Anda di halaman 1dari 24

POLARISASI

Ira Nanda

1905036008

Pendidikan Fisika

Reguler A 2019

3 (Tiga)
POLARISASI

A. Dasar Teori
Polarisasi adalah karakteristik semua gelombang transversal. Bila sebuah
gelombang hanya mempunyai pergeseran y, mengatakan bahwa gelombang
tersebut terpolarisasi linear (linearly polarized) dalam arah y; sebuah gelombang
hanya dengan pergeseran z adalah terpolarisasi linear dalam arah z. Untuk
gelombang mekanik kita dapat membangun sebuah saringan polarisasi (polarizing
filter), atau pemolarisasi (polarizer), yang hanya mengizinkan gelombang dengan
arah polarisasi tertentu untuk lewat. Saringan ini melewatkan gelombang yang
terpolarisasi dalam arah y tetapi menghalangi gelombang yang terpolarisasi dalam
arah x.
Teori Maxwell mengenai cahaya sebagai gelombang elektromagnetik
(EM) meramalkan bahwa cahaya dapat terpolarisasi karena gelombang EM
merupakan gelombang transverwal. Arah polarisasi pada gelombang EM yang
terpolarisasi bidang diambil sebagai arah vektor medan listrik. Cahaya tidak harus
terpolarisasi. Cahaya yang terpolarisasi bidang didapat dari cahaya yang tidak
terpolarisasi dengan menggunakan kristal-kristal tertentu seperti turmalin (bahan-
bahan listrik yang digunakan sebagai perhiasan).
Gelombang elektromagnetik merupakan gelombang transversal. Arah
osilasi medan magnet maupun medan listrik tegak lurus pada arah perambatan
gelombang. Jika arah osilasi medan selalu mempertahankan arahnya selama
gelombang merambat maka gelombang tersebut dikatakan memiliki polarisasi
bidang. Dikatakan polarisasi bidang karena arah osilasi medan selama gelombang
merambat selalu berada pada satu bidang. Umumnya, gelombang yang dihasilkan
suatu sumber memiliki arah osilasi medan yang berubah-ubah secara acak.
Gelombang dengan arah osilasi demikian dikatakan gelombang yang tidak
terpolarisasi.

1
Gambar 1.1 Contoh gelombang dengan arah polarisasi berubah-ubah
Bahasa yang sama diterapkan pada gelombang elektromagnetik, yang juga
mempunyai polarisasi. Sebuah gelombang elektromagnetik adalah gelombang
transversal; medan listrik dan medan magnetik yang berfluktasi tegak lurus satu
sama lain dan searah perambatan. Arah polarisasi sebuah gelombang
elektromagnetik sebagai arah dari vektor medan listrik 𝐸⃗ bukan arah medan
magnetik, karena banyak detektor gelombang elektromagnetik yang umumnya
merespons gaya listrik pada elektron dalam material, dan tidak merespons gaya
magnetik. Jadi, gelombang elektromagnetik dijelaskan oleh
𝐸⃗ (𝑥, 𝑡) = 𝐸𝑚𝑎𝑘𝑠 𝐽̂ sin(𝜔𝑡 − 𝑘𝑥),
⃗ (𝑥, 𝑡) = 𝐵𝑚𝑎𝑘𝑠 𝑘̂ sin(𝜔𝑡 − 𝑘𝑥),
𝐵
dikatakan terpolarisasi searah y karena medan listrik hanya mempunyai
komponen y. Polariasi adalah intensitas awal sebelum memasuki polarisasi (𝐼0 ),
setelah melewati polarisasi pertama (𝐼𝑚𝑎𝑘𝑠 ), intensitas setelah melewati dua
polarisasi (𝐼), sudut antara kedua polarisasi (𝜃), polarisasi refleksi, sudut sinar
𝑛
masuk (𝜃𝑝 ) hukum Brewster : tan 𝜃𝑝 = 𝑛2 .
1

Saringan polarisasi untuk gelombang elektromagnetik mempunyai rincian


konstruksi yang berbeda-beda tergantung dari panjang gelombang. Untuk
gelombang mikro dengan panjang gelombang beberapa centimeter, pemolarisasi
yang baik berupa susunan kawat-kawat konduksi paralel yang jaraknya sangat
rapat dan terisolasi satu sama lain. Maka sebuah gelombang yang lewat melalui
sebuah saringan secara menonjol akan terpolarisasi dalam arah yang tegak lurus

2
terhadap kawat-kawat tersebut. Saringan polarisasi yang lazim untuk cahaya
tampak adalah sebuah material yang dikenal dengan Polaroid. Dikembangkan
pada mulanya oleh ilmuwan Amerika Edwin H. Land material ini menggabungkan
zat-zat yang mempunyai dichroism, yakni penyerapan selektif di mana satu dari
komponen-komponen yang dipolarisasikan diserap secara jauh lebih kuat daripada
komponen-komponen lainnya. Sebuah saringan polaroid mentransmisikan 80%
atau lebih intensitas sebuah gelombang yang terpolarisasi paralel terhadap sebuah
sumbu dalam material yang dinamakan sumbu polarisasi (polarizing axis), tetapi
hanya 1% atau kurang gelombang yang terpolarisasi tegak lurus terhadap sumbu
ini.
Untuk polarisator kita mendefinisikan sumbu mudah, yaitu arah yang
melewatkan osilasi. Jadi sumbu mudah film polaroid adalah sumbu yang tegak
lurus sumbu-sumbu molekul yang tersusun pada film tersebut. Jika cahaya yang
jatuh ke polarisator tidak terpolarisasi, maka intensitas cahaya setelah melewati
polarisator selalu setengah dari intensitas cahaya yang datang. Namun, jika cahaya
yang jatuh pada polarisator sudah terpolarisasi maka intensitas cahaya yang lolos
bergantung pada sudut antara arah osilasi cahaya datang dengan sumbu mudah
polarisator.
Untuk mencari intensitas yang ditransmisikan pada nilai antara
(intermediate) dari sudut ϕ, bahwa intensitas gelombang elektromagnetik
sebanding dengan kuadrat dari amplitudo gelombang. Rasio dari amplitido yang
ditransmisikan terhadap amplitudo yang masuk adalah cos ϕ, sehingga rasio dari
intensitas yang ditransmisikan terhadap intensitas yang masuk adalah 𝑐𝑜𝑠 2 ϕ.
Intensitas cahaya yang ditransmisikan melalui analisis adalah
𝐼 = 𝐼𝑚𝑎𝑘𝑠 𝑐𝑜𝑠 2 ϕ (hukum Malus)
di mana 𝐼𝑚𝑎𝑘𝑠 adalah intensitas maksimum dari cahaya yang
ditransmisikan (pada ϕ = 0) dan I adalah jumlah yang ditransmisikan pada sudut
ϕ. Hubungan ini, ditemukan melalui eksperimen oleh Etienne Louis Malus pada

3
tahun 1809, dinamakan hukum Malus (Malu’s low). Hukum Malus hanya berlaku
jika cahaya masuk melalui analisis sudah terpolarisasi linear.

4
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh posisi polarisator terhadap arah gelombang yang
terbentuk?
2. Bagaimana pengaruh besar sudut terhadap intensitas cahaya yang dihasilkan?

C. Hipotesis
1. Arah gelombang yang dihasilkan akan searah dengan posisi polarisator.
2. Semakin besar sudut yang digunakan, maka semakin kecil intensitas cahaya
yang dihasilkan.

D. Uji Hipotesis
1. Variabel
1) Variabel Bebas : Besar Sudut
2) Variabel Kontrol : Intensitas Awal
3) Variabel Terikat : Arah gelombang yang terbentuk dan intensitas
cahaya
2. Definisi Operasional
a. Besar sudut adalah besarnya sudut yang dibentuk antara kemiringan
polarisator dengan arah gelombang datang.
b. Intensitas cahaya adalah ukuran tingkat kekuatan suatu cahaya pada
percobaan.
3. Definisi Konsepsional
a. Besar sudut adalah besar sudut yang dibentuk dari daerah yang dibatasi
oleh dua sinar garis.
b. Intensitas cahaya adalah besaran pokok fisika untuk mengukur daya yang
dipancarkan oleh suatu sumber cahaya pada arah tertentu persatuan sudut.

5
E. Alat dan Bahan
1. Link Virtual Lab : https://ophysics.com/l3.html
2. Laptop/perangkat yang mendukung virtual lab

6
F. Prosedur Percobaan
a. Dibuka aplikasi simulator dengan mengakses alamat URL seperti di atas

b. Dicentang “show one slits” untuk menggunakan satu polarisator


c. Diatur sudut pada polarisator dengan membentuk sudut 0˚
d. Kemudian, diamati dan difoto hasil gelombang yang terbentuk dan dihitung
intensitas cahaya yang dihasilkan. Lalu, dicatat pada tabel
e. Dilakukan percobaan a sampai d dengan memvariasikan sudut

7
G. Tabel Pengamatan
Prosedur 1
I0
No θ1 (˚) I (w/m2) Gambar

1 0 0,5 I0

2 30 0,375 I0

3 50 0,205 I0

8
4 70 0,058 I0

5 90 0

9
H. Data Perhitungan
Data 1
1
I= I cos2 θ
2 0
1
I = I0 cos2 0˚
2
1
I = I0
2
I = 0,5 I0
Rambat Ralat :
I = cos2 θ
δI
∆I= [| | ∆θ]
δθ
δ(cos2 θ)
∆I= [| | ∆θ]
δθ
Jika
d (cos2 θ) d(cos2 θ) d( cos θ)
= .
dθ d cos θ dθ
d (cos2 θ)
= 2 cos θ . - sin θ

d (cos2 θ)
= -2 cos θ. sin θ

∆I = [|-2 cos θ . sin θ| ∆θ]
∆I = [2 cos θ . sin θ . ∆θ]
∆I 2 cos θ . sin θ . ∆θ
= [ ]
I cos2 θ
∆I 2 sin θ π
= [ . ∆θ × ]
I cos θ 180
∆I 2 sin θ 3,14
= [ . ∆θ × ]
I cos θ 180
∆I 2 sin θ
= [ . ∆θ × 0,017]
I cos θ

10
∆I 2 sin θ
= 0,017 [ . ∆θ]
I cos θ
2 sin θ
∆I = 0,017 [ . ∆θ] I
cos θ
∆I = 0,017 [2 tan θ . ∆θ] I
∆I = 0,017 [2 tan 0˚ . 1] 0,5 I0
∆I = 0,0085 I0 [2 tan 0˚]
∆I = 0,0085 I0 [0]
∆I = 0
Pelaporan ketidakpastian mutlak = (I ± ∆I)
= (0,5 I0 ± 0)
Rentang kesalahan = (I - ∆I) sampai dengan (I + ∆I)
= (0,5 I0 - 0) sampai dengan (0,5 I0 + 0)
= 0,5 I0 sampai dengan 0,5 I0
∆I
Ketidakpastian relatif = × 100%
I
0 I0
= × 100%
0,5 I0
=0%
Pelaporan ketidakpastian relatif = (I ± %)
= (0,5 I0 ± 0%)

Data 2
1
I= I0 cos2 θ
2
1
I= I0 cos2 30˚
2
1
I= I0 × 0,75
2

I = 0,375 I0

11
Rambat Ralat :
I = cos2 θ
δI
∆I= [| | ∆θ]
δθ
δ(cos2 θ)
∆I= [| | ∆θ]
δθ
Jika
d (cos2 θ) d(cos2 θ) d( cos θ)
= .
dθ d cos θ dθ
d (cos2 θ)
= 2 cos θ . - sin θ

d (cos2 θ)
= -2 cos θ. sin θ

∆I = [|-2 cos θ . sin θ| ∆θ]
∆I = [2 cos θ . sin θ . ∆θ]
∆I 2 cos θ . sin θ . ∆θ
= [ ]
I cos2 θ
∆I 2 sin θ π
= [ . ∆θ × ]
I cos θ 180
∆I 2 sin θ 3,14
= [ . ∆θ × ]
I cos θ 180
∆I 2 sin θ
= [ . ∆θ × 0,017]
I cos θ
∆I 2 sin θ
= 0,017 [ . ∆θ]
I cos θ
2 sin θ
∆I = 0,017 [ . ∆θ] I
cos θ
∆I = 0,017 [2 tan θ ∆θ] I
∆I = 0,017 [2 tan 30˚ . 1] 0,375 I0
∆I = 0,0064 I0 [2 tan 30˚]
∆I = 0,0064 I0 [1,155]

12
∆I = 0,0074 I0
Pelaporan ketidakpastian mutlak = (I ± ∆I)
= (0,375 I0 ± 0,0074 I0 )
Rentang kesalahan = (I - ∆I) sampai dengan (I + ∆I)
= (0,375 I0 - 0,0074 I0 ) sampai dengan
(0,375 I0 + 0,0074 I0 )
= 0,3676 I0 sampai dengan 0,3824 I0
∆I
Ketidakpastian relatif = × 100%
I
0,0074 I0
= × 100%
0,374 I0
= 1,98 %
Pelaporan ketidakpastian relatif = (I ± %)
= (0,375 I0 ± 1,98%)

Data 3
1
I= I cos2 θ
2 0
1
I = I0 cos2 50˚
2
1
I = I0 × 0,41
2
I = 0,205 I0
Rambat Ralat :
I = cos2 θ
δI
∆I= [| | ∆θ]
δθ
δ(cos2 θ)
∆I= [| | ∆θ]
δθ

13
Jika
d (cos2 θ) d(cos2 θ) d( cos θ)
= .
dθ d cos θ dθ
d (cos2 θ)
= 2 cos θ . - sin θ

d (cos2 θ)
= -2 cos θ. sin θ

∆I = [|-2 cos θ . sin θ| ∆θ]
∆I = [2 cos θ . sin θ . ∆θ]
∆I 2 cos θ . sin θ . ∆θ
= [ ]
I cos2 θ
∆I 2 sin θ π
= [ . ∆θ × ]
I cos θ 180
∆I 2 sin θ 3,14
= [ . ∆θ × ]
I cos θ 180
∆I 2 sin θ
= [ . ∆θ × 0,017]
I cos θ
∆I 2 sin θ
= 0,017 [ . ∆θ]
I cos θ
2 sin θ
∆I = 0,017 [ . ∆θ] I
cos θ
∆I = 0,017 [2 tan θ ∆θ] I
∆I = 0,017 [2 tan 50˚ . 1] 0,205 I0
∆I = 0,0035 I0 [2 tan 50˚]
∆I = 0,0035 I0 [2,383]
∆I = 0,0083 I0
Pelaporan ketidakpastian mutlak = (I ± ∆I)
= (0,205 I0 ± 0,0083 I0 )
Rentang kesalahan = (I - ∆I) sampai dengan (I + ∆I)
= (0,205 I0 - 0,0083 I0 ) sampai dengan
(0,205 I0 + 0,0083 I0 )

14
= 0,1967 I0 sampai dengan 0,2133 I0
∆I
Ketidakpastian relatif = × 100%
I
0,0083 I0
= × 100%
0,205 I0
= 4,05 %
Pelaporan ketidakpastian relatif = (I ± %)
= (0,205 I0 ± 4,05%)

Data 4
1
I= I0 cos2 θ
2
1
I = I0 cos2 70˚
2
1
I = I0 × 0,116
2
I = 0,058 I0
Rambat Ralat :
I = cos2 θ
δI
∆I= [| | ∆θ]
δθ
δ(cos2 θ)
∆I= [| | ∆θ]
δθ
Jika
d (cos2 θ) d(cos2 θ) d( cos θ)
= .
dθ d cos θ dθ
d (cos2 θ)
= 2 cos θ . - sin θ

d (cos2 θ)
= -2 cos θ. sin θ

∆I = [|-2 cos θ . sin θ| ∆θ]

15
∆I = [2 cos θ . sin θ . ∆θ]
∆I 2 cos θ . sin θ . ∆θ
= [ ]
I cos2 θ
∆I 2 sin θ π
= [ . ∆θ × ]
I cos θ 180
∆I 2 sin θ 3,14
= [ . ∆θ × ]
I cos θ 180
∆I 2 sin θ
= [ . ∆θ × 0,017]
I cos θ
∆I 2 sin θ
= 0,017 [ . ∆θ]
I cos θ
2 sin θ
∆I = 0,017 [ . ∆θ] I
cos θ
∆I = 0,017 [2 tan θ . ∆θ ] I
∆I = 0,017 [2 tan 70˚ . 1] 0,058 I0
∆I = 0,00098 I0 [2 tan 70˚]
∆I = 0,00098 I0 [5,495]
∆I = 0,0054 I0
Pelaporan ketidakpastian mutlak = (I ± ∆I)
= (0,058 I0 ± 0,0054 I0 )
Rentang kesalahan = (I - ∆I) sampai dengan (I + ∆I)
= (0,058 I0 - 0,0054 I0 ) sampai dengan
(0,058 I0 + 0,0054 I0 )
= 0,0526 I0 sampai dengan 0,0634 I0
∆I
Ketidakpastian relatif = × 100%
I
0,0054 I0
= × 100%
0,058 I0
= 9,31 %
Pelaporan ketidakpastian relatif = (I ± %)
= (0,058 I0 ± 9,31 %)

16
Data 5
1
I= I cos2 θ
2 0
1
I = I0 cos2 90˚
2
1
I = I0 × 0
2
I=0
Rambat Ralat :
I = cos2 θ
δI
∆I= [| | ∆θ]
δθ
δ(cos2 θ)
∆I= [| | ∆θ]
δθ
Jika
d (cos2 θ) d(cos2 θ) d( cos θ)
= .
dθ d cos θ dθ
d (cos2 θ)
= 2 cos θ . - sin θ

d (cos2 θ)
= -2 cos θ. sin θ

∆I = [|-2 cos θ . sin θ| ∆θ]
∆I = [2 cos θ . sin θ . ∆θ]
∆I 2 cos θ . sin θ . ∆θ
= [ ]
I cos2 θ
∆I 2 sin θ π
= [ . ∆θ × ]
I cos θ 180
∆I 2 sin θ 3,14
= [ . ∆θ × ]
I cos θ 180
∆I 2 sin θ
= [ . ∆θ × 0,017]
I cos θ

17
∆I 2 sin θ
= 0,017 [ . ∆θ]
I cos θ
2 sin θ
∆I = 0,017 [ . ∆θ] I
cos θ
∆I = 0,017 [2 tan θ . ∆θ ] I
∆I = 0,017 [2 tan 90˚ . 1]
∆I = 0
Pelaporan ketidakpastian mutlak = (I ± ∆I)
= (0 ± 0)
Rentang kesalahan = (I - ∆I) sampai dengan (I + ∆I)
= (0 - 0) sampai dengan (0 + 0)
= 0 I0 sampai dengan 0I0
∆I
Ketidakpastian relatif = × 100%
I
0
= × 100%
0
=0%
Pelaporan ketidakpastian relatif = (I ± %)
= (0 ± 0 %)

18
I. Pembahasan
Pada praktikum kali ini dengan judul percobaan yaitu Polisator, hipotesis
yang kami ajukan yaitu arah gelombang yang dihasilkan akan searah dengan posisi
polisator, hal ini sesuai dengan hasil percobaan yang telah kami lakukan. Hal
tersebut terbukti sesuai karena pada gambar yang dihasilkan dari percobaan
menampilkan arah gelombang yang searah dengan posisi dari polisator. Dan
hipotesis yang kedua yaitu semakin besar sudut yang digunakan, maka semakin
kecil intensitas cahaya yang dihasilkan, hal ini pun telah sesuai dengan hasil
percobaan yang kami lakukan. Hal tersebut sesuai karena dari perhitungan
intensitas yang telah kami lakukan membuktikan bahwa semakin besar sudut yang
digunakan maka semakin kecil pula nilai intensitasnya.
Pada saat praktikum hal yang kami lakukan yaitu mengaktifkan centang
“show one slits” untuk menampilkan satu polisator, setelah itu mengatur sudut
pada polisator dengan membentuk sudut 0˚, lalu mengamati dan menscreenshoot
hasil gelombang yang terbentuk pada aplikasi, kemudian menghitung intensitas
cahaya yang dihasilkan, selanjutnya data tersebut di catat dan dimasukkan ke
dalam tabel pengamatan yang telah tersedia. Langkah-langkah tersebut selanjutnya
dilakukan kembali dengan memvariasikan sudut untuk mendapatkan data yang
berbeda atau bervariasi pula. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan
membandingkan antara satu data dengan data yang lain dan dilihat perbedaannya
untuk membuktikan hipotesis yang diajukan.
Pada percobaan kali ini, data yang dihasilkan yaitu pada data pertama dengan
sudut 0˚ menghasilkan intensitas sebesar 0,5 I0 dengan ketidakpastian relatif
sebesar 0%. Pada data kedua dengan sudut 30˚ menghasilkan intensitas sebesar
0,375 I0 dengan ketidakpastian relatif sebesar 1,98%. Pada data ketiga dengan
sudut 50˚ menghasilkan intensitas sebesar 0,205 I0 dengan ketidakpastian relatif
sebesar 4,05%. Pada data keempat dengan sudut 70˚ menghasilkan intensitas
sebesar 0,058 I0 dengan ketidakpastian relatif sebesar 9,31%. Dan pada data

19
kelima dengan sudut 90˚ menghasilkan intensitas sebesar 0 I0 dengan
ketidakpastian relatif sebesar 0%.
Pemanfaatan polarisasi dalam kehidupan sehari-hari yaitu menerapkan
polarisasi pada kacamata ryben, sebagai filter pada fotografi dan pada polaroid,
membantu dalam pertunjukan film tiga dimensi, menerapkan sistem polarisasi
pada kacamata tiga dimensi, dan lain sebagainya. Pada saat melakukan praktikum
untuk percobaan polarisasi ini kami tidak mengalami kendala apapun sehingga
membantu kami dalam penulisan laporan.

20
J. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa
1. Arah gelombang yang dihasilkan akan searah dengan posisi polisator
2. Semakin besar sudut yang digunakan, maka semakin kecil intensitas cahaya
yang dihasilkan
hal ini sesuai dengan hipotesis yang telah diajukan sehingga hipotesis pada
percobaan ini dapat diterima.

21
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Mikrajuddin. 2017. Fisika Dasar II. Bandung: ITB. Hlm. 790 dan 792

Giancoli, Douglas C. 2001. Fisika Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta: Erlangga. Hlm. 313

Qadar, Riskan, dkk. 2020. Soal Dan Solusi Fisika Seri OPTIKA. Pekanbaru : Cahaya
Firdaus. Hlm. 1

Young and Freedman, 2004. Fisika Universitas Edisi Kesepuluh Jilid 2. Jakarta:
Erlangga. Hlm. 507-511
LEMBAR PENGESAHAN

Samarinda, 07 November 2021


Asisten Praktikum, Praktikan,

M. Zulkifli Okta Ananda Ira Nanda


NIM. 1805035011 NIM. 1905036008

Anda mungkin juga menyukai