OLEH
NIM 1813041053
SINGARAJA
2022
BAB I
PENDAHULUAN
KAJIAN PUSTAKA
2.1.5 Ergonomi
1. Pengertian Ergonomi
Ergonomi merupakan istilah dari bahasa Yunani yaitu ergon (kerja)
dan nomos (aturan). Definisi ergonomi merupakan teknologi, ilmu, dan seni
untuk menyerasikan alat, kemampuan pada lingkungan dan cara kerja,
kemampuan dan batasan manusia sehingga diperoleh kondisi kerja dan
lingkungan yang sehat, aman, nyaman, dan efisien sehingga tercapai
produktivitas kerja yang setinggi-tingginya. Ergonomi sangat di dalam suatu
kegiatan yang melibatkan manusia di dalamnya dengan memperhitungkan
kemampuan dan tuntutan tugas. Dampak negatif dari pemanfaatan ilmu
pengetahuan dan teknologi dapat ditekan dengan penerapan ergonomi, karena
dengan menerapkan ergonomi dapat menghindari dan menekan berbagai
penyakit akibat kerja, kesalahan unsur manusia, kecelakaan, ketidakpuasan
kerja, pencemaran dan keracunan (Sutajaya, 2018).
2. Manfaat Ergonomi dalam Pembelajaran
Pemanfaatan prinsip-prinsip ergonomi dalam mendesain suatu prosuk
membuat produk tersebut menjadi lebih sesuai dengan pemakai (user
friendly), memuaskan, nyaman, dan aman. Banyak sekolah yang belum
menerapkan prinsip-prinsip ergonomi secara optimal dalam mendesain ruang
belajar dengan sarana pendukungnya. Misalnya penempatan papan tulis,
penggunaan lampu penerang, pembuatan tulisan pada power point,
penampilan tulisan pada LCD, ukuran tempat duduk, meja belajar, dan lai-
lain (Sutajaya, 2013).
Peserta didik merupakan insan yang mempunyai kemampuan dan
keterbatasan tertentu yang dapat dijadikan sebagai parameter fisiologis yang
berkaitan dengan faktor psikologis seperti malas, bosan, emosi, konsentrasi,
dan kemampuan otot. Berdasarkan uraian tersebut maka perlu diterapkan
prinsip-prinsip ergonomi dalam proses pembelajaran untuk meminimalkan
kelelahan, keluhan muskuloskeletal, dan kebosanan sehingga kualitas proses
pembelajaran dapat ditingkantkan (Sutajaya, 2019).
Instrumental input :
a. Meja belajar
b. Tempat duduk
Raw input :
Karakteristik peserta
didik
Process : Output :
a. Umur
b. Berat badan Menerapkan 1. Keluhan
c. Tinggi badan Workplace Stretching muskuloskeletal
d. Jenis kelamin
Exercise dalam 2. Stres akademik
e. Kesehatan
pembelajaran 3. Hasil belajar
f. IMT
g. Antropometri peserta
didik
Enviromental input :
a. Suhu
b. Kelembaban
c. Intensitas Cahaya
d. Kebisingan
e. Sirkulasi udara
Keterangan :
: Diteliti
: Dikontrol
METODE PENELITIAN
P---Rs---S---O1---(PI)---O2---WOP/Adaptasi--O3---(PII)---O4
Keterangan:
P : Populasi
Rs : Random sampling
S : Sampel
O1 & O3 : Pendataan sebelum pembelajaran
O2 & O4 : Pendataan setelah pembelajaran
WOP : Washing Out Periods/Adaptasi yang dilakukan
selama 3 hari
(PI) : Perlakuan tanpa Workplace Stretching Exercise
pada Periode I
(PII) : Perlakuan berupa Workplace Stretching Exercise
pada Periode II
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
( )
( Zα + Zβ ) . SD 2
μ 1−μ 2
x f (a . β)
Keterangan:
µ1 : rerata sebelum (data hasil pendahuluan)
µ2 : rerata sesudah (prediksi perubahan 20% dari µ1)
SD : standar deviasi atau simpang baku dari µ1
Zα : 1,64 (taraf signifikasnsi 5%)
Zβ : 1,282 (power of test minimal 90%)
f(α, β) : α = 0,05 dan β = 90% → 13
Perhitungan keluhan muskuloskeletal
µ1 : 33,09
SD : 2,927
( )
( Zα + Zβ ) . SD 2
μ 1−μ 2
x f (a . β)
( ( 1,64+1,282 ) .2,927 2
33,09−26,47
x 13)
( 2,922 .2,927 2
6,62 )
x 13
( )
2
8,55
x 13
6,62
µ1 : 63,85
µ2 : 63,85 – 12,77 = 51,08
SD : 2,287
( )
( Zα + Zβ ) . SD 2
μ 1−μ 2
x f (a . β)
( ( 1,64+1,282 ) .2,287 2
63,85−51,08 )
x 13
( ( 1,64+1,282 ) .2,287 2
63,85−51,08 )
x 13
( 2,922 .2,287 2
12,77 )
x 13
( 6,68 2
12,77 )x 13
µ1 : 70,74
SD: 3,152
( )
( Zα + Zβ ) . SD 2
μ 1−μ 2
x f (a . β)
( ( 1,64+1,282 ) .3,152 2
70,74−84,89 )
x 13
( ( 1,64+1,282 ) .3,152 2
70,74−84,89 )
x 13
( 2,922 .3,152 2
−14,15 )
x 13
( )
2
9,21
x 13
−14,15
Variabel µ1 µ2 SB n
Variabel kontrol:
Kondisi subjek (umur, berat badan, dan tinggi badan)
Kondisi lingkungan di tempat kerja (suhu, kelembaban relatif,
intensitas pencahayaan, kecepatan angin, dan kebisingan)
BAB IV
Variabel Rerata SB
Umur (th) 15,65 0,63
Tinggi Badan (cm) 158,62 7,90
Berat Badan (kg) 49,54 8,22
IMT (kg/m2) 19,63 2,49
Berdasarkan hasil analisis data pada Tabel 4.1 dapat dijelaskan bahwa rerata
umur peserta didik adalah 15,65 dengan simpang baku 0,65. Rerata tinggi badan
adalah 158,62 dengan simpang baku 7,90. Rerata berat badan adalah 49,54 dengan
simpang baku 8,22. Rerata IMT adalah 19,63 dengan simpang baku 2,49. Dihat
dari rerata tinggi badan dan berat badan dapat dinyatakan bahwa Indeks Masa
Tubuh (IMT) peserta didik termasuk dalam rentangan ideal dengan umur yang
masih remaja.
Hasil analisis data antropometri peserta didik pada posisi duduk dapat
dilihat pada Tabel 4.2
Tabel 4.2 Hasil Analisis Data Antopometri Peserta Didik Posisi Duduk
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 4.2 yaitu hasil analisis data
antropometri peserta didik, data dianalisis dengan persentil 5, 50, dan 95 yang
digunakan sebagai acuan dalam menentukan kesesuaian antara peserta didik
dengan meja dan tempat duduk. Hasil analisis data antropometri peserta didik
pada posisi duduk dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Data tinggi duduk pada posisi duduk persentil 5 adalah 70,70 cm,
digunakan untuk mendesain ukuran tinggi sandaran kepala peserta didik
pada posisi duduk.
2. Data tinggi mata pada posisi duduk pada persentil 5 adalah 60,72 cm,
digunakan untuk mendesain ukuran tinggi papan tulis dan berbagai
informasi yang dapat dilihat peserta di sekitar ruang kelas dari meja dan
tempat duduknya.
3. Data tinggi bahu pada posisi pada persentil 5 adalah 41,35 cm, digunakan
untuk mendesain ukuran sandaran tempat duduk peserta didik.
4. Data tinggi siku pada persentil 5 adalah 19,87 cm, digunakan untuk
mendesain ukuran tinggi sandaran peserta didik.
5. Jarak Buttock-Poplitea pada persentil 5 adalah 35,67 cm, digunakan untuk
mendesain lebar tempat duduk peserta didik pada proses pembelajaran.
6. Tinggi Poplitea pada persentil 5 adalah 34,10 cm, digunakan untuk
mendesain tinggi tempat duduk peserta didik pada proses pembelajaran.
7. Jangkauan ke samping pada persentil 5 adalah 53,18 cm, digunakan untuk
menentukan jarak penempatan buku tulis maupun buku ajar di samping
tubuh peserta didik.
8. Jangkauan ke depan pada persentil 5 adalah 50,28 cm, digunakan untuk
menentukan jarak penempatan buku tulis maupun buku ajar di depan
tubuh peserta didik pada proses pembelajaran.
Tabel 4.3 Hasil Analisis Deskriptif Data Kondisi Lingkungan di Ruang Kelas
Variabel Rerata SB
Suhu (oC) 29,50 2,39
Kelembaban (%) 75,25 8,81
Intensitas Cahaya (lux) 228,10 12,90
Sirkulasi Udara (m/dt) 0,21 0,017
Kebisingan Db (A) 66,17 5,12
Berdasarkan Tabel 4.3 dapat dijelaskan bahwa rerata suhu adalah 29,50oC
dengan simpang baku 2,39oC , Rerata suhu tersebut ternyata lebih tinggi 1,50oC
dari suhu nyaman untuk orang Indonesia yaitu antara 18 s.d. 28oC. Rerata
kelembaban adalah 75,25% dengan simpang baku 8,81%, nilai tersebut sudah
berada pada kondisi nyaman karena berada pada rentangan 70 s.d. 80%. Rerata
intensitas cahaya adalah 228,10 lux dengan simpang baku 12,90 lux, nilai tersebut
menunjukkan bahwa sudah berada pada kondisi nyaman karena berada pada
rentangan 200 s.d. 500 lux. Rerata sirkulasi udara adalah 0,21 m/dt dengan
simpang baku 0,017 m/dt, nilai tersebut lebih tinggi sebesar 0,01 m/dt dari
rentangan nilai sirkulasi dara yang ideal yaitu 0,1 s.d. 0,2 m/dt. Rerata kebisingan
adalah 66,17 Db(A) dengan simpang baku 5,12 Db(A), nilai kebisingan tersebut
ternyata lebih tinggi sebesar 16,17 DB(A) dibandingkan dengan nilai kebisingan
yang diperbolehkan untuk kegiatan pembelajaran yaitu ≤50 Db(A).
Tabel 4.4 Hasil Analisis Deskriptif Data Keluhan Muskuloskeletal dan Stres
Akademik (n=26)
Berdasarkan hasil analisis data pada Tabel 4.4 dapat dijelaskan bahwa
rerata keluhan muskuloskeletal sebelum pembelajaran pada Periode I adalah 33,73
(keluhan muskuloskeletal dalam kategori sedang) dengan simpang baku 2,84 dan
rerata keluhan muskuloskeletal sebelum pembelajaran pada Periode II adalah
31,86 (keluhan muskuloskeletal dalam kategori sedang) dengan simpangan baku
2,35 (berbeda 5,54%). Rerata keluhan muskuloskeletal sesudah pembelajaran
pada Periode I adalah 66,67 (keluhan muskuloskeletal dalam kategori berat)
dengan simpangan baku 4,58 dan rerata keluhan muskuloskeletal sesudah
pembelajaran pada Periode II adalah 38,45 (keluhan muskuloskeletal dalam
kategori sedang) dengan simpangan baku 2,98 (berbeda 42,33%). Rerata selisih
keluhan muskuloskeletal pada Periode I adalah 32,94 dengan simpangan baku
5,31 dan rerata selisih keluhan muskuloskeletal pada Periode II adalah 6,59
dengan simpangan baku 3,10 (berbeda 79,99%).
Hasil analisis deskriptif data hasil belajar peserta didik dapat dilihat pada
Tabel 4.5
Tabel 4.5 Hasil Analisis Deskriptif Data Hasil Belajar Peserta Didik (n=26)
Variabel Rerata SB
Hasil Belajar PI 56,15 13,29
Hasil Belajar PII 80,19 5,91
Berdasarkan hasil analisis data pada Tabel 4.5 dapat dijelaskan bawa
rerata hasil belajar peserta didik pada Periode I adalah 56,15 dengan simpang
baku 13,29 sedangkan rerata hasil belajar peserta didik pada Periode II adalah
80,19 dengan simpang baku 5,91. Rerata hasil belajar peserta didik pada Periode I
dapat dikategorikan rendah karena berada di bawah nilai Kriteria Ketuntasan
Minimum (KKM) yaitu 76, sedangkan rerata hasil belajar peserta didik pada
Periode II sudah berada di atas Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM).
Hasil pengujian asumsi dengan uji normalitas dapat dilihat pada Tabel 4.6
Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas Data Keluhan Muskuloskeletal dan Stres
Akademik serta Hasil Belajar Periode I dan Periode II pada Peserta Didik
(n=26)
Berdasarkan hasil analisis data pada Tabel 4.6 dapat dinyatakan bahwa
data keluhan muskuloskeletal pada Periode I (sebelum pembelajaran) dengan nilai
p=0,200 (p>0,05) berarti data berdistribusi normal. Data keluhan musculoskeletal
pada Periode I (sesudah pembelajaran) dengan nilai p=0,200 (p>0,05) berarti data
berdistribusi normal. Data selisih keluhan musculoskeletal pada Periode I dengan
nilai p=0,200 (p>0,05) berarti data berdistribusi normal. Data keluhan
musculoskeletal pada Periode II (sebelum pembelajaran) dengan nilai p=0,051
(p>0,05) berarti data berdistribusi normal. Data keluhan musculoskeletal pada
Periode II (sesudah pembelajaran) dengan nilai p=0,148 (p>0,05) berarti data
berdistribusi normal. Data selisih keluhan musculoskeletal pada Periode II dengan
nilai p=0,200 (p>0,05) berarti data berdistribusi normal.
Berdasarkan hasil analisis data stres akademik dapat dijelaskan bahwa data
stres akademik pada Periode I (sebelum pembelajaran) dengan nilai p=0,008
(p<0,05) berarti data tidak berdistribusi normal. Data stress akademik pada
Periode I (sesudah pembelajaran) dengan nilai p=0,200 (p>0,05) berarti data
berdistribusi normal. Data selisih stress akademik pada Periode I dengan nilai
p=0,151 (p> 0,05) berarti data berdistribusi normal. Data stress akademik pada
Periode II (sebelum pembelajaran) dengan nilai p=0,200 (p>0,05) berarti data
berdistribusi normal. Data stress akademik pada Periode II (sesudah
pembelajaran) dengan nilai p=0,200 (p>0,05) berarti data berdistribusi normal.
Data selisih stress akademik pada Periode II dengan nilai p=0,200 (p>0,05) berarti
data berdistribusi normal.
Berdasarkan hasil analisis data hasil belajar peserta didik dapat dijelaskan
bahwa data hasil belajar peserta didik pada Periode I dengan nilai p=0,200
(p>0,05) berarti data berdistribusi normal. Data hasil belajar peserta didik pada
Periode II dengan nilai p=0,000 (p<0,05) berarti data tidak berdistribusi normal.
Data yang berdistribusi normal dilanjutkan dengan uji parametric berupa uji t
paired dengan taraf signifikansi 5%, sedangkan data yang tidak berdistribusi
normal dilanjutkan dengan uji non parametric berupa uji wilcoxon dengan taraf
signifikansi 5%.
Pada pengujian prasyarat diperoleh data yang berdistribusi normal dan tidak
normal. Data yang berdistribusi normal dilanjutkan dengan uji parametric berupa
uji t paired dengan taraf signifikansi 5%, sedangkan data yang tidak berdistribusi
normal dilanjutkan dengan uji non parametric berupa uji wilcoxon dengan taraf
signifikansi 5%. Hasil uji hipotesis dapat dilihat pada Tabel 4.7 dan Tabel 4.8
Rerata stres akademik peserta didik sebelum pembelajaran antara Periode I dan
Periode II tidak berbeda bermakna dengan nilai p=0,932 (p>0,05). Ini berarti
kondisi awal peserta didik dilihat dari skor stres akademik pada Periode I dan
Periode II sama atau sudah komparabel sehingga yang digunakan untuk
menentukan perubahan stres akademik adalah berdasarkan data stres akademik
sesudah pembelajaran. Sedangkan stres akademik peserta didik sesudah
pembelajaran pada Periode I dan Periode II berbeda bermakna yang ditunjukkan
oleh nilai p=0,000 (p<0,05). Dengan demikian skor stres akadmeik peserta didik
sesudah pembelajaran antara Periode I (tanpa workplace stretching exercise)
dengan Periode II (dengan workplace stretching exercise) adalah berbeda
bermakna, Hal ini berarti H1 diterima (ada perbedaan bermakna antara kebosanan
pada Periode I dan Periode II). Hasil analisis ini membuktikan bahwa dengan
menerapkan workplace stretching exercise dapat menurunnkan stres akademik
peserta didik sebesar 31,66% secara signifikan (p<0,05).
Tabel 4.9 Hasil Uji Regresi Data Keluhan Muskuloskeletal, dan Stres
Akademik terhadap Hasil Belajar Peserta Didik (n=26)
Berdasarkan hasil uji regresi pada Tabel 4.9 dapat dijelaskan bahwa data
keluhan muskuloskeletal terhadap hasil belajar peserta didik dengan nilai R2
adalah 0,004 dan nilai p=0,763 (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa keluhan
musculoskeletal tidak berkontribusi terhadap hasil belajar karena kontribusinya
hanya sebesar 0,4 % dengan nilai p=0,770 (p>0,05). Hasil uji regresi data stres
akademik terhadap hasil belajar dengan nilai R2 adalah 0,017 dan nilai p=0,522
(p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa stres akademik tidak berkontribusi terhadap
hasil belajar karena kontribusinya hanya sebesar 1,7 % dengan nilai p=0,522
(p>0,05).
Berdasarkan hasil uji Wilcoxon pada Tabel 4.8 menunjukkan bahwa rerata
stress akademik sebelum pembelajaran pada Periode I adalah 36,23 sedangkan
pada Periode II adalah 36,14, nilai tersebut termasuk ke dalam kategori stress
sedang. Hasil uji Wilcoxon sebelum pembelajaran pada Periode I tidak berbeda
bermakna dengan nilai p=0,932 (p>0,05) sehingga kondisi awal peserta didik
sebelum pembelajaran pada kedua periode tersebut sudah komparabel. Dengan
demikian dapat dinyatakakn bahwa kondisi peserta didik diliihat dari tingkat
stress akademik sebelum pembelajaran adalah sama.
Adapun tinjauan fisiologis dari kondisi stres yaitu suatu kondisi yang
merupakan dampak dari peningkatan hormon epinefrin dan kortisol. Hormon
epinefrin dapat mempengaruhi sistem saraf simpatis, yang dapat menimbulkan
berbagai masalah seperti meningkatkan tekanan darah, meningkatkan konsentrasi
glukosa dalam darah, meningkatkan ketegangan otot, dan meningkatkan aktivitas
mental. Peningkatan hormon kortisol memiliki dampak buruk bagi kekebalan
tubuh, karena kortisol menekan peredaran darah sel T dan sel B yang berfungsi
melindungi tubuh dari bakteri, virus dan infeksi yang dapat menimbulkan
penyakit. Seseorang yang memiliki tingkat stres yang tinggi berpengaruh terhadap
menurunnya kebugaran jasmani. Dengan melakukan aktivitas fisik yang terukur,
teratur dan terprogram mampu mengurangi peningkatan hormon-hormon pencetus
stres (Alamsyah, 2017). Dalam menjalani hidup dan kehidupan ini tidak bisa
terlepas dari kondisi yang menegangkan. Hal serupa juga dialami oleh para
pebelajar saat menghadapi ujian atau pembelajaran yang cukup menguras pikiran
dan tenaga. Stres yang berlebihan menyebabkan dilepaskannya kelompok hormon
nonadrenalin. Ini bermanfaat selama masih dalam batas normal, jika sudah
berlebihan akan mengakibatkan tekanan darah meningkat yang tentunya membuat
sirkulasi darah terhambat. Itu berarti suplai darah ke otak akan berkurang.
Akibatnya, nutrisi otak dan oksigenasinya berkurang yang mengakibatkan
munculnya kelelahan otak yang ditandai dengan susah berpikir, konsentrasi
berkurang, kelelitian menurun, kecermatan berkurang dan akhirnya menimbulkan
kebosanan (Sutajaya, 2019).
PENUTUP
5.1 Simpulan
Bertolak dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikaji
berdasarkan penelitian yang relevan dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Penerapan worklplace stretching exercise menurunkan keluhan
muskuloskeletal secara bermakna pada peserta didik sebesar 42,33%.
2. Penerapan worklplace stretching exercise menurunkan keluhan
muskuloskeletal secara bermakna pada peserta didik sebesar 31,6%.
3. Keluhan muskuloskeletal tidak berkontribusi terhadap hasil belajar
kognitif peserta didik, karena kontribusinya hanya 0,4%.
4. Stres akademik tidak berkontribusi terhadap hasil belajar kognitif
peserta didik, karena kontribusinya hanya 1,7%.
5.2 Saran
Saran yang tampaknya penting untuk disampaikan pada penelitian ini
adalah sebagai berikut.
1. Kepada peserta didik disarankan agar tetap memerhatikan kesehatan
dan keselamatan saat belajar dengan cara menerapkan prinsip-prinsip
ergonomi dalam melakukan proses pembelajaran.
2. Pembelajaran dengan melakukan workplace stretching exercise
hendaknya mulai diterapkan karena sudah terbukti dapat menurunkan
keluhan muskuloskeletal dan stres peserta didik.
3. Kepada pengelola sekolah disarankan agar memberikan sosialisasi dan
latihan workplace stretching exercise terhadap pengajar, sehingga
setiap pengajar diharapkan dapat memberikan kegiatan peregangan di
sela-sela pembelajaran.
4. Kepada dinas terkait disarankan untuk menerapkan hasil penelitian ini
di sekolah lain yang memiliki kondisi serupa.
DAFTAR RUJUKAN