Anda di halaman 1dari 6

SMP SHAFYYATUl AMALIYYAH

MAPEL KEBUDAYAAN PAPUA


BY:
GROUP 2
Zul
Hilman
Evan
Rafif
Anastasya

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,


KEBUDAYAAN PAPUA

Papua adalah provinsi yang terletak di bagian tengah Pulau Papua atau bagian
paling timur wilayah Papua milik Indonesia. Belahan timurnya merupakan negara
Papua Nugini. Provinsi Papua sebelumnya bernama Irian Jaya yang mencakup seluruh
wilayah Pulau Papua. Sejak tahun 2003 dibagi menjadi dua provinsi, dengan bagian
timur tetap memakai nama Papua sedangkan bagian baratnya memakai nama Papua
Barat (Pabar). Provinsi Papua memiliki luas 312.224,37 km2 dan merupakan provinsi
terbesar dan terluas pertama di Indonesia.

Provinsi Papua memiliki luas sekitar 312.224,37 km2, pulau Papua berada di
ujung timur dari wilayah Indonesia, dengan potensi sumber daya alam yang bernilai
ekonomis dan strategis, dan telah mendorong bangsa-bangsa asing untuk menguasai
pulau Papua.

Kabupaten Puncak Jaya merupakan kota tertinggi di pulau Papua, sedangkan


kota yang terendah adalah kota Merauke. Sebagai daerah tropis dan wilayah
kepulauan, pulau Papua memiliki kelembapan udara relatif lebih tinggi berkisar antara
80-89% kondisi geografis yang bervariasi ini memengaruhi kondisi penyebaran
penduduk yang tidak merata. Pada tahun 1990 penduduk di pulau Papua berjumlah
1.648.708 jiwa dan meningkat menjadi sekitar 2,8 juta jiwa pada tahun 2006 dan
4.303.707 jiwa pada tahun 2020.Dengan ketinggian 4.884 m, Puncak Jaya merupakan
puncak tertinggi di Indonesia sekaligus di Oseania.

TRADISI DAN BUDAYA

1. Senjata tradisional

a. Pisau Belati.

Pisau belati merupakan salah satu senjata tradisional khas Papua. Senjata ini
digunakan untuk melindungi diri dari serangan musuh atau lainnya. Di balik hal itu,
pisau belati khas Papua cukup populer dan dikenal, karena memiliki keunikan.

Karena bahan utama pembuatannya berbeda dengan senjata tradisional pada


umumnya, yakni dari tulang burung kasuari. Walau terbuat dari tulang burung kasuari,
senjata ini cukup tajam dan bisa mematikan musuh atau targetnya. Selain
menggunakan tulang, bulu burung ini juga dimanfaatkan dan dipasang pada gagang
pisau belatinya.

Posisinya bisa berada di bagian ujung gagang, tetapi ada pula yang dipasang di
bagian samping. Untuk membuatnya semakin unik, pada gagangnya diberi anyaman
kulit kayu yang sebelumnya telah dicat warna putih.
Keunikan lain dari pisau belati ini ialah adanya kerang sebagai hiasan senjata.
Kerang tersebut terletak di bagian gagang senjatanya yang dipasang bersamaan bulu
burung kasuari. Senjata tradisional ini diperkenalkan pertama kali oleh warga suku
Asmat.

Dipercaya jika dulunya senjata tersebut hanya digunakan untuk ritual


pembunuhan saja. Namun, untuk saat ini pisau belati sering dikenakan sebagai
pelengkap pakaian adat pria khas Papua. Cara memakainya adalah dengan dililitkan di
sisi pinggang prianya.

B.Busur dan Panah.

Busur tersebut dari bambu atau kayu, sedangkan tali Busur terbuat dari rotan.
Anak panahnya terbuat dari bambu, kayu atau tulang kangguru. Kegunaan dan fungsi
panah dan busur juga berbeda-beda tidaklah sama, ada yang dipakai untuk berburu
dan ada juga yang dipakai khusus untuk perang.

Bahan yang di gunakan untuk membuat busur dan panah juga tidaklah sama
untuk suku-suku yang ada di Papua. Serta penyebutan panah dalam bahasa darah dari
tiap-tiap suku juga ada dan berbeda-beda. Busur dan panah untuk suku Muyu dalam
bahasa daerah yaitu Busur adalah Tinim sedangkan Panah adalah Ando.

Bahan busur atau Tinim untuk suku muyu mereka menggunakan pohon sejenis
Palem / enau jenis yang kecil. Pohon palem/ enau diambil kemudian dibelah sebesar
dan selebar tiga jari kemudian setelah dipotong dan dibentuk maka ujung busur yang
satu di ikat ke ujung yang satunya membentuk setengah lingkaran dengan ditengahnya
menggunakan bambu khusus yang sudah dihaluskan kemudian di ikat dengan tali
genemo yang sudah dipintal menjadi tali diujung kiri dan kanan untuk menahan
bambu dan busur tersebut.

Bahan Panah atau Ando dibuat dari Alip atau Pohon Kasim sejenis pohon
bambu diambil dihutan setelah itu baru di asar di api untuk meluruskan dan di pasang
mata panah dibuat dari bambu yang sudah dibentuk menjadi mata panah.

Mata panah ada tiga macam yaitu ada yang berbentuk jubi dari nibung halus
dipertajam yang disebut Goem, berbentuk pisau bermata dua disebut Kanat, kalau
sudah pasang ketangkai menjadi Ando Kanat , ada juga yang berbentuk tombak
bergerigi berbalik, ada juga yang mata panahnya yang bergerigi bolak-balik yaitu
dalam bahasa daerah adalah Tamani/ Jiripara. Fungsi sosial budayanya yaitu sebagai
alat untuk melindungi diri dari musuh maupun binatang, bisa dipakai untuk alat
musik.

2. Tifa
Tifa merupakan alat musik khas Indonesia bagian Timur, khususnya Maluku
dan Papua. Alat musik ini bentuknya menyerupai kendang dan terbuat dari kayu yang
di lubangi tengahnya. Ada beberapa macam jenis alat musik Tifa seperti Tifa Jekir,
Tifa Dasar, Tifa Potong, Tifa Jekir Potong dan Tifa Bas.

Tifa mirip dengan alat musik gendang yang dimainkan dengan cara dipukul.
Alat musik ini terbuat dari sebatang kayu yang dikosongi atau dihilangi isinya dan
pada salah satu sisi ujungnya ditutupi, dan biasanya penutupnya digunakan kulit rusa
yang telah dikeringkan untuk menghasilkan suara yang bagus dan indah. Bentuknya
biasanya dibuat dengan ukiran. Setiap suku di Maluku dan Papua memiliki tifa dengan
ciri khas nya masing-masing.

Tifa biasanya digunakan untuk mengiringi tarian perang dan beberapa tarian
daerah lainnya seperti tari Lenso dari Maluku yang diiringi juga dengan alat musik
totobuang, tarian tradisional suku Asmat dan tari Gatsi.

Alat musik tifa dari Maluku memiliki nama lain, seperti tahito atau tihal yang
digunakan di wilayah-wilayah Maluku Tengah. Sedangkan, di pulau Aru, tifa
memiliki nama lain yaitu titir. Jenisnya ada yang berbentuk seperti drum dengan
tongkat seperti yang digunakan di Masjid . Badan kerangkanya terbuat dari kayu
dilapisi rotan sebagai pengikatnya dan bentuknya berbeda-beda berdasarkan daerah
asalnya.

3. Noken

Noken merupakan tas tradisional khas asli Papua. Noken berbentuk jaring-
jaring yang terbuat dari akar kayu pohon atau daun yang dikeringkan berupa tali-tali
yang kuat dan dirajut menjadi tas jaring. Keberadaan Noken Papua telah diakui Dunia
dengan ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda atau warisan dunia oleh
Lembaga Kebudayaan Dunia di Markas Unesco Paris, Prancis pada 4 Desember 2012.

Penetapan Noken sebagai warisan dunia ini diinisasi oleh seorang pemerhati
budaya Papua asal Paniai, Titus Pikei yang menyatakan tujuannya untuk menjaga
tradisi budaya Papua agar tidak punah. Ia kemudian mendirikan Yayasan Noken
Papua guna menjaring semua komponen pengrajin noken dari berbagai komunitas
pengrajin noken di Provinsi Papua dan Papua Barat untuk selalu menjaga
kekhasannya.

Ia mengajak agar budidaya bahan baku noken dari hutan dan lingkungan dapat
dilestarikan melalui pendataan bersama para tetua adat atau kepala suku dengan
Pemda setempat, sehingga budidaya bahan baku noken dapat terus terjaga.

4. Bakar Batu
Tradisi Bakar Batu merupakan salah satu tradisi penting di Papua yang berupa
ritual memasak bersama-sama warga satu kampung yang bertujuan untuk bersyukur,
bersilaturahmi (mengumpulkan sanak saudara dan kerabat, menyambut kebahagiaan
(kelahiran, perkawinan adat, penobatan kepala suku)), atau untuk mengumpulkan
prajurit untuk berperang. Tradisi Bakar Batu umumnya dilakukan oleh suku
pedalaman/pegunungan, seperti di Lembah Baliem, Paniai, Nabire, Pegunungan
Tengah, Pegunungan Bintang, Jayawijaya, Dekai, Yahukimo dll.

Disebut Bakar Batu karena benar-benar batu dibakar hingga panas membara,
kemudian ditumpuk di atas makanan yang akan dimasak. Namun di masing-masing
tempat/suku, disebut dengan berbagai nama, misalnya Gapiia (Paniai), Kit Oba Isogoa
(Wamena), atau Barapen (Jayawijaya).

Ritualnya sebagai berikut:

1.Batu ditumpuk di atas perapian dan dibakar sampai kayu bakar habis terbakar dan
batu menjadi panas (kadang sampai merah membara).

2.Bersamaan dengan itu, warga yang lain menggali lubang yang cukup dalam.

3.Batu panas tadi dimasukkan ke dasar lubang yang sudah diberi alas daun pisang dan
alang-alang.

4.Di atas batu panas itu ditumpuk daun pisang, dan di atasnya diletakkan daging babi
yang sudah diiris-iris.

5.Di atas daging babi ditutup daun pisang, kemudian di atasnya diletakkan batu panas
lagi dan ditutup daun.

6.Di atas daun, ditaruh ubi jalar (batatas), singkong (hipere), dan sayuran lainnya dan
ditutup daun lagi.

7.Di atas daun paling atas ditumpuk lagi batu panas dan terakhir ditutup daun pisang
dan alang-alang.

Babi yang akan dimasak tidak langsung disembelih, tapi dipanah terlebih
dahulu. Bila babi langsung mati, maka pertanda acara akan sukses, tapi bila tidak
langsung mati, maka pertanda acara tidak bakalan sukses. Setelah matang, biasanya
setelah dimasak selama 1 jam, semua anggota suku berkumpul dan membagi makanan
untuk dimakan bersama di lapangan tengah kampung, sehingga bisa mengangkat
solidaritas dan kebersamaan rakyat Papua.
Hingga saat ini tradisi bakar batu masih terus dilakukan dan berkembang juga
untuk digunakan menyambut tamu-tamu penting yang berkunjung, seperti bupati,
gubernur, presiden dan tamu penting lainnya.

Anda mungkin juga menyukai