Muhammadnurikhsan01@gmail.com
Pendahuluan
1
Ahlu sunnah wal jama’ah
2
Salah satu aliran teologi dalam islam yang dapat dikelompokkan
sebagai kaum rasionalis islam, kompassiana.com
dilanjutkan pada pemerintahan dua khalifah setelahnya.
Orang-orang yang teguh memegang tradisi, khususnya
Ahmad bin Hanbal disiksa bahkan lebih dari itu, orang-
orang yang tidak memahami dogmatis Mu’tazilah yang
cerdas atau menolak menerima mereka dan kadang-
kadang sebagian besar dianggap kafir. Serangan
Mu’tazilah terhadap para fuqaha dan muhadisin semakin
gencar. Tak seorangpun pakar fiqh yang populer dan
pakar hadits yang mashur luput dari gempuran mereka.
Serangan dalam bentuk pemikiran disertai dengan
penyiksaan fisik oleh penguasa dalam bentuk suasana al-
mihnah (inkuisisi), yang dalam sejarah islam
dikategorikan sebagai fitnah ke dua (setelah fitnah
pertama dalam perang Jamal dan Siffin). Banyak tokoh
dan ulama yang menjadi panutan umat menjadi korban
gerakan mihnah, mulai dari penyiksaan fisik,
pemenjaraan, bahkan sampai pada hukuman mati.
Sebagai akibat dari hal itu, timbul kebencian
masyarakat terhadap mu’tazilah dan berkembang
menjadi permusuhan. Masyarakat tidak senang dengan
hasutanhasutan mereka untuk melakukan mihnah
(inkuisisi) terhadap setiap imam dan ahli hadits yang
bertaqwa. Isu sentral yang menjadi topic mihnah waktu
itu adalah tentang “Al-quran sebagai makhluk bukan
kalamullah yang qadim”.
Kedua, Selain faktor politik, latar belakang
munculnya Asy’ariyah juga dipengaruhi oleh kamu
Mu’tazilah (yang mulai redup dan cenderung di
tinggalkan oleh masyarakat) juga tidak banyak
berpegang teguh pada al-Sunnah atau al-Hadits, ini
bukan lantaran mereka tidak percaya pada hadits Nabi
dan kata-kata para sahabat, akan tetapi mereka ragu
dengan originalitas sunah, sehingga mereka dipandang
sebagai golongan yang tidak berpegang teguh pada
sunnah. Kelemahan mu’tazilah pada sisi ini kemudian
dimanfaatkan oleh kalangan Asy’ariyah dengan
terangterangan mengusung sunah dan tradisi sahabat
hingga menyebabkan term Ahlu Sunnah wal Jamaah.
Seperti melekat pada aliran Asy’ariyah dan ini tentunya
memunculkan dukungan dari masyarakat.
Ketiga, Imam Abu Hasan al-Asy’ari yang dulunya
penganut dan kampiun Mu’tazilah pada akhirnya
meninggalkan ajaran Mu’tazilah dan mendirikan aliran
baru yang dinisbahkan pada namanya, yaitu al-
Asy’ariyah. Menurut al-Subki dan AlAsakir, seperti
dikutip Harun Nasution, bahwa Abu Hasan al-Asy’ari
bermimpi bertemu Nabi Muhammad SAW dan dalam
mimpinya baginda Rasulullah mengatakan padanya
untuk meninggalkan paham mu’tazilah dan membela
sunahnya.
Mengenal Asy’ariyah
Paham Asy’ariyah
a. Sifat Tuhan
Mengenai sifat Tuhan, Mu’tazilah menyatakan
bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat. Sebab jika Tuhan
mempunyai sifat, mestilah sifat itu jga kekal seperti Tuhan.
Berbeda halnya dengan Asy’ariyah yang mengemukakan
bahwa Tuhan mempunyai sifat yang menjadi bukti adanya
(wujud) Allah. Sifat-sifat tersebut adalah hidup (hayat),
berkuasa (qudrah), mengetahui (‘ilm), berkehendak (iradah),
melihat (bashar), mendengar (sami’), berbicara (kalam).
Akan tetapi dalam pandangannya, sifat Tuhan bukan esensi
Tuhan itu sendiri, sifat Tuhan dan zat Tuhan adalah dua hal
yang berbeda tetapi satu. Sifat-sifat tersebut lain dari zat-Nya
atau berada diluar zat-Nya dan bukan zat Tuhan itu sendiri.
Oleh karena itu, Tuhan mengetahui bukan dengan zat-Nya
karena jika demikian berarti Allah adalah pengetahuan itu
sendiri seperti mu’tazilah, melainkan mengetahui dengan
pengetahuan-Nya. Demikian pula dengan sifat-sifat lainnya.
d. Perbuatan Manusia
g. Kebaruan Alam
Bagi Asy’ari, alam ini adalah sesuatu yang baru. Tidak ada
yang qadim selain Tuhan. Hal ini didasarkan pada kenyataan
bahwa terjadi banyak perbedaan antara berbagai benda dan
bahwa benda-benda tersebut selalu mengalami perubahan,
yang inilah yang menjadi bukti kebaruan alam.17
h. Dosa Besar
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA