Anda di halaman 1dari 14

ANALISIS KASUSPERKEMBANGAN MORAL

PESERTA DIDIK DALAM NOVEL TOTTO-CHAN: GADIS CILIK DI JENDELA

DI
S
U
S
U
N

OLEH: MIA TRI OCTAVIANI


A. Latar Belakang Masalah
Inovasi diterapkan oleh pendidik merupakan sebuah pandangan yang berasal dari
gagasan baru untuk mendapatkan hasil berdasarkan tujuan pendidikan, serta memecahkan
masalah pendidikan di lapangan (Putnam & Borko, 2000). Konsep inovasi dalam dunia
pendidikan meliputi beberapa hal yang saling berhubungan dengan sebuah lembaga ataupun
hanya sistem saja. Komponen inovasi memungkinkan lebih penggunaan alokasi waktu yang
benar, peran guru, strategi, metode yang diperlukan, wawasan, dan pengalaman yang
membentuk hubungan sesuai perencanaan. Berdasarkan hal ini dapat dipahami, inovasi dapat
bermakna mengubah suatu proses dan mengembangkan konsep untuk mencapai hal lebih
baik.
Latar belakang penelitian mengenai inovasi pendidikan dalam novel Totto-chan:
Gadis Cilik di Jendela didasarkan atas beberapa hal. Pertama, pentingnya inovasi
pendidikan. Penelitian tentang inovasi pendidikan di dalam sebuah novel perlu dilakukan
untuk memberikan inspirasi kepada tenaga pengajar dalam kehidupan nyata terhadap materi
pelajaran masing-masing. Fakta dalam kehidupan sehari-hari dalam aktivitas pendidikan
tidak bisa meninggalkan peranan guru menggunakan metode agar masalah pembelajaran
dapat diatasi di lingkungan pendidikan. (Krissandi & Setiawan (2019), menyatakan Tokoh
dalam novel Totto Chan: The Litle Girl At The Window karya Tetsuko Kuroyanagi
mempunyai tokoh penting yang menentukan alur dalam novel tersebut, misalnya Sosaku
Kobayashi, Totto-Chan Takashi-kun, mama Totto Chan, Oe-kun. Berkaitan dengan kajian
mengenai proses pendidikan yang diterapkan oleh Sosaku Kobayashi dalam novel, maka
Tokoh Sosaku Kobayashi dan Totto-chan dijadikan sebagai objek utama kajian. Selain karena
kedua tokoh ini begitu dominan juga karena melalui tokoh ini proses pendidikan serta
dampak dalam proses pendidikan yang dilakukan begitu terlihat. Sedangkan Takashi-kun,
mama, oe-kun merupakan tokoh pendukung dalam novel tersebut.
Kedua, dipilihnya novel Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela sebagai sumber
penelitian. Hal ini didasarkan catatan akhir penulis novel Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela
yaitu Tetsuko Kuroyanagi yang menyatakan bahwa novel ini menjadi buku bacaan wajib
untuk pendidikan. Selain itu buku tersebut juga resmi sebagai materi pelajaran dengan
persetujuan Kementerian Pendidikan pada bab tertentu dalam novel tersebut sebagai materi
pelajaran untuk jenjang kelas tertentu.
Alasan lain pemilihan novel ini sebagai objek kajian dalam penelitian, yaitu (1) novel
ini menceritakan perjalanan hidup seorang gadis kecil yang penuh nilai-nilai pendidikan
sehingga sangat sesuai digunakan sebagai media pendidikan karakter pada anak, (2)
mengandung proses pendidikan yang sangat inspiratif untuk diterapkan oleh sekolah, yaitu
pembelajaran yang menyenangkan, dan pembelajaran dengan praktik langsung, pembelajaran
tanpa paksaan, pembelajaran yang menghargai keunikan karakter setiap anak yang dapat
membuat mereka berkembang. (3) Menjadi bacaan wajib di sekolah sesuai persetujuan
Kementerian Pendidikan Jepang, dan (4) isi novel merepresentasikan pemberontakan
terhadap paradigma pendidikan lama yang menerapkan sistem paradigma konvensional.
Penelitian tentang novel Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela juga dilakukan
Jiwandono, 2011 dengan judul Representasi Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan
Majemuk Tokoh Utama Anak dalam Novel Totto-chan Gadis Cilik di Jendela Karya Tetsuko
Kuroyanagi dan Pemanfaatannya sebagai Bahan Ajar Apresiasi Sastra Anak pada Jenjang
Sekolah Dasar. Hasil penelitian ini mendeskripsikan (1) kecerdasan emosional tokoh utama
anak dalam novel Totto-chan, (2) kecerdasan majemuk tokoh anak dalam novel Totto-chan,
dan (3) potensi novel Totto-chan sebagai bahan ajar apresiasi sastra anak yang bermuatan
pendidikan karakter pada jenjang Sekolah Dasar.
Berdasarkan alasan tersebut, penelitian ini perlu dilakukan karena dianggap penting
untuk memberikan dampak perubahan bagi pendidikan melalui karya sastra. Inovasi
pendidikan memiliki keterkaitan terhadap penumbuhan karakter yang terjadi melalui interaksi
anak dengan orang disekitarnya di lingkungannya. Hal ini menunjukan adanya pemanfaatan
pada novel Totto-chan yang dapat digunakan sebagai inspirasi dan motivasi bagi pendidik
untuk menerapkan pembelajaran yang terarah sesuai psikologi, kebutuhan, gaya belajar, dan
kehidupan peserta didik agar menghasilkan karakter positif di lingkungan.
Analisis inovasi pendidikan yang mengubah karakter peserta didik dalam novel Totto-
chan memuat tiga pokok permasalahan. Pertama, bagaimanakah metode yang diterapkan
guru kepada anak didik di kelas? Kedua, bagaimanakah peranan guru? Ketiga, bagaimanakah
proses nilai-nilai pendidikan karakter yang diajarkan secara optimal dalam novel tersebut.
Penelitian yang bernuansa pendidikan juga juga pernah dilakukan oleh Hastuti yang mengkaji
bagaimana Kobayashi dalam membimbing mental murid-muridnya. Kobayashi berusaha
menumbuhkan rasa percaya diri, ketegaran, dan rasa menghargai orang lain, seperti apapun
keadaan orang itu (Hastuti, 2014).
Teori-teori yang menjadi landasan dalam penelitian ini dibagi ke dalam dua hal inti.
Pertama, teori mengenai inovasi pendidikan yang memuat metode-metode pendidikan,
peranan guru dalam pendidikan, dan nilai-nilai pendidikan. Menurut Emalia & Farida (2019),
menyatakan bahwa inovasi pendidikan merupakan suatu perubahan yang baru, dan kualitatif
berbeda dari hal sebelumnya, serta sengaja diusahakan untuk meningkatkan kemampuan
guna mencapai tujuan tertentu dalam pendidikan. Perubahan tentunya memerlukan
pembaharuan seiring perubahan zaman untuk memenuhi kebutuhan layanan peserta didik dan
segala hal perbaikan terhadap masalah-masalah yang dihadapi peserta didik.
Teori kedua, mengenai novel Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela. Totto-chan: Gadis
Cilik di Jendela. Novel ini menceritakan tentang sekolah yang bernama Tomo Gakuen.
Sekolah ini memiliki Kepala Sekolah yang menerapkan metode untuk menghargai segala
sesuatu yang alamiah dan ingin agar karakter anak-anak berkembang sealamiah mungkin.
Selain itu, metode yang diterapkan menghasilkan peranan guru yang sangat dihargai oleh
anak didik memperoleh ilmu pengetahuan agar bermanfaat kepada sikap mereka di
lingkungan. Akhirnya, berdasarkan cerita kisah nyata yang diangkat dalam bentuk novel
menjadikan karya ini menjadi best seller.
Penelitian ini bertujuan mengetahui bagaimana inovasi pendidikan di Sekolah Tomo
Gakuen dalam novel Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela. Khususnya pada penerapan metode
pembelajaran di dalam kelas terhadap peserta didik, peranan guru dan nilai nilai pendidikan
karakter yang diperoleh anak didik ketika diterapkan dalam aktivitasnya. Minat pembaca
terhadap novel Totto-chan dapat dilihat dari beberapa situs online yang populer digunakan
untuk mewadahi pembaca melihat buku-buku terbitan dunia. Situs itu di antaranya adalah
book crossing, librarything, dan goodreads. Situs-situs ini mempunyai beberapa menu seperti
friend, group, dan discussion. Ketiganya menampilkan tempat pencarian buku, buku yang
sudah dibaca (read) dan pengguna dapat saling berbagi informasi buku bacaan dengan
memberikan review.
B. Kajian Teori
Analisis ini menggunakan kualitatif. Sukmadinata (2005), menyebutkan bahwa
penelitian kualitatif merupakan penelitian yang mendeskripsikan dan menganalisis fenomena,
peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual
maupun kelompok. Analisis isi sering digunakan untuk menganalisis isi media cetak seperti
karya sastra, Surat kabar, buku non-fiksi, dan sejenisnya. Oleh karena itu, peneliti dapat
mempelajari gambaran, ciri pesan, serta perkembangan sebuah isi media cetak tersebut.
Melalui langkah analisis isi akan menemukan banyak makna yang sulit diketahui dari
sebuah teks. Analisis ini dimanfaatkan untuk mengkaji lebih jauh pada isi yang memiliki
point-point informasi dalam sebuah dokumentasi. Melalui penggunaan metode ini, dilakukan
usaha untuk menginterpretasikan isi dari kutipan di dalam novel Totto-chan. Kemudian,
Pengambilan data melalui beberapa kutipan teks dalam novel yang mencerminkan aspek-
aspek inovasi pendidikan. Kutipan-kutipan teks tersebut berupa monolog, dialog, dan narasi
penulis yang menunjukan karakter, ide, dan penerapan yang dilakukan tokoh dalam
menggambarkan aspek-aspek inovasi pendidikan dalam novel Totto-chan.
Pengelompokan bahan dan sumber berupa data dilakukan dengan 4 tahapan. Pertama,
melakukan pembacaan novel Totto-chan yang dijadikan sumber data secara lebih fokus untuk
memperhatikan bagaimana inovasi dalam pendidikan berlangsung dengan segala unsur-unsur
dan nilai karakter yang dapat diketahui setelah membaca novel. Kedua, melakukan penentuan
metode pembelajaran, peran guru, dan nilai-nilai pendidikan. Ketiga, melakukan studi
tekstual atau studi dokumen untuk menghasilkan data. Studi dokumen dibagi menjadi dua
jenis, yaitu (1) studi dokumen pendukung seperti ulasan, artikel dan kajian novel terkait, serta
bahan-bahan lain seperti buku, (2) studi dokumen terhadap novel. Studi dokumen pendukung
dimaksudkan untuk membandingkan dan membuktikan bahwa konsep paradigma pendidikan
memang benar ada dalam sumber tersebut. Keempat, membaca ulang dengan penuh ketelitian
data yang akan dianalisis berikutnya.
Hasil dari penelitian selanjutnya, yakni ditemukan dalam isi novel tentang metode
pembelajaran, peran pendidik dan nilai-nilai pendidikan. Inovasi pendidikan dalam novel
Totto-chan: Gadis Cilik di jendela dapat diketahui melalui kutipan-kutipan beberapa bab
dalam novel tersebut.
Metode pendidikan yang ditemukan sangat beragam diterapkan oleh guru kepada
peserta didik dengan mengoptimalkan peranan guru untuk menghasilkan nilai-nilai
pendidikan kepada anak didik melalui materi pelajarannya. Metode-metode tersebut sangat
memperhatikan keadaan anak didik, akhirnya membuat anak didik merasa tertarik mengikuti
pelajaran. Selain itu, metode tersebut didukung peranan guru yang optimal benar-benar
memperhatikan keadaan anak didik seperti kebutuhan, bakat dan minat anak didik.
Klasifikasi metode yang ditemukan terdiri dari pembelajaran multiple intellgences,
outdoor learning, tanya jawab, 4) demonstrasi, kerja kelompok, simulasi, ceramah, dan
langsung. Selain itu, ditemukan juga peranan guru untuk mendukung metode tersebut
ditemukan dalam novel. Beberapa diantaranya korektor, inspirator, informator, motivator,
fasilitator, demonstrator, pengelola kelas, dan mediator.
Terakhir, hasil dari penerapan metode dan peranan pendidik telah membangun dan
menghasilkan sikap terpuji pada peserta didik seperti jujur, bertanggung jawab, bergaya
hidup sehat, disiplin, kerja keras, percaya diri, berfikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif,
mandiri, ingin tahu, cinta ilmu, sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain, patuh pada
aturan-aturan sosial, menghargai karya dan prestasi orang lain, santun, demokratis, cinta
lingkungan, nasionalis, dan menghargai keragama.

C. Analisis Kasus

Metode Pembelajaran Yang Mengembangkan Moral Dalam Novel Totto-chan: Gadis


Cilik di Jendela
Temuan terdapatnya metode belajar di dalam novel dijelaskan sebagai berikut.
Pertama, pada metode pelajaran Multiple Intellegences terletak pada kecerdasan musik.
Kutipan dalam novel Totto-chan yang mendukung penerapan metode ini adalah pada saat
Kepala sekolah membuat nyanyian kepada anak didik untuk mengingatkan akan pentingnya
makan dengan santai. Kecerdasan yang ditampilkan pada bagian ini lebih kearah kecerdasan
musik. Said & Budimanjaya (2015), menyatakan bahwa setiap orang adalah seniman. Setiap
kita memiliki cita rasa yang relative terhadap seni itu sendiri. Maka, ada orang yang memiliki
level intelligence yang tinggi dalam bidang seni, walau tidak dimungkiri, juga ada yang
memiliki level intelligence yang rendah dalam bidang seni. Selain kecerdasan seni music,
terdapat kecerdasan lainnya seperti kinestetik, interpersonal, intrapersonal dan lainnya.
Seperti yang dijelaskan Beceren (2010) pada hasil penelitiannya, yaitu temuannya
mengemukakan bahwa jenis kecerdasan dominan peserta dalam istilah tujuh bidang
kecerdasan digolongkan sebagai kecerdasan visul-spasial, kecerdasan kinestetik tubuh,
kecerdasan logis-matematis, kecerdasan linguistic verbal, kecerdasan interpersonal,
kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan music..
Kedua, Outdoor Learning pada saat karyawisata. Seperti pada Bab berjalan-jalan
Sambil Belajar yang banyak menjelaskan bagaimana siswa memperoleh informasi dari
lingkungan budaya mereka di Jepang. Tidak hanya itu, ketika berjalan-jalan menuju situs
budaya, mereka belajar mencari tahu proses di alam yang mereka temui seperti tumbuh-
tumbuhan dan hewan yang unik serta benda-benda mati. Krissandi & Setiawan, (2019),
mengatakan Sekolah Tome Gakuen merupakan sekolah yang unik dalam menerapkan
kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan di sekolah ini adalah dengan
mengkombinasikan materi pembelajaran melalui kegiatan yang berhubungan dengan alam
atau bisa dikatakan metode pendidikan yang digunakan di Tomoe Gakuen adalah
menyeimbangkan teori dan praktik dalam kegiatan pembelajaran di alam. Selain itu,
pemberian materi tidak hanya pada waktu di kelas saja, namun setiap kegiatan sekolah yang
dilakukan merupakan pembelajaran. Metode tersebut digunakan untuk mengembangkan
potensi dan kepribadian peserta didik melalui pengamatan di alam. Proses pembelajaran
yang ada di Tomoe Gakuen pun dibuat agar peserta didik merasakan bahwa belajar itu
menyenangkan. Hal ini dilakukan untuk menghindarkan peserta didik dari tekanan dalam
pembelajaran. Indikasi yang menyangkut mengenai proses pembelajaran dalam kegiatan di
luar kelas yang mengkombinasikan materi pembelajaran melalui kegiatan yang berhubungan
dengan alam.
Selain itu, kegiatan pembelajaran di luar dapat menghilangkan rasa bosan dan stress.
Hal ini didukung oleh penelitian Collis et al (1996), hasil yang beragam dari efek ruangan
alam dengan dalam ruangan mendapatkan restorasi yang berbeda. Salah satu pembelajaran
yang sangat beresiko ditemukannya tingkat stress yang rendah adalah belajar di dalam kelas
dengan tanaman yang disedikan di dalam pot.
Ketiga, Tanya Jawab pada saat acara makan bersama. Dalam novel Totto-chan
terdapat kutipan yang mendukung peran guru yang memberikan bekal materi terlebih dahulu
untuk memancing anak didik menjawab pertanyaan. Materi yang diberikan berupa praktik
lapangan dengan menyuruh anak didik membawa bekal makanan yang berasal dari
pegunungan dan lautan. Tentunya hal ini membuat anak didik merasa ingin tahu untuk apa
tujuan guru menyuruh mereka untuk melakukan itu.
Keempat, Demonstrasi dengan diperkenalkannya petani yang diangkat oleh Kepala
Sekolah menjadi guru bercocok tanam. Dalam novel Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela
ditemukan beberapa kutipan yang menunjukan bagaimana metode demonstrasi diterapkan
secara sebenarnya tanpa tiruan dengan menghadirkan ahli langsung untuk materi yang
disajikan.
Kelima, Kerja Kelompok dengan pembagian tugas kepada peserta didik dengan tujuan
memudahkan penyelesaian kerja. Dalam novel Totto-chan. Metode Kerja Kelompok
diterapkan oleh guru kepada anak didik dengan memberikan tugas masing-masing tiap
individunya dalam kelompok tersebut. Pengalaman yang benar-benar diberikan baru bagi
anak didik untuk memahami suatu hal disekeliling mereka. Menurut Mawaddatunnisa &
Fahmy (2020), menyatakan bahwa kerja sama terbentuk karena masyarakat menyadari bahwa
mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama sehingga sepakat untuk bekerja
sama dalam mencapai tujuan bersama.
Keenam, metode Simulasi dalam pementasan drama di sebuah pertunjukkan. Dalam
novel Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela terdapat kutipan yang menerangkan bahwa guru
menerapkan metode simulasi dalam bentuk sosiodrama. Setelah mendisuksikan kisah apa
yang akan mereka perankan dalam pertunjukkan nantinya. Anak didik mulai melakukan
pemilihan peran yang sesuai dengan karakter, fisik dan keinginannya.
Temuan terakhir, yaitu penerapan Ceramah untuk meningkatkan kemampuan
berbicara yang percaya diri bagi peserta didik. Dalam novel Totto-chan: Gadis Cilik di
Jendela terdapat penerapan metode ceramah ini antara anak didik terhadap anak didik.
Penerapan metode ini memberikan pengaruh rasa percaya diri dan merasa bangga dengan
pujian yang diterima oleh anak lainnya.

Peranan Guru Mengembangkan Moral Dalam Novel Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela
Dalam novel Totto-chan ternyata ditemukan peranan guru, meliputi korektor,
inspirator, informator, motivator, fasilitator, demonstrator, pengelola kelas, dan mediator.
Temuan tersebut dipaparkan dan dibahas sebagai berikut. Pertama, Temuan analisis pada
peranan guru sebagai Korektor saat pembagian raport kepada siswa. Peran guru sebagai
korektor dapat diperhatikan pada tokoh Totto-chan terlihat bangga dengan nilai raport yang
menunjukan proses penilaian guru terhadap kemampuannya. Totto-chan terlihat percaya diri
dengan penilaian guru tersebut dalam bentuk huruf yang memuaskan. Hal unik lainnya,
raport tidak boleh dibuka sebelum sampai ke rumah.
Temuan penelitian pada peranan guru sebagai inspirator. Dalam novel Totto-chan:
Gadis Cilik di Jendela mengungkapkan peran guru mampu memberikan inspirasi kepada
pendidikan sekolah lainnya. Peran itu ditunjukan oleh Kepala Sekolahnya dalam menghargai
setiap siswa yang memiliki kepribadian berbeda.
Temuan penelitian pada peranan guru sebagai Informator. Pada novel Totto-chan:
Gadis Cilik di Jendela ini terdapat peran guru sebagai Informator yang menarik untuk
mengarahkan peserta didik dengan memberikan stimulus terhadap informasi yang
disampaikan dengan tujuan memenuhi kebutuhan belajar siswa.
Temuan penelitian pada peranan guru sebagai Motivator. Tokoh Guru dalam kutipan
novel Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela menggambarkan bahwa dirinya memiliki motivasi
yang kuat dalam mendidik. Hal itu ditunjukan pada saat sekolah yang dibangunnya roboh
terbakar akibat peperangan. Namun, Kepala Sekolah memiliki motivasi yang sangat kuat
dalam mencintai anak didiknya. Motivasi tersebut terlihat ketika ia berdiri melihat
sekolahnya terbakar sambil mengucapkan bahwa ia berniat akan membangun sekolah yang
baru tanpa meratapi kecelakaan yang terjadi di depan matanya. Hal inilah yang membuat
anak didiknya begitu mencintai Mr Kobayashi sebagai Guru yang berhasil membangun
karakter positif pelan-pelan pada mereka. Seperti halnya temuan Zhen et al. (2017), yang
menyatakan bahwa (1) motivasi otonom peserta didik menengah pertama dan emosi positif
(kenikmatan dan relaksasi) memediasi hubungan antara persepsi dukungan guru dan efikasi
diri kreatif. Tetapi efek mediasi dari emosi yang cenderung negative (kecemasan dan
kebosanan) tidak signifikan(2) dukungan guru dapat dirasakan mempengaruhi efikasi diri
yang kreatif melalui hubungan meditasi relaksasi terhadap motivasi otonom siswa, tetapi
hubungan media motivasi otonom dan emosi prestasi tidak signifikan. Penelitian ini memiliki
implikasi bagi pendidik dan peneliti yang tertarik untuk mengembangkan kreativitas peserta
didik.
Temuan penelitian pada peranan guru sebagai Fasilitator. Beberapa kutipan dalam
novel Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela tidak hanya sebatas memberikan reaksi, peran guru
sebagai fasilitator juga harus memastikan bahwa keinginan siswa telah tercapai dan
memberikan sugesti positif bahwa guru harus terarik lebih dalam mendengarkan siswa agar
siswa memiliki rasa percaya diri yang tinggi akan kemampuan dan pengalaman yang ia miliki
untuk menunjang proses pembelajaran. Greenberg mengutip Althof & Berkowitz* (2006)
yang mengatakan bahwa guru harus bias menjadi teladan dalam sikap, tetapi juga terampil
sebagai fasilitator dalam diskusi siswa, role play dan cooperative learning seperti ketika
mengajar menyampaikan informasi dalam kelas.
Temuan penelitian pada peranan guru sebagai Demonstrator. Ditemukannya peran
guru sebagai demonstrator pada saat guru menjadi alat peraga sendiri dalam mengajar
bercocok tanam. Peragaan dengan memakai pakaian petani seperti yang ditunjukan oleh guru
di atas bertujuan untuk menarik minat siswa dengan menumbuhkan rasa penasaran tentang
apa yang dilihat dan yang akan dilakukan.
Temuan penelitian pada peranan guru sebagai pengelola kelas. Guru yang berperan
sebagai pengelola kelas dapat ditemukan melalui kebijakan kebijakan beberapa tokoh yang
terdapat dalam novel tersebut. Salah satunya adalah kebijakan kepala sekolah memilih
gerbong kereta api sebagai kelas yang menyenangkan bagi anak-anak karena tidak biasa.
Anak-anak cenderung memiliki reaksi yang spontan melihat sesuatu yang unik baginya.
Temuan penelitian pada peranan guru sebagai Mediator. Peran guru sebagai mediator
mengajarkan bagaimana siswa menghargai satu sama lainnya dan tidak memandang
kekurangan masing-masing individu. Media yang digunakan oleh guru tersebut adalah kolam
renang. Setelah waktu makan siang, Kepala sekolah menyuruh seluruh siswa untuk
berolahraga sebelum berenang dengan syarat harus melepaskan pakaian untuk seluruh siswa.
hal ini dianggap memalukan oleh beberapa siswa karena tidak terbiasa. Dijelaskan bahwa
alasan kepala sekolah membuat media seperti ini adalah agar semua anak-anak menilai
bahwa semua tubuh itu indah dan sempurna dan menekan rasa malu diri siswa yang tidak
percaya diri sebelumnya terhadap tubuhnya sendiri.

Nilai-nilai Pendidikan Karakter Dalam Novel Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela


Hasanah (2013), Pendidikan karakter adalah pemberian pandangan mengenai jenis
nilai hidup yang akan menunjukkan jati diri sebagai manusia yang sadar diri sebagai
makhluk, warganegara, dan pria atau wanita. Karakter seseorang merupakan ukuran martabat
dirinya sehingga berpikir objektif, terbuka, kritis, serta memiliki harga yang tidak mudah
diperjualbelikan. Pengertian lainnya, dapat diartikan sebagai perilaku terpuji yang dilandasi
sikap dan perilaku berdasarkan kepada pemahaman religious, konstitusi, dan adat daerah
masing-masing. Berdasarkan dua pengertian tersebut, dapat diketahui bahwa pendidikan
karakter adalah proses belajar mengajar dengan tujuan membangun sikap-sikap yang posistif
kepada pribadi dan orang lain. Hal ini didukung oleh pernyataan Jayapada et al (2017),
menyatakan salah satu upaya untuk mengatasi merosotnya moral siswa ialah mengoptimalkan
bidang pendidikan. Pendidikan dapat diajarkan secara terpadu melalui semua mata pelajaran
Dalam novel Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela karya Tetsuko Kuroyanagi ternyata
ditemukan nilai karakter yang berkenaan dengan diri sendiri dan kepada sesama, meliputi 1)
jujur, 2) bertanggung jawab, 3) bergaya hidup sehat, 4) disiplin, 5) kerja keras, 6) percaya
diri, 7) berfikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, 8) mandiri, 9) ingin tahu, 10) cinta ilmu,
11) sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain, 12) patuh pada aturan-aturan sosial, 13)
menghargai karya dan prestasi orang lain, 14) santun, 15) demokratis, 16) cinta lingkungan,
17) nasionalis, dan 18) menghargai keragama. Temuan tersebut dipaparkan dan dibahas
sebagai berikut.
Temuan pertama pada karakter Jujur tanpa ada yang disembunyi-bunyikan. Dalam
novel Totto-chan, sifat dan perilaku yang menunjukan karakter jujur pada siswa melalui
komunikasi yang diberikan guru kepada siswa dengan indikator berterus terang. Dapat
diperhatikan bahwa anak tersebut sangat berterus terang bahwa ia memiliki kekurangan
dalam menyampaikan sebuah cerita. Anak tersebut tidak terlihat berpura-pura atau tidak sama
sekali ingin mencoba terlihat pintar.
Kedua, karakter Bertanggung Jawab terhadap peserta didik. Tanggung jawab yang
dilakukan oleh Kepala Sekolah dalam novel adalah dengan cara menyuruh anak didiknya
yang masih dibawah umur untuk berenang bersama-sama tanpa memakai pakaian sedikitpun.
Hal ini menunjukan tidak wajar jika anak laki-laki dan anak perempuan terlalu ingin tahu
tentang perbedaan tubuh mereka, sampai melebihi batas normal dan tidak wajar anak-anak
berusaha dengan susah payah menyembunyikan tubuh mereka dari orang lain hanya karena
memiliki kekurangan. Hasil yang diperoleh adalah hilangnya rasa rendah diri dan rasa malu
karena cacat yang dimiliki pada anak tersebut. Namun, terdapat beberapa kutipan di dalam
novel Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela yang menunjukkan beberapa guru di Sekolah lain
gagal dalam membangun karakter tanggungjawab dalam diri anak. Beberapa penyebabnya
dijelaskan oleh Lewis (2001), bahwa hasil penelitiannya menunjukkan guru dilihat oleh
peserta didik untuk memberikan reaksi terhadap perilaku kelas yang salah dengan
meingkatkan penggunaan koersip kedisiplinan mereka, justru menghambat perkembangan
tanggung jawab pada peserta didik dan mengalihkan peserta didik dari kewajiban tugas
sekolah mereka.Sayangnya, guru gagal meningkatkan penggunaan teknik yang lebih
produktif, seperti membuat diskusi, atau memberikan pernghargaan untuk yang berperilaku
baik dan keterlibatan dalam mengambil keputusan.
Ketiga, Bergaya Hidup Sehat dalam soal memilih makanan. Kalimat Kepala Sekolah
yang mendukung karakter bergaya hidup sehat dalam novel yaitu pada saat meminta orang
tua siswa untuk mengisi kotak bekal makan siang dengan sesuatu dari laut dan pengunungan
menunjukan indikator makanan bergizi seimbang. Makanan yang berasal dari laut seperti
ikan mengandung protein yang mengandung asam amino dengan manfaat untuk merangsang
pertumbuhan sel otak balita. Bergaya hidup sehat harus menjadi sebuah proyek global dalam
Pendidikan untuk membantu perkembangan kesehatan peserta didik. Peserta didik yang sehat
akan menjadi salah satu kelancaran proses belajar mengajar. Namun, proyek yang besar ini
tentunya akan membutuhkan waktu yang lama. Hal ini sesuai dengan pernyataan Locke et al
(2020), Proyek kesehatan global, terutama ketika mereka melibatkan inovasi dan
pengembangan pendidikan, sangat membutuhkan waktu yang panjang.
Keempat, Karakter Disiplin dalam pelaksanaan waktu belajar. Dalam beberapa
kutipan novel dikatakan bahwa beberapa sekolah diterapkan beberapa kedisiplinan dalam
pelaksanaan pembelajaran yaitu dengan menerapkan aturan jam untuk tiap mata kuliah yang
berbeda bahwa untuk jam pelajaran pertama anak didik belajar bahasa Jepang, dan belajar
berhitung di jam kedua. Sikap ini sangat penting dimiliki peserta didik demi terbangunnya
proses belajar mengajar tanpa kendala. Menerapkan disiplin dapat dilakukan dengan
memberikan teladan yang baik, memberikan perintah yang harus dilaksanakan tepat waktu,
dan memberikan hukuman kepada peserta didik yang melakukan pelanggaran agar tidak
mengulanginya lagi. Seperti memberikan hukuman berupa pukulan ke tubuh yang tidak
membahayakan, menyapu ruangan, membersihkan halaman, dan sebagainya. Zuilkowski et al
(2019), menyatakan menemukan sebuah kedisiplinan fisik “Pukulan”—diterima secara luas
dan umum. Beberapa orangtua menyebutkan cara lain untuk mendisiplinkan, seperti tidak
diberi makanan.
Keenam, karakter kerja keras dapat digambarkan melalui dua indikator, yaitu 1)
pantang menyerah, dan 2) tidak mudah putus asa. Ayundasari (2018), menyatakan bahwa
Kerja keras merupakan salah satu karakter yang dikembangkan dalam Kurikulum 2013,
melalui pembelajaran sikap ini diharapkan siswa mampu bersungguh-sungguh dalam
mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas serta mampu menyelesaikan tugas dengan
sebaik-baiknya.
Ketujuh, Karakter Percaya Diri. Temuan penelitian pada karakter Percaya Diri pada
novel Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela karya Tetsuko Kuroyanagi diperoleh nilai rasa
percaya diri pada indikator 1) berani berbicara di depan banyak orang, dan 2) keyakinan yang
kuat terhadap kemampuan diri sendiri.
Kedelapan, Berpikir Logis, Kritis, dan Kreatif dalam proses belajar. Berpikir logis
ditemukan pada saat guru menjelaskan bagaimana proses kupu-kupu membantu
menyerbukkan benang sari ke putik agar di kemudian hari bunga sesawi dapat mekar dengan
baik. Berpikir kritis terlihat pada saat Totto-chan menyatakan akan menjadi mata-mata.
Namun, tokoh Tai-chan berfikir dengan kritis bahwa Totto-chan tidak cocok menjadi mata-
mata saat ia dewasa. Karena seorang mata-mata wanita menurutnya adalah seorang yang
harus pintar, tidak cerewet, dan harus cantik. Mendengar penjelasan temannya, Totto-chan
berfikir secara kritis bahwa cita-citanya itu harus ditinggalkan karena memang tidak sesuai
dengan dirinya. Ketiga, berpikir kreatif berdasarkan kuitpan dalam novel, anak didik berfikir
secara kreatif untuk memudahkan mereka mengingat setiap not sesuai dengan bahasa usia
mereka. Not-not dengan nama yang biasanya digunakan dalam musik sangat berat untuk
mereka pahami. Oleh karena itu, agar pembelajaran terasa sangat menyenangkan, not music
di ubah dengan nama khusus yang mudah dipahami. Setelah lingkungan keluarga, sekolah
adalah tempat berikutnya anak mendapatkan pendidikan. Sekolah merupakan lingkungan
kedua setelah keluarga yang sangat berperan dalam keberhasilan pendidikan karakter. Unsur
penting dalam Sekolah selain guru dan sarana prasarana, juga perencanaan dan komitmen
sekolah untuk membangun pendidikan karakter yang berhasil (into Classroom et al., n.d.)
Kesembilan, Mandiri bagi peserta didik. Kutipan dalam novel menunjukan tokoh
Totto-chan adalah sosok yang sangat mandiri untuk anak sekolah dasar. Totto-chan berani
melakukan perjalanan sendiri ke Sekolahnya menaiki kereta api yang tergambar melalui
kutipan ia menaiki undakan stasiun setelah menunjukan karcisnya kepada petugas.
Kesepuluh, Karakter Rasa Ingin Tahu terhadap ruang kelas yang baru. Dalam kutipan
menunjukan rasa ingin tahu dari tokoh murid sekolah Tomoe Gakuen terhadap kedatangan
sebuah gerbong kereta api baru ke sekolahnya untuk dijadikan perpustakaan. Sehingga
mereka memikirkan bagaimana caranya gerbong itu bisa sampai ke sekolah jika melihat berat
beban yang dimiliki gerbong tersebut. Keingintahuan para murid sangat besar sampai mereka
meminta izin kepada Kepala Sekolah untuk melihat gerbong kereta api itu di angkut
kesekolah.
Kesebelas, Cinta Ilmu dengan bersenang-senang. Belajar sambil bersenang-senang
ditunjukkan dengan kata “berjalan-jalan” dan “main-main” dengan memperoleh “pelajaran
berharga tentang sains, sejarah, dan biologi.” Hal ini menandakan bahwa anak didik telah
belajar sambil bersenang-senang dengan berjalan-jalan dan bermain-main sampai tidak sadar
telah mendapatkan ilmu sains, sejarah dan biologi. Selain itu kegiatan tersebut menambahkan
motivasi belajar sambil bersenang-senang kembali dan menambah keakraban pada setiap
anak didik.
Keduabelas Sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain. Tokoh Totto-chan
menyadari kemampuan dirinya dalam bermain drama tergolong rendah karena tidak dapat
memahami perannya sebagai Yoshitsune. Dalam kutipan dijelaskan bahwa Totto-chan suka
membuat masalah, karena ketika drama sedang berlangsung ia memukul dan mencakar
pemain lainnya, yaitu tokoh Aiko Saisho. Akhirnya Totto-chan tidak memiliki peran apapun.
Sebagai gantinya, ia memilih untuk melakukannya sendiri di halaman sekolah seperti menari-
nari, menjadi angsa, angina, tokoh yang mengerikan, dan sebatang pohon. Begitulah tokoh
menyadari kemampuannya dapat membuat drama yang akan dipentaskan tidak berjalan
dengan baik, ia memilih tidak kembali bermain bersama. Namun sebenarnya dalam hati
tokoh tersebut terdapat rasa penyesalan tidak memainkan peran penting tersebut.
Ketigabelas, Patuh pada aturan-aturan sosial. Pada kutipan novel Totto-chan dibawah
ini menjabarkan bagaimana serdadu menghormati anak kecil yang masih sekolah
menyanyikan lagu khusus untuk para serdadu. Perasaan hormat dan penghargaan kepada
anak kecil tersebut dijelaskan dengan rasa terharu dan rasa terimakasih oleh serdadu yang
telah menikmati karya lagu dari anak tersebut. Aturan sosial yang diperoleh adalah saling
menghargai satu sama lain. Melihat hasil penelitian pada analisis patuh pada aturan sosial di
dalam novel ini menunjukkan tokoh menyanyikan beberapa syair yang merupakan bagian
sastra lama untuk menghibur serdadu dengan pujian. Oleh sebab itu, Diungkapkan lebih
lanjut bahwa di dalam ilmu sastra, apabila sastra dikaitkan dengan struktur social, hubungan
kekeluargaan, pertentangan kelas, dan lain-lain dapat digunakan sosiologi sastra (Ardias et
al., 2019)
Keempatbelas, Nilai sopan santun dalam novel Totto-chan ini melalui kutipan yang
terdapat di bawah ini, Tokoh Totto-chan mengungkapkan bahwa seorang tokoh pemain ski
terkenal memberikan rasa hormat kepada dirinya dengan ucapan “Thank You” setelah mau
bermain ski dengannya. Totto-chan menganggap tokoh pemain ski yang terkenal tersebut
tidak menganggapnya sebagai anak yang kecil, melainkan wanita dewasa.
Kelimabelas, karakter Demokrasi saat memberikan sebuah hukuman terhadap
kebijakan yang diambil. Demokrasi dalam kebebasan bertanggung jawab yaitu Kepala
Sekolah memarahi guru yang tidak memilih bahasa yang baik kepada siswa. Bahasa yang
digunakan oleh salah satu guru tersebut dipandang merendahkan pribadi siswa di depan
teman-teman yang lainnya. Oleh karena itu, sebagai pendidik yang bertanggung jawab atas
kinerjanya, Kepala Sekolah menjelaskan kepada guru tersebut dampak yang akan diberikan
melalui kata-kata tersebut akan mengakibatkan buruknya perasaan yang akan dimiliki salah
satu siswanya, yaitu Takahashi dengan yang ditanyai oleh guru apakah memiliki ekor. Miftah
(2013), menyatakan pengembangan dan pembentukan karakter anak dimulai dari bangku
sekolah dan keluarga. Salah satu area pembelajaran bagi anak di bangku sekolah adalah
pembelajaran ilmu social yang berupaya mengembangkan kemampuan siswa dalam
memahami individu dan kelompok yang hidup bersama dan berinteraksi di dalam
lingkungan. Selain itu, para siswa dibimbing untuk mengembangkan rasa bangga terhadap
warisan budaya yang positif, kritis, antisipatif, dan selektif terhadap yang negative, serta
memiliki kepedulian terhadap keadilan social, proses demokrasi, dan kelanggengan ekologis.
Keenambelas, Cinta Lingkungan baik di dalam atau di luar Sekolah. Berdasarkan
indikatornya, penanaman karakter cinta lingkungan adalah proses membangun nilai karakter
pada peserta didik melalui usaha yang berpengetahuan lingkungan. Penanaman karakter cinta
lingkungan merupakan upaya untuk menciptakan karakter yang berbudi luhur dalam
masyarakat dan lingkungan. Cinta lingkungan tidak hanya didapatkan secara teori pada
pembelajaran di sekolah, namun juga di luar ketika proses pembelajaran tidak berlangsung.
Budaya mencintai dan menghormati lingkungan (budaya ekologis) dalam konteks pendidikan
berkarakter, dirumuskan sebagai sikap peduli lingkungan (karakter ke-16). Rampung (2014),
menyatakan bahwa nilai karakter peduli lingkungan harus ditanamkan kepada peserta didik
mulai dari lingkungan sekolah dengan prinsip manusia harus menghormati alam, bertanggung
jawab atas alam, memiliki solidaritas kosmis, menerapkan prinsip cinta alam, tidak merusak
alam, hidup sederhana selaras alam. Budaya ekologis merujuk pada perubahan perspektif
berpikir dan bertindak dari orientasi kepentingan manusia (human oriented) ke orientasi alam
(nature oriented).
Ketujuhbelas, Nasionalis dalam menghargai jasa tokoh. Indikator nilai nasionalis
dalam novel yaitu menghargai jasa tokoh dapat dilihat melalui tokoh Mr maruyama, Totto-
chan, dan murid-murid yang membungkuk hormat memberikan doa kepada para empat puluh
tujuh ronin yang termahsyur dengan jasa kepahlawanannnya.

D. Kesimpulan
Amanat
Inovasi pendidikan dalam novel Totto-chan dapat diketahui melalui kutipan-kutipan
beberapa bab dalam novel tersebut. Inovasi pendidikan yang terlihat jelas dilakukan oleh
tokoh guru dalam buku tersebut terdiri dari (1) metode pembelajaran, (2) peranan guru, dan
(3) nilai-nilai pendidikan.
Metode pendidikan yang ditemukan sangat beragam diterapkan oleh guru kepada
peserta didik dengan mengoptimalkan peranan guru untuk menghasilkan nilai-nilai
pendidikan kepada anak didik melalui materi pelajarannya. Metode-metode tersebut sangat
memperhatikan keadaan anak didik, akhirnya membuat anak didik merasa tertarik mengikuti
pelajaran. Selain itu, metode tersebut didukung peranan guru yang optimal benar-benar
memperhatikan keadaan anak didik seperti kebutuhan, bakat dan minat anak didik.
Klasifikasi metode yang ditemukan terdiri dari metode pembelajaran multiple
intellgences, outdoor learning, kerja kelompok, simulasi, ceramah, langsung dan lainnya.
Begitu juga, ditemukannya peranan guru untuk mendukung metode tersebut ditemukan dalam
novel. Terakhir, hasil dari penerapan metode itu menghasilkan nilai-nilai pendidikan.

Saran
Saran dari penelitian ini yang pertama bagi guru. Inovasi pendidikan diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan anak didik yang selalu berubah seiring perubahan zaman. Materi yang
diajarkan kepada anak didik harus menggunakan metode yang menyenangkan agar anak
didik mudah menerima. Pembelajaran yang menyulitkan akan membuat anak didik merasa
tidak mampu melanjutkan pembelajaran dengan baik. Sebaiknya anak didik diarahkan sesuai
dengan bakat dan keinginannya, sebab dengan begitu akan timbul dari dalam diri mereka
semangat untuk belajar dan mencari tahu. Oleh sebab itu, peranan guru secara optimal sangat
diperlukan dalam hal ini.
Bagi peneliti selanjutnya agar meneliti novel Totto-chan dengan focus penelitian yang
berbeda, seperti nilai budaya atau fakta dampak novel Totto-chan. Hal ini bertujuar agar hasil
penelitian dapat memberikan pengaruh sastra yang kuat bagi kehidupan manusia.

Daftar Pustaka

Althof, W., & Berkowitz*, M. W. (2006). Moral education and character education: Their
relationship and roles in citizenship education. Journal of Moral Education, 35(4), 495–
518.
Ardias, A. Y., Sumartini, S., & Mulyono, M. (2019). Konflik Sosial Dalam Novel Karena
Aku Tak Buta Karya Rendy Kuswanto. Jurnal Sastra Indonesia, 8(1), 47–56.
Ayundasari, L. (2018). Relevansi Nilai-Nilai Perjuangan KH. Masjkur dalam Pembelajaran
Sejarah Berbasis Pendidikan Karakter Bagi Siswa MA di Malang. Jurnal Pendidikan
Sejarah Indonesia, 1(1), 40–52.
Beceren, B. Ö. (2010). Determining multiple intelligences pre-school children (4-6 age) in
learning process. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 2(2), 2473–2480.
Collis, B. (University of T., Andernach, T. (University of T., & van Diepen, N. (University of
T. (1996). The Web as Process Tool and Product Environment for Group-Based Project
Work in Higher Education. WebNet 96.
Emalia, E., & Farida, F. (2019). Inovasi pendidikan dengan memanfaatkan teknologi digital
dalam upaya menyonsong era revolusi industri 4.0. Prosiding Seminar Nasional
Program Pascasarjana Universitas Pgri Palembang.
Hasanah, H. (2013). Implementasi Nilai-nilai Karakter Inti Di Perguruan Tinggi. Jurnal
Pendidikan Karakter, 2, 123326.
Hastuti, N. (2014). Nilai-Nilai Pendidikan dan Pengaruhnya Terhadap Hubungan Sosial Anak
dalam Novel Totto-chan Karya Tetsuko Kuroyanagi. Izumi, 3(2), 68–75.
into Classroom, B. C. E., Agboola, A., & Tsai, K. C. (n.d.). European Journal of Educational
Research.
Jayapada, G., Faisol, F., & Kiptiyah, B. M. (2017). Kearifan lokal dalam cerita rakyat sebagai
media pendidikan karakter untuk membentuk literasi moral siswa. Bibliotika: Jurnal
Kajian Perpustakaan Dan Informasi, 1(2), 60–62.
Jiwandono, N. R. (2014). Representasi kecerdasan emosional dan kecerdasan majemuk
tokoh utama anak dalam novel Totto Chan Gadis Cilik di Jendela karya Tetsuko
Kuroyanagi dan pemanfaatannya sebagai bahan ajar apresiasi sastra anak bermuatan
pendidikan karakter pada jenjang Sekolah Dasar (kajian. Universitas Negeri Malang.
Krissandi, A. D. S., & Setiawan, K. A. C. (2019). Menyelami Metode Pendidikan Humanistik
Sosaku Kobayashi Dalam Novel Totto Chan: The Little Girl At The Window Karya
Tetsuko Kuroyanagi. IZUMI, 8(1), 26–37.
Lewis, R. (2001). Classroom discipline and student Responsibility: The students’ view.
Teaching and Teacher Education, 17(3), 307–319.
Locke, R., Coles, C., Grout, G., Lusznat, R. M., Overton, J., & Roberts, M. (2020). Co-
Development and Innovation in Global Health: A Case Study of Educational Change.
Health Professions Education.
Mawaddatunnisa, E., & Fahmy, Z. (2020). Interaksi Sosial pada Novel Negeri Lima Menara
Karya Ahmad Fuadi. Jurnal Sastra Indonesia, 9(2).
Miftah, M. (2013). Pengembangan Karakter anak Melalui pembelajaran ilmu sosial. Jurnal
Pendidikan Karakter, 2(2).
Putnam, R. T., & Borko, H. (2000). What do new views of knowledge and thinking have to
say about research on teacher learning? Educational Researcher, 29(1), 4–15.
Rampung, B. (2014). Masalah Sosial dalam Cerpen Kompas 2012: Deskripsi Masalah,
Bentuk Pengungkapan, dan Relevansinya untuk Pendidikan Karakter. Disertasi Dan
Tesis Program Pascasarjana UM.
Said, A., & Budimanjaya, A. (2015). 95 Strategi Mengajar Multiple Intelligences: mengajar
sesuai kerja otak dan gaya belajar siswa‖. Edisi Pertama. Jakarta: Prenadamedia Group.
Sukmadinata, N. S. (2005). Metode penelitian pendidikan. Program Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia dengan PT Remaja ….
Zhen, R., Liu, R.-D., Ding, Y., Wang, J., Liu, Y., & Xu, L. (2017). The mediating roles of
academic self-efficacy and academic emotions in the relation between basic
psychological needs satisfaction and learning engagement among Chinese adolescent
students. Learning and Individual Differences, 54, 210–216.
Zuilkowski, S. S., Thulin, E. J., McLean, K., Rogers, T. M., Akinsulure-Smith, A. M., &
Betancourt, T. S. (2019). Parenting and discipline in post-conflict Sierra Leone. Child
Abuse & Neglect, 97, 104138.

Anda mungkin juga menyukai