Penemuan Baru Hakiki

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 12

Karakteristik Lempok Labu Kuning – Nilasari, dkk

Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.5 No.3:15-26, Juli 2017

PENGARUH SUHU DAN LAMA PEMASAKAN TERHADAP KARAKTERISTIK


LEMPOK LABU KUNING (WALUH)

The Effect of Temperature and Length of Cooking to Pumpkin Lempok


Characteristic

Ovrida Wahyu Nilasari1*, Wahono Hadi Susanto1, Jaya Mahar Maligan1

1) Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, FTP Universitas Brawijaya Malang


Jl. Veteran, Malang 65145
*Penulis Korespondensi, email: ovridanilasari@gmail.com

ABSTRAK

Labu kuning merupakan tanaman yang mudah tumbuh di berbagai daerah mulai dari
dataran tinggi hingga dataran rendah. Ketersediaan labu kuning di Indonesia relatif tinggi,
menurut data BPS produksi labu kuning di Indonesia pada tahun 2011 produksinya mencapai
428.197 ton. Labu kuning sangat potensial untuk dikembangkan menjadi produk pangan
olahan berbasis pangan lokal yaitu lempok labu kuning. Tujuan penelitian ini adalah untuk
menentukan lama dan suhu pemasakan sehingga menghasilkan produk yang sesuai dengan
syarat mutu lempok. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan
2 faktor. Faktor I adalah lama waktu pemasakan yang terdiri dari 3 level (90, 120, dan 150
menit). Faktor II adalah suhu pemasakan yang terdiri dari 3 level (70±2 0C, 80±20C, dan
90±20C). Hasil pengamatan akan dianalisis dengan analysis of variance (ANOVA) dilanjutkan
uji DMRT 1%. Perlakuan terbaik lempok labu kuning dengan metode Zeleny yaitu lempok labu
kuning dengan suhu pemasakan 80±20C selama 120 menit dengan nilai kadar air (27.61%),
total gula (43.28%), total karoten 15.39 µg/g, serat kasar (4.53%), tekstur (8.80 N), tingkat
kecerahan L+ (46.34), tingkat kemerahan a* (8.55), tingkat kekuningan b* (24.05), nilai warna
lempok labu kuning 3.48 (agak menyukai), nilai aroma lempok labu kuning 3.47 (agak
menyukai), nilai rasa lempok labu kuning 3.63 (suka), dan nilai tekstur lempok labu kuning
3.75 (suka).

Kata Kunci: Labu Kuning, Lempok, Suhu, Lama Pemasakan

ABSTRACT

Pumpkin is a plant that easy to grow in various areas ranging from the highlands to the
lowlands. The availability of pumpkin in Indonesia is relatively high, according to Central
Bureau of Statistics production of pumpkin in Indonesia in 2011 its production reached
428.197 tons. Pumpkin is potential to be developed into local food-based processed food
products that are pumpkin lempok. The purpose of this study is to determine length of cooking
and cooking temperature in producing a product according to product quality requirements.
This research used Factorial Randomized Block Design (RBD) with two factors. Factor I is the
length of cooking consisting of 3levels (90, 120, and 150 minutes). Factor II is a cooking
temperature consisting of 3 levels (70±20C, 80±20C, and 90±20C). The result data was
analyzed using ANOVA followed by 1% DMRT test. The best treatment selected by Zeleny is
pumpkin lempok with cooking temperature of 800C for 120 minutes length cooking with
moisture content (27.61%), total sugar (43.28%), total carotenoid 15.39 μg /g, crude fiber
(4.53%), texture (8.80 N), brightness L + (46.34), redness a * (8.55), yellowishness b * (24.05),
color value pumpkin lempok 3.48 (rather like), odor of pumpkin lempok 3.47 (rather like), taste
of pumpkin lempok 3.63 (like), and texture value of pumpkin lempok 3.75 (like).

Keyword: Pumpkin, Lempok, Temperature, Length of Cooking

15
Karakteristik Lempok Labu Kuning – Nilasari, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.5 No.3:15-26, Juli 2017

PENDAHULUAN

Labu kuning (Cucurbita moschata) dapat tumbuh baik di Indonesia sehingga


ketersediaannya berlimpah ruah. Menurut data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik,
produksi labu kuning di Indonesia pada tahun 2011 produksinya mencapai 428.197 ton
(Kusumawati, 2013). Sedangkan konsumsi labu kuning di Indonesia masih sangat rendah,
yakni kurang dari 5 kg per kapita per tahun. Selain itu, harga dari labu kuning yang relatif
murah yaitu Rp 5.000/kg. Melihat ketersediaan labu kuning di Indonesia berlimpah dan kaya
akan kandungan gizi dengan harga terjangkau sedangkan pemanfaatan yang terbatas, labu
kuning sangat potensial untuk dikembangkan menjadi produk pangan olahan berbasis pangan
lokal. Salah satu makanan olahan berbahan baku labu kuning yang belum dikembangkan
adalah lempok labu kuning. Lempok adalah makanan tradisional daerah Sumatra dan
Kalimantan yang terbuat dari daging buah durian yang dicampur dengan gula (Rusdiardy,
2005).
Proses pembuatan lempok labu kuning dipengaruhi oleh suhu dan lama pemasakan.
Pengolahan lempok akan dilakukan pada suhu pemasakan (70±20C, 80±20C, dan 90±20C)
dan lama pemasakan (90,120, dan 150 menit) untuk memperoleh kualitas terbaik. Lempok
yang berkualitas baik adalah lempok dengan tekstur yang tidak terlalu lembek dan tidak terlalu
keras. Untuk memperoleh tekstur lempok yang tidak terlalu lembek dan tidak terlalu keras
diperlukan pembentukan gel yang konsisten. Pembentukan gel pada lempok dipengaruhi oleh
proses gelatinisasi pada suhu tertentu dan keseimbangan asam-air-pektin (Wuryantoro,
2013). Selain itu, proses pengolahan menggunakan panas ini dapat menyebabkan perubahan
fisikokimia, organoleptik maupun kandungan gizi pada bahan pangan. Penggunaan suhu
rendah dalam waktu yang singkat dapat mengurangi kerusakan terhadap kandungan gizi
dalam bahan pangan, akan tetapi pembentukan gel pada lempok belum sempurna yang akan
menyebabkan tekstur yang lembek. Sehingga diperlukan kombinasi suhu dan lama
pemasakan yang tepat untuk memperoleh lempok yang berkualitas baik.
Penelitian ini dilakukan untuk memberikan alternatif pengembangan teknologi
pengolahan terhadap produksi labu kuning di Indonesia yang melimpah dan dapat membantu
mengurangi permasalahan ekonomi petani dengan meningkatkan nilai jual labu kuning. Selain
itu untuk memberikan informasi mengenai pengaruh suhu dan lama pemasakan terhadap
karakteristik lempok labu kuning.

BAHAN DAN METODE


Bahan
Bahan yang digunakan dalam proses pembuatan lempok labu kuning adalah labu kuning
(waluh) yang didapat dari daerah Pakisaji, Malang, Jawa Timur. Bahan lain yang digunakan
adalah maizena merk RRT XINGMAO, gula merk Rose Brand, margarin merk Simas yang
didapat di toko bahan kue “Master Bahan Kue”, yang berada di Kota Malang. Bahan yang
digunakan untuk analisis adalah alkohol 10%, HCl, NaOH, reagen Anthrone, reagen
arsenomolibdat, aquades, Cu2O, eter, CaCl2, AgNO3, H2SO4, K2SO4, aseton, petroleum eter,
dan Na2SO4 yang diperoleh dari CV Amani di Kota Malang.

Alat
Alat yang digunakan dalam pembuatan lempok labu kuning (waluh) yaitu kompor gas
(merk Rinai), baskom, pisau, loyang, panci, pengaduk kayu, sendok, timbangan (merk
Hunza), plastik, blender (merk Miyako tipe BL-151 PF/AP), termometer dan stopwatch.Alat
yang digunakan untuk analisa adalah timbangan analitik (merk Denver M310 USA), kertas
saring, kompor listrik (merk Maspion), pendingin balik, oven listrik (WTB Binder), desikator
(merk Schott Duran), spektrofotometer (UNICO RRC UV 2100), bola hisap, vortex (Model VM
2000), centrifuge, alumunium foil, tensile strength test, dan glass ware merk Pyrex.

Desain Penelitian
Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan metode Analysis of
Variance (ANOVA) untuk mengetahui perbedaan atau pengaruh pada setiap perlakuan.

16
Karakteristik Lempok Labu Kuning – Nilasari, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.5 No.3:15-26, Juli 2017

Apabila hasil uji menunjukkan hasil yang berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji DMRT
(Duncan Multiple Range Test). Data dari hasil uji organoleptik dianalisis menggunakan uji
Hedonic Scale Scoring. Sedangkan untuk pemilihan perlakuan terbaik dilakukan dengan
metode Multiple Atribut (Zeleny, 1982).

Tahapan Penelitian
Proses Pembuatan Lempok Labu Kuning
Labu kuning dikupas dan dipotong dadu, kemudian ditimbang 1 kg. Lalu labu kuning
dilakukan blanching selama 5 menit. Setelah itu dihaluskan dengan blander sampai menjadi
sluri. Penambahan maizena (5% dari berat sluri), gula (10% dari berat sluri), dan margarin
(3% dari berat sluri). Kemudian dilakukan pemasakan pada suhu (70±20C; 80±20C; dan
90±20C) selama (90 menit; 120 menit; dan 150 menit). Lempok labu kuning dilakukan
pengemasan dan disterilisasi uap panas selama 15 menit.

Prosedur Analisis
Analisis penelitian ini meliputi kadar air (Sudarmadji dkk, 1996), total gula metode
Anthrone (AOAC, 1990), Total Karoten (Rodriguez dan Kimura, 2004), serat kasar (AOAC,
1995), pektin (Andarwulan, 2011), total asam (Apriyantono et al., 1989), tekstur dengan tensile
strenght (Yuwono dan Susanto, 1998), warna dengan colour reader, uji hedonik organoleptik
dan uji perlakuan terbaik (Zeleny, 1982).

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Analisis Bahan Baku
Data hasil analisis parameter fisik dan kimia labu kuning dibandingkan pustaka dapat
dilihat pada tabel 1

Tabel 1 Data Hasil Analisis Bahan Baku Labu Kuning dengan dibandingan dengan Pustaka
Labu Kuning
Parameter
Hasil Analisis Pustaka

Kadar air (%) 86.66 89.47a)


Total gula (%) 7.91 8.89 b)
Total asam (%) 0.08 0.11c)
Kadar serat kasar (%) 4.23 3.48 d)
Kadar Pektin (%) 0.58 0.63 a)
Total Karoten (µg/g) 32.80 47.90 e)
Warna :
Tingkat kecerahan (L*) 62.56 48.70f)
Tingkat kemerahan (a*) 16.15 31.17f)
Tingkat kekuningan (b*) 48.64 45.27f)
Sumber: a) Yuliana dkk. (2003), b) Murdiati dkk. (2005), c) Rahman dkk. (2013),
d) Departemen Kesehatan RI (1996), e)Nawirska et al. (2009), f)Wahyuni dan Widjanarko (2015)

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa adanya perbedaan data dari hasil analisis
dengan pustaka. Hal ini dimungkinkan karena perbedaan umur buah, keadaan iklim, tempat
tumbuh, cara pemeliharaan dan pemanenan buah, dan penyimpanan buah pasca panen
(Khurniyati, 2015).

17
Karakteristik Lempok Labu Kuning – Nilasari, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.5 No.3:15-26, Juli 2017

2. Analisis Kimia Lempok Labu Kuning


a. Kadar Air
Hasil analisis menunjukan kadar air lempok labu kuning berkisar antara 54.77%-14.73%.
Pengaruh perlakuan suhu dan lama pemasakan terhadap kadar air lempok labu kuning dapat
dilihat dalam Gambar 1.
60.00 54.77
47.56
50.00
40.74
KADAR AIR (%)

40.00 35.96
27.61 90 Menit
30.00
20.85 19.30
20.00 16.66
14.73 120 Menit

10.00 150 Menit

0.00
70 80 90
SUHU PEMASAKAN (0C)

Gambar 1. Pengaruh Perlakuan Suhu Pemasakan (0C) dan Lama Pemasakan


Terhadap Kadar Air (%) Lempok Labu Kuning

Semakin tinggi suhu pemasakan dan semakin lama pemasakan maka kadar air pada
lempok labu kuning mengalami penurunan karena proses pemasakan. Proses pemasakan
dilakukan untuk meningkatkan viskositas pada produk lempok labu kuning dan mempercepat
penguapan air dalam bahan. Pada proses pemasakan lempok dengan panas menyebabkan
pati jagung mengalami gelatinisasi dimana molekul granula dari pati menyerap air dari bahan
terutama molekul amilopektin dari pati jagung. Menurut Kusumawati (2013) bahwa pati jagung
memiliki sifat yang mampu mengikat molekul air melalui ikatan hidrogen sehingga mengurangi
jumlah air bebas pada bahan. Pemasakan juga menyebabkan penguapan air dalam lempok
labu kuning sehingga semakin tinggi suhu pemasakan dan semakin lama pemasakan kadar
air akan menurun. Hal ini didukung dengan pernyataan Fitriani (2008) bahwa semakin lama
waktu pemasakan kadar air akan menurun, menyebabkan penguapan air lebih banyak
sehingga kadar air dalam bahan semakin kecil. Penguapan tersebut juga diakibatkan karena
terjadinya perbedaan tekanan uap antara air pada bahan dengan uap air pada udara.
Tekanan uap air pada bahan pada umumnya lebih besar dari tekanan uap air di udara
sehingga terjadi perpindahan massa air dari bahan ke udara.

b. Total Gula
Hasil analisis menunjukan total gula lempok labu kuning berkisar antara 56.36-25.16%.
Pengaruh perlakuan suhu dan lama pemasakan terhadap total gula lempok labu kuning dapat
dilihat dalam Gambar 2. Pada gambar 2 terlihat bahwa kenaikan kadar gula seiring dengan
kenaikan suhu dan semakin lama pemasakan. Hal ini disebabkan karena adanya proses
pemasakan dengan panas pada pembuatan Lempok. Menurut Heldman (2012) semakin lama
proses pemasakan maka proses penguapan air bebas dalam produk akan semakin tinggi.
Jika penguapan semakin tinggi maka kadar air semakin turun sehingga persentase total gula
semakin meningkat. Berdasarkan Sutrisno (2014) adanya proses pemanasan dapat
mempengaruhi kadar gula, hal tersebut dikarenakan terjadi penurunan kadar air sehingga
persentase kadar gula meningkat. Hal ini juga didukung dengan pernyataan Agus (2012),
adanya penguapan air selama pemanasan menyebabkan kadar air menurun dan konsentrasi
padatan akan meninggkat. Penurunan kadar air juga akan menambah tingginya kadar zat gizi
yang tertinggal.

18
Karakteristik Lempok Labu Kuning – Nilasari, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.5 No.3:15-26, Juli 2017

60.00 56.36
50.49
45.75 47.51
50.00

TOTAL GULA (%)


43.28
40.00 33.43 40.87
30.72
30.00 25.16 90 Menit

20.00 120 Menit

10.00 150 Menit

0.00
70 80 90
SUHU PEMASAKAN (0C)

Gambar 2. Pengaruh Perlakuan Suhu Pemasakan (0C) dan Lama Pemasakan


Terhadap Total Gula (%) Lempok Labu Kuning

c. Total Karoten
Hasil analisis menunjukan rerata total karoten pada lempok labu kuning berkisar antara
4,46-24,51 µg/g. Pengaruh perlakuan suhu dan lama pemasakan terhadap total karoten
lempok labu kuning dapat dilihat dalam Gambar 3.

30.00
TOTAL KAROTEN (ΜG/G)

24.51
25.00 23.08
21.45
20.00 17.34
15.39
13.75 90 Menit
15.00
9.67
10.00 7.21 120 Menit
4.46 150 Menit
5.00
0.00
70 80 90
SUHU PEMASAKAN (0C)

Gambar 3. Pengaruh Perlakuan Suhu Pemasakan (0C) dan Lama Pemasakan


Terhadap Total Karoten (µg/g) Lempok Labu Kuning

Semakin tinggi suhu dan lama pemasakan maka total karoten dalam lempok labu kuning
akan semakin mengalami penurun. Penurunan total karoten ini disebabkan karena proses
pemasakan lempok labu kuning menggunakan panas. Menurut Wahyuni dan Widjanarko
(2008), kandungan karoten akan menurun seiring dengan meningkatnya suhu dan lama waktu
pemasakan. Hal ini disebabkankan karena karoten terdegradasi akibat proses oksidasi pada
suhu tinggi yang menyebabkan struktur karoten tidak stabil. Preedy (2012) menyatakan
bahwa karotenoid akan berubah menjadi Z-isomer yang masih belum menyebabkan
perubahan warna. Ketika oksidasi berlanjut maka akan terbentuk senyawa volatil dan
degradasi senyawa karoten menjadi aldehid dan keton dengan berat molekul yang lebih
rendah.
Menurut Belitz et al. (2009) stabilitas karoten berkaitan dengan keberadaan ikatan
rangkap dan ikatan tidak jenuh dalam struktur molekul karoten. Ikatan rangkap pada rantai
hidrokarbon karoten berada dalam bentuk trans. Struktur karoten dapat mengalami
isomerisasi termal selama pemasakan menjadi bentuk cis. Senyawa karoten dalam bentuk
cis memiliki stabilitas rendah dari trans yang mengakibatkan senyawa tersebut mudah
teroksidasi pada kondisi perlakuan pamanasan. Karoten paling tidak stabil dibandingkan
dengan golongan pigmen yang lain seperti klorofil dan flavonoid.

19
Karakteristik Lempok Labu Kuning – Nilasari, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.5 No.3:15-26, Juli 2017

d. Serat Kasar
Hasil analisis menunjukan serat kasar lempok labu kuning berkisar 3.95-4.85%.
Pengaruh perlakuan suhu dan lama pemasakan terhadap serat kasar lempok labu kuning
dapat dilihat dalam Gambar 4.

6.00
4.85 4.84
4.73 4.53
SERAT KASAR (%)

5.00 4.43 4.24


4.52 3.95
4.00 4.09

3.00 90 Menit
2.00 120 Menit
1.00 150 Menit

0.00
70 80 90
SUHU PEMASAKAN (0C)

Gambar 4. Pengaruh Perlakuan Suhu Pemasakan (0C) dan Lama Pemasakan


Terhadap Serat Kasar (%) Lempok Labu Kuning

Perlakuan suhu dan lama pemasakan tidak memberikan pengaruh pada hasil kadar serat
kasar. Hal tersebut dikarenakan serat kasar sukar diuraikan walaupun dengan perlakuan suhu
pemasakan yang tinggi dalam waktu yang lama. Menurut Winarno (2002) selulosa dan
hemiselulosa lebih sukar untuk diuraikan dan mempunyai sifat-sifat sebagai berikut, yaitu
memberi bentuk atau struktur pada tanaman, tidak larut dalam air dingin maupun air panas,
tidak dapat dicerna oleh cairan pencernaan manusia sehingga tidak dapat menghasilkan
energi, dapat membantu melancarkan pencernaan makanan, dan dapat dipecah menjadi
satuan-satuan glukosa oleh enzim dan mikroba tertentu.

3. Analisis Fisik Lempok Labu Kuning


a. Tekstur
Hasil analisis menunjukkan tekstur lempok labu kuning berkisar antara 0.87-25.23 N.
Pengaruh perlakuan suhu pemasakan terhadap tekstur lempok labu kuning berdasarkan lama
pemasakan Gambar 5.
30.00
25.23
25.00
TEKSTUR (N)

20.00
15.53
15.00 12.00 90 Menit
10.63
8.80
10.00 120 Menit
5.20
3.73
5.00 2.27 150 Menit
0.87
0.00
70 80 90
SUHU PEMASAKAN (0C)

Gambar 5. Pengaruh Perlakuan Suhu Pemasakan (0C) dan Lama Pemasakan


Terhadap Tekstur (N) Lempok Labu Kuning

Semakin tinggi suhu dan semakin lama pemasakan maka nilai rerata tekstur lempok labu
kuning semakin tinggi. Hal ini terjadi karena semakin tinggi suhu dan semakin lama
pemasakan akan menyebabkan penguapan air semakin besar sehingga kadar air dalam
bahan rendah yang menyebabkan tekstur yang mudah patah. Sedangkan kadar gula yang

20
Karakteristik Lempok Labu Kuning – Nilasari, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.5 No.3:15-26, Juli 2017

tinggi mengakibatkan tekstur menjadi keras. Menurut Diniyah dkk., (2012), semakin lama
waktu penguapan akan dapat menyebabkan kenaikan viskositas. Hal ini disebabkan karena
air yang menguap akan semakin banyak dan total padatan terlarut semakin meningkat,
sehingga viskositas akan meningkat. Semakin meningkatnya viskositas mengakibatkan
tekstur produk semakin keras. Penambahan gula pada proses pemasakan juga berperan
dalam menurunkan kandungan air bebas sehingga kadar air produk rendah dan
menyebabkan total gula pada produk bertambah (Hadiwijaya, 2013).

b. Tingkat Kecerahan (L)


Tingkat kecerahan lempok labu kuning berkisar antara 52.77-40.68. Pengaruh perlakuan
suhu dan lama pemasakan terhadap tingkat kecerahan lempok labu kuning dapat dilihat
dalam Gambar 6.

60.00 52.77
51.24 48.31
50.00 43.05
KECERAHAN (L)

49.67 46.34 41.86


40.00 44.05
40.68
30.00 90 Menit

20.00 120 Menit

10.00 150 Menit

0.00
70 80 90
LAMA PEMASAKAN (0C)

Gambar 6. Pengaruh Perlakuan Suhu Pemasakan (0C) dan Lama Pemasakan


Terhadap Kecerahan Lempok Labu Kuning

Semakin tinggi suhu yang digunakan dan semakin lama pemasakan maka nilai
kecerahan semakin rendah atau semakin gelap. Hal ini diduga karena proses pemasakan
dengan panas menyebabkan terjadinya pencoklatan non enzimztis pada lempok labu kuning.
Menurut Vaclavin dan Christian (2007) pencoklatan non enzimatis seperti reaksi Maillard dan
karamelisasi ini sering terjadi selama pemanasan. Reaksi Maillard yaitu reaksi antara gugus
amino dari suatu asam amino bebas residu rantai peprida atau protein dengan gugus karbonil
dari suatu karbohidrat apabila keduanya dipanaskan atau penyimpanan dalam waktu lama
(Lakshmi, 2014). Reaksi Maillard meningkat tajam pada suhu yang tinggi dan menyebabkan
pencoklatan semakin cepat terjadi (Winarno, 2002). Selain itu jika pencoklatan disebabkan
oleh karamelisasi. Karamelisasi merupakan suatu proses pencoklatan karena degradasi gula-
gula tanpa adanya asam amino atau protein pada suhu tinggi. Tingkat kadar air kritis dalam
pencoklatan karamelisasi diduga terletak antara kadar air 1-30% (Cleveland et al., 2001).

c. Tingkat Kemerahan (a)


Tingkat kemerahan lempok labu kuning berkisar antara 12.39-4.97. Pengaruh perlakuan
suhu dan lama pemasakan terhadap tingkat kemerahan lempok labu kuning dapat dilihat
dalam Gambar 7. Semakin tinggi penggunaan suhu dan semakin lama pemasakan maka nilai
kemerahan akan semakin tinggi. Hal ini diduga pada proses pemasakan lempok labu kuning
yang menggunakan panas menyebabkan terjadinya proses pencoklatan karena mengandung
gula. Gula yang dipanaskan terus hingga suhunya melampaui titik leburnya akan terjadi
proses karamelisasi. Pembentukan karamel ini membantu mempertajam warna dan
menghasilkan warna yang kecoklatan (Winarno, 2002).

21
Karakteristik Lempok Labu Kuning – Nilasari, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.5 No.3:15-26, Juli 2017

14.00 12.39

TINGKAT KEMERAHAN
11.42
12.00 10.40
9.30
10.00 8.55
7.45 7.81
8.00 6.61
4.97 90 Menit
6.00
4.00 120 Menit
2.00 150 Menit
0.00
70 80 90
SUHU PEMASAKAN (0C)

Gambar 7. Pengaruh Perlakuan Suhu Pemasakan (0C) dan Lama Pemasakan


Terhadap Kemerahan Lempok Labu Kuning

d. Tingkat Kekuningan (b)


Tingkat kekuningan lempok labu kuning berkisar antara 30.65-15.81. Pengaruh perlakuan
suhu dan lama pemasakan terhadap tingkat kekuningan lempok labu kuning dapat dilihat
dalam Gambar 8.

35.00 30.65
30.00 28.46
27.00 25.53
24.05
TINGKAT KEKUNINGAN

25.00 22.58 21.34


19.90
20.00 15.81 90 Menit
15.00
120 Menit
10.00
150 Menit
5.00
0.00
70 80 90
SUHU PEMASAKAN (0C)

Gambar 8. Pengaruh Perlakuan Suhu Pemasakan (0C) dan Lama Pemasakan


Terhadap Kekuningan Lempok Labu Kuning

Semakin tinggi penggunaan suhu dan semakin lama pemasakan maka nilai kekuningan
akan semakin rendah. Warna kuning pada lempok labu kuning berasal dari pigmen karoten
yang berasal dari labu kuning. Karoten tidak stabil pada suhu tinggi. Hal ini didukung dengan
pernyatan Histifarina, dkk. (2004) bahwa karoten dapat mengalami degradasi selama
pengolahan karena proses oksidasi pada suhu tinggi yang mengubah senyawa karoten
menjadi senyawa ionon berupa keton. Selain itu karoten mudah teroksidasi pada suhu tinggi
yang disebabkan oleh adanya sejumlah ikatan rangkap dalam struktur molekulnya.
Pengolahan dengan suhu tinggi karoten akan mengalami isomerisasi yang menyebabkan
penurunan intensitas warna dan titik cair (Legowo, 2005).

4. Korelasi
a. Kadar Air
Korelasi antara kadar air (%) dan tekstur (N) lempok labu kuning dapat dilihat pada
Gambar 9. Semakin tinggi kadar air maka nilai rerata tekstur lempok semakin rendah atau
semakin lunak. Kadar air yang tinggi menyebabkan pektin banyak menarik air. Ketika air yang
ditahan struktur besar, maka gel tidak dapat mempertahankan struktur dan kemudin pecah,
sedangkan jika air yang ditahan oleh struktur sedikit maka tekstur akan lebih kompak dan
kokoh. Blahovec (2007) menjelaskan bahwa bahan dengan kadar air lebih dari 10% masih
memiliki potensi bertekstur kenyal dan lunak, namun jika kadar air bahan di bawah 10% maka

22
Karakteristik Lempok Labu Kuning – Nilasari, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.5 No.3:15-26, Juli 2017

bahan akan mudah patah. Hal tersebut menandakan bahwa semakin rendah kadar air maka
tekstur dari produk akan semakin keras dan mudah patah.

30.00
25.00

Tekstur (N)
20.00
15.00
y = -0.4661x + 23.769
10.00 R² = 0.7764
5.00
0.00
-5.00 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00
Kadar Air (%)

Gambar 9. Grafik Korelasi Kadar Air (%) dan Tekstur (N) Lempok Labu Kuning

b. Total Gula
Total gula (%) lempok labu kuning memiliki korelasi dengan tekstur (N) lempok labu
kuning dapat dilihat pada gambar 10.
30.00
25.00
y = 0,7116x - 20,175
20.00
Tekstur (N)

R² = 0,8699
15.00
10.00
5.00
0.00
0 10 20 30 40 50 60
-5.00
Total Gula (%)

Gambar 10. Grafik Korelasi Total Gula (%) dan Tekstur (N) Lempok Labu Kuning
Semakin tinggi total gula maka nilai tekstur semakin meningkat. Penambahan gula dapat
mempengaruhi keseimbangan pektin-air dalam bahan sehingga pektin akan menggumpal dan
membentuk matriks halus yang mampu menahan cairan. Kekuatan matriks tersebut
dipengaruhi oleh kadar gula. Hal ini menyebabkan semakin tinggi kadar gula dalam bahan
maka semakin berkurang air yang ditahan oleh matriks sehingga tekstur lebih kompak dan
kokoh. Menurut Sularjo (2010) penambahan gula pasir akan mempengaruhi terbentuknya gel.
Apabila gula yang ditambahkan terlalu banyak maka terjadi kristalisasi pada permukaan gel,
namun jika gula yang ditambahkan terlalu sedikit maka struktur gel yang terbentuk terlalu
lunak.

5. Organoleptik
Rerata hasil uji hedonik dari 9 perlakuan terhadap parameter warna, aroma, rasa dan
tekstur pada lempok labu kuning dapat dilihat pada Gambar 11. Berdasarkan gambar 11 dapat
dilihat bahwa perlakuan suhu pemasakan 800C selama 120 menit cenderung menghasilkan
mutu organoleptik yang menjauhi pusat, dimana apabila semakin menjauhi titik pusat maka
semakin dapat diterima panelis.

23
Karakteristik Lempok Labu Kuning – Nilasari, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.5 No.3:15-26, Juli 2017

Warna
5
4
3
2
1
Tekstur 0 Aroma

Rasa

L1T1 L2T1 L3T1 L1T2 L2T2


Gambar 11. Grafik
L3T2Rerata Hasil UjiL2T3
L1T3 HedonikL3T3
dari 9 Perlakuan
.

6. Perlakuan Terbaik
Hasil pengujian perlakuan terbaik lempok labu kuning terhadap parameter kimia, fisik
dan organoleptik dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2. Perlakuan Terbaik Kimia, Fisik dan Organoleptik Lempok Labu Kuning Akibat
Perlakuan Suhu dan Lama Pemasakan
Nilai L Total Terendah
Perlakuan (Metode Zeleny)
Kimia – Fisik - Organoleptik
Suhu 700C, Lama Pemasakan 90 Menit 0.5344
Suhu 700C, Lama Pemasakan 120 Menit 0.5226
Suhu 700C, Lama Pemasakan 150 Menit 0.5048
Suhu 800C, Lama Pemasakan 90 Menit 0.5097
Suhu 800C, Lama Pemasakan 120 Menit 0.4873*
Suhu 800C, Lama Pemasakan 150 Menit 0.5622
Suhu 900C, Lama Pemasakan 90 Menit 0.5263
Suhu 900C, Lama Pemasakan 120 Menit 0.5833
Suhu 900C, Lama Pemasakan 150 Menit 0.7106
Keterangan : (*) Perlakuan Terbaik

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa berdasarkan semua parameter baik secara
kimia, fisik dan organoleptik maka lempok dengan perlakuan suhu pemasakan 800C selama
120 menit (L2T2) menghasilkan lempok dengan perlakuan terbaik.

SIMPULAN

Perlakuan suhu dan lama pemasakan berpengaruh sangat nyata terhadap semua
analisis kimia dan fisik yang dilakukan, kecuali kadar serat kasar lempok labu kuning. Produk
lempok labu kuning terbaik menurut parameter kimia, fisik, dan organoleptik adalah lempok
dengan perlakuan suhu pemasakan 800C selama 120 menit dengan nilai kadar air (27.61%),
total gula (43.28%), total karoten 15.39 µg/g, serat kasar (4.53%), tekstur (8.80 N), tingkat
kecerahan L+ (46.34), tingkat kemerahan a* (8.55), tingkat kekuningan b* (24.05), nilai warna
lempok labu kuning 3.48 (agak menyukai), nilai aroma lempok labu kuning 3.47 (agak
menyukai), nilai rasa lempok labu kuning 3.63 (suka), dan nilai tekstur lempok labu kuning
3.75 (suka).

24
Karakteristik Lempok Labu Kuning – Nilasari, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.5 No.3:15-26, Juli 2017

DAFTAR PUSTAKA

Agus, Martua I. 2012. Pengaruh Suhu dan Lama Waktu Ekstraksi Terhadap Sifat Kimia dan
Fisik Pada Pembuatan Minuman Sari Jahe Merah dengan Kombinasi Penambahan
Madu Sebagai Pemanis. Jurnal Pangan dan Agroindustri 3(2): 530-541
Andarwulan, Kusnandar, dan Herawati. 2011. Analisis Pangan. Dian Rakyat. Jakarta
AOAC. 1990. Official Methods of Analysis of the Association Of Official Analytical Chemist.
AOAC int. Washington D.C
AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of the Association Of Official Analytical Chemist.
AOAC int. Washington D.C
Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari N, Sedarnawati Y, Budianto S. 1989. Petunjuk
Laboratorium Analisis Pangan . PAU Pangan dan Gizi. IPB Bogor
Belitz H.D., W. Grosch dan P. Schieberle. 2009. Food Chemistry 4th revised and extended ad.
Berlin: Spinger
Blahovec, J. 2007. Modified Classification of Sorption Isotherms. Jurnal of Food Engineering.
91: 72-77
Cleveland, J., Thomas J.M., Ingolf F.N, Michael L. Chikindas. 2001. Bacteriocins: safe, natural
antimicrobials for food preservation. Journal of Food Microbiology. 71: 1–20
Diniyah, N., Wijanarko, S. B. & Purnomo, H. 2012. Teknologi Pengolahan Gula Coklat Cair
Nira Siwalan (Borassus flabellifer L.). Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 23 (1):
53-62
Fitriani, Shanti. 2008. Pengaruh Suhu dan Lama Pengeringan Terhadap Beberapa Mutu
Manisan Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbing L.) Kering. Jurnal Teknologi Pangan
7: 32-37
Hadiwijaya, H. 2013. Pengaruh Penambahan Gula Terhadap Karakteristik Sirup Buah Naga
Merah (Hylocereus polyrhizus). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas
Andalas. Padang
Heldman, Dennis. R. 2012. Food Procces Engineering Second Edition. The AVI Publishing
Company, Inc. Wesport
Histifarina, D., D. Musaddad, dan E. Murtiningsih. 2004. Teknik Pengeringan dalam Oven
untuk Irisan Wortel Kering Bermutu. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Jurnal
Hortikultura 14(2):107-112
Khurniyati, M.I. 2015. Pengaruh Konsentrasi Natrium Benzoat dan Kondisi Pasteurisasi (Suhu
dan Waktu) Terhadap Karakteristik Minuman Sari Apel Berbagai Varietas: Kajian
Pustaka. Jurnal Pangan dan Agroindustri 3 (2): 523-529
Kusumawati, D.A. 2013. Karakteristik Fisik dan Kimia Edible Film Pati Jagung yang
Diinkorporasi dengan Perasan Temu Hitam. Jurnal Pangan dan Agroindustri (1): 90-
100
Lakshmi, Chaitanya. 2014. Food Coloring: The Natural Way. Research Journal of Chemical
Sciences 4(2): 87-96
Legowo, Antono. 2005. Pengaruh Blanching terhadap Sifat Sensoris dan Kadar Provitamin
Tepung Labu Kuning. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah
Mada Yogyakarta
Preedy, V.R. 2012. Vitamin A and Carotenoids: Chemistry, Analysis, Function, and Effects.
Royal Society of Chemistry. Cambridge
Rodriguez, DB and Kimura M. 2004. Harvest Plus Handbook for Carotenoid Analysis. IFPRI
and CIAT. Washington
Rusdiardy, I. 2005. Studi Karakteristik Lempok (Dodol Durian) yang Beredar di Kota
Pontianak, Kalimantan Timur. Skripsi. Universitas Brawijaya. Malang
Sudarmadji, S., Haryono, Bambang, Suhardi. 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan
dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta
Sudarmadji, S., Haryono, Bambang, Suhardi. 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan
dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta

25
Karakteristik Lempok Labu Kuning – Nilasari, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.5 No.3:15-26, Juli 2017

Sutrisno, C.D.N. 2014. Pengaruh Penambahan Jenis dan Konsentrasi Pasta (Santan dan
Kacang) Terhadap Kualitas Produk Gula Merah. Jurnal Pangan dan Agro Industri 2
(1) : 97-105
Vaclavik, V dan Christian, E.W. 2007. Essentials of Food Science. Springer. New York
Wahyuning, D dan Widjanarko, S B. 2015. Pengaruh Jenis Pelarut dan Lama Ekstraksi
Terhadap Ekstrak Karotenoid Labu Kuning dengan Metode Gelombang Ultrasonik.
Jurnal Pangan dan Agroindustri 3(2): 390-401
Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Yuwono, S dan T. Susanto. 1998. Pengujian Fisik Pangan. Universitas Brawijaya. Malang
Zeleny, M. 1992. Multiple Kriteria Decision Making. Mc Graw-Hil. New York

26

Anda mungkin juga menyukai