Anda di halaman 1dari 21

1.

Silahkan anda jelaskan secara teori yg diambil dari buku dan jurnal tentang :

a. Defisini dari Trauma Kepala dan Abdomen

DEFINISI DARI TRAUMA KEPALA

Cedera kepala merupakan suatu trauma yang mengenai otak dan disebabkan oleh kekuatan
eksternal yang menimbulkan perubahan tingkat kesadaran dan perubahan kemampuan
kognituf, fungsi fisik, fungsi tingkah laku dan emosional.

Sumber:

Aryani, R. T. Suharyanto, W. Widagdo. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan


Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Trans Info Media.

Cedera kepala adalah suatu proses dimana terjasinya trauma mekanik baik secara langsung
maupun tidak langsung yang kemudian otak mengalami Gerakan secara akselerasi,
deselerasi, coup-centre coup dan rotasi yang dapat menyebabkan kerusakan pada tengkorak
dan otak.

Sumber:

Morton, P. G., D. Fontaine, C. M. Hudak, dan B. M. Gallo. 2005. Critical Care Nursing: A
Holistic Approach. Eight Edition. USA: Lippincott Williams & Wilkins, Inc.
Terjemahan oleh N. B. Subekti. 2012. Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan
Holistik. Edisi kedelapan. Jilid 2. Jakarta: EGC

Cedera kepala biasanya mengacu pada cedera otak traumatis (Traumatic Brain Injury/TBI),
lebih tepatnya mengarah kepada yang lebih luas karena dapat melibatkan kerusakan pada
struktur selain otak, yaitu seperti kulit kepala dan tengkorak (Pushkarna et al., 2010). CDC
mendefinisikan TBI sebagai gangguan pada fungsi normal otak yang bisa disebabkan oleh
benturan, pukulan, atau sentakan ke kepala atau cedera kepala yang tembus (Frieden et al.,
2015).

Sumber:

Frieden, T. R., Houry, D., Baldwin, G. 2015, „Traumatic brain injury in the United
States: Epidemiology and rehabilitation‟, CDC and NIH Report to Congress, 1–
74.

Pushkarna, M. A., Bhatoe, B. H. and Sudambrekar, C. S. 2010, „Head Injuries‟, Medical


Journal Armed Forces India, 321–324.

DEFINISI DARI TRAUMA ABDOMEN


Trauma abdomen merupakan cedera yang terjadi pada organ dalam perut, seperti lambung,
usus, pankreas, hati, empedu, ginjal dan limpa. Trauma ini bisa terjadi akibat pukulan atau
benturan benda tumpul, maupun tusukan benda tajam.
Sumber: https://www.alodokter.com/memahami-trauma-abdomen-dan-cara-penanganannya
Trauma abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat
menyebabkan perubahan fisiologis sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan
imunologi dan gangguan faal berbagai organ (Musliha, 2010).
Sumber: Musliha. (2010). Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: EGC

b. Etiologi dari Trauma Kepala dan Abdomen

ETIOLOGI TRAUMA KEPALA


Menurut Taqiyyah Bararah, M Jauhar (2013). Penyebab utama terjadinya cedera kepala
adalah sebagai berikut:
1. Kecelakaan lalu lintas
Kecelakaan lalu lintas adalah dimana sebuah kendaraan bermotor bertabrakan dengan
kendaraan yang lain atau benda lain sehingga menyebabkan kerusakan atau
kecederaan kepada pengguna jalan raya.
2. Jatuh
Menurut KBBI, jatuh didefenisikan sebagai (terlepas) turun atau meluncur ke bawah
dengan cepat karena gravitasi bumi, baik ketika masih di gerakkan turun turun
maupun sesudah sampai ke tanah.
3. Kekerasan
Menurut KBBI, kekerasan di defenisikan sebagai suatu perihal atau perbuatan
seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain, atau
menyebabkan kerusakan fisik pada barang atau orang lain (secara paksa).

Beberapa mekanisme yang timbul terjadi cedera kepala adalah seperti translasi yang
terdiri dari akselerasi dan deselerasi. Akselerasi apabila kepala bergerak ke suatu arah
atau tidak bergerak dengan tiba-tiba suatu gaya yang kuat searah dengan gerakan
kepala, maka kepala akan mendapat percepatan (akselerasi) pada arah tersebut.

Sumber:
Bararah, Taqiyyah dan Mohammad Jauhar. 2013. Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap
Menjadi Perawat Profesional. Jilid 2. Jakarta: Prestasi Pustakaraya

ETIOLOGI TRAUMA ABDOMEN

Menurut (Hudak & Gallo, 2001) Trauma atau kecelakaan yang terjadi pada abdomen yang
kebanyakan disebabkan oleh trauma tumpul. Deselerasi yang tidak terkontrol merupakan
kekuatan yang mengakibatkan terjadinya trauma saat tubuh seseorang terpukul setir mobil
atau benda tumpul lainnya. Trauma yang disebabkan oleh benda tajam biasanya diakibatkan
oleh luka tembakan yang menyebabkan kerusakan besar dalam abdomen. Tidak hanya luka
tembak, trauma abdomen bisa juga disebabkan oleh luka tusuk. Luka tusuk tersebut juga bisa
menyebabkan trauma organ intraabdomen. Trauma abdomen diakibatkan oleh 2 kekuatan,
yaitu :

1. Benda tumpul/paksaan
Trauma tumpul abdomen merupakan trauma yang terjadi pada abdomen tanpa
penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Trauma ini dapat disebabkan karena pukulan,
kekerasan fisik, jatuh, benturan, ledakan, deselarasi, kompresi, kecelakaan bermotor
serta cedera dalam olahraga. Lebih dari setengahnya disebabkan oleh kecelakaan lalu
lintas
2. Trauma Tembus
Trauma tembus merupakan trauma pada abdomen dengan penetrasi kedalam rongga
peritoneum. Trauma ini dapat disebabkan oleh luka tembak atau tusukan benda tajam.
Sumber: Hudak & Gallo. 2007. Keperawatan kritis: pendekatan Holistik.Jakarta: ECG

3. Setelah anda menjawab definisi dan etiology dari Trauma Kepala dan


Abdomen selanjutnya jelaskan :

a. Patofisiology dari Trauma Kepala dan Abdomen

PATOFISIOLOGI TRAUMA KEPALA


Trauma kranio serebral menyebabkan cedera pada kulit, tengkorak dan jaringan otak. Ini bisa
sendiri atau secara bersama-sama. Beberapa keadaan yang dapat empengeruhi luasnya cedera
kepala pada kepala yaitu:
a. Lokasi dari tempat benturan lansung
b. Kecepatan dan energi yang dipindahkan
c. Daerah permukaan energy yang dipindahkan
d. Keadaan kepala saat benturan

Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang yang membungkusnya. Tanpa
perlindungan ini, otak yang lembut akan mudah untuk mengalami cedera dan kerusakan.
Cedera kepala dapat mengakibatkan malapetakan besar bagi seseorang. Tepat diatas
tengkorak terletak galea aponeurotika, yaitu jaringan fibrosa padat, dapat digerakkan dengan
bebas yang membantu menyerap kekuatan trauma eksternal diantara kulit dan galea terdapat
suatu lapisan lemak dan lapisan membran dalam yang mengandung pembuluh-pembuluh
besar. Bila robek pembuluh-pembuluh ini sukar mengadakan vasokonstriksi dan dapat
menyebabkan kehilangan darah bermakna pada penderita laserasi kulit kepala.

Apabila fraktur tulang tengkorak menyebabkan terkoyaknya salah satu dari arteri, perdarahan
arteri yang diakibatkan tertimbun dalam ruang epidural bisa mengakibatkan fatal. Kerusakan
neurologik disebabkan oleh suatu benda atau serpihan tulang yang menembus dan merobek
jaringan otak oleh pengaruh kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak dan oleh
efek akselerasi - deselerasi pada otak. Derajat kerusakan yang disebabkan
bergantung pada kekuatan yang menimpa, makin besar kekuatan maka makin parah
kerusakan yang terjadi.
Kerusakan yang tejadi karena benda tajam berkecepatan rendah dengan sedikit tenaga.
Kerusakan fungsi neurologik terjadi pada tempat tertentu dan disebabkan oleh benda atau
fragmen tulang yang menembus duramater pada tempat serangan. Cedera menyeluruh sering
dijumpai pada trauma tumpul kepala. Kerusakan terjadi waktu energi atau kekuatan
diteruskan ke otak. Banyak energi yang diserap oleh lapisan pelindung yaitu rambut, kulit
kepala dan tengkorak, tetapi pada trauma hebat penyerapan ini tidak cukup untuk melindungi
otak. Bila kepala bergerak dan berhenti secara mendadak dan kasar (pada kecelakaan)
kerusakan
tidak hanya terjadi akibat cedera setempat pada jaringan saja tetapi juga akibat akselerasi dan
deselerasi.

Kekuatan akselerasi dan deselerasi menyebabkan bergeraknya isi dalam tengkorak sehingga
memaksa otak membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dengan
benturan. Apabila bagian otak yang kasar bergerak melewati daerah krista sfenoidalis, bagian
ini akan dirobek dan mengoyak jaringan. Kerusakan akan diperparah lagi bila trauma juga
menyebabkan rotasi tengkorak. Bagian otak yang akan mengalami cedera yaitu bagian
anterior lobus frontalis dan temporalis, bagian posterior lobus oksipitalis, dan bagian atas
mesonfalon. Kerusakan sekunder terhadap otak disebabkan oleh siklus pembengkakan dan
iskemia otak yang menyebabkan timbulnya efek kaskade yang barakibat merusak otak. (Price
& Wilson. 2012)

Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi.
Energi yang dihasilkan di dalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi.
Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun
sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa
sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg%, karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari seluruh kebutuhan glukosa
tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70% akan terjadi gejala-gejala
permulaan disfungsi serebral (Bararah & Jauhar. 2013 ).

Sumber:
Bararah, Taqiyyah dan Mohammad Jauhar. 2013. Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap
Menjadi Perawat Profesional. Jilid 2. Jakarta: Prestasi Pustakaraya
Price, Sylvia. A dan Loraine M. Wilson. (2012). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses –
Proses Penyakit, Ed. 6, Vol 2. Jakarta: EGC.

PATOFISIOLOGI TRAUMA ABDOMEN


Perdarahan intraabdomen yang serius kemunginan terjadi apabila terdapat trauma penetrasi
ataupun non-penetrasi, akan didapatkan tanda-tanda iritasi dan penurunan hitung sel darah
merah yang akan memperlihatkan gambaran lasi syok hemoragik. Jika tanda-tanda perforasi
dan tanda-tanda iritasi peritoneum cepat tampak menandakan suatu organ visceral yang
mengalami perforasi. Hal yang dapat dinilai dari trauma abdomen tersebut meliputi nyeri
spontan maupun nyeri tekan, nyeri lepas dan distensi abdomen tanpa bising usus, hal tersebut
menandakan bahwa terdapat peritonitis umum. Pasien akan mengalami takikardi, peningatan
suhu badan, dan terdapat leukositosis jika terdapat syok lebih lanjut. Pada keadaan ini,
biasanya tanda-tanda peritonitis belum tampak. Hanya tandatanda tidak khas yang akan
muncul pada fase awal perforasi kecil. Operasi harus segera dilakukan apabila terdapat
kecurigaan trauma masuk kedalam rongga abdomen (Mansjoer, 2001).
Sumber: Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FKUI: ECG

b. Manifestasi klinis dari pasien tersebut

MANIFESTASI KLINIS TRAUMA KEPALA


Menurut Andra Saferi Wijaya, Yessie Mariza Putri (2013), manifestasi klinis dari trauma
kepala:
a. Cedera kepala ringan-sedang
1) Disorientai ringan

2) Amnesia post trauma

3) Hilang memori sesaat

4) Sakit kepala
5) Mual dan muntah

6) Vertigo dalam perubahan posisi

7) Gangguan pendengaran

b. Cerdera kepala sedang-berat


1) Oedema pulmonal

2) Kejang

3) Infeksi

4) Tanda herniasi otak

5) Hemiparise

6) Gangguan akibat saraf cranial

Sumber :

Wijaya, Andra Saferi dan Yessie Mariza Putri. 2013. KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah
(Keperawatan Dewasa Teori Dan Askep). Yogyakarta: Nuha Medika

Menurut Nurarif (2015) Manifestasi klinik dari cedera kepala tergantung dari berat ringannya
cedera kepala:

1. Perubahan kesadaran adalah merupakan indicator yang paling sensitive yang dapat
dilihat dengan penggunaan GCS (Glascow Coma Scale). Hilang kesadaran < 30 menit
atau lebih.
2. Peningkatan TIK yang mempunyai trias klinis seperti: nyeri kepala karena regangan dura
dan pembluh darah; papil edema yang disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan
diskus optikus; muntah sering kali proyektil.
3. Kebungungan
4. Iritabel
5. Pucat
6. Mual dan muntah
7. Pusing kepala
8. Terdapat hematoma
9. Kecemasan
10. Sukar untuk dibangunkan
11. Bila fraktur, mungkin adanya cairan serebrospinal yang keluar dari hidung (rhinorrohea)
dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang tempora.

Sumber:
Nurarif, A. H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
NANDA NIC-NOC 2015. Jakarta: Media Action

MANIFESTASI KLINIS TRAUMA ABDOMEN


Menurut (Hudak & Gallo, 2007) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :
1. Nyeri
Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat timbul di
bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas.
2. Darah dan cairan
Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan oleh iritasi.
3. Cairan atau udara dibawah diafragma
Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada saat pasien
dalam posisi rekumben
4. Mual dan muntah
5. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)
Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragi
Sumber: Hudak & Gallo. 2007. Keperawatan kritis: pendekatan Holistik.Jakarta: ECG

3. Jelaskan : 

a. Pemeriksaan Penunjang untuk menegakkan diagnosa dari Trauma Kepala dan Abdomen

PEMERIKSAAN PENUNJANG PADA TRAUMA KEPALA


1. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan laboratorium khusus, tetapi untuk memonitoring kadar O2 dan
CO2 dalam tubuh di lakukan pemeriksaan AGD adalah salah satu test diagnostic untuk
menentukan status respirasi.
2. CT-scan
Mengidentifikasi adanya hemoragik dan menentukan pergeseran jaringan otak.
3. Foto Rontgen
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur) perubahan struktur garis (perdarahan atau
edema), fragmen tulang.
4. MRI
Sama dengan CT-scan dengan atau tanpa kontras yaitu untuk mengidentifikasi adanya
hemoragik dan menentukan pergeseran jaringan otak.
5. Angiografi Serebral
Menunjukan kelainan sirkulasi serebral dan perdarahan.
6. Pemeriksaan pungsi lumbal
Mengetahui kemungkinan perdarahan subarahnoid (Nurarif 2015).

Sumber:
Nurarif, A. H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
NANDA NIC-NOC 2015. Jakarta: Media Action

PEMERIKSAAN PENUNJANG PADA TRAUMA ABDOMEN


Untuk ketepatan diagnosa perlu adanya pemeriksaan-pemeriksaan penunjang seperti
hematologi (Hb, Leukosit, Hematokrit, PT, APTT), radiologi (BNO/foto polos abdomen,
servikal lateral, thoraks anteroposterior/AP dan pelvis) Diagnostic Peritoneal Lavage/DPL,
USG Abdomen, CT SCAN Abdomen.
1. DPL : Menentukan adanya perdarahan bila TD menurun
2. USG Abdomen :Menentukan cairan bila TD menurun
3. CT SCAN Abdomen : Menentukan organ cedera bila TD normal
Sumber:
Emaliawati, Etika. Kegawatdaruratan Pada Sistem Pencernaan Trauma Abdomen. Bandung:
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjajaran

Pemeriksaan penunjang yang umum dilakukan untuk pasien trauma yakni


1. Foto Thoraks dan abdomen
2. Ultrasonografi (USG)
3. CT Scan
4. DPL
5. Laparoskopi
6. Pemeriksaan Laboratorium.

Sumber: Hudak & Gallo. 2007. Keperawatan kritis: pendekatan Holistik. Jakarta: ECG

b. Penatalaksanaan medis dari kasus Trauma Kepala dan Abdomen

PENATALAKSANAAN MEDIS TRAUMA KEPALA


Terapi obat-obatan pada trauma Kepala
1) Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai
dengan berat ringannya trauma
2) Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu mannitol 20% atau glukosa
40% atau gliserol 10%
3) Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau untuk infeksi
anaerob diberikan metronidasol
4) Pembedahan bila ada indikasi (hematom epidural besar, hematom sub dural, cedera
kepala terbuka, fraktur impresi >1 diplo)
5) Lakukan pemeriksaan angiografi serebral, lumbal fungsi, CT Scan dan MRI
(Satynagara, 2010)

Sumber:
Satynegara, 2010. Ilmu Bedah Saraf. Edisi IV. Tangerang : Gramedia Pustaka Utama.

Menurut Arifin (2012) tidak ada tindakan khusus yang dapat anda lakukan terhadap penderit
cedera kepala di tempat kejadian. Penting sekali melakukan pemeriksaan cepat dan mengirim
penderita ke pusat yang memiliki fasilitas yang mampu menangani penderita cedera kepala
sebelum sampai di rumah sakit antar lain:
1. Bebaskan jalan nafas dan berikan oksigenasi yang baik.
Otak tidak mampu mentoleransi hipoksia, sehinggga kebutuhan oksigenasi adalah
mutlak. Jika penderita koma, harus dilakukan pemasangan intubasi endotrakheal. Hal
ini mencegah aspirasi dan memungkinkan oksigenasi serta ventilasi yang lebih baik
karena penderit cedera kepala cenderung mengalami muntah, persiapan untuk
immobilisasi ‘log-roll’ terhadap penderita dan lakuakn suction pada oropharynx,
terutama jika tidak dipasang endotracheal tube.
2. Stabilisasi penderita dengan papan spine.
Leher harus diimmobilisasi dengan kollar kaku dan peralatan immobilisasi yang
menjadi tumpuan kepala.
3. Lakukan pencatatan hasil pengamatan awal.
Catat tekanan darah, respirasi (frekuensi dan pola), pupil (ukuran dan reaksi terhadap
cahaya), sensasi dan aktifitas motoric spontan, juga catat nilai GCS. Jika penderita
mengalami hipotensi, curigai adanya perdarahan atau cedera spinal.
4. Sering lakukan pengamatan ulang dan catat secara berurutan
5. Pasang dua infuse dengan iv catheter yang berukuran besar.
Dahulu ada pemikiran untuk membatasi cairan pada penderit cedera kepala. Sudah
dibuktikan bahwa bahaya terjadinya bengkak otak lebih sering disebabkan oleh
hipotensi dibandingkan pemberian cairan

Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah


sebagai berikut:
a) Observasi 24 jam
b) Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
c) Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
d) Pasien diistirahatkan atau tirah baring.
e) Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
f) Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
g) Pemberian obat-obat analgetik.
h) Pembedahan bila ada indikasi.

Tindakan terhadap peningkatan TIK


1) Pemantauan TIK dengan ketat.
2) Oksigenasi adekuat
3) Pemberian manitol
4) Penggunaan steroid
5) Peninggatan tempat tidur pada bagian kepala
6) Bedah neuro

Tindakan pendukung lain


1) Dukung ventilasi
2) Pencegahan kejang
3) Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi.
4) Terapi antikonvulsan
5) CPZ untuk menenangkan pasien
6) NGT

Sumber:
Nurarif, A. H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
NANDA NIC-NOC 2015. Jakarta: Media Action

PENATALAKSANAAN MEDIS TRAUMA ABDOMEN


1. Abdominal paracentesis
Menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritonium, merupakan indikasi untuk
laparotomi.
2. Pemeriksaan laparoskopi
Mengetahui secara langsung penyebab abdomen akut.
3. Pemasangan NGT
Memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma abdomen.
4. Pemberian antibiotik, yaitu untuk mencegah infeksi.
5. Laparotomi

Sumber: Hudak & Gallo. 2007. Keperawatan kritis: pendekatan Holistik. Jakarta: ECG
4. Sebutkan Diagnosa Keperawatan beserta Intervensi diurutkan berdasarkan prioritas yg muncul
pada kasus Trauma Kepala dan Abdomen

Silahkan di kutip dari buku 3S (SDKI, SLKI, SIKI) yg di keluarkan oleh PPNI 2018

DIAGNOSA KEPERAWATAN PADA TRAUMA KEPALA

D.0017 Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif


Definisi:Berisiko mengalami penurunan sirkulasi darah ke otak
 
Faktor risiko:
1. Keabnormalan masa protrombin dan/atau masa tromboplastin parsial
2. Penurunan kinerja ventikel kiri
3. Aterosklrosis aorta
4. Diseksi arteri
5. Fibrilasi atrium
6. Tumor otak
7. Stenosis karotis
8. Miksoma atrium
9. Aneurisma serebri
10. Koagulopati (mis. anemia sel sabit)
11. Dilatasi kardiomiopati
12. Koagulasi (mis. anemia sel sabit)
13. Embolisme
14. Cedera kepala
15. Hiperkolesteronemia
16. Hipertensi
17. Endokarditis infektif
18. Katup prostetik mekanis
19. Stenosis mitral
20. Neoplasma otak
21. Infark miokard akut
22. Sindrom sick sinus
23. Penyalahgunaan zat
24. Terapi tombolitik
25. Efek samping tindakan (mis. tindakan operasi bypass)

Kondisi Klinis Terkait


1. Stroke
2. Cedera kepala
3. Aterosklerotik aortik
4. Infark miokard akut
5. Diseksi arteri
6. Embolisme
7. Endokarditis infektif
8. Fibrilasi atrium
9. Hiperkolesterolemia
10. Hipertensi
11. Dilatasi kardiomiopati
12. Koagulasi intravaskular diseminata
13. Miksoma atrium
14. Neoplasma otak
15. Segmen ventrikel kiri akinetik
16. Sindrom sick sinus
17. Stenosis karotid
18. Stenosis mitral
19. Hidrosefalus
20. Infeksi otak (mis. meningitis, ensefalitis, abses serebri)

Perfusi serebral meningkat


INTERVENSI KEPERAWATAN
A. MENEJEMEN PENINGKATAN TEKANAN INTRAKRANIAL (I. 06198)
1. Observasi
a. Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. Lesi, gangguan metabolisme,
edema serebral)
b. Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (mis. Tekanan darah meningkat, tekanan
nadi melebar, bradikardia, pola napas ireguler, kesadaran menurun)
c. Monitor MAP (Mean Arterial Pressure)
d. Monitor CVP (Central Venous Pressure), jika perlu
e. Monitor PAWP, jika perlu
f. Monitor PAP, jika perlu
g. Monitor ICP (Intra Cranial Pressure), jika tersedia
h. Monitor CPP (Cerebral Perfusion Pressure)
i. Monitor gelombang ICP
j. Monitor status pernapasan
k. Monitor intake dan output cairan
l. Monitor cairan serebro-spinalis (mis. Warna, konsistensi)
2. Terapeutik
a. Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang
b. Berikan posisi semi fowler
c. Hindari maneuver Valsava
d. Cegah terjadinya kejang
e. Hindari penggunaan PEEP
f. Hindari pemberian cairan IV hipotonik
g. Atur ventilator agar PaCO2 optimal
h. Pertahankan suhu tubuh normal
3. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian sedasi dan antikonvulsan, jika perlu
b. Kolaborasi pemberian diuretic osmosis, jika perlu
c. Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu

B. PEMANTAUAN TEKANAN INTRAKRANIAL (I.06198)


1. Observasi
a. Observasi penyebab peningkatan TIK (mis. Lesi menempati ruang, gangguan
metabolism, edema sereblal, peningkatan tekanan vena, obstruksi aliran cairan
serebrospinal, hipertensi intracranial idiopatik)
b. Monitor peningkatan TD
c. Monitor pelebaran tekanan nadi (selish TDS dan TDD)
d. Monitor penurunan frekuensi jantung
e. Monitor ireguleritas irama jantung
f. Monitor penurunan tingkat kesadaran
g. Monitor perlambatan atau ketidaksimetrisan respon pupil
h. Monitor kadar CO2 dan pertahankan dalm rentang yang diindikasikan
i. Monitor tekanan perfusi serebral
j. Monitor jumlah, kecepatan, dan karakteristik drainase cairan serebrospinal
k. Monitor efek stimulus lingkungan terhadap TIK
2. Terapeutik
a. Ambil sampel drainase cairan serebrospinal
b. Kalibrasi transduser
c. Pertahankan sterilitas system pemantauan
d. Pertahankan posisi kepala dan leher netral
e. Bilas sitem pemantauan, jika perlu
f. Atur interval pemantauan sesuai kondisi pasien
g. Dokumentasikan hasil pemantauan
3. Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
b. Informasikan hasil pemantauan, jika PERLU

D.0005 Pola Napas Tidak Efektif


Definisi :
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat

Penyebab :
1. Depresi pusat pernapasan
2. Hambatan upaya napas (mis. nyeri saat bernapas, kelemahan otot pernapasan)
3. Deformitas dinding dada.
4. Deformitas tulang dada.
5. Gangguan neuromuskular.
6. Gangguan neurologis (mis elektroensefalogram [EEG] positif, cedera kepala ganguan
kejang).
7. maturitas neurologis.
8. Penurunan energi.
9. Obesitas.
10. Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru.
11. Sindrom hipoventilasi.
12. Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf CS ke atas).
13. Cedera pada medula spinalis.
14. Efek agen farmakologis.
15. Kecemasan.
 
Gejalan dan Tanda Mayor:
Subjektif:
1. Dispnea
Objektif :
1. Penggunaan otot bantu pernapasan.
2. Fase ekspirasi memanjang.
3. Pola napas abnormal (mis. takipnea. bradipnea, hiperventilasi kussmaul cheyne-
stokes).
 
Gejala dan Tanda Minor :
Subjektif:
1. Ortopnea
Objektif :
1. Pernapasan pursed-lip.
2. Pernapasan cuping hidung.
3. Diameter thoraks anterior—posterior  meningkat
4. Ventilasi semenit menurun
5. Kapasitas vital menurun
6. Tekanan ekspirasi menurun
7. Tekanan inspirasi menurun
8. Ekskursi dada berubah

POLA NAFAS MEMBAIK (L.01004)


INTERVENSI KEPERAWATAN
A. PEMANTAUAN RESPIRASI (I.01014)
1. Observasi
a. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas
b. Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-Stokes, Biot, ataksik0
c. Monitor kemampuan batuk efektif
d. Monitor adanya produksi sputum
e. Monitor adanya sumbatan jalan napas
f. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
g. Auskultasi bunyi napas
h. Monitor saturasi oksigen
i. Monitor nilai AGD
j. Monitor hasil x-ray  toraks
2. Terapeutik
a. Atur interval waktu pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
b. Dokumentasikan hasil pemantauan
3. Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
b. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

B. MENEJEMEN JALAN NAPAS (I. 01011)


1. Observasi
a. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
b. Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi, weezing, ronkhi kering)
c. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
2. Terapeutik
a. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika
curiga trauma cervical)
b. Posisikan semi-Fowler atau Fowler
c. Berikan minum hangat
d. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
e. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
f. Lakukan hiperoksigenasi sebelum
g. Penghisapan endotrakeal
h. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsepMcGill
i. Berikan oksigen, jika perlu
3. Edukasi
a. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi.
b. Ajarkan teknik batuk efektif
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu.

D.0077 Nyeri Akut


Definisi :
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau
fungsional, dengan onset mendadak atau lamat dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang 3 bulan. 

Penyebab:
1. Agen pencedera fisiologis (mis. infarmasi, lakemia, neoplasma)
2. Agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritan)
3. Agen pencedera fisik (mis.abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat,
prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)

Gejala dan Tanda Mayor


Subjektif: (tidak tersedia)
 
Objektif:
1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif (mis. waspada, posisi menghindari nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur
 
Gejala dan Minor
Subjektif: (tidak tersedia)
 
Objektif:
1. Tekanan darah meningkat
2. pola napas berubah
3. nafsu makan berubah
4. proses berpikir terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri
7. Diaforesis
 
Kondi Klinis Terkait
1. Kondisi pembedahan
2. Cedera traumatis
3. Infeksi
4. Sindrom koroner akut
5. Glaukoma

TINGKAT NYERI MENURUN (L.08066)


INTERVENSI KEPERAWATAN
A. MANAJEMEN NYERI (I. 08238)
1. Observasi
a. lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
b. Identifikasi skala nyeri
c. Identifikasi respon nyeri non verbal
d. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
e. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
f. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
g. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
h. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
i. Monitor efek samping penggunaan analgetik
2. Terapeutik
a. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik
imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
b. Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
c. Fasilitasi istirahat dan tidur
d. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
e. Edukasi
f. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
g. Jelaskan strategi meredakan nyeri
h. Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
i. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
j. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
3. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
B. PEMBERIAN ANALGETIK (I.08243)
1. Observasi
a. Identifikasi karakteristik nyeri (mis. Pencetus, pereda, kualitas, lokasi, intensitas,
frekuensi, durasi)
b. Identifikasi riwayat alergi obat
c. Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis. Narkotika, non-narkotika, atau
NSAID) dengan tingkat keparahan nyeri
d. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgesik
e. Monitor efektifitas analgesik
2. Terapeutik
a. Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai analgesia optimal, jika
perlu
b. Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus opioid untuk
mempertahankan kadar dalam serum
c. Tetapkan target efektifitas analgesic untuk mengoptimalkan respon pasien
d. Dokumentasikan respon terhadap efek analgesic dan efek yang tidak diinginkan
3. Edukasi
a. Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai indikasi

DIAGNOSA KEPERAWATAN PADA TRAUMA ABDOMEN


D.0036. Resiko Ketidakseimbangan Cairan
Definisi
Berisiko mengalami penurunan, peningkatan atau pecepatan perpindahan cairan dari
intravaskuler, interstisial atau intraseluler

Faktor Resiko
1. Prosedur pembedahan mayor
2. Trauma/perdarahan
3. Luka bakar
4. Apheresis
5. Asites
6. Obstruksi intestinal
7. Peradangan pankreas
8. Penyakit ginjal dan kelenjar
9. Disfungsi intestinal

RESIKO KETIDAKSEIMBANGAN CAIRAN (D.0036)


KESEIMBANGAN CAIRAN MENINGKAT (L.03021)
INTERVENSI KEPERAWATAN
A. MANAJEMEN CAIRAN (I.03098)
1. Observasi
a. Monitor status hidrasi (mis, frek nadi, kekuatan nadi, akral, pengisian kapiler,
kelembapan mukosa, turgor kulit, tekanan darah)
b. Monitor berat badan harian
c. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (mis. Hematokrit, Na, K, Cl, berat jenis
urin, BUN)
d. Monitor status hemodinamik (Mis. MAP, CVP, PCWP jika tersedia)
2. Terapeutik
a. Catat intake output dan hitung balans cairan dalam 24 jam
b. Berikan  asupan cairan sesuai kebutuhan
c. Berikan cairan intravena bila perlu
3. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian diuretik,  jika perlu
B. PEMANTAUAN CAIRAN (I.03121)
1. Observasi
a. Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
b. Monitor frekuensi nafas
c. Monitor tekanan darah
d. Monitor berat badan
e. Monitor waktu pengisian kapiler
f. Monitor elastisitas atau turgor kulit
g. Monitor jumlah, waktu dan berat jenis urine
h. Monitor kadar albumin dan protein total
i. Monitor hasil pemeriksaan serum (mis. Osmolaritas serum, hematocrit, natrium,
kalium, BUN)
j. Identifikasi tanda-tanda hipovolemia (mis. Frekuensi nadi meningkat, nadi teraba
lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun,
membrane mukosa kering, volume urine menurun, hematocrit meningkat, haus,
lemah, konsentrasi urine meningkat, berat badan menurun dalam waktu singkat)
k. Identifikasi tanda-tanda hypervolemia 9mis. Dyspnea, edema perifer, edema
anasarka, JVP meningkat, CVP meningkat, refleks hepatojogular positif, berat
badan menurun dalam waktu singkat)
l. Identifikasi factor resiko ketidakseimbangan cairan (mis. Prosedur pembedahan
mayor, trauma/perdarahan, luka bakar, apheresis, obstruksi intestinal, peradangan
pankreas, penyakit ginjal dan kelenjar, disfungsi intestinal)
2. Terapeutik
a. Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
b. Dokumentasi hasil pemantauan
3. Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
b. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

D.0077 Nyeri Akut


Definisi :
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau
fungsional, dengan onset mendadak atau lamat dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang 3 bulan. 

Penyebab:
1. Agen pencedera fisiologis (mis. infarmasi, lakemia, neoplasma)
2. Agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritan)
3. Agen pencedera fisik (mis.abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat,
prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)

Gejala dan Tanda Mayor


Subjektif: (tidak tersedia)
 
Objektif:
1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif (mis. waspada, posisi menghindari nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur
 
Gejala dan Minor
Subjektif: (tidak tersedia)
 
Objektif:
1. Tekanan darah meningkat
2. pola napas berubah
3. nafsu makan berubah
4. proses berpikir terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri
7. Diaforesis
 
Kondi Klinis Terkait
1. Kondisi pembedahan
2. Cedera traumatis
3. Infeksi
4. Sindrom koroner akut
5. Glaukoma

TINGKAT NYERI MENURUN (L.08066)


INTERVENSI KEPERAWATAN
C. MANAJEMEN NYERI (I. 08238)
1. Observasi
a. Lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
b. Identifikasi skala nyeri
c. Identifikasi respon nyeri non verbal
d. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
e. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
f. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
g. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
h. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
i. Monitor efek samping penggunaan analgetik
2. Terapeutik
a. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik
imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
b. Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
c. Fasilitasi istirahat dan tidur
d. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
e. Edukasi
f. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
g. Jelaskan strategi meredakan nyeri
h. Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
i. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
j. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
3. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
D. PEMBERIAN ANALGETIK (I.08243)
1. Observasi
a. Identifikasi karakteristik nyeri (mis. Pencetus, pereda, kualitas, lokasi, intensitas,
frekuensi, durasi)
b. Identifikasi riwayat alergi obat
c. Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis. Narkotika, non-narkotika, atau
NSAID) dengan tingkat keparahan nyeri
d. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgesik
e. Monitor efektifitas analgesik
2. Terapeutik
a. Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai analgesia optimal, jika
perlu
b. Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus opioid untuk
mempertahankan kadar dalam serum
c. Tetapkan target efektifitas analgesic untuk mengoptimalkan respon pasien
d. Dokumentasikan respon terhadap efek analgesic dan efek yang tidak diinginkan
3. Edukasi
a. Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai indikasi

b. Jelaskan Standar Operasional Prosedur (SOP) Pemeriksaan Fisik pada pasien


dengan Trauma Kepala dan Abdomen
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PEMERIKSAAN FISIK TRAUMA KEPALA

PRIMARY SURVEY
A :Penilaian terhadap jalan nafas dan imobilisasi pada trauma leher.
B :Penilaian jalan nafas, pemberian oksigen apabila dibutuhkan.
C :Penilaian sirkulasi, pemasangan jalur intravena dan resusitasi cairan apabila
dibutuhkan.
D :Penilaian derajat kesadaran anak menggunakan Skala Koma Glasgow
E :Penilaian kadar glukosa darah.
SECONDARY SURVEY
Pemeriksaan Status Generalis
Pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi, serta pemeriksaan khusus
untuk menentukan kelainan patologis. Pemeriksaan fisik yang berkaitan erat dengan cedera
otak adalah:
1. Pemeriksaan kepala
Mencari tanda :
a. Jejas di kepala meliputi; hematoma sub kutan, sub galeal, luka terbuka, luka tembus
dan benda asing.
b. Tanda patah dasar tengkorak, meliputi; ekimosis periorbita (brill hematoma),ekimosis
post auricular (battle sign), rhinorhoe, dan otorhoe serta perdarahan dimembrane
timpani atau leserasi kanalis auditorius.
c. Tanda patah tulang wajah meliputi; fraktur maxilla (Lefort), fraktur rima orbita dan
fraktur mandibula
d. Tanda trauma pada mata meliputi; perdarahan konjungtiva, perdarahan bilik mata
depan, kerusakan pupil dan jejas lain di mata.
e. Auskultasi pada arteri karotis untuk menentukan adanya bruit yang berhubungan
dengan diseksi karotis
2. Pemeriksaan pada Leher dan Tulang Belakang
Mencari tanda adanya cedera pada tulang servikal dan tulang belakang dan cedera pada
medula spinalis. Pemeriksaan meliputi jejas, deformitas, status motorik, sensorik, dan
autonomik.

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR


PEMERIKSAAN FISIK TRAUMA ABDOMEN

1. Airway dan Breathing


Ini diatasi terlbih dahulu. Selalu ingat bahwa cedera bisa lebih daris atu area tubuh, dan
apapun yang ditemukan, ingat untuk memprioritaskan airway dan breathing terlebih
dahulu.
2. Circulation
Kebanyak trauma abdomen tidak dapat dilakukan tindakan apa-apa pada fase pra-RS,
namun terhadap syok yang menyertainya perlu penanganan yang agresif. Seharusnya
monitoring urin dilakukan dengan pemasangan DC, namun umumnya tidak diperlukan
pada fase pra-RS karena masa transportasi yang pendek
3. Disability
Tidak jarang trauma abdomen disertai dengan trauma kapitis. Selalu periksa tingkat
kesadaran (dengan GCS) dan adanya lateralisasi (pupil anisokor dan motorik yang lebih
lemah satu sisi)
4. Apabila ditemukan usus yang menonjol keluar, cukup dengan menutupnya dengan kasa
steril yang lembab supaya usus tidak kering. Apabila ada benda menancap, jangan
dicabut, tetapi dilakukan fiksasi benda tersebut terhadap dinding perut.

Sumber:
https://spesialis1.ibs.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Modul-Trauma-Edit.pdf
https://spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/Rekomendasi-
Penatalaksanaan-Trauma-Kepala.pdf
http://triyo-rachmadi.blogspot.com/2011/09/penatalaksanaan-trauma-abdomen-oleh.html

A. PENGERTIAN
Melakukan pemeriksaan pada klien dengan teknik cephalocaudal melalui inspeksi,
palpasi, perkusi, auskultasi
B. TUJUAN
Untuk menilai status kesehatan kesehatan klien, mengidentifikasi faktor resiko kesehatan
dan tindakan pencegahan, mengidentifikasi pemeriksaan penunjang yang perlu
dilakukan, mengevaluasi terhadap perawatan dan pengobatan pada klien.
C. PERISPAN ALAT
D. PROSEDUR
Komunikasi Terapetik :
a. Memulai komunikasi perkenalan
b. Menjelaskan tindakan tujuan pada semua tahapan prosedur
c. Mendapat persetujuan klien dengan kontrak waktu
d. Membantu posisi klien yang nyaman

Melakukan Hygine Tangan :


a. Mencuci tangan secara tepat 6 langkah sesuai WHO
b. Menggunakan APD bila diperlukan (hands scoon)

Mendekatkan Alat:
a. Membawa Alat-alat ke dekat pasien
b. Pastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup penerangan. Misalnya
menutup pintu/jendala atau skerem untuk menjaga privacy klien

Melaksanakan Prosedur Klinis :


1. Pemeriksaan kepala
a. Inspeksi:
1) Anjurkan posisi pasien duduk bila memungkinkan
2) Anjurkan pasien untuk melepaskan penutup kepala, kaca mata
b. Palpasi :
1) Lakukan palpasi dengan gerakan memutar yang lembut menggunakan ujung
jari,
lakukan mulai dari depan turun kebawah, melalui garis tengah, kemudian
palpasi setiap sudut garis kepala
2) Rasakan apakah terdapat benjolan/masa tanda bekas luka di kepala,
pembengkakan, nyeri, tekan, kelainan kulit kepala, jika ditemukan perhatikan
besar serta luasnya.
Hasil normal: kulit kepala bersih, tidak berbau, tidak ada lesi, tidak ada nyeri
tekan atau massa, warna rambut sesuai dengan ras

2. Pemeriksaan Abdomen
a. Inspeksi
1) Atur posisi yang tepat yaitu berbaring terlentang dengan tangan kedua sisi
sedikit
menekuk dan kaki sedikit ditekuk untuk melemaskan otot abdomen
2) Inspeksi area abdomen dari prosesus xifoides sampai simpisis pubis dan amati

bentuk perut secara umum.


b. Auskultasi
1) Letakkan diafragma stetoskop di kuadran kanan bawah area sekum, berikan
tekanan ringan dan minta pasien tidak berbicara
2) Kemudian dengarkan bising usus dalam 1 menit penuh perhatikan kuantitas,
kualitas
3) Jika bising usus tidak terdengar lanjutkan pemeriksaan di setiap kuadran
abdomen
(4 kuadran)
4) Catat bising usus terdengar normal, tidak ada,hiperaktf, hipoaktif.
c. Perkusi
1) Lakukan perkusi searah jarum jam
2) Perhatikan dan catat bila ada keluhan
3) Lakukan perkusi pemeriksaan khusus bila di curigai adanya asites
d. Palpasi ringan abdomen
1) Palpasi ringan abdomen di setiap kuadran
2) Jari-jari menekan 1 cm
3) Palpasi adanya kelainan (massa, nyeri tekan, nyeri lepas)
e. Palpasi abdomen dalam
1) Gunakan palpasi satu atau dua tangan tekan dinding 4-5 cm
2) Catat adanya massa
3) Palpasi hepar
a) Pemeriksa berdiri di sisi kanan pasien
b) Letakkan tangan kiri pemeriksa pada bawah tulang rusuk 11-12
c) Letakkan tangan kanan anda di atasnya
d) Saat pasien ekhalasi, berikan tekanan ke atas dan sedalam 4-5 cm pada
batas ke bawah kosta kanan.
e) Pertahankan posisi tangan pemeriksa dan minta pasien untuk mengambil
nafas dalam.
f) Ketika pasien inhalasi, rasakan pergerakan batas hati pasien pada tangan
pemeriksa. Biasanya area tersebut memiliki kontur teratur.
g) Jika hepar membesar, lakukan palpasi di batasi bawah rusuk kanan dan
catat pembesaran tersebut dan nyatakan dalam satuan besaran “cm”.
E. DOKUMENTASI
Catat seluruh hasil kegiatan tindakan dalam buku, beri waktu pelaksanaan kegiatan dan
tanda tangan perawat jaga.

Sumber: http://lembaga.stikes-pertamedika.ac.id/wp-content/uploads/2021/03/fix-sop-
tindakan-lab-kep.pdf

Anda mungkin juga menyukai