Anda di halaman 1dari 4

Nama : I Gede Cahya Widiangga

Nim : 1911123044
Program Studi : Magister Kenotariatan Universitas Warmadewa

SOAL :

Sekitar 600 orang krama dadia bila bersati (DBB) banjar Dharma Winangun Tianyar Timur Kubu
Karangasem Minggu 12/1 pagi memargi tanah Pelaba pura Peninggungan dengan tujuan
memagari tanah pelaba pura dimaksud. Demikian ditegaskan tokoh dadia I gede yoga artisma.
Selain itu pemagaran itu dilakukan karena tanah pelaba pura sebagaian sudah disertifikatkan
oknum yang diberi kepercayaan untuk mengurus SPPT tanah pelaba pura dimaksud.

Warga kecewa karena saat membantu mengurus SPPT sebagaian malah disertifikatkan oktum
tersebut. Oleh karena itu untuk mengamankan tanah pelaba pura dimaksud, karma dadia
melakukan pemagaran dengan turus santen dibagian utara, selatan, dan timur. Dadia paling
sedikit memiliki 5 bukti tanah pelaba pura yang berupa surat pones (pipil jaman dahulu) surat
putusan pengadilan zaman dahulu karena tahun 1933 pernah diperkarakan. Juga ada bukti 12
penggarap (penyakap) secara turun temurun yang menyetorkan kewajibannya sebagai
penggarap kepada dadia, ada juga dalam bentuk hak sewa tanah untuk galian C Daya Mulya
Turangga sejak 2006. Total tanah pelaba pura menimal 9,28-13,28 hektar.

1. Identifikasi seluruh masalah hukum dari kasus diatas


2. Buatkah 3 buah rumusan masalah untuk penelitian tesis
3. Tentukan jenis penelitian yang akan digunakan. Dan berikan alasannya
4. Jika ada pengutipan pendapat wajib disertai dengan foot note
5. Jawaban diketik dengan kertas A4, spasi 1,5 Tahoma 11. Isi nama, NPM, Program Studi 
JAWABAN:

1. Identifikasi Kasus

Berdasarkan kasus tersebut diatas terjadi penyalahgunaan wewenang dan


penyelundupan hukum dimana oknum yang telah diberi kepercayaan oleh warga banjar
Dharma Winangun tersebut untuk mengurus SPPT tanah pelaba pura malah menyalahgunakan
kekuasaan tersebut dan melakukan sertifikasi sebagian tanah pelaba pura atas dirinya.
Seharusnya oknum yang melakukan pensertifikatan terhadap tanah laba pura tersebut tidak
dapat diterima oleh kantor pertanahan karena ada syarat khusus yang harus dipenuhi apabila
ingin melakukan konversi terhadap tanah laba pura ke hak milik, yaitu :

a. Surat hak (pipil/Petuk D/girik sebelum tanggal 4 september 1960)

b. Surat keterangan kepala desa yang dikuatkan oleh camat

c. Surat pernyataan bahwa obyeknya tidak dalam sengketa/perkara

d. Surat tanda lunas pembayaran PBB

e. Surat keterangan Sedahan /PBB mengenai pemilikan sebelum 24 september 1986

f. Surat permohonan

Oknum tersebut dikategorikan melakukan penyelundupan hukum karena


mensertifikatkan yang bukan hak nya dengan melanggar ketentuan Pasal 9 ayat (5) Perda
Propinsi Bali No. 3 Tahun 2001 mengatur bahwa “tanah desa pakraman dan atau tanah milik
desa pakraman tidak dapat disertifikatkan atas nama pribadi”.

Dalam ketentuan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan


Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), Desa pekraman tidak termasuk sebagai subjek hukum.
Akan tetapi, dalam Pasal 21 ayat (2) UUPA diberikan pengecualian, yaitu bahwa Pemerintah
dapat menetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik. Pengecualian subjek
hukum yang dapat mempunyai tanah hak milik ini dapat dilihat dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 38 Tahun 1963 tentang Penunjukan Badan-Badan Hukum Yang Dapat Mempunyai Hak
Milik Atas Tanah (PP No. 38/1963). Berdasarkan Pasal 1 PP No. 38/1963, badan-badan hukum
yang dapat mempunyai tanah hak milik, yaitu:
a. Bank-bank yang didirikan oleh Negara (selanjutnya disebut Bank Negara)

b. Perkumpulan-perkumpulan Koperasi Pertanian yang didirikan berdasar atas Undang-


Undang No. 79 Tahun 1958 (Lembaran-Negara Tahun 1958 No. 139)

c. Badan-badan keagamaan, yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria, setelah


mendengar Menteri Agama

d. Badan-badan sosial, yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria, setelah mendengar


Menteri Kesejahteraan Sosial.

Dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor :


SK.556/DJA/1986 tentang penunjukan Pura sebagai Badan Hukum keagamaan yang dapat
mempunyai hak milik Pura (hak milik menurut UUPA dan tidak lagi hak milik menurut hukum
adat). Dengan demikian menurut Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria seharusnya masyarakat adat di banjar Dharma Winangun
Tianyar Timur Kubu Karangasem mengkonversi tanah pelaba pura menjadi hak milik atas nama
pura. Sesuai ketentuan pendaftaran tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 19 UUPA dengan
peraturan pelaksananya PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan didukung
dengan terbitnya Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia Nomor 276/KEP-19.2/X/2017 tentang Penunjukan Desa Pakraman
di Provinsi Bali sebagai Subyek Hak Pemilikan Bersama (Komunal) Atas Tanah, maka status hak
dari tanah desa adalah hak komunal sebagaimana yang dikonsepsikan oleh Permen Hak
Komunal 2016. Dengan menyandang status sebagai hak kepemilikan bersama (komunal) atas
tanah, maka tanah desa memiliki karakter-karakter sebagai hak milik, yaitu terkuat dan
terpenuh, bersifat turun-temurun, dan dapat didaftarkan.

Pembuktian kepemilikan hanya dengan tanda bukti pengenaan pembayaran pajak bumi
berupa pipil/petuk D/Girik dan saat ini disebut dengan PBB (Pajak Bumi Bangunan) seperti
kasus diatas, hanya bersifat Fiscal Kadaster, sedangkan dengan didaftarkannya tanah pelaba
pura masayarakat hukum adat menjadi hak milik atas pura maka akan memberikan hak dan
kepastian hukum yang bersifat rechts kadaster.
2. Berdasarkan latar belakang diatas adapun rumusan masalah, yaitu :

2.1 Bagaimana status hukum tanah pelaba pura yang belum didaftarkan atau disertifikatkan
menjadi hak milik pura?

2.2 Bagaimanakah mekanisme pendaftaran tanah pelaba pura dan persyartan apa yang
harus dipenuhi untuk pendaftaran di badan pertanahan nasional?

2.3 Bagaimana eksistensi masyarakat hukum adat dengan Keputusan Menteri Agraria dan
Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 276/KEP-
19.2/X/2017?

3. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris artinya penelitian yang berfokus meneliti
suatu fenomena atau keadaan dari objek penelitian secara detail dengan menghimpun
kenyataan yang terjadi serta mengembangkan konsep yang ada. 1Menggunakan penelitian
hukum empiris dikarenakan untuk mengetahui kesenjangan antara das sollen dengan das
sein yaitu kesenjangan antara teori dengan kenyataan atau kesenjangan antara teoritis
dengan fakta hukum yang ada, yakni kondisi dimasyarakat hukum adat yang tidak
melakukan konversi terhadap tanah laba pura kedalam bentuk sertifikat hak milik atas nama
pura, yang mana berdasarkan peraturan yang ada bahwa pura sudah memiliki status badan
hukum yang dapat melakukan perbuatan hukum untuk melakukan konversi terhadap tanah
laba pura kedalam bentuk sertifikat hak milik pura, yang akan dilakukan penelitian nantinya
adalah terkait desa tersebut mengapa tidak melakukan konversi terhadap tanah laba pura,
lalu mengapa tanah laba pura dapat disertifikatkan keatas nama perorangan, padahal
bersasarkan peraturan yang ada tanah laba pura harus disertifikatkan atas nama pura dan
tidak boleh atas nama perorangan. Diawal penelitian akan  menggunakan data sekunder
terlebih dahulu, kemudian akan dilanjukan menggunakan data primer yang ada di lokasi
penelitian.

1
 Amiruddin dan Zainal Asikin, 2004, Definisi penelitian Empiris, Yogyakarta, Hal.5.

Anda mungkin juga menyukai