Trauma Kepala Dan Abdomen
Trauma Kepala Dan Abdomen
Silahkan anda jelaskan secara teori yg diambil dari buku dan jurnal tentang :
Cedera kepala merupakan suatu trauma yang mengenai otak dan disebabkan oleh kekuatan
eksternal yang menimbulkan perubahan tingkat kesadaran dan perubahan kemampuan
kognituf, fungsi fisik, fungsi tingkah laku dan emosional.
Sumber:
Cedera kepala adalah suatu proses dimana terjasinya trauma mekanik baik secara langsung
maupun tidak langsung yang kemudian otak mengalami Gerakan secara akselerasi,
deselerasi, coup-centre coup dan rotasi yang dapat menyebabkan kerusakan pada tengkorak
dan otak.
Sumber:
Morton, P. G., D. Fontaine, C. M. Hudak, dan B. M. Gallo. 2005. Critical Care Nursing: A
Holistic Approach. Eight Edition. USA: Lippincott Williams & Wilkins, Inc.
Terjemahan oleh N. B. Subekti. 2012. Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan
Holistik. Edisi kedelapan. Jilid 2. Jakarta: EGC
Cedera kepala biasanya mengacu pada cedera otak traumatis (Traumatic Brain Injury/TBI),
lebih tepatnya mengarah kepada yang lebih luas karena dapat melibatkan kerusakan pada
struktur selain otak, yaitu seperti kulit kepala dan tengkorak (Pushkarna et al., 2010). CDC
mendefinisikan TBI sebagai gangguan pada fungsi normal otak yang bisa disebabkan oleh
benturan, pukulan, atau sentakan ke kepala atau cedera kepala yang tembus (Frieden et al.,
2015).
Sumber:
Frieden, T. R., Houry, D., Baldwin, G. 2015, „Traumatic brain injury in the United
States: Epidemiology and rehabilitation‟, CDC and NIH Report to Congress, 1–
74.
Beberapa mekanisme yang timbul terjadi cedera kepala adalah seperti translasi yang
terdiri dari akselerasi dan deselerasi. Akselerasi apabila kepala bergerak ke suatu arah
atau tidak bergerak dengan tiba-tiba suatu gaya yang kuat searah dengan gerakan
kepala, maka kepala akan mendapat percepatan (akselerasi) pada arah tersebut.
Sumber:
Bararah, Taqiyyah dan Mohammad Jauhar. 2013. Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap
Menjadi Perawat Profesional. Jilid 2. Jakarta: Prestasi Pustakaraya
Menurut (Hudak & Gallo, 2001) Trauma atau kecelakaan yang terjadi pada abdomen yang
kebanyakan disebabkan oleh trauma tumpul. Deselerasi yang tidak terkontrol merupakan
kekuatan yang mengakibatkan terjadinya trauma saat tubuh seseorang terpukul setir mobil
atau benda tumpul lainnya. Trauma yang disebabkan oleh benda tajam biasanya diakibatkan
oleh luka tembakan yang menyebabkan kerusakan besar dalam abdomen. Tidak hanya luka
tembak, trauma abdomen bisa juga disebabkan oleh luka tusuk. Luka tusuk tersebut juga bisa
menyebabkan trauma organ intraabdomen. Trauma abdomen diakibatkan oleh 2 kekuatan,
yaitu :
1. Benda tumpul/paksaan
Trauma tumpul abdomen merupakan trauma yang terjadi pada abdomen tanpa
penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Trauma ini dapat disebabkan karena pukulan,
kekerasan fisik, jatuh, benturan, ledakan, deselarasi, kompresi, kecelakaan bermotor
serta cedera dalam olahraga. Lebih dari setengahnya disebabkan oleh kecelakaan lalu
lintas
2. Trauma Tembus
Trauma tembus merupakan trauma pada abdomen dengan penetrasi kedalam rongga
peritoneum. Trauma ini dapat disebabkan oleh luka tembak atau tusukan benda tajam.
Sumber: Hudak & Gallo. 2007. Keperawatan kritis: pendekatan Holistik.Jakarta: ECG
Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang yang membungkusnya. Tanpa
perlindungan ini, otak yang lembut akan mudah untuk mengalami cedera dan kerusakan.
Cedera kepala dapat mengakibatkan malapetakan besar bagi seseorang. Tepat diatas
tengkorak terletak galea aponeurotika, yaitu jaringan fibrosa padat, dapat digerakkan dengan
bebas yang membantu menyerap kekuatan trauma eksternal diantara kulit dan galea terdapat
suatu lapisan lemak dan lapisan membran dalam yang mengandung pembuluh-pembuluh
besar. Bila robek pembuluh-pembuluh ini sukar mengadakan vasokonstriksi dan dapat
menyebabkan kehilangan darah bermakna pada penderita laserasi kulit kepala.
Apabila fraktur tulang tengkorak menyebabkan terkoyaknya salah satu dari arteri, perdarahan
arteri yang diakibatkan tertimbun dalam ruang epidural bisa mengakibatkan fatal. Kerusakan
neurologik disebabkan oleh suatu benda atau serpihan tulang yang menembus dan merobek
jaringan otak oleh pengaruh kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak dan oleh
efek akselerasi - deselerasi pada otak. Derajat kerusakan yang disebabkan
bergantung pada kekuatan yang menimpa, makin besar kekuatan maka makin parah
kerusakan yang terjadi.
Kerusakan yang tejadi karena benda tajam berkecepatan rendah dengan sedikit tenaga.
Kerusakan fungsi neurologik terjadi pada tempat tertentu dan disebabkan oleh benda atau
fragmen tulang yang menembus duramater pada tempat serangan. Cedera menyeluruh sering
dijumpai pada trauma tumpul kepala. Kerusakan terjadi waktu energi atau kekuatan
diteruskan ke otak. Banyak energi yang diserap oleh lapisan pelindung yaitu rambut, kulit
kepala dan tengkorak, tetapi pada trauma hebat penyerapan ini tidak cukup untuk melindungi
otak. Bila kepala bergerak dan berhenti secara mendadak dan kasar (pada kecelakaan)
kerusakan
tidak hanya terjadi akibat cedera setempat pada jaringan saja tetapi juga akibat akselerasi dan
deselerasi.
Kekuatan akselerasi dan deselerasi menyebabkan bergeraknya isi dalam tengkorak sehingga
memaksa otak membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dengan
benturan. Apabila bagian otak yang kasar bergerak melewati daerah krista sfenoidalis, bagian
ini akan dirobek dan mengoyak jaringan. Kerusakan akan diperparah lagi bila trauma juga
menyebabkan rotasi tengkorak. Bagian otak yang akan mengalami cedera yaitu bagian
anterior lobus frontalis dan temporalis, bagian posterior lobus oksipitalis, dan bagian atas
mesonfalon. Kerusakan sekunder terhadap otak disebabkan oleh siklus pembengkakan dan
iskemia otak yang menyebabkan timbulnya efek kaskade yang barakibat merusak otak. (Price
& Wilson. 2012)
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi.
Energi yang dihasilkan di dalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi.
Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun
sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa
sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg%, karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari seluruh kebutuhan glukosa
tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70% akan terjadi gejala-gejala
permulaan disfungsi serebral (Bararah & Jauhar. 2013 ).
Sumber:
Bararah, Taqiyyah dan Mohammad Jauhar. 2013. Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap
Menjadi Perawat Profesional. Jilid 2. Jakarta: Prestasi Pustakaraya
Price, Sylvia. A dan Loraine M. Wilson. (2012). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses –
Proses Penyakit, Ed. 6, Vol 2. Jakarta: EGC.
4) Sakit kepala
5) Mual dan muntah
7) Gangguan pendengaran
2) Kejang
3) Infeksi
5) Hemiparise
Sumber :
Wijaya, Andra Saferi dan Yessie Mariza Putri. 2013. KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah
(Keperawatan Dewasa Teori Dan Askep). Yogyakarta: Nuha Medika
Menurut Nurarif (2015) Manifestasi klinik dari cedera kepala tergantung dari berat ringannya
cedera kepala:
1. Perubahan kesadaran adalah merupakan indicator yang paling sensitive yang dapat
dilihat dengan penggunaan GCS (Glascow Coma Scale). Hilang kesadaran < 30 menit
atau lebih.
2. Peningkatan TIK yang mempunyai trias klinis seperti: nyeri kepala karena regangan dura
dan pembluh darah; papil edema yang disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan
diskus optikus; muntah sering kali proyektil.
3. Kebungungan
4. Iritabel
5. Pucat
6. Mual dan muntah
7. Pusing kepala
8. Terdapat hematoma
9. Kecemasan
10. Sukar untuk dibangunkan
11. Bila fraktur, mungkin adanya cairan serebrospinal yang keluar dari hidung (rhinorrohea)
dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang tempora.
Sumber:
Nurarif, A. H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
NANDA NIC-NOC 2015. Jakarta: Media Action
3. Jelaskan :
Sumber:
Nurarif, A. H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
NANDA NIC-NOC 2015. Jakarta: Media Action
Sumber: Hudak & Gallo. 2007. Keperawatan kritis: pendekatan Holistik. Jakarta: ECG
Sumber:
Satynegara, 2010. Ilmu Bedah Saraf. Edisi IV. Tangerang : Gramedia Pustaka Utama.
Menurut Arifin (2012) tidak ada tindakan khusus yang dapat anda lakukan terhadap penderit
cedera kepala di tempat kejadian. Penting sekali melakukan pemeriksaan cepat dan mengirim
penderita ke pusat yang memiliki fasilitas yang mampu menangani penderita cedera kepala
sebelum sampai di rumah sakit antar lain:
1. Bebaskan jalan nafas dan berikan oksigenasi yang baik.
Otak tidak mampu mentoleransi hipoksia, sehinggga kebutuhan oksigenasi adalah
mutlak. Jika penderita koma, harus dilakukan pemasangan intubasi endotrakheal. Hal
ini mencegah aspirasi dan memungkinkan oksigenasi serta ventilasi yang lebih baik
karena penderit cedera kepala cenderung mengalami muntah, persiapan untuk
immobilisasi ‘log-roll’ terhadap penderita dan lakuakn suction pada oropharynx,
terutama jika tidak dipasang endotracheal tube.
2. Stabilisasi penderita dengan papan spine.
Leher harus diimmobilisasi dengan kollar kaku dan peralatan immobilisasi yang
menjadi tumpuan kepala.
3. Lakukan pencatatan hasil pengamatan awal.
Catat tekanan darah, respirasi (frekuensi dan pola), pupil (ukuran dan reaksi terhadap
cahaya), sensasi dan aktifitas motoric spontan, juga catat nilai GCS. Jika penderita
mengalami hipotensi, curigai adanya perdarahan atau cedera spinal.
4. Sering lakukan pengamatan ulang dan catat secara berurutan
5. Pasang dua infuse dengan iv catheter yang berukuran besar.
Dahulu ada pemikiran untuk membatasi cairan pada penderit cedera kepala. Sudah
dibuktikan bahwa bahaya terjadinya bengkak otak lebih sering disebabkan oleh
hipotensi dibandingkan pemberian cairan
Sumber:
Nurarif, A. H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
NANDA NIC-NOC 2015. Jakarta: Media Action
Sumber: Hudak & Gallo. 2007. Keperawatan kritis: pendekatan Holistik. Jakarta: ECG
4. Sebutkan Diagnosa Keperawatan beserta Intervensi diurutkan berdasarkan prioritas yg muncul
pada kasus Trauma Kepala dan Abdomen
Silahkan di kutip dari buku 3S (SDKI, SLKI, SIKI) yg di keluarkan oleh PPNI 2018
Penyebab :
1. Depresi pusat pernapasan
2. Hambatan upaya napas (mis. nyeri saat bernapas, kelemahan otot pernapasan)
3. Deformitas dinding dada.
4. Deformitas tulang dada.
5. Gangguan neuromuskular.
6. Gangguan neurologis (mis elektroensefalogram [EEG] positif, cedera kepala ganguan
kejang).
7. maturitas neurologis.
8. Penurunan energi.
9. Obesitas.
10. Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru.
11. Sindrom hipoventilasi.
12. Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf CS ke atas).
13. Cedera pada medula spinalis.
14. Efek agen farmakologis.
15. Kecemasan.
Gejalan dan Tanda Mayor:
Subjektif:
1. Dispnea
Objektif :
1. Penggunaan otot bantu pernapasan.
2. Fase ekspirasi memanjang.
3. Pola napas abnormal (mis. takipnea. bradipnea, hiperventilasi kussmaul cheyne-
stokes).
Gejala dan Tanda Minor :
Subjektif:
1. Ortopnea
Objektif :
1. Pernapasan pursed-lip.
2. Pernapasan cuping hidung.
3. Diameter thoraks anterior—posterior meningkat
4. Ventilasi semenit menurun
5. Kapasitas vital menurun
6. Tekanan ekspirasi menurun
7. Tekanan inspirasi menurun
8. Ekskursi dada berubah
Penyebab:
1. Agen pencedera fisiologis (mis. infarmasi, lakemia, neoplasma)
2. Agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritan)
3. Agen pencedera fisik (mis.abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat,
prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)
Faktor Resiko
1. Prosedur pembedahan mayor
2. Trauma/perdarahan
3. Luka bakar
4. Apheresis
5. Asites
6. Obstruksi intestinal
7. Peradangan pankreas
8. Penyakit ginjal dan kelenjar
9. Disfungsi intestinal
Penyebab:
1. Agen pencedera fisiologis (mis. infarmasi, lakemia, neoplasma)
2. Agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritan)
3. Agen pencedera fisik (mis.abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat,
prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)
PRIMARY SURVEY
A :Penilaian terhadap jalan nafas dan imobilisasi pada trauma leher.
B :Penilaian jalan nafas, pemberian oksigen apabila dibutuhkan.
C :Penilaian sirkulasi, pemasangan jalur intravena dan resusitasi cairan apabila
dibutuhkan.
D :Penilaian derajat kesadaran anak menggunakan Skala Koma Glasgow
E :Penilaian kadar glukosa darah.
SECONDARY SURVEY
Pemeriksaan Status Generalis
Pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi, serta pemeriksaan khusus
untuk menentukan kelainan patologis. Pemeriksaan fisik yang berkaitan erat dengan cedera
otak adalah:
1. Pemeriksaan kepala
Mencari tanda :
a. Jejas di kepala meliputi; hematoma sub kutan, sub galeal, luka terbuka, luka tembus
dan benda asing.
b. Tanda patah dasar tengkorak, meliputi; ekimosis periorbita (brill hematoma),ekimosis
post auricular (battle sign), rhinorhoe, dan otorhoe serta perdarahan dimembrane
timpani atau leserasi kanalis auditorius.
c. Tanda patah tulang wajah meliputi; fraktur maxilla (Lefort), fraktur rima orbita dan
fraktur mandibula
d. Tanda trauma pada mata meliputi; perdarahan konjungtiva, perdarahan bilik mata
depan, kerusakan pupil dan jejas lain di mata.
e. Auskultasi pada arteri karotis untuk menentukan adanya bruit yang berhubungan
dengan diseksi karotis
2. Pemeriksaan pada Leher dan Tulang Belakang
Mencari tanda adanya cedera pada tulang servikal dan tulang belakang dan cedera pada
medula spinalis. Pemeriksaan meliputi jejas, deformitas, status motorik, sensorik, dan
autonomik.
Sumber:
https://spesialis1.ibs.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Modul-Trauma-Edit.pdf
https://spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/Rekomendasi-
Penatalaksanaan-Trauma-Kepala.pdf
http://triyo-rachmadi.blogspot.com/2011/09/penatalaksanaan-trauma-abdomen-oleh.html
A. PENGERTIAN
Melakukan pemeriksaan pada klien dengan teknik cephalocaudal melalui inspeksi,
palpasi, perkusi, auskultasi
B. TUJUAN
Untuk menilai status kesehatan kesehatan klien, mengidentifikasi faktor resiko kesehatan
dan tindakan pencegahan, mengidentifikasi pemeriksaan penunjang yang perlu
dilakukan, mengevaluasi terhadap perawatan dan pengobatan pada klien.
C. PERISPAN ALAT
D. PROSEDUR
Komunikasi Terapetik :
a. Memulai komunikasi perkenalan
b. Menjelaskan tindakan tujuan pada semua tahapan prosedur
c. Mendapat persetujuan klien dengan kontrak waktu
d. Membantu posisi klien yang nyaman
Mendekatkan Alat:
a. Membawa Alat-alat ke dekat pasien
b. Pastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup penerangan. Misalnya
menutup pintu/jendala atau skerem untuk menjaga privacy klien
2. Pemeriksaan Abdomen
a. Inspeksi
1) Atur posisi yang tepat yaitu berbaring terlentang dengan tangan kedua sisi
sedikit
menekuk dan kaki sedikit ditekuk untuk melemaskan otot abdomen
2) Inspeksi area abdomen dari prosesus xifoides sampai simpisis pubis dan amati
Sumber: http://lembaga.stikes-pertamedika.ac.id/wp-content/uploads/2021/03/fix-sop-
tindakan-lab-kep.pdf