Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENGANTAR HIDROGEOLOGI
Beberapa puluh tahun yang silam istilah hydrogeologie digunakan oleh
orang-orang Belgia, Perancis, sedangkan oleh ahli-ahli Amerika latin menggunakan
istilah Hydrogeologia.
Istilah Hydrogeology pertama-tama digunakan oleh Lamarck (Perancis)
pada tahun 1802, sitilah tersebut identik dengan Hydirogeology (powel) yang
didefinisikan sebagai fenomena dari degradasi (erosi) dan pengendapan oleh air.
Lucas (1879) pertama menggunakan istilah Hydrogeology sebagai studi geologi
mengenai air bawah tanah (underground water). Mead (1919) pada buku
Hydrology klasiknya mendefinisikan Hydrogeology sebagai studi tentang
hokumhukum terjadinya dan gerakan daripada subteranian-water (airtanah). Mead
menitik beratkan sifat khusus dari studi airtanah sebagai agen geologi.
Pembentukan airtanah terjadi karena adanya gerakan air yang dikenal
sebagai fenomena siklus hidrologi (Gambar 1.1) yaitu sirkulasi air yang tidak
pernah berhenti dari atmosfir ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi,
presipitasi, evaporasi dan transpirasi.
Gambar 1.1 Siklus hidrologi

1
Airtanah merupakan salah satu komponen dalam suatu sistem peredaran air
di alam yang disebut sebagai siklus hidrologi. Siklus hidologi sendiri adalah suatu
proses peredaran dan perubahan bentuk air di alam yang berlangsung secara
menerus, baik air yang berada di laut, di atmosfer dan yang berada di daratan.
Hujan yang jatuh ada yang mengalami infiltrasi, perkolasi, evaporasi, dan
kembali lagi ke atmosfer melalui transpirasi tumbuh – tumbuhan atau mengalir
sebagai air permukaan menuju sungai. Infiltrasi merupakan sumber utama
pengisian (recharge) di zona akar (root zone) dan akuifer. Sungai bisa berfungsi
sebagai sumber pengisian atau pengeluaran (discharge) untuk akuifer.
Menurut Todd (1980), airtanah adalah air yang berada di bawah muka
freatik, yaitu permukaan dimana pori-pori terisi oleh air, sedangkan di atas muka
freatik, pori-pori mengandung udara. Dibawah tanah, air terdapat pada zona
saturasi dan zona aerasi. Pada zona saturasi, semua pori-pori terisi air dibawah
tekanan hidrostatis. Zona aerasi terdiri atas pori-pori yang sebagian tersusun oleh
air dan sebagian oleh udara. Zona saturasi dibatasi oleh muka air bawah tanah
(watertable) di bagian atas dan lapisan kedap air di bagian bawah, dan air yang
berada pada zona saturasi disebut sebagai airtanah.
Airtanah akan bergerak dari tekanan tinggi menuju ke tekanan rendah.
Perbedaan tekanan ini secara umum diakibatkan oleh gaya gravitasi, adanya
lapisan penutup yang impermeabel diatas lapisan akuifer, gaya lainnya yang
diakibatkan oleh pola struktur batuan atau fenomena lainnya yang ada di bawah
permukaan tanah. Pergerakan ini secara umum disebut gradien aliran airtanah
(potentiometrik). Secara alamiah pola gradien ini dapat ditentukan dengan menarik
kesamaan muka airtanah yang berada dalam satu sistem aliran airtanah yang sama.
Besarnya kandungan dan luas penyebaran airtanah di suatu daerah juga
ditentukan oleh iklim (terutama curah hujan), vegetasi, bentuk topografi, jenis
litologi, derajat porositas batuan, struktur geologi, dan kondisi lingkungan yang
ada.
Berdasarkan perlakuan batuan terhadap air tanah, maka batuan dapat
digolongkan menjadi empat jenis (Suharyadi, 1984), yaitu :
1. Akuifer, yaitu suatu tubuh batuan yang mempunyai susunan sedemikian rupa,
sehingga dapat menyimpan dan mengalirkan air yang berarti di bawah kondisi

2
lapangan. Dengan demikian batuan ini berfungsi sebagai lapisan pembawa air
yang bersifat permeabel. Contoh : pasir, batupasir, kerikil, batugamping dan
lava yang berlubang-lubang.
2. Akuiklud, yaitu suatu tubuh batuan yang dapat menyimpan air tetapi tidak
dapat mengalirkannya dalam jumlah yang berarti. Batuan ini bersifat
impermeabel. Contoh : lempung, lanau, tuff halus, serpih.
3. Akuifug, yaitu batuan yang tidak dapat menyimpan dan mengalirkan air.
Batuan ini bersifat kebal air. Contoh : batuan beku yang kompak dan padat. 4.
Akuitar, yaitu suatu tubuh batuan yang mempunyai susunan sedemikian rupa,
sehingga dapat menyimpan air tetapi hanya dapat mengalirkan air dalam
jumlah yang terbatas. Batuan ini bersifat semi permeabel. Contoh: pasir
lempungan dan batupasir lempungan.
Kruseman dan De Ridder (1991) membagi akuifer menjadi 4 macam
(gambar 1.2), yaitu:
1. Akuifer tertekan (Confined aquifer), yaitu akuifer yang bagian atas dan
bawahnya dibatasi oleh akuiklud, sehingga seluruh ketebalannya terisi oleh air. 2.
Akuifer bebas (Unconfined aquifer), yaitu akuifer dengan batas bawah berupa
lapisan akuiklud dan bagian atasnya dibatasi oleh muka airtanah dalam akuifer itu
sendiri.
3. Akuifer bocor (Leaky aquifer) Tipe I, yaitu akuifer yang bagian bawahnya
dibatasi oleh akuiklud sedangkan bagian atasnya dibatasi oleh akuitar. 4. Akuifer
bocor (Leaky aquifer) Tipe II, yaitu dua lapisan akuifer yang dipisahkan oleh
akuitar, dan bagian bawahnya dibatasi oleh akuiklud, sedangkan bagian atasnya
dibatasi oleh muka airtanah bebas.
5. Akuifer berlapis banyak (Multilayer aquifer), yaitu perlapisan dari beberapa
akuifer utama yang berseling dengan akuitar.
3

Keterangan:
A. Akuifer Tertekan
B. Akuifer Bebas
C. Akuifer Bocor (Tipe I)
D. Akifer Bocor (Tipe II)
E. Akuifer
Multilayer

Gambar 1.2. Jenis akuifer (Kruseman dan De Ridder,1991)

Todd (1980) membagi jenis akuifer menjadi 4 macam, yaitu:


1. Akuifer bebas (Unconfined aquifer), yaitu akuifer yang bagian bawahnya
dibatasi oleh akuiklud, sedangkan bagian atasnya dibatasi oleh muka airtanah
itu sendiri.
2. Akuifer tertekan (Confined aquifer), yaitu akuifer dimana airtanah terdapat
pada akuifer yang terletak dibawah lapisan kedap air dan memiliki tekanan
lebih besar dari pada tekanan atmosfer.
3. Akuifer bocor (Leaky aquifer) atau akuifer setengah tertekan, yaitu akuifer yang
airtanahnya terletak di bawah lapisan setengah kedap air, sehingga pengertian
akuifer ini berada diantara akuifer bebas dan akuifer tertekan.
4. Akuifer menggantung (Perched aquifer), yaitu akuifer yang mempunyai massa
airtanah terpisah dari airtanah induk oleh suatu lapisan kedap air yang tidak
begitu luas dan terletak di atas zona jenuh air.

4
Batuan yang bertindak sebagai media aliran airtanah mempunyai beberapa
sifat, antara lain sifat kelulusan air, keterusan air, daya simpan air dan kapasitas
jenis.
Koefisien kelulusan air atau konduktivitas hidrolika (K) adalah
kemampuan untuk meluluskan air di dalam pori batuan tanpa mengubah sifat
airnya (Todd, 1980). Kelulusan air ini akan sangat dipengaruhi oleh porositas,
ukuran butir, susunan butir, bentuk butir dan distribusinya. Satuan umumnya
adalah cm/detik atau meter/hari.
Koefisien keterusan air atau koefisien transmisivitas (T) adalah jumlah air yang
dapat mengalir melalui suatu bidang vertikal setebal akuifer, selebar satu satuan
panjang, dengan landaian hidrolika 100%. Koefisien keterusan air merupakan hasil
kali konduktivitas hidrolika dengan ketebalan air. Potensi airtanah dinyatakan
dengan besaran nilai transmisivitas (T) dengan satuan m2/hari

atau m2/menit.
Koefisien daya simpan air atau storativitas (S) adalah volume air yang
dapat dilepaskan atau dapat disimpan oleh suatu akuifer setiap satu satuan luas
akuifer pada satu satuan perubahan kedudukan muka airtanah baik pada akuifer
bebas maupun tertekan. Nilai storativitas tidak mempunyai satuan dan nilai
storativitas dapat untuk menentukan jenis akuifer disamping untuk menghitung
kandungan airtanah di suatu daerah. Harga storativitas tergantung pada koefisien
kelulusan air dan ketebalan akuifer.
Kapasitas jenis atau specific capavity (Sc) adalah debit air yang dapat
diperoleh pada setiap penurunan muka airtanah bebas atau tertekan, sepanjang satu
satuan panjang dalam satu pompa akhir periode pemompaan.
5
BAB II PENGUKURAN DEBIT

Cara pengukuran debit pemompaan (discharge) ada beberapa cara, yaitu :


1. Ember atau drum dengan skala tertentu
Cara ini adalah paling sederhana yaitu denga menggunakan suatu ember
(kaleng, plastik) atau drum yang telah diketahui volumenya dengan tepat, misalnya
25 l, 50 l, atau 100 l. Kemudian dengan menampung air yang keluar dari
pemompaan dapat dicatat waktu yang diperlukan untuk memenuhi ember atau
drum tersebut. Pencatat waktu digunakan alat stopwatch, dengan demikian debit
pemompaan dapat diketahui yaitu satuan volume per waktu.
2. Pancaran
Cara ini kurang teliti sehingga hanya digunakan untuk sekedar mendapatkan
gambaran secara garis besar tentang besarnya debit pemompaan. Cara ini dikenal
ada 2 macam, yaitu : Pancaran vertikal dan pancaran horizontal. • Pancaran vertikal
Pengukuran cara ini dapat dilakukan pada pengaliran sumur artesis atau
sumur pompa. Pipa pemancar harus lurus vertikal, dan panjangnya tidak
kurang dari 3 feet. Dengan mengukur ketinggian pancaran dan besarnya
diameter pipa yang digunakan, maka dapat dihitung debit pemompaannya
berdasarkan tabel yang dibuat untuk pancaran vertikal. (Gambar 2.1)

Gambar 2.1. Cara pengukuran debit pemompaan


dengan pancaran vertikal

6
Tabel 2.1 Debit Pemompaan dengan Cara Pancaran Vertikal
Height of Nominal Diameter of Pipe
Crest in
inches 2” 3” 4” 5” 6” 8”

1 22 43 68 85 110 160
2 26 55 93 120 160 230
3 33 74 ??? 185 250 385
4 38 88 155 230 320 520
5 44 99 175 270 380 630
6 48 110 190 300 430 730
8 56 125 225 360 510 900
10 62 140 255 400 580 1050
12 69 160 280 440 640 1150
15 78 175 315 500 700 1300
18 85 195 350 540 780 1400
21 93 210 380 595 850 1550
24 100 230 400 640 920 1650

• Pancaran horizontal
Pengukuran cara ini hampir sama dengan pancaran vertikal, hanya arah
pancarannya yang berbeda. Panjang pipa ± 5 feet dan lurus, jarak yang
diukur yaitu “X” jarak dari ujung sampai tengah-tengah aliran yang
berjarak 12” dari tengah-tengah pipa (Gambar 2.2). Data yang diambil
berupa jarak x pancaran dengan beberapa diameter pipa dan debit
pemompaan atau pengaliran dapat dihitung dengan rumus :
Z = 1.05 D x A
Dimana : A = luas pipa / diameter pipa
D = jarak

Gambar 2.2. Cara pengukuran debit pemompaan


dengan pancaran horizontal

7
Tabel 2.2. Debit Pemompaan dengan Pancaran Horisontal

Distance X in Pipe Diameter


inches, at 12”drop
2” 3” 4” 5” 6” 8”

6 21 46 80 125 181 312


7 24 54 93 126 211 364
8 28 61 106 167 242 416
9 31 69 119 188 272 468
10 35 77 133 208 302 520
11 38 84 146 229 332 572
12 42 92 159 150 362 624
15 52 115 199 313 433 780
20 70 154 265 417 604 1040

3. Ambang
Pengukuran cara ini dianggap kurangteliti dan hanya merupakan perkiraan
debit secara garis besar. Alat yang digunakan ada dua jenis ambang, yaitu : •
Ambang THOMPSON
Pengukuran dengan alat ini harus memperhatikan beberapa persyaratan, yaitu
:
• Lebar ruang harus lebih besar dari 8 h
• Dalamnya air antara 3h – 4h
• Air tidak bergelombang dan laminar
• Pengukuran tinggi air paling sedikit berjarak 2.5h dari dinding
ambang
• Posisi alat pada saat pengukuran harus tegak lurus arak aliran air.
Rumus yang digunakan untuk menghitung besarnya debit, yaitu Q = 0.0139 x h5/2

Dimana = Q = debit (m3/detik)

h = tinggi muka air pada ambang (m)

8
Gambar 2.3. Penampang dalam menghitung debit dengan
menggunakan ambang thompson

Besarnya debit dapat dihitung dengan rumus diatas, atau dengan melihat
tabel besar debit pemompaan dengan menggunakan ambang yang
mendasarkan lebar ambang B dan tinggi permukaan air pada ambang h
(tabel 1).
• Ambang CIPOLETTI
Pengukuran dengan alat ini harus memperhatikan beberapa persyaratan,
yaitu: • Aliran air tidak bergelombang / laminer
• Pengukuran tinggi air paling sedikit berjarak 2.5 h dari dinding
ambang
• t lebih besar dari h
• p lebih besar dari 2h
• Posisi alat pada saat pengukuran harus tegak lurus arah aliran
air Rumus yang digunakan untuk menghitung besarnya debit :
Q = 0.0186 x B x h3/2
Dimana = Q = debit (m3/detik)
B = lebar ambang (m)
h = tinggi muka air (m)
Besarnya debit harus dihitung dengan rumus diatas atau dengan secara
langsung dilihat pada tabel besar debit pemompaan dengan menggunakan
ambang yang mendasarkan lebar ambang B dan tinggi permukaan air pada
ambang h (tabel 3).

9
Gambar 2.4. Penampang dalam menghitung debit dengan
menggunakan ambang thompson

4. Lubang (Orifice)
Pengukuran dengan cara ini dikenal 2 macam yaitu :
• Circular Orifice
Alat ini dipakai untuk mengukur debit dari pompa sentrifugal dan turbin,
tidak digunakan umtuk pompa piston. Alat ini merupakan suatu lubang yang
dibuat pada sekat bulat (orifice-plate), terbuat dari besai atau aluminium denga
tebal 1/16 inchi. Sekat ini ditempatkan pada ujung pipa pengeluaran. Diameter
lubang pada sekat sebaiknya lebih kecil 0.8 x Diameter pipa pengeluaran. Agar
lebih teliti pipa pengeluaran harus lurus dan horizontal dengan panjang minimum
6 feet dari ujung sekat. Pada jarak 24” dari sekat, yaitu pada tengah-tenagh pipa
pengeluaran terdapat lubang dengan diameter 1/4 - 1/8 inchi. Lubang ini
dihubungkan degan pipa karet/plastik yang panjangnya 4 – 5 feet dan ujungya dari
gelas yang pendek. Disampingnya terletak skala ketinggian naiknya muka air
dengan ketelitian sampai milimeter atau centimeter. Rumus yang digunakan
adalah :

Dimana = Q = debit pemompaan (l/menit)


A = luas lubang (cm2)
h = tinggi muka air (cm)
K = faktor pengeluaran seperti pada gambar dibawah.

10
Gambar 2.5. Faktor pegeluaran versus diameter pipa

Gambar 2.6. Skema Circular Orifice

Cara kerja circular orifice adalah air yang keluar dari pipa pemompaan
dialirkan melalui pipa pengeluaran yang besarnya dapat diatur dengan katub
yangberada di ujung pipa (gate valve). Selanjutnya air akan tertahan pada sekat
dan akhirnya keluar, adanya perubahan tekanan dapat diliat pada kenaikan air
dalam pipa piezometrik (Hukum Bernouli).

11
Tabel 2.3. Besar Debit Pemompaan dengan Menggunakan Ambang yang Mendasarkan lebar ambang B dan
tinggi permukaan air pada ambang h
12
• Orifice Bucket
Alat ini dapat mengukur debit pemompaan sampai 150 galon/menit atau
kira-kira 570 l/menit. Alat ini baik untuk dipakai pada pemompaan sistem plunyer
(piston) atau untuk pemompaan dengan pengeluaran yang tidak konstan. Bentuk
alat ini seperti tangki bulat dengan satu atau lebih lubang di bagian bawah dengan
diameter 1 inchi.

Gambar 2.7. (A) Alat Orifice Bucket (B) Grafik orifice bucket

13
Debit yang akan diukur dialirkan pada tangki dan keluar melalui lubang
dibawahnya. Air yang keluar suatu saat akan mencapai ketinggian tekanan yang
sama dengan air yang keluar melalui lubang-lubang yang masuk dan yang keluar
dari pompa. Tinggi air dapat dibaca pada tabung piezometrik dari gelas yang
dilengkapi skala. Banyaknya air yang keluar ini dikalibrasikan pada grafik debit
yang dihailkan bila orifice bucket mempunyai lubang seperti pada grafik di bawah.
(gambar 2.7)
Pengukuran debit yang akan dilakukan pada praktikum kali ini berupa
pengukuran debit pada suatu selokan dimana menggunakan metode pelampung.
Alat dan bahan yang digunakan yaitu :
1. Pelampung (kayu)
2. Pita ukur (tali plastik) sepanjang 10 m, yang tiap 1 meternya ditandai
3. Meteran
4. Stop watch
CARA KERJA
1. Pengukuran Kecepatan Lintas
• Sungai dibagi menjadi 3 bagian yang sama lebar yaitu tepi kiri (A),
tengah (B) dan tepi kanan (C)
G

ambar 2.8. Pembagian penampang sungai dalam penghitungan kecepatan aliran

14
• Pelampung dilepaskan sebanyak 3 kali tiap bagiannya (tepi kanan, tepi kiri
dan tengah)
• Pengukuran waktu lintas yaitu dengan melepaskan pelampung pada titik A1
setelah bergertak 5 meter, yaitu pada titik A2, hidupkan stopwatch. Pada
jarak yang ditentkan (10m) di A3, stopwatch dimatikan.

Gambar 2.9. Cara pengukuran waktu

Menghitung kecepatan aliran dengan rumus


Dimana : v = kecepatan (m/s)
s = jarak (m)
t = waktu (s)
• Maka kecepatan tiap segmen adalah :
Pada tepi kiri (A) Va = (V1a + V2a + V3a)/3
Pada bagian tengah (B) Vb = (V1b + V2b + V3b)/3
Pada tepi kanan (C) Vc = (V1c + V2c + V3c)/3
• V rata – rata adalah V = (Va = Vb + Vc)/3 • Bila terjadi penyimpangan
waktu t yang besar maka diambil t yang paling dekat, misal t1 = 12 detik, t2
= 13 detik dan t3 = 16 detik, maka waktu yang diambil t1 dan t2 yang
saling dekat, bila penyimpangan tidak terlalu besar maka ketiga data dapat
dipakai.

15
2. Pengukuran Luas Penampang Sungai
• Pengukuran luas penampang dilakukan dengan cara membagi saluran
menjadi beberapa bagian yang sama lebar yang dimulai dari masing –
masing batas basah.
• Ukur kedalaman tiap bagian
• Rumus luas penampang :
Luas Penampang A = 2 x l x ((a + 2b + c) /4)
Luas Penampang B = 2 x l x ((c + 2d + e) /4)
Luas Penampang C = 2 x l x ((e + 2f + g) /4)
Luas penampang total = Luas A + Luas B + Luas C

Gambar 2.10. Pembagian penampang sungai dalam menghitung luas penampang

3. Pengukuran Debit Sungai

Ruus Pengukuran Debit Sungai Q = k . v . A


Dimana : Q = Debit Sungai (ltr/detik)
k = Koefisien Pelampung (antara 0,7 – 0,9)
v = kecepatan aliran sungai (m/detik)
A = Luas Penampang Sungai (m2)
Dari ketiga data diatas, maka dimasukkan kedalam tabel pengukuran (Tabel 3.2) dan
kemudian dapat dihitung debit sungai.

16

Tabel 2.4. Tabel pengukuran penghitungan debit sungai


17

Anda mungkin juga menyukai