Anda di halaman 1dari 4

MENENGOK PERPUSTAKAAN DI SINGAPURA

Desli Yenita

Pernah dengar istilah LAM atau GLAM? Jika belum, LAM adalah singkatan dari library,
Archive and Museum sedangkan GLAM adalah Gallery, Library, Archive, and Museum. Kita bisa
sebut sebagai perpustakaan, arsip, museum dan galeri. Di beberapa perpustakaan di dunia sudah
mulai mengintegrasikan perpustakaan, arsip dan museum bahkan dengan galeri. Sehingga jika kita
ingin mencari informasi bisa ditemukan dalam satu portal digital pencarian saja.

Tak tertinggal dengan negara lain, di Indonesia sendiri, perpustakaan digital sudah mulai
berkembang pada tahun 1992. Namun, Perpustakaan digital tercanggih pertama di Indonesia
diakui muncul tahun 2014. Perpustakaan digital ini berlokasi di Masjid Agung Madani Islamic
Center, Riau.

Sistem perpustakaan digital ini terhubung dengan lima benua, dan berisikan konten dari
Al-Azhar Kairo, Mesir dan perpustakaan lainnya. Koleksi yang disajikan memuat terdiri dari
berbagai seluruh disiplin ilmu seperti politik, ekonomi kedokteran, filsafat, fiqih dan lainnya,
sedangkan aplikasi perpustakaan digital pertama di Indonesia baru diresmikan pada tahun 2015
bernama iJakarta.

Meskipun dunia digital baik itu di perpustakaan ataupun di bidang lainnya sudah
berkembang sejak puluhan tahun lalu, namun tidak sedikit masyarakat yang merasa awam dalam
menggunakannya. Terbukti pada sedikitnya interaksi pengguna umum. Akses perpustakaan digital
terlihat banyak digunakan oleh para akademisi di perpustakaan perguruan tinggi saja untuk
memenuhi kebutuhan pendidikan dan riset. Konten- konten yang diakses pada umumnya adalah
jurnal, makalah, tesis dan disertasi.

Dewan Perpustakaan Nasional Singapura

National Library Board atau yang lebih akrab disebut dengan Dewan Perpustakaan
Nasional Singapura, telah dirintis sejak tahun 1960. Namun, baru pada tahun 1995, memiliki
kekuatan hukum. Dr. Christopher Chia merupakan Kepala Eksekutif yang pertama yang memiliki
kemampuan dalam bidang teknologi informasi sehingga perpustakaan berubah dari layanan
manual menjadi layanan yang terautomasi.

NLB mengintegrasikan perpustakaan, arsip dan museum. Fokus utama NLB adalah
melayani penggunanya dimanapun dan kapanpun. Sejak tahun 1995 muncullah sejumlah
perwakilan NLB ini di mal-mal atau pusat pembelajaan. Saat ini, lebih dari separuh perpustakaan
NLB berada di pusat perbelanjaan atau bekerja sama dengan lembaga lain.
Gambar 1. Gedung NLB, https://intrasys.com.sg/

Sejak awal tahun 2000-an, NLB mulai mengarah kepada perpustakaan digital dengan
menyediakan konten digital disitus web nya. Infopedia Singapura, yang pada awalnya hanya
diakses rata-rata 400 halaman kunjungan setiap bulan, mampu ditingkatkan menjadi 100.000
pertahun. Bahkan pada saat ini, akses terhadap infopedia Singapura mencapai 200.000 dalam
sebulan. NLB memutuskan bahwa seluruh layanan konten digitalnya dikemas ulang sedemikian
rupa sehingga mesin pencari di Internet dapat mengindeks kontennya yang memudahkan pengguna
dalam menemukan kontennya dari mana saja, kapan saja.

NLB juga bekerjasama dengan penerbit surat kabar utama di Singapura untuk memberikan
hak akses ke NLB dan untuk mendigitalkan semua koleksi arsip koran yang dimiliki. Penerbit juga
menyediakan hak akses jarak jauh kepada para pengguna. Surat kabar yang bisa diakses
merupakan terbitan sejak awal tahun 1800-an sampai 1989, akses penuh teks lengkap, dari mana
saja di dunia.

Warga negara Singapura yang notabennya merupakan campuran beragam etnis membuat
NLB juga mendigitalkan surat kabar dalam empat bahasa resmi, yaitu bahasa Inggris, Melayu,
Cina dan Tamil. Tersedia lebih dari 20 juta artikel surat kabar untuk diakses. Sejak 2011, dimana
peningkatan penggunaan ponsel pintar, NLB merangkul media sosial sebagai bagian dari
infrastruktur digitalnya.

Gambar 3 Ruang koleksi Perpustakaan Nasional Singapura


https://www.youtube.com/watch?v=0e_ep_s_BhY
NLB menambahkan konten pengalaman perjalanan turis mancanegara saat datang ke
Singapura. Hal ini tentu saja terkait dengan sektor pariwisata dan mempromosikan negara
Singapora melalui konten tersebut. NLB juga menjalankan sebuah program yang disebut sebagai
SMP ( Singapore Memorial Project) atau bisa disebut sebagai proyek memori singapura. Melalui
proyek ini, terkumpul kenangan-kenangan perjalanan pribadi dari siapa pun. Sehingga siapa saja
bisa berbagi pengalamannya. Memori ini menjadi sumber daya dokumenter Perpustakaan
Nasional Singapura sehingga secara tidak langsung akan membantu orang lain untuk mempelajari
sejarah sosial singapura.

Gambar 2. Situs SMP https://www.singaporememory.sg

NLB mampu membuat inovasi perpustakaan digital dengan menyediakan akses kusus
dengan subjek tertentu, bisnis. Perpustakaan Digital Bisnis NLB merupakan perpustakaan satu-
satunya di dunia yang khusus berisikan konten tentang bisnis. Singapura yang sering disebut
sebagai macan asia memang merupakan gerbang arus perekonomian di asia. Bisnis merupakan
sentra utama perekonomian di dunia.

Suatu terobosan di NLB bahwa pustakawannya melengkapi semua data ke sistem termasuk
dengan melengkapi subtitle, sehingga untuk koleksi suara dan video bisa diakses dengan kata
kunci tertulis. Di Indonesia bisa menerapkan hal tersebut mengingat banyaknya koleksi audio dan
video yang ada. Kontent disediakan dengan bahasa asing dan juga terjemahannya.

Perpustakaan digital Indonesia sebenarnya mampu untuk bersaing dengan perpustakaan


digital negara lain. Indonesia bukan negara miskin. Indonesia memiliki sumber daya alam
melimpah, gas alam utama dunia, pertambangan emas terbesar dengan kualitas terbaik di dunia.
Bahkan, 25% dari jenis spesies flora dunia berada di Indonesia. Jika keunggulan keunggulan
Indonesia ini mampu disasati oleh perpustakaan, maka Indonesia juga bisa memiliki perpustakaan
digital khusus. Misalkan, Perpustakaan Digital Flora, dimana seluruh kontennya tentang ragam
flora. Sehingga memungkinkan perpustakaan digital Indonesia menjadi tujuan dunia.

Dengan kehadiran perpustakaan digital bukan berarti perpustakaan tradisional dapat


dihilangkan wujud, peran dan fungsinya. Pustakawan harus tetap berinovasi agar perpustakaan
tidak hanya sekedar gedung dengan tumpukan buku-buku berdebu saja. Konsep perpustakaan
hibrida perlu diterapkan. Dimana perpustakaan melayankan fisik material atau koleksi tercetak dan
juga akses kekoleksi tercetak yang sudah digitalisasi. Karena perpustakaan tidak hanya dituntut
untuk mampu melayani para generasi Z saja. Perpustakaan pun harus tetap melayani komunitas
masyarakat yang belum tersentuh teknologi secara optimal. Perpustakaan secara tradisional
dimana koleksinya ada secara nyata telah eksis sejak ribuan tahun lalu. Banyak pengguna yang
meskipun mereka bisa mengakses koleksi secara digital namun tetap membutuhkan materi
fisiknya. Tak semua orang nyaman dengan buku-buku digital. Oleh karena itu perpustakaan tetap
harus mengelola koleksi tercetak dengan baik.

Keberadaan perkembangan teknologi kecerdasan buatan atau yang familiar dikenal sebagai
artificial intelligence (AI), big data, internet of things (IoT), layanan berbasis cloud, yang
merupakan ciri-ciri dari Revolusi Industri 4.0 akan membuat banyak perubahan dunia pendidikan.

Pengembangan perpustakaan seperti apakah yang dibutuhkan? Perpustakaan digital dirasa


untuk sementara ini bisa menjawab pertanyaan tersebut. Namun, perpustakaan digital yang
bagaimanakah yang bisa memenuhi semua tuntutan kebutuhan generasi XYZ. Perpustakaan 4.0
harus mengadopsi unsur-unsur revolusi Industri 4.0. hal ini sangat mungkin dilakukan.

Gambar 4. Ruang Anak Perpustakaan Nasional Singapura


https://www.youtube.com/watch?v=0e_ep_s_BhY

Referensi:
Choh, Ngian Lek.2014. Innovation in the National Library Board Singapore : a Journey. IFLA
2014 Vol 40(3) 150-156. DOI:10.1177/0340035214543059
Kompas.2015.https://megapolitan.kompas.com/read/2015/10/13/11404741/Ahok.Luncurkan.Apl
ikasi.Perpustakaan.Digital.Pertama.di.Indonesia
Merdeka. 2014. https://www.merdeka.com/teknologi/perpustakaan-digital-indonesia-pertama-
segera-diluncurkan.html

Anda mungkin juga menyukai