmatnya harus berada pada zona
kesukaan yang sama agar dapat berhasil. Hal ini yang menyebabkan mengapa banyak
bermunculan suatu komunitas seni yang khusus mendiskusikan dan berkarya dengan gaya,
bahan, dan bahkan medium yang spesifik.
2. Membuat sketsa
3. Memilih alat dan bahan yang akan digunakan untuk membuat patung
4. Berkarya patung sesuai dengan sketsa, alat dan bahan yang telah dipilih
Cobalah agar tidak melewatkan salah satu dari empat langkah sederhana tersebut. Hal itu
karena langkah-langkahnya mungkin memang sederhana, tetapi setiap poin tersebut memiliki
tingkat kesulitan teknis yang justru jauh dari sederhana. Oleh karena itu, pastikan tidak
melewatkan satu langkah pun untuk mempermudah prosesnya.
Sebagai catatan akhir berkarya juga dapat menambah kemampuan apresiasi seni rupa 3
dimensi pula. Mengapa? karena kita akan merasakan langsung seperti apa sulitnya dalam
membuat karya seni rupa 3 dimensi. Inilah mengapa beberapa profesi seni non seniman seperti
kurator, pemilik galeri, kritikus seni, dan profesi seni lainnya terkadang menyepatkan waktu
untuk mencoba sendiri berkarya layaknya seperti seorang seniman.
Referensi
Tim Kemdikbud. (2018). Seni Budaya XII. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang,
Kemendikbud.