Anda di halaman 1dari 5

Arhetta Amadeus B.P.

190117876/B

Judul : Penerapan Arsitektur Kolonial pada Bangunan Museum Benteng Vredeburg

Penulis: Arhetta Amadeus Brilliant Putra, mahasiswa departemen arsitektur, fakultas teknik, Universitas
Atma Jaya Yogyakarta

ABSTRAK

350 tahun Belanda menduduki Indonesia, dalam masa pendudukan tersebut banyak kerugian
yang ditimbulkan seperti hilangnya sumber daya alam di Indonesia, eksploitasi sumber daya manusia,
dan gugurnya pejuang kemerdekaan di Indonesia. Selama Belanda menduduki Indonesia, terdapat
banyak pembangunan bangunan bergaya arsitektur kolonial yang difungsikan sebagai kantor, benteng,
maupun hunian bagi pemerintah Belanda, salah satunya adalah Benteng Vredeburg yang terletak di
Kota Yogyakarta. TUJUAN: tujuan tulisan ini adalah menjelaskan penerapan arsitektur kolonial pada
bangunan Benteng Vredeburg di Kota Yogyakarta. OBJEK: objek tulisan ini adalah bangunan Benteng
Vredeburg. METODE: metode penulisan tulisan ini adalah menggunakan metode observasi lapangan dan
studi pustaka. HASIL: Hasil dari tulisan ini adalah analisis langgam arsitektur kolonial pada bangunan
Benteng Vredeburg di Kota Yogyakarta, harapannya tulisan ini dapat menjadi salah satu studi literatur
tentang Arsitektur Kolonial di Kota Yogyakarta

KATA KUNCI

Arsitektur kolonial, Museum, Benteng Vredeburg

PENDAHULUAN

Museum Benteng Vredeburg merupakan bangunan cagar budaya yang terletak Jl. Jend. A. Yani
No 6, Yogyakarta dan berdiri di atas tanah kurang lebih 2.100 m2.Benteng Vredeburg dibangun pada
tahun 1760 atas permintaan dari pemerintah Belanda kepada Sri Sultan Hamengkubuwono I yang
dengan dalih ingin menjaga keamanan wilayah Kraton Yogyakarta.

Selepas pendudukan Belanda dan kemerdekaan Indonesian, pada tanggal 16 April 1985, Benteng
Vredeburg di pugar menjadi Museum Perjuanganan dibuka untuk umum. Kemudian pada tanggal 23
November 1992 resmi menjadi Museum Khusus Perjuangan Nasional dengan nama Museum Benteng
Vredeburg Yogyakarta. Karena dibangun oleh pemerintah Belanda di masa kolonial, bangunan ini
memiliki gaya arsitektur yang berbeda dengan bangunan disekitarnya, bagunan ini memiliki gaya
arsitektur kolonial pada setiap massa bangunannya.

METODE
Observasi lapangan

metode pengumpulan data melalui pengamatan secara langsung di lapangan

Studi pustaka

pengumpulan data dengan melakukan penelaahan terhadap buku, literatur, catatan, serta berbagai
laporan yang berkaitan dengan isu yang diangkat

TEMUAN (PENDAPAT)

Arsitektur kolonial adalah arsitektur cangkokan dari negeri induknya Eropa ke daerah
jajahannya. Arsitektur kolonial Belanda yang dikembangkan di Indonesia, selama Indonesia masih dalam
kekuasaan Belanda sekitar awal abad 17 sampai tahun 1942. (Soekiman, 2011: 246)

Sebagai salah satu gaya bangunan yang berkembang di Hindia Belanda, arsitektur kolonial
memiliki karakteristik yang dapat terlihat secara fisik dan non fisik. Ciri fisik dapat terlihat dari:

1. Bentuk bangunan

Struktur dan gaya bangunan yang digunakan berasal dari negeri induknya yaitu Belanda.
Bangunan benteng menggunakan material seperti bata kecil berwarna kuning dan paving
block yang diimpor dari negeri Belanda. Serta digunakan juga batu bata dari pabrik batu
bata lokal disekitar kota (Passchier, 2007: 97). Bata yang digunakan pada masa kolonial
berbeda dengan bata yang ada pada saat ini pada masa itu bata berbentuk lebih besar dan
memiliki inisial dari pabrik yang membuatnya.

2. Dinding

Dinding merupakan pembatas antara satu ruangan dengan ruangan lain dalam suatu
bangunan. Dinding juga memiliki fungsi sebangai pembatas antara bagian luar dan bagian
dalam bangunan.

3. Atap

Atap merupakan bagian yang terletak di sisi paling atas sebuah bangunan. Fungsi atap
adalah untuk menaungi para penghuni bangunan dari panas teriknya matahari dan hujan.
Jenis atap yang sering dijumpai pada bangunan kolonial adalah atap datar yang terbuat dari
beton cor dan atap miring berbentuk perisai.

Benteng Vredeburg yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan bangunan kolonial
karena benteng ini dibangun pada abad ke-18. Benteng ini pernah mengalami perbaikan pada tahun
1824 akibat gempa yang melanda Yogyakarta, tetapi tidak merubah bentuk bangunan benteng secara
keseluruhan. Dari ciri fisik bangunan kolonial yang disebutkan di atas terdapat beberapa ciri yang juga
terdapat pada bangunan benteng Vredeburg di Yogyakarta. Ciri yang dapat dilihat di Benteng Vredeburg
antara lain adanya gevel, tympanum, enterance dua pintu, adanya kolom-kolom berjajar, dan memiliki
jendela-jendela besar berbingkai kayu.

Bentuk bangunan

Benteng Vredeburg merupakan bengunan yang dibuat pada masa pendudukan VOC. VOC sangat
ketat mengawasi proses pembangunan benteng di Hindia Belanda. Bahan bangunan yang digunakan
pun harus sesuai dengan standar yang mereka tetapkan. Namun, dari segi estetika perancang bebas
menentukan gaya yang ingin mereka gunakan. Hal tersebut menyebabkan gaya yang digunakan pada
masa itu masih terpengaruh dengan bangunan asli di Belanda yaitu memiliki struktur bangunan
berbentuk vertikal yang tinggi. Bangunan yang dibangun dalam benteng Vredeburg adalah bangunan
berlantai satu hingga tiga yang berbentuk ramping. Dinding terbuat dari batu bata yang diplester.
Terdapat teras atau selasar kecil di depan bangunan yang diberi atap yang ditumpu oleh kolom-kolom.
Di beberapa bangunan terdapat dormers dan kolom-kolom dengan lengkung gaya arsitektur Roma.

Dinding

Secara keseluruhan dinding benteng Vredeburg cukup tebal, ketebalannya yaitu sekitar 1 – 1,5 meter.
Hal tersebut disebabkan karena benteng Vredeburg merupakan bangunan pertahanan yang
merepresentasikan kekuatan bangsa Belanda. Dibuatnya dinding yang cukup tebal ditujukan untuk
melindungi semua elemen yang ada di dalam benteng Vredeburg itu sendiri. Dinding tersebut dibangun
mengelilingi benteng dengan ketinggian dinding ±10 meter. Bangunan benteng Vredeburg diplester dan
dicat warna putih yang merupakan ciri khas bangunan milik bangsa Belanda saat itu (Peter J.M. Nas dan
Martien de Vietter, 2007). Dinding tebal pada sebuah bangunan merupakan bentuk yang dibawa oleh
bangsa Belanda ke Nusantara.
.

Atap

Bentuk atap pada benteng Vredeburg terdapat bentuk atap limasan dan bentuk perisai. Atap benteng
Vredeburg terbuat dari genteng merah yang sangat kokoh dan dibuat menyerupai bukit-bukit kecil
sehingga sangat ideal untuk pertahanan. Selain itu terdapat gevel di bagian muka benteng. Gevel
merupakan ciri bangunan di Eropa khususnya Belanda. Jenis gevel yang ada pada bagian depan benteng
Vredeburg adalah gever jenis pediment yaitu bentuk segitiga dengan tulisan Vredeburg di tengahnya.
Gevel jenis ini muncul pada abad pertengahan di Eropa.

PEMBAHASAN

KESIMPULAN

Benteng Vredeburg merupakan salah satu bangunan di Indonesia yang memiliki gaya arsitektur kolonial,
hal ini dikarenakan pengaruh dari masa penjajahan Belanda pada abad ke-18. Gaya arsitektur pada
bangunan ini sendiri dapat dilihat dari unsur-unsur pada bangunannya seperti, bentuk massa bangunan,
dinding, atap, jendela, dan pintu

DAFTAR PUSTAKA
References
Yulianto Sumalyo.1993. Arsitektur kolonial Belanda di Indonesia, Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press, 1993.

Anda mungkin juga menyukai