PROPOSAL TESIS
Dosen Pembimbing:
Oleh:
SUGENG WIDODO
0106518026
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Semarang, ....................
Prof. Dr. Mungin Edy W., M.Pd., Kons. Dr. Drs. Edy Purwanto, M.Si.
NIP 195211201977031002 NIP. 196301211987031001
3
BAB I
PENDAHULUAN
Prokrastinasi akademik masih banyak di alami oleh pelajar pada saat ini.
Chehrzad et al., (dalam Zarrin, Gracia, & Paixão, 2020: 35) mengungkapkan
bahwa sebagian besar mahasiswa jurusan Ilmu Kedokteran di Guilan University
yang berjumlah 459 orang mengalami masalah prokrastinasi akademik dengan
persentase: 14% mahasiswa mengalami prokrastinasi pada kategori yang tinggi,
70% mahasiswa mengalami prokrastinasi pada kategori yang sedang dan 16%
mahasiswa mengalami prokrastinasi pada kategori yang rendah. Selain itu, Ellis
dan Knaus (dalam Laforge, 1998: 1) mengungkapkan bahwa sebanyak 70%
mahasiswa Amerika terlibat dalam penundaan yang sering.
akademis. Senada dengan hal tersebut Wahyuni dan Muhari (2014: 3) juga
mengungkapkan bahwa apabila prokrastinasi akademik dibiarkan berkelanjutan
maka dampak utama yang akan terjadi adalah rendahnya prestasi belajar siswa.
Hal tersebut disebabkan karena siswa tidak mengerjakan tugas dengan baik,
sungguh-sungguh dan sebagaimana mestinya. Waktu yang diberikan oleh guru
tidak dimanfaatkan dengan baik, sehingga pada saat mendekati waktu
pengumpulan tugas, siswa baru mengerjakan tugas dengan tergesa-gesa dan
dengan seadanya. Tugas yang dikerjakan dengan tergesa-gesa hasilnya tidak akan
optimal. Selain itu, siswa akan kurang memahami materi karena tidak sempat
membaca kembali tugas yang telah dikerjakannya.
dirinya sendiri dan terhadap tugas akademiknya menjadi pikiran yang lebih
positif. Dengan pikiran yang positif terhadap dirinya sendiri dan tugas
akademiknya, akan memunculkan semangat peserta didik untuk mengerjakan dan
menyelesaikan tugas-tugas akademiknya dengan baik dan tepat waktu.
Berdasarkan penjelasan di atas menunjukkan bahwa konseling kelompok
pendekatan cognitive behavior Therapy teknik thought stopping dan teknik self
intruction dapat digunakan untuk membantu mereduksi prokrastinasi akademik
peserta didik dengan cara menghentikan dan merubah pikiran negatif, pernyataan
diri negatif dan keyakinan yang irasional, serta menginstruksikan dan meyakinkan
peserta didik agar selalu memiliki pikiran yang positif, pernyataan diri positif
serta memiliki keyakinan yang rasional. Dengan hal tersebut akan membuat
peserta didik dapat berpikir lebih positif dan memiliki keyakinan yang lebih
rasional terhadap dirinya serta terhadap tugas akademik, sehingga siswa memiliki
kepercayaan diri dan motivasi yang tinggi untuk menyelesaikan tugas-tugas
akademik yang diterimanya dengan baik dan tepat waktu.
Aulia, Prathama, dan Sodjakusumah (2018) melakukan penelitian yang
bertujuan untuk mengetahui efektivitas penerapan Cognitive Behavior Therapy
(CBT) untuk menurunkan perilaku prokrastinasi akademik pada mahasiswa.
Subyek dalam penelitian tersebut adalah 4 mahasiswa Fakultas Psikologi
Universitas Padjadjaran yang memiliki perilaku prokrastinasi yang berada pada
taraf cenderung tinggi sampai dengan tinggi. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa penerapan Cognitive Behavior Therapy (CBT) efektif
menurunkan perilaku prokrastinasi akademik pada mahasiswa Fakultas Psikologi
Universitas Padjadjaran.
Chusna & Nursalim (2015) melakukan penelitian yang bertujuan untuk
menguji keberhasilan penggunaan konseling kelompok teknik self instruction
untuk menurunkan prokrastinasi akademik yang dialami siswa. Subyek
penelitiannya adalah 6 siswa kelas VIII C SMP Muhammdiyah 9 Surabaya. Hasil
dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa konseling kelompok self instruction
dapat menurunkan tingkat prokrastinasi akademik siswa kelas VIII C SMP
Muhammdiyah 9 Surabaya.
11
temuan tersebut. Dari 33 penelitian atau studi yang relevan tersebut diketahui
bahwa 5 (15,15%) adalah penelitian atau studi yang dilakukan terhadap siswa
sekolah menengah dan 28 (84,85%) adalah penelitian atau studi yang dilakukan
terhadap mahasiswa perguruan tinggi.
Grunschel, Patrzek, & Fries (2013) melakukan penelian terhadap 36
mahasiswa dari 2 kampus yang ada di Jerman. Penelitian tersebut berhasil
mengungkapkan sebab dan juga dampak dari prokrastinasi akademik secara luas.
Hasil dari penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa prokrastinasi akademik
yang dilakukan oleh mahasiswa dikarenakan oleh faktor internal dan faktor
eksternal. Namun penelitian tersebut sebatas pada memperoleh informasi
mengenai sebab dan dampak dari prokrastinasi akademik, sehingga belum ada
usaha pemberian intervensi konseling. Oleh karena itu, peneliti dalam penelitian
tersebut menyarankan untuk melakukan penelitian lanjutan terkait penanganan
masalah prokrastinasi dengan menggunakan pendekatan, metode dan teknik
konseling yang tepat.
Penelitian yang dilakukan oleh Balkis, Duru, & Bulus (2013) terhadap 281
mahasiswa dari sebuah Universitas yang berada di Turki menunjukkan bahwa
keyakinan akademik yang rasional/irasional memiliki pengaruh langsung terhadap
prokrastinasi akademik dan preferensi waktu belajar untuk ujian. Selain itu,
keyakinan akademik yang rasional/irasional juga berdampak secara tidak
langsung pada prestasi akademik dengan mediasi prokrastinasi akademik dan
preferensi waktu belajar untuk ujian. Lebih lanjut, hasil penelitian tersebut juga
menunjukkan bahwa prokrastinasi akademik berdampak pada prestasi akademik
baik secara langsung maupun melalui mediasi preferensi waktu belajar untuk
ujian. Penelitian tersebut menyarankan bahwa ada hubungan antara keyakinan
akademik dan prokrastinasi akademik yang perlu dibahas lebih lanjut dalam
intervensi konseling.
Dari penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, terdapat
persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini. Dari banyaknya penelitian yang
telah dilakukan selama ini terkait dengan masalah prokrastinasi akademik, masih
jarang sekali atau bahkan belum ada penelitian yang menguji tentang keefektifan
13
tingkat prokrastinasi akademik yang dialami oleh siswa. Artinya, siswa yang
memiliki regulasi diri dalam belajar tinggi mengalami prokrastinasi akademik
yang rendah, begitupun sebaliknya.
Grunschel et al., (2013) melakukan penelitian yang bertujuan untuk
mengembangkan dan mengevaluasi pelatihan kelompok dengan metode self
regulated learning untuk mengurangi prokrastinasi akademik. Subyek dalam
penelitian tersebut adalah 106 siswa yang ada di Jerman. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa pelatihan kelompok dengan teknik self-regulated learning
secara signifikan efektif mengurangi perilaku prokrastinasi akademik siswa yang
tinggi dan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam meregulasi diri dalam
belajarnya, seperti: lebih pandai memanajemen waktu belajarnya, dapat membuat
prioritas dalam pendidikannya dan lebih berkonsentrasi dalam belajar.
Savira dan Sudarsono (2013) melakukan penelitian yang bertujuan untuk
mengetahui hubungan antara Self Regulated Learning dengan prokrastinasi
akademik pada siswa akselerasi SMA Negeri di Kota Malang. Subyek penelitian
yang dilibatkan dalam penelitian tersebut adalah 48 siswa kelas XI program
akselerasi SMA Negeri di Kota Malang dengan usia 13-15 tahun. Hasil dari
penelitian tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan negatif yang sangat
signifikan antara Self Regulated Learning dengan prokrastinasi akademik pada
siswa akselerasi. Hal tersebut berarti bahwa siswa yang memiliki Self Regulated
Learning tinggi akan diikuti prokrastinasi akademik yang rendah, dan sebaliknya
siswa yang memiliki Self Regulated Learning rendah maka akan diikuti
prokrastinasi akademik yang tinggi.
Wahyuni & Muhari (2014) melakukan penelitian yang bertujuan untuk
menguji keberhasilan penggunaan konseling kelompok realita untuk mengurangi
perilaku prokrastinasi akademik siswa kelas VIII C SMP Negeri 20 Surabaya.
Subyek dalam penelitian tersebut adalah 7 siswa kelas VIII C SMP Negeri 20
Surabaya, yang terindikasi memiliki kecenderungan perilaku prokrastinasi
akademik yang tinggi. Hasil dari Penelitian tersebut menunjukkan bahwa
penerapan konseling kelompok realita dapat mengurangi perilaku prokrastinasi
akademik siswa kelas VIII C SMP Negeri 20 Surabaya.
19
demikian ini kemungkinan ingin berada pada penampilan yang bagus sehingga
menunda. Prokrastinator merasa tidak sanggup menghasilkan sesuatu dan
terkadang menahan ide-ide yang dimilikinya karena takut tidak diterima orang
lain.
2. Perfeksionis
Prokrastinator merasa bahwa segala sesuatunya itu harus sempurna. Lebih
baik menunda daripada bekerja keras dan mengambil resiko kemudian dinilai
gagal. Prokrastinator akan menunggu sampai dirasa saat yang tepat bagi
dirinya untuk bertindak agar dapat memperoleh hasil yang sempurna.
3. Tingkah laku menghindari
Prokrastinator menghindari tantangan. Segala sesuatu yang dilakukannya,
bagi prokrastinator seharusnya terjadi dengan mudah dan tanpa usaha.
Menurut Ferrari, Jhonson & McCown (dalam Ami dan Yuniantaq, 2020:
415) ciri-ciri seseorang yang memiliki masalah prokrastinasi diantaranya yaitu:
(1) penundaan dalam memulai dan menyelesaikan tugas; (2) keterlambatan dalam
mengerjakan tugas; (3) kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual; (4)
melakukan aktivitas yang lebih menyenangkan.
Seseorang dikatakan melakukan prokrastinasi apabila ia menunjukkan ciri-
ciri antara lain: takut gagal, impulsif, perfeksionis, pasif dan menunda-menunda
sehingga melebihi tenggat waktu (Ellis & Knaus, 1977; Birner, 1994; Rumiani,
2006: 38)
Menurut Solomon L. J & Rothblum (dalam Ramadhan dan Winata, 2016:
156) indikator prokrastinasi akademik yang penting dalam prestasi belajar
terdapat enam aspek diantaranya yaitu: 1) Terlambatnya dalam mengerjakan tugas
mengarang 2) Menunda belajar saat mengahadapi ujian 3) Menunda Kegiatan
membaca 4) Penundaan kinerja tugas administratif 5) Menunda untuk menghadiri
tatap muka 6) Penundaan kinerja akademik secara keseluruhan.
kelompok sebagai suatu proses interpersonal yang dipimpin oleh konselor terlatih
yang profesional dan dijalankan dengan individu-individu yang menghadapi
masalah perkembangan. Konseling kelompok merupakan sebuah layanan bantuan
yang dalam pelaksanaannya membutuhkan sebuah dinamika kelompok,
sedangkan dinamika kelompok akan tercipta apabila hubungan interpersonal
didalam kelompok dapat terjalin dengan baik.
Dari berbagai definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa konseling
kelompok merupakan suatu layanan bantuan yang diberikan oleh konselor kepada
sekelompok konseli dengan memanfaatkan dinamika kelompok untuk membantu
mengentaskan permasalahan yang dialami oleh konseli agar konseli dapat
berkembang secara optimal. Dalam layanan konseling kelompok konselor
bertugas sebagai pemimpin kelompok yang mengatur dan memandu konseli atau
anggota kelompok agar dapat mengikuti proses konseling dengan baik.
belajar lebih memahami orang lain dan lebih menghargai kepribadian orang
lain; membutuhkan bertukar pikiran dan berbagi perasaan dengan orang lain;
yang mudah berbicara tentang dirinya; yang dapat mengambil manfaat dari
umpan balik yang diberikan oleh seorang teman serta tertolong dengan
umpan balik itu.
13) Dalam konseling kelompok interaksi antar individu anggota kelompok
merupakan sesuatu yang khas, yang tidak mungkin terjadi pada konseling
individu.
14) Konseling kelompok merupakan wilayah penjajagan awal bagi anggota
kelompok untuk memasuki konseling individual.
bagian dari layanan bimbingan. Terkadang, karena sensitivitas topik atau konten,
izin orang tua mungkin disarankan, terutama jika sulit untuk melihat bagaimana
pekerjaan kelompok terkait dengan pembelajaran. Dalam situasi lain, orang tua
dibeii tahu tapan siswa berpartisipasi dalam kegiatan yang sedang berjalan yang
membawa mereka dari kelas.
Dari uraian ahli di atas dapat di simpulkan bahwa kelebihan dan kekurangan
konseling kelompok tentu ada, oleh karena itu dari kelebihan dan kekurangan ini
konselor dapat melihat untuk di jadikan sebagai rujukan pengembangan konseling
kelompok berikutnya. Untuk kelebihan konseling kelompok selain untuk
membantu konseli dalam mengentaskan permasalahannya dalam konseling
kelompok juga setiap anggota kelompok dapat belajar menyesuaikan diri dengan
suasana baru dengan anggota lain yang mempunyai masalah. Selanjutnya,
konseling kelompok juga menekankan pentingnya dinamika dalam kelompok
yang mana dari dinamika kelompok tersebut akan menyatukan berbagai macam
pribadi setiap anggota kelompok sehingga terjadi interaksi teratur dan saling
menghargai satu sama lain tanpa harus takut. Selain itu, dinamika yang terjadi
didalam kelompok juga memperkaya solusi yang bisa diberikan kepada konseli
yang mengalami permasalahan.
Kelemahan konseling kelompok diantaranya adalah beberapa masalah
mungkin terlalu sensitif, terlalu emosional atau terlalu rumit untuk dibahas dan
dikerjakan dalam kelompok. Kemudian beberapa individu terkadang menolak
hubungan emosional yang menghasilkan keterbukaan sehingga ketika mereka
mengungkapkan masalah, memberikan saran maupun tanggapan akan terbatas dan
cenderung lebih suka mendengarkan daripada berbicara dan menanggapi hal-hal
yang dibahas dalam kelompok. Selain itu, kerahasiaan lebih sulit dijaga, karena
semakin banyak orang berbagi dalam komunikasi kelompok.
selama beberapa minggu dan kelompok tersebut adalah konseling, terapi, atau
kelompok pendukung dalam kelompok pendidikan, diskusi, dan tugas-tugas
tertentu, anggota yang diam tidak dapat menghasilkan dinamika negatif karena
dalam kelompok ini anggota kelompok biasanya tidak sensitif terhadap
keheningan.
3) Tahap Transisi (Transition Stage)
Tahap transisi merupakan masa setelah proses pembentukan dan sebelum
masa bekerja (kegiatan), sebelum suatu kelompok maju ke tahap bekerja yaitu
melakukan pekerjaan yang lebih dalam mereka biasanya melewati tahap
transisi yang agak menantang yang ditandai dengan kegelisahan, pertahanan,
perlawanan, perjuangan untuk kontrol dan konflik antar anggota. Selama tahap
transisi adalah tugas anggota untuk memantau pikiran, perasaan, dan tindakan
mereka dan belajar untuk mengekspresikannya secara lisan pemimpin dapat
membantu anggota kelompok untuk mengenali dan menerima keengganan
mereka dan pada saat yang sama mendorong anggota untuk menantang
kecenderungan mereka menuju penghindaran agar anggota dapat maju ke
tingkat eksplorasi yang lebih dalam, mereka harus berbicara tentang kecemasan
dan pertahanan yang mungkin mereka alami di atas semua itu perjuangan
anggota perlu dihormati, dipahami dan dieksplorasi.
Tahap transisi berkaitan dengan masalah kegelisahan, kekuasaan dan
kekuatan, dan kepercayaan antara anggota kelompok merupakan masalah yang
berkaitan dengan interaksi verbal komentar-komentar negatif, penilaian dan
kritik, sering muncul pada tahap ini, saat anggota kelompok menghadapi
masalah kontrol dan sejenisnya, selama masa ini anggota kelompok berfokus
pada masalah isi pesan. Pemimpin kelompok yang memiliki ekspektasi tinggi
yang tidak realitis bagi kelompok dapat menjadi frustasi dengan kurangya
kemajuan dan karenanya kehilangan objektivitas sehingga pada tahap ini dapat
memecahkan kebuntuan itu dan mencairkan suasana.
4) Tahap Kerja (Working Stage)
Tahap kegiatan sering juga disebut sebagai tahap kerja pada tahap ini
merupakan tahap kehidupan yang sebenarnya dari konseling kelompok yaitu
42
kepercayaan.
Kegiatan awal ini membuahkan suasana yang memungkinkan siswa untuk
memasuki kegiatan kelompok, tahap permulaan kelompok secara konseptual
dimulai dari ide konselor dan berakhir setelah ide-ide bam yang lain
diungkapkan dan selanjutnya para anggota kelompok mulai bekeija setelah itu
isu-isu yang lebih produktif dapat dihadapkan secara individual maupun secara
kolektif.
Pada tahap transisi merupakan perpindahan antara tahap pembentukan
dengan tahap kegiatan dimana pada tahap ini konselor atau pemimpin
kelompok sekali lagi hams jeli dalam melihat dan membaca situasi apabila
masih terlihat gejala-gejala penolakan, rasa enggan, salah paham, kurang
bersemangat dalam melaksanakan kegiatan maka konselor atau pemimpin
kelompok tidak boleh bingung apalagi berputus asa. Menghadapi keadaan
seperti diatas konselor atau pemimpin kelompok hendaknya memiliki kepekaan
yang tinggi melalui penghayatan indera dan rasa tugas konselor atau pemimpin
kelompok menghadapi situasi seperti itu mendorong anggota kelompok secara
sukarela membuka diri untuk mengikuti kegiatan kelompok, penampilan
konselor atau pemimpin kelompok menggambarkan sikap yang tulus, wajar,
hormat, hangat dan empati akan sangat membantu mencairkan suasana menuju
tahap kegiatan dan perlu beberapa hal pokok yang sudah dibahas pada tahap
pertama dapat dibahas kembali seperti pengertian, tujuan, dan asas konseling
kelompok.
Tahap kegiatan mempakan tahap inti dari proses konseling kelompok dan
mempakan kehidupan yang sebenamya dari kelompok, tahapan kegiatan selalu
dianggap sebagai tahapan yang selalu produktif dalam perkembangan
konseling kelompok yang bersifat membangun dan dengan pencapaian hasil
yang baik selama tahapan kerja hubungan anggota kelompok lebih bebas dan
lebih menyenangkan hubungan antara anggota kelompok berkembang dengan
baik saling tukar pengalaman, membuka diri secara bebas, saling tanggap dan
tukar pendapat dan saling membantu. Dalam perkembangan konseling
kelompok tahapan kegiatan merupakan kekuatan terapeutik seperti keterbukaan
46
terhadap diri sendiri dan orang lain dan munculnya ide-ide baru yang
membangun apapun yang menjadi tujuan, suatu kelompok yang sehat akan
menampilkan keakraban, keterbukaan, umpan balik, kerja kelompok,
konfrontasi dan humor perilaku- perilaku positif yang dinyatakan dalam
hubungan interpersonal antara anggota akan muncul dalam hubungan sebaya
tahap ini sangat menentukan keberhasilan kegiatan konseling kelompok.
Tahap pengakhiran secara keseluruhan merupakan akhir dari serangkaian
pertemuan kelompok keseluruhan pengalaman yang diperoleh anggota selama
proses kegiatan konseling kelompok ini memerlukan perhatian khusus dari
pemimpin kelompok terutama ketika kelompok hendak dibubarkan,
pembubaran kelompok secara keseluruhan idealnya dilakukan setelah tujuan
kelompok tercapai tetapi ada kalanya terjadi lebih cepat dari yang direncanakan
atau yang disebut pembubaran dini. Sesungguhnya pembubaran kelompok
dalam proses konseling kelompok adalah proses alamiah yang harus disadari
oleh konselor atau pemimpin kelompok dan anggota-anggotanya dan mereka
diharapkan dapat mempersiapkan diri dengan sebaik mungkin untuk
menghadapi pembubaran itu dengan konselor sebagai pemimpin kelompok
membahas kesan dan pesan kepada setiap anggota kelompok kemudian
membahas kegiatan lanjutan dan menyepakati bersama sesama anggota
kelompok.
6) Evaluasi Kerja Konseling Kelompok
Keberhasilan suatu kegiatan adanya suatu evaluasi untuk melihat tingkat
keberhasilan yang dicapai melalui konseling kelompok yang telah
dilaksanakan, evaluasi juga merupakan aspek dasar dari setiap pengalaman
kelompok yang bisa bermanfaat bagi anggota kelompok dan pemimpin
kelompok untuk memberi kesan yang bagus bagaimana masing-masing
anggota kelompok mengalami dan mengevaluasi kelompok tersebut.
Menurut Wibowo (2019: 372-377) menjelaskan bahwa pemimpin
kelompok harus mengembangkan prosedur evaluasi yang relevan dengan jenis
kelompok yang mereka pimpin dan diuraikan dalam proses kelompok yang
melekat dalam kelompok. Evaluasi dalam konseling kelompok dibagi menjadi
47
2 yaitu evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi proses merupakan evaluasi
program yang mengukur proses, yaitu: fungsi program, kekuatan, kelemahan
dan sejauh mana program memenuhi harapan dalam melayani populasi target,
evaluasi proses juga dikenal sebagai evaluasi formatif berguna untuk
pengambilan keputusan program dan perbaikan program. Evaluasi hasil
merupakan evaluasi program yang mengukur hasil, yaitu: efektivitas program
dalam mencapai tujuan yang dimaksudkan penting untuk membangun
hubungan kausal antara program konseling sekolah dan perubahan siswa,
terutama prestasi akademik. Evaluasi hasil juga disebut sebagai evaluasi
sumatif yang berusaha menjawab pertanyaan penting tentang keberhasilan
layanan konseling yang lakukan.
Dari uraian di atas dapat di pahami bahwa evaluasi dalam konseling
kelompok ada dua, yaitu: evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi proses
dilakukan melalui observasi selama penyelenggaraan kegiatan konseling
kelompok berlangsung biasanya dilakukan oleh rekan konselor yang
profesional untuk mengamati proses konseling kelompok tersebut melihat
bagaimana prosesnya berjalan dan hasil dari pengamatan itu nantinya akan
menjadi catatan bagi konselor atau pemimpin kelompok untuk pengembangan
konseling kelompok selanjutnya. Kemudian evaluasi hasil dilakukan melalui
pengisian lembar penilaian segara yang berisi pemahan dan pengalaman yang
diperoleh setiap anggota kelompok, perasaan yang dimiliki anggota kelompok
setelah mengikuti kegiatan konseling kelompok, serta rencana tindakan yang
akan dilakukan setelah konseling kelompok, apakah perlu dilakukan konseling
individu setelah konseling kelompok untuk masalah yang belum bisa
diselesaikan dalam kelompok.
Menurut Mahler (dalam Myrick, 2011: 229) ada beberapa tahapan dalam
pelaksanaan konseling kelompok, diantaranya yaitu:
1) Tahap Involvement (Pembuka)
2) Tahap Transition (Transisi)
3) Tahap Working (Kerja)
48
sesi konseling. Pekcrjaan rumah yang diberikan hams mentukan apa yang klien
akan lakukan seberapa banyak atau seberapa string. dan kapan serta di mana
klien menerapkan self instruksi. Pemimpin kelompok juga harus menyediakan
cara bagi klien untuk memantau dan menghargai dirinya sendiri untuk
penyelesaian pekeijaan rumah. Pemimpin kelompok juga harus menjadwalkan
upaya tindak lanjut tugas pekerjaan rumah.
Langkah-langkah intervensi yang dilakukan oleh Meichenbaum (dalam
Martin & Pear, 2003) menggunakan teknik self-instruction diantaranya yaitu: 1)
Identifikasi keyakinan diri yang negatif, 2) Pembelajaran positive self-talk untuk
melawan negative self-statement, 3) Pembelajaran teknik self-instruction untuk
melakukan langkah-langkah perilaku yang akan dilakukan, 4) Menentukan self-
reinforcement apabila berhasil mengatasi situasi
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, maka peneliti akan
mengaplikasikan prosedur penerapan teknik self-instruction dalam konseling
kelompok seperti yang dikemukakan oleh Cormier (2009).
2.2.6 A
2.2.7
2.3 Ff
2.4 dd
60
Hipotesis Penelitian
Menurut Sugiyono (2013: 59) hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap
rumusan masalah yang didasarkan atas teori yang relevan. Berdasarkan hal
tersebut, maka hipotesis dalam penelitian ini yaitu: “Ada Pengaruh Layanan
Bimbingan Kelompok dengan Teknik Modeling terhadap Perencanaan Karir
Siswa Kelas X SMA Negeri Pecangaan Jepara Tahun Pelajaran 2016/2017.”
Kerangka Berpikir
TEKNIK THOUGHT
STOPPING
Teknik yang digunakan untuk
mengubah dan menghentikan
pikiran negatif atau keyakinan
yang irasional yang dimiliki
oleh konseli dengan
membantunya menyusun
kembali pikiran negatif atau
keyakinan yang irasional
menjadi pikiran yang positif
atau keyakinan yang rasional.
62
DAFTAR PUSTAKA
63
https://doi.org/10.25273/counsellia.v6i1.456
Fadhli, T., & Siregar, I. K. (2020). Mengatasi Kecamasan Diri Terhadap Isu Virus
Corona-19: Efektivitas Pendekatan Solution Focused Brief Counseling
dengan Teknik Thought Stoping. Jurnal Kajian Konseling Dan Pendidikan,
3(1), 1–9.
Failasufah, F. (2016). EFEKTIVITAS KONSELING KELOMPOK REALITA
UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA (Studi
Eksperimen pada Siswa MAN Yogyakarta III). Hisbah: Jurnal Bimbingan
Konseling Dan Dakwah Islam, 13(1), 18–40.
https://doi.org/10.14421/hisbah.2016.131-02
Fauziah, H. (2015). Fakor-Faktor yang Mempengaruhi Prokrastinasi Akademik
pada Mahasiswa Fakultas Psikologi UIN SGD Bandung (Hana Hanifah
Fauziah). Journal.Uinsgd.Ac.Id, 2(105).
Febriani, R., Suarni, W. O., & Aspin. (2017). Konseling Kelompok Behavioral
dengan Teknik Asertif untuk Mengatasi Perilaku Prokrastinasi Akademik
Siswa di MTs Negeri 1 Kendari. 1(2), 74–85.
Gading, I. K. (2020). Group counseling with the gestalt technique to reduce
academic procrastination. International Journal of Emerging Technologies
in Learning, 15(14), 262–268. https://doi.org/10.3991/ijet.v15i14.14465
Grunschel, C., Patrzek, J., & Fries, S. (2013). Exploring reasons and
consequences of academic procrastination: An interview study. European
Journal of Psychology of Education, 28(3), 841–861.
https://doi.org/10.1007/s10212-012-0143-4
Gustanti, I., & Wibowo, M. E. (2019). CBT Group Counseling with Stress
Inoculation Training and Thought-Stopping Techniques to Improve Students
’ Academic Hardiness. Jurnal Bimbingan Konseling, 8(2), 156–162.
Haris, A., Dahliana, & A’yuna, Q. (2018). Efektifitas Layanan Konseling
Kelompok dalam Mereduksi Perilaku Prokrastinasi Siswa di SMAN 1 Ingin
Jaya. 3(September), 84–92.
Indra, S., Yusuf, A., & Jamna, J. (2016). Efektivitas Team Assisted
Individualization Untuk Mengurangi Prokrastinasi Akademik. JURNAL
65
https://doi.org/10.12738/jestp.2020.3.003
69
Dewi, Nadia dkk. 2016. Perilaku Bullying yang Terjadi di SD Negeri Unggul
Lampeuneurut Aceh Besar. Jurnal Ilmiah Pendidikan Guru Sekolah Dasar
FKIP Unsyiah. Vol. 1, No. 2: 37-45
Sholikhah, Linda Dwi dkk. 2017. Model Konseling Kelompok dengan Teknik
Penguatan Positif untuk Mereduksi Prokrastinasi Akademik Siswa. Jurnal
Bimbingan Konseling. Vol. 6, No 1: 62-67
Wahyuni, Wilujeng Dwi & Muhari. 2014. Penerapan Konseling Kelompok
Realita Untuk Mengurangi Perilaku Prokrastinasi Akademik Siswa Kelas
VIII C SMP Negeri 20 Surabaya. Jurnal BK UNESA. Vol. 04, No. 03: 1-
10
Febriani, Ridha dkk. 2017. Konseling Kelompok Behavioral dengan Teknik
Asertif untuk Mengatasi Perilaku Prokrastinasi Akademik Siswa di MTs
Negeri 1 Kendari. Jurnal BENING. Vol. 1, No. 2: 86-101
Indra, Syaiful dkk. 2015. Efektivitas Team Assisted Individualization untuk
Mengurangi Prokrastinasi Akademik. Jurnal Edukasi. Vol. 1, Nomor. 2:
175-189
Putro, Hijrah Eko & Sugiharto, DYP. 2016. Model Konseling Kelompok Teknik
Self Regulated Learning untuk Mengurangi Prokrastinasi Akademik
Siswa. Jurnal Bimbingan Konseling. Vol. 5, No. 1: 15-22
Kartadinata, Iven & Tjundjing, Sia. 2008. I Love You Tomorrow: Prokrastinasi
Akademik dan Manajemen Waktu. ANIMA Indonesian Psychological
Journal. Vol. 23, No. 2: 109-119
Junita, Eka Dya dkk. 2014. Upaya Mengurangi Prokrastinasi Akademik melalui
Layanan Penguasaan Konten. Indonesian Journal of Guidance and
Counseling: Theory and Application. Vol. 3, No. 1: 17-23
Sugiyono. 2013. Cara Mudah Menyusun Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Bandung:
Alfabeta.
70
Solomon & Rothblum (1984: 509) Baru-baru ini beberapa ahli telah mulai
menggunakan intervensi untuk penundaan yang menggabungkan strategi
DAFTAR PUSTAKA
Abdillah, F., & Fitriana, S. (2021). Penerapan Konseling Cognitive Behaviour
dengan Teknik Self Management untuk Mengatasi Prokrastinasi Akademik
pada Mahasiswa. Sultan Agung Fundamental Research Journal, 2(1), 11–24.
Ami, D., & Yuniantaq, T. N. H. (2020). Profil Karakter Prokrastinasi Akademik
Pada Siswa SMP Dalam Pembelajaran Matematika. Jurnal Cendekia :
71