Anda di halaman 1dari 26

RADICAL AND MARXIST APPROACH & EMPOWERMENT AND ADVOCACY

Teori Kesejahteraan Sosial Dasar B

Kelompok 3:
Felisitas Prajna Nindita (2006592852)
Ignatius I Gede Arkananta (2006592966)
Jekinda Malika Manuella (2206592985)
Tiara Prameswari Sekar Pembayun (2006592814)
Tubagus Insan Kamil (2006592833)

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2021
Penilaian Anggota Kelompok

Nama Anya Ignatius A. Jekinda Tiara Tubagus


Malika Prameswari Insan K.

Felisitas P. N. x 5 4,85 5 4,90

Ignatius A. 5 x 4,95 4,95 5

Jekinda M. 4,95 4,90 x 4,90 4,85

Tiara 4,90 4,85 5 x 4,95


Prameswari

Tubagus I.K. 4,85 4,95 4,90 4,85 x

Rata-rata 4,925 4,925 4,925 4,925 4,925


RADICAL AND MARXIST APPROACH
Connections
Pandangan radikal tentang pekerjaan sosial menjadi penting pada tahun 1970-an.
Sementara pengaruh mereka telah berkurang, beberapa ide telah tertanam dalam pemikiran
pekerjaan sosial.
Rojek (1986) membedakan tiga pandangan Marxis tentang pekerjaan sosial:
● Posisi progresif (Bailey dan Brake, 1975a, 1980; Galper , 1980; Burghardt,1996).
Pekerjaan sosial adalah agen perubahan yang positif. Ini menghubungkan masyarakat
borjuis yang lebih umum (yaitu, sebuah masyarakat di mana kapitalisme telah
menciptakan sebuah sistem yang mengeksploitasi kelas pekerja) dengan perwakilan
dari kelas pekerja. Pekerja sosial sangat penting dalam mempromosikan aksi kolektif
dan peningkatan kesadaran, sehingga membantu untuk mencapai perubahan.
● Posisi reproduksi ( Skenridge dan Lennie, 1971). Pekerja Sosial adalah agen sebagai
kontrol kelas yang yang meningkatkan penindasan oleh masyarakat kapitalis kepada
kelas pekerja. Mereka hanya memungkinkan sistem kapitalis untuk mereproduksi
untuk dirinya sendiri di generasi berikutnya dengan membantu orang untuk mengatasi
kesulitan-kesulitan dari sistem
● Posisi yang bertentangan (Corrigan dan Leonard, 1978). Pekerja sosial adalah agen
kontrol kapitalis dan melemahkan (setidaknya berpotensi) masyarakat kelas. Tapi
ketika bertindak sebagai agen kontrol sosial, mereka meningkatkan kapasitas kelas
pekerja untuk berfungsi, dan menawarkan beberapa pengetahuan dan kekuasaan
negara kepada kelas pekerja. Adanya kontradiksi ini dalam perannya mengarah pada
kontradiksi lain yang pada akhirnya berkontribusi pada penggulingan masyarakat
kapitalis. Teori struktural dan kritis kontemporer terutama merupakan pengembangan
dari posisi yang kontradiktif
Pekerjaan sosial radikal muncul berawal dari kritik terhadap pekerjaan sosial
'tradisional' (psikodinamik), terhadap teori-teori lain yang bersandar pada penjelasan
psikologis tentang masalah-masalah sosial, dan terhadap teori-teori fungsionalis yang
cenderung menerima begitu saja tatanan sosial saat ini. Pandangan radikal pekerjaan sosial
tradisional, sebagian besar dipertahankan dalam praktik kritis, adalah sebagai berikut
(sebagian dari McIntyre, 1982):
● Penjelasan dalam pekerjaan sosial tradisional mengurangi masalah sosial yang
kompleks menjadi individu psikologis. Mereka `menyalahkan korban', membuat klien
bertanggung jawab atas masalah yang menimpa mereka. Dalam melakukannya,
mereka mengalihkan perhatian dari situasi sosial.
● 'Memprivatisasi' orang dengan masalah sosial, misalnya dengan melihat mereka
sebagai rahasia. Ini memotong mereka dari orang lain yang akan berbagi pengalaman
itu dan mungkin berurusan dengannya.
● Memperkuat dan mengikuti tatanan sosial kapitalisme yang opresif.

Terlepas dari kritik ini, ada hubungan antara banyak teori radikal (sekarang kritis) dan
pekerjaan sosial tradisional. Webb (1981) mengidentifikasi empat yang utama:
1. Keduanya menerima bahwa masyarakat berkontribusi untuk menghasilkan masalah
pribadi. Namun, rekening pekerjaan sosial tradisional dari proses dimana hal ini
terjadi dan antar interventions di dalamnya tidak memadai, seperti yang kita lihat di
kasus teori psikodinamik dan sistem.
2. Dalam keduanya hubungan antara orang-orang dan masyarakat adalah transaksional,
refleksif atau interaktif, sehingga kita dapat mempengaruhi keadaan sosial kita karena
mereka mempengaruhi kita.
3. Bersamaan keduanya mencari otonomi klien. Pekerjaan sosial tradisional dikritik
pekerjaan sosial radikal untuk mengabaikannya dalam mengejar tujuan sosial umum
yang mungkin bertentangan dengan kebutuhan individu dan otonomi. Radikalisme
mengkritik pekerjaan sosial tradisional untuk mengabaikan THC kendala sosial untuk
menyesuaikan diri.
4. Kedua nilai wawasan sehingga klien dapat memahami keadaan mereka untuk
bertindak pada mereka. Namun, tujuan dan sarana tindakan yang berbeda, dan
masing-masing perspektif akan menyangkal pada nilai bentuk masing-masing
tindakan.
Lalu muncul kritik terhadap sistem pelayanan pekerjaan sosial. Karena agensi adalah
bagian dari sistem sosial yang mendukung kapitalisme, mereka memiliki kegagalan yang
melekat dalam membantu kelas pekerja. (Ryant , 1969) merangkum isu yang menjadi pusat
perhatian adalah sebagai berikut :
● lembaga memiliki peran yang terbatas dan terfragmentasi sehingga sulit untuk
menangani masalah klien secara keseluruhan dan berbagai masalah sosial yang perlu
ditangani
● lembaga pembiayaan membatasi sumber daya yang tersedia, dan memberikan kontrol
terhadap solusi yang bertentangan dengan kepentingan pemodal; peran publik dan
korporat lembaga cenderung mengarah pada pandangan kolektif di dalamnya yang
selaras dengan pandangan konvensional di masyarakat
● organisasi hierarkis dan birokrasi di lembaga cenderung memperkuat kehati-hatian
dan penerimaan aturan dan konvensi
● perwakilan di komite manajemen dan badan publik yang bertanggung jawab atas
kebijakan lembaga cenderung terdiri dari orang-orang yang mewakili atau menerima
sistem yang ada, daripada klien atau perwakilan dari komunitas yang tertindas atau
kurang beruntung
● profesionalisasi pekerjaan sosial menyebabkan pekerja sosial dihargai oleh
masyarakat dengan status, pendapatan dan keuntungan lain dari profesi, sehingga
mempromosikan penerimaan mereka terhadap status quo dan penolakan analisis kritis
dari masalah yang mereka hadapi.
Pekerjaan sosial yang radikal prihatin dengan cara profesionalisasi pekerjaan sosial
merugikan kepentingan klien, dan menyebabkan pekerja sosial menjadi bagian dari negara
dan kepentingan sosial yang menindas klien, dan mencari pengembangan profesi mereka
bahkan di mana hal ini bertentangan dengan klien. Karya besutan Illich et a/. (1977),
mengusulkan bahwa profesi sering didirikan untuk bertindak dalam kepentingan mereka
sendiri daripada orang-orang yang mereka layani, memiliki banyak peminat. Menurut
Statham (1978), kaum radikal harus mempelajari bentuk-bentuk teori dan praktik tradisional
untuk melihat dimana terjadinya sebuah penindasan.
Salah satu bentuk dari pendekatan radikal adalah tindakan kolektif, di mana pekerja
sosial harus bersekutu dengan kelas pekerja, melakukan kerja dalam kelompok dan
komunitas. Selain itu, pekerja sosial juga harus bekerja dengan klien secara individual, di
mana pekerja membantu klien untuk mengerti bahwa tekanan telah mengeluarkan mereka
dari masyarakat dan meningkatkan harga diri klien serta menghindari tindakan yang
menyalahkan klien. Pendekatan ini menekankan kepada kebutuhan material klien.
Area utama kedua dari pekerjaan radikal, menurut Bailey dan Brake (1980), adalah
pekerjaan individu dengan klien. Pekerja harus membantu orang memahami bagaimana
penindasan telah mengasingkan mereka dari masyarakat, dan meningkatkan harga diri
mereka. Kebutuhan pribadi dan materi harus dibedakan; sebagian besar masalah kelas pekerja
berasal dari kebutuhan material. Dalam menjelaskan masalah, klien kita harus menghindari
individualisasi dan menyalahkan klien atas masalah sosial. Dalam konfrontasi dan negosiasi,
aliansi dan aksi kolektif dengan organisasi kelas pekerja lebih kuat daripada menggunakan
pengaruh pekerja sosial saja.
Perspektif radikal yang sangat penting, berdasarkan karya Freire (1972; lihat juga
Brigham, 1977), tumbuh di Amerika Latin selama tahun 1960-an dan 1970-an, yang muncul
dari persepsi bahwa pekerjaan sosial Barat tidak memadai karena tidak mengakui bahwa
dalam negara-negara miskin perjuangan hanya untuk eksis adalah prioritas utama. Alih-alih
suatu bentuk aksi sosial yang berasal dari reformasi yang mempertahankan masyarakat dalam
keadaan mapan, pembebasan dari perjuangan untuk bertahan hidup membutuhkan perubahan
yang revolusioner. Filosofi ini menyebabkan 'rekonseptualisasi' pekerjaan sosial di Amerika
Latin. Di antara teknik-teknik yang digunakan adalah mengupayakan demokratisasi
lembaga-lembaga sosial sehingga klien dapat memiliki pengaruh di dalamnya, menciptakan
ruang dan layanan yang sangat sesuai bagi orang-orang kelas pekerja (misalnya kesejahteraan
dan hak-hak sipil), untuk terlibat dalam gerakan sosial, dan untuk menggunakan asosiasi
profesional dan serikat pekerja untuk mencari perubahan. Costa mengutip empat alternatif
strategis milik Faleiros, yaitu:
● Konservatif, memprofesionalkan pekerjaan sosial tanpa keterlibatan politik apa pun
● Penolakan, terlibat dalam pekerjaan politik populer tanpa juga berkomitmen untuk
mengubah institusi sosial demi keuntungan klien
● Kontra-institusional, mencari deprofesionalisasi, menghilangkan kontrol profesional
dan meminta klien untuk membuat keputusan (misalnya anti psikiatri, yang menolak
bantuan medis dan sosial untuk penyakit mental demi swadaya)
● Transformasi, mencari transformasi institusi sosial melalui dukungan klien, aktivitas
profesional dan aksi politik.
Implikasinya, bekerja di satu bidang tanpa menerima tanggung jawab untuk jenis
kegiatan lain mungkin tidak efektif. Freire prihatin dengan pendidikan orang-orang yang
komunitasnya tertindas oleh kemiskinan dan ketidakberdayaan. Orang-orang seperti itu
adalah 'objek' yang ditindaklanjuti, daripada memiliki kebebasan untuk bertindak seperti yang
dimiliki orang-orang yang menjadi 'subjek'. Namun, ada 'ketakutan akan kebebasan', yang
harus dibuang.
Dalam hal ini, salah satu aspek krusial adalah penyadaran yang membutuhkan
kesadaran orang-orang yang tertindas untuk dibangkitkan. Mereka menjadi sadar akan
penindasan yang dilakukan kepada mereka, dan melalui partisipasi dalam dialog dan praksis,
dapat mengambil tindakan untuk menghilangkan ketakutan mereka akan kebebasan dan
sebagian dari ketidakberdayaan mereka. Agologi adalah layanan di mana pekerja
membimbing dan membuat perencanaan perubahan sosial kepada pribadi yang disengaja.

A Marxist Perspective on Social Work: Corrigan and Leonard


Buku milik Corriga dan Leonard (1978) menjelaskan mengapa negara kesejahteraan
diserang karena mereka menghasilkan ketergantungan dan biaya tinggi sementara struktur
sosial masih menciptakan penindasan melalui penjelasan historical materialism milik Marxis.
Pendekatan ini mempelajari bagaimana material yang dibutuhkan dalam kehidupan
diproduksi secara historis. Dikatakan juga bahwa orang terdapat dalam hubungan dialektik
dengan dunia sosial mereka, yang berarti bahwa mereka dipengaruhi dan sering ditekan oleh
dunia sosial, namun mereka juga mempengaruhi dunia sosial tsb. Individu membuat sejarah
dan dibuat oleh sejarah.
Teori penting dan harus bersifat praxis. Teori harus sebagian berasal dari ide-ide di
luar praktik sehari-hari, jika tidak, teori hanya akan menjadi cerminan sederhana dari praktik
itu, tetapi tidak boleh sepenuhnya di luar praktik yang diketahui. Marxis berusaha untuk
mempelajari cara produksi dan hubungan sosial yang diambil dari perspektif historical
materialism. Berikut konsep teori Marxis yang relevan dengan pekerjaan sosial.
Produksi merupakan sebuah cara tentang bagaimana barang diproduksi dalam
masyarakat, dalam hal ini produksi membuat hubungan sosial yang dibuat dari hubungan
antar orang dan lingkungan mereka yang mengharuskan mereka bekerja bersama. Dalam
masyarakat kapitalis, tenaga kerja dipisahkan dari alat-alat produksi. Tenaga kerja hanya
mengandalkan modal milik orang lain untuk memasok alat produksi. Pemilik modal (alat,
mesin, uang) perlu mempekerjakan sejumlah besar pekerja yang bebas dari hubungan sosial
dan membalas usaha mereka dengan gaji. Tatanan untuk produksi kapitalis membentuk
hubungan sosial yang khas. Orang tinggal di kota karena itu satu-satunya jalan mendapatkan
pekerjaan. Orang yang bekerja menderita insecurities yang dasar karena mereka tidak
memiliki kontrol atas pekerjaan dan kehidupan mereka. Hubungan sosial ini harus terus
diperbaharui, jika tidak produksi kapitalis akan gagal.
Keluarga adalah agen yang memproduksi tenaga kerja. Reproduksi meliputi
mensosialisasikan anak sebagai hal yang bernilai sehingga mereka akan menerima bekerja
dalam produksi. Keluarga adalah satu lingkungan di mana pengalaman individu dapat
dikaitkan dengan kontradiksi sosial yang lebih luas. Penekanan terhadap Wanita datang
karena peran penting mereka sebagai pengurus anak dan harus terus stabil dan siap digunakan
sebagai tenaga kerja jika kekurangan laki-laki. Namun, peran dalam penekanan ini
memungkinkan perempuan untuk menantang dominasi mereka oleh laki-laki dalam
masyarakat patriarki.
Jenis keluarga yang berbeda berasal dari cara produksi yang berbeda dalam masyarakat
di mana budaya mereka berasal. Hubungan sosial di dalam keluarga juga bersifat dialektik.
Walaupun kehidupan keluarga sering menekan perempuan, hal ini memberikan pengalaman
dalam bidang kehidupan lain yang pada dasarnya lebih manusiawi. Hal ini merupakan
kontradiksi dari kehidupan kapitalis. Dengan menganalisis kontradiksi seperti ini, pekerja
sosial dapat melihat di bagian mana mereka harus mengintervensi kehidupan manusia agar
mereka menjadi lebih ‘manusiawi’
Kelas menjelaskan perubahan sosial dalam teori Marxis. Perubahan selalu terjadi dan
hubungan sosial itu bersifat dinamis. Kaum Marxis berkata bahwa kepentingan kelas mulai
terpisah dan terjadi perjuangan untuk kekuatan. Pembagian kelas utama dalam masyarakat
adalah antara pemilik modal dan mereka yang menjual tenaganya, atau kapitalis dan kelas
pekerja. Pekerja sosial termasuk dalam kelas pekerja karena mereka menjual tenaganya.
Namun peran mereka adalah sebagai aparat negara yang mengusahakan reproduksi hubungan
sosial kapitalis dari edukasi dan perubahan sosial. Sehingga kedua hal ini merupakan
kontradiksi.
Kebanyakan orang dalam masyarakat harus berjuang untuk mempertahankan
kepentingan mereka dari kepentingan kelas lain. Namun, yang selalu berjuang di sini adalah
kelas bawah yang menjadi subordinat. Sehingga, daripada mereka berusaha untuk mengubah
masyarakat, mereka cenderung hanya berjuang untuk menjaga kepentingan mereka karena
hal ini lebih mudah. Fakta bahwa perjuangan kelas memunculkan perubahan sosial yang
signifikan menunjukkan bahwa orang atau pekerja sosial yang menginginkan perubahan
harus bekerja sama dengan organisasi kelas pekerja daripada beruang sendiri.
Negara, tempat di mana pekerja sosial bekerja adalah sarana yang dengannya
masyarakat didirikan untuk kepentingan kapitalisme dan dengan mana kelas pekerja atau
proletariat dipertahankan dan direproduksi. Negara dipimpin oleh kelas yang berkuasa karena
ini merupakan hasil dari perjuangan kelas. Kapitalisme membutuhkan lingkungan yang
efisien agar sukses, sehingga baik modal maupun tenaga kerja dapat diproduksi terus
menerus. Kegiatan kesejahteraan di dalam negara juga merupakan bagian ideologi dari kelas
penguasa. Namun hal ini tidak bersifat menekan karena pekerja juga menerima hal ini,
namun mereka menjadi apatis tentang kemungkinan perubahan sosial. Pekerja sosial tidak
bisa bersikap netral antara kelas pekerja dan negara.
Karena negara kesejahteraan adalah bagian dari ideologi negara dan tidak represif
secara langsung, ada ruang bagi pekerja sosial untuk beraksi demi keuntungan klien mereka.
Oleh karena itu, bagaimana pekerja sosial menangani peran mereka mempengaruhi
bagaimana fungsi sosial mereka dapat didefinisikan. Peran mereka kontradiktif dan sejauh
mana kontradiksi yang diciptakan tergantung pada fungsi yang mereka lakukan.
Alienasi dari alat produksi karena mereka dikuasai oleh kelompok penguasa membuat
kelas pekerja tidak puas dengan kehidupan mereka. Ideologi kapitalis menghubungkan
alienasi dengan kesepian akan isolasi dari individualisme dan menganggap ini merupakan
salah satu bagian dari kondisi manusia.
Leonard memperluas pendekatan mengenai psikologi Marxis yang tadinya menolak
ide kepribadian dan psikologi individu dalam memahami sosial. Ia mengatakan bahwa hal ini
perlu dimulai dari pengakuan bahwa psikologi dan kepribadian kita berasal dari hubungan
sosial yang dibentuk cara produksi dan reproduksi. Kebutuhan untuk konsumsi berasal dari
tekanan sosial untuk mengonsumsi yang karena cara produksi membutuhkan konsumsi di
dalamnya. Leonard mengatakan bahwa kita terkonstruksi dari pengalaman kita mengenai
ekonomi dan konsekuensinya dalam cara kita menawarkan tenaga kerja. Pengalaman
ekonomi juga membentuk organisasi kita, pekerjaan rumah tangga dan peran perempuan,
tingkat pendapatan yang kita terima, keseimbangan usaha yang mungkin kita lakukan untuk
kegiatan mental yang lebih memuaskan daripada kegiatan konkret yang ditujukan untuk
subsisten dan kebutuhan untuk mengkonsumsi.
Hal ini menimbulkan pembentukan kepribadian dari kontrol sosial dan individu
dengan penerimaan diri yang telah dikonstruksikan oleh ideologi penguasa. Namun masih
ada cara untuk menolak kekuatan ini yaitu dengan menstimulasi kesadaran kita atau dengan
aksi kolektif.
Pendekatan Marxis untuk praktik sehari-hari adalah sebagai berikut:
● bekerja secara kolektif dengan rekan kerja yang berkaitan dengan aktivitas, khususnya
di lingkungan komunitas
● Membangun elemen kehidupan keluarga yang kooperatif
● Membantu keluarga mengatasi konsekuensi menjadi unit konsumsi dalam pasar dan
tekanan yang dibuat oleh bursa tenaga kerja untuk pemisahan peran dalam keluarga
● Membantu keluarga mengubah pola kehidupan sosial mereka
● Membantu keluarga menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan penekanan
masyarakat kapitalis, bukan fokus ke masalah individu
● Memahami konflik dalam keluarga dengan melihat hubungan sosial di dalamnya
● membantu klien memahami dan mengungkapkan konflik dan kontradiksi sosial yang
lebih luas melalui hubungan keluarga.

Commentary
Pekerjaan sosial radikal telah menjadi perkembangan yang kontroversial, dan
perdebatan tersebut telah memicu berbagai kritik terhadapnya, yang meliputi:
● cenderung mengabaikan kebutuhan pribadi klien yang mendesak, demi
mempromosikan kesadaran mereka atau tindakan kolektif. Namun teori Leonard
mengenai psikologi individual Marxis mencoba untuk menghubungkan penjelasan
umum yang luas dari teori sosial dengan pemahaman tanggapan individu
● Teori radikal lemah dalam menangani masalah emosional karena fokus pada hal
material dan isu sosial dan promosi layanan seperti nasihat hak kesejahteraan yang
mengabaikan kemanusiaan klien dan masalah emosional dan pribadi.
● hanya menawarkan pendekatan untuk memahami situasi di mana klien dan pekerja
sosial beroperasi dan tidak memberikan aksi yang harus dilakukan
● Pandangannya yang terbatas mengenai kekuatan dan menyamakannya dengan
kontrol, terlalu menghubungkan pekerjaan sosial dengan tindak penindasan, dan tidak
mengidentifikasi secara penuh kompleksitas hubungan kekuatan antar pribadi
● Walaupun objektifnya merupakan perubahan sosial, sulit mencapai kesatuan antara
kepentingan kelompok yang terlibat dan sering berkonflik.
● Itu merupakan sebuah ideologi, daripada sebuah teori yang tidak menawarkan sebuah
eksplanasi yang bisa diuji secara empiris. Marxist dapat menjawab bahwa metode
investigasinya melalui analisis historis dan debat sebagai suatu bentuk studi yang sah.
Mereka berargumen bahwa ilmu positivis mempertahankan kekuasaan tertinggi
kekuasaan dengan menerima dan mempromosikan aturan sosial terbaru, dan ini
merupakan bentuk investigasi yang tidak tepat untuk sebuah teori radikal dan bahwa
semua teori merepresentasikan posisi ideologinya, seringkali dalam mendukung kelas
yang berkuasa.
● Seperti banyak ideologi lainnya, teori-teori radikal mendefinisikan obyeksi sesuai
dengan ketentuan mereka sendiri. Begitu pula dengan teori lainnya, seperti teori
psikodinamik yang di mana obyeksi atau ketidakmampuan untuk menerima sebuah
teori terkadang dianggap muncul dari adanya ketakutan yang tak sadar atau konflik
pada objeknya.
● Beberapa teori radikal menekankan kepada lingkungan dan pelayanan yang tidak
memadai dan menekan sebagai dasar yang lebih baik untuk menjelaskan
permasalahan klien daripada psikologi klien. Namun, pada kasus terburuk, ini dapat
menggantikan tuduhan kepada lingkungan lokal dan penghuninya secara umum yang
disalahkan karena korban individu. Ini dapat membawa dukungan pekerja sosial pada
klien dilihat sebagai oposisi terhadap kebutuhan dan minat dari yang lain pada satu
lingkungan yang sama, sejak kebutuhan dan harapan daripada orang miskin tidak
dapat selalu bisa selaras dengan seluruh kelas pekerjaan lainnya.
Untuk membuat penilaian secara umum dari kritis-kritik tersebut, kebanyakan dari
rekomendasi mengenai pekerjaan sosial radikal memberikan perhatian pada aksi kolektif
daripada bantuan kepada individu, atau membantu orang yang dari memiliki pemahaman
radikal terhadap situasi personal mereka, dari posisi di mana pilihan mereka adalah untuk
menerima atau perlawanan jangka panjang. Pekerja sosial mungkin memiliki kesulitan di
agensi resmi yang merepresentasikan ideologi yang berkuasa yang mencoba untuk
mempromosikan pendekatan radikal yang cenderung untuk dikecualikan. Ini juga penting
untuk tidak pergi lebih jauh lagi dengan kritik ini, Banyak agensi dan klien yang secara
faktanya menerima komunitas, pendekatan yang radikal, dan faktanya oposisi tidak harus
berarti bahwa sebuah perspektif harus diabaikan. Itu mungkin menawarkan pasangan yang
berguna untuk berkontribusi dalam pekerjaan, menggunakan teori lain atau untuk
mengorganisir ide-ide dari pekerja m, sementara tidak berkonflik tanpa alasan dengan fungsi
mereka dalam agensi.
Salah satu keuntungan dari perspektif radikal yang di mana meniadakan kritik umum
yang menekankan pada beberapa aspek kehidupan, termasuk pentingnya kekuasaan,
keabsahan ideologi, kelas dan status, profesionalisme, gender dan penindasan. Marxisme
membuat ide-ide mengenai aspek-aspek tersebut ebagi pekerjaan sosial dalam bentuk yang
dapat dimengerti, dan telah membawa kepada satu perkembangan praktik yang penting
dalam. Ini menekankan pada kekuasaan yang secara khusus membawa kepada perspektif
teori pekerjaan sosial yang memiliki langsung dengan seksisme dan rasisme. Maka, pada
pembahasan selanjutnya, akan membahas mengenai pendekatan feminis dan non-seksis
kepada pekerjaan sosial.
Feminist and Non-sexist Social Work
Pekerja dan terapi sosial feminis biasanya diberikan oleh wanita untuk wanita lainnya,
yang bertujuan untuk mengeksplorasi dan menghapuskan efek dari penindasan yang terjadi
karena adanya seksisme yang berlaku pada masyarakat. Hal ini dilakukan supaya
memberikan klien kebebasan yang lebih besar dan pengendalian atas kehidupan mereka, serta
kapasitas untuk mengembangkan diri mereka. Tujuan singkatnya adalah untuk
menghilangkan penindasan dari seksisme. Sementara, lebih luasnya, pekerjaan sosial
non-seksis berusaha untuk menghindari proses pekerjaan sosial yang digunakan dengan
cara-cara mendiskriminasi wanita atau mengesahkan sikap dominasi lelaki pada masyarakat.
Ada beberapa perbedaan opini mengenai apakah lelaki dapat mengerjakan pekerjaan
feminis. Menurut Valentich (1986), beberapa penulis menerima bahwa keterlibatan lelaki
pada pekerjaan feminis itu mungkin untuk dilakukan.
Pekerjaan sosial feminis dan non-seksis berakar dari gerakan wanita pada tahun
1960-an dan 1970-an. Berbagai perhatian mengenai penindasan terhadap wanita memiliki
keraguan atas nilai dari bantuan terhadap wanita, secara khusus pada psikiatri, dan mengenai
teori psikologi yang berdasar dari teori dan praktek untuk membantu. Namun, sebenarnya ada
kritik mengenai bias dari teori psikodinamik mengenai hal ini. Menurut Hudson (1985),
Feminis berusaha untuk memahami kehidupan dan pengalaman dari wanita berdasarkan dari
sudut pandang dan nilai mereka sendiri, yang di mana itu berbeda dari lelaki, sehingga
menghindari dilihat dari sudut pandang lelaki (androsentrisme). Menurut B. Collins (1986),
dalam pekerjaan sosial, argumentasi yang ada merupakan praktik berorientasi pada tujuan
dan tugas, dan tuntutan positivis terhadap praktik ilmiah, adalah prioritas yang ditentukan
lelaki, menggunakan bahasa dan cara berpikir lelaki. Menurut Gilligan dalam karyanya
(1982), wanita dan lelaki memiliki cara-cara berpikir atau mempertimbangkan yang berbeda
mengenai pertanyaan yang berkaitan dengan moral. Menurut L. Davis (1985), Ia berargumen
bahwa suara-suara wanita telah ditekan demi perspektif lelaki positivis. Menurut Dominelli
dan McCleod (1989), ada berbagai cara untuk mendefinisikan pekerjaan sosial, dan secara
khusus untuk memastikan bahwa agen-agen pekerjaan sosial tidak diatur untuk meniadakan
wanita dan perspektif mereka. Akibat prihatinya kaum feminis terhadap keadaan kesetaraan
antara lelaki dengan wanita, maka dengan menyerang keadaan patriarki saat ini, di mana
asumsi sosial mayoritas menempatkan lelaki pada posisi dominan. Praktik ini harus
mencerminkan pendekatan egaliter.
Masalah mengenai gender merupakan hal yang perlu diperhatikan, khususnya pada
situasi di mana seksualitas dan kekuasaan yang didasarkan dari itu menjadi relevan pada
situasi tersebut. Misalnya, pada residential care, ada beberapa percobaan yang dilakukan
untuk menciptakan lingkungan aseksual atau seksual yang tidak biasa untuk menghindari
kompleksitas yang terjadi saat mengurus seksualitas pada lingkungan yang tidak normal:
yaitu semua tempat di mana semua orang tinggal bersama pada periode yang penting
cenderung mengangkat isu gender dan seksual.
Hanmer dan Statham memberikan pendekatan kepada pekerjaan sosial yang tidak
secara jelas merupakan Marxist, dan berusaha untuk memberikan pendekatan yang berpusat
pada wanita dan non-seksis daripada feminis. Menurut mereka, gender merupakan dasar yang
penting bagi pengalaman hidup wanita. Status wanita lebih sering ditentukan berdasarkan
gender mereka, misalnya seorang ibu rumah tangga dan istri, smeentara status lelaki
ditentukan berdasarkan status mereka, yang dilihat dari jabatan di pekerjaan mereka. Namun,
gender wanita seringkali tidak terlihat dikarenakan mereka secara sosial membawa ekspektasi
dibanding lelaki, untuk menerima peran-peran tertentu, misalnya seperti pengasuh. Maka,
kebijakan publik mengasumsikan bahwa pengasuh yang tidak resmi merupakan pembantu
utama dari orang-orang yang memiliki kesulitan, tetapi pengasuh tidak resmi hampir
semuanya merupakan wanita.
Wanita memiliki banyak kesamaan, misalnya mengatur rumah tangga dan juga
bekerja, hidup dengan dan mengasuh lelaki, menjadi ibu dan mengurus yang menjadi
tanggungannya. Perbedaan penting antara mereka yang menyebabkan beragam pengalaman
dan ekspektasi, seperti perbedaan pola dalam pekerjaan dan status, perbedaan etnis,
perbedaan pengalaman: menjadi yang berkuasa atau merasa lemah. Dengan demikian, wanita
berkulit putih dengan pekerjaan profesional dan pengalamannya, seringkali dilihat sebagai
seseorang yang kompeten dan kuat. Namun, ini akan berbeda ketika situasi yang sama
diterapkan pada wanita kulit hitam, wanita kulit hitam akan memiliki hidup dan ekspektasi
sosial yang berbeda, dengan pekerjaan kasarnya. Di sisi yang lain, wanita berkulit hitam
dengan situasi seperti itu akan dilihat lemah, dan merasa lemah, sehingga mempengaruhi
kehidupannya.
Menurut Dominelli dan McCleod (1989), yang memiliki dasar yang sama dengan
Hanmer dan Statham, tetapi dari posisi Marxist, menekankan bahwa gender tidak bisa
dipisahkan dari bentuk lain dari penindasan, yang secara khusus adalah perbedaan kelas dan
etnis, walaupun dengan perbedaan tersebut juga masih ada perbedaan pengalaman yang
dirasakan wanita. Hanmer dan Statham berargumen bahwa wanita diperlakukan sebagai
orang yang ketergantungan dan inferior terhadap lelaki, dan memberikan contoh dari
ekspektasi ini. Pekerja sosial harus memulai dari mengenali akan pengalaman umum dari
wanita dan harus selalu melanjutkan pada penilaian akan perbedaan antara satu wanita
dengan wanita lainnya. Kemudian, gender merupakan tema yang penting dalam
mendeskripsikan wanita: wanita selalu memiliki ekspektasi menjadi seorang pengasuh,
menjadi ‘bawahan’/ subordinate dari lelaki, dan untuk dapat mengerjakan pekerjaan dengan
efektif, identitas pribadi menjadi penting untuk menyelesaikan banyak masalah yang mereka
hadapi.
Tahap penilaian akan klien wanita harus selalu disertai dengan pengetahuan akan pola
hidup dan kebijakan-kebijakan yang mempengaruhi wanita, serta pengetahuan akan asumsi
yang seringkali mempengaruhi bagaimana wanita dinilai. Pola hidup yang relevan untuk
diketahui adalah seperti faktor demografi, seperti fakta bagaimana adanya peningkatan angka
akan keluarga dengan orang tua tunggal, penurunan angka akan anak-anak dalam satu rumah
tangga, peningkatan angka akan perceraian dan pernikahan kembali, dan peningkatan angka
ibu yang bekerja. Sebagai seorang pekerja sosial, kita tidak boleh selalu berasumsi mengenai
perilaku yang normal dari seorang wanita tanpa melewati tahap-tahap yang dipaparkan tadi.
Wanita juga seringkali lebih miskin dari lelaki, dan memiliki pengalaman yang lebih banyak
dalam hidup di keluarga yang miskin, perumahan dan transportasi yang miskin. Sayangnya,
pentingnya kerja keras wanita yang bekerja untuk keluarganya dan juga untuk martabat
dirinya dipandang sebelah mata oleh pekerja sosial.
Hal yang penting juga khususnya dalam menilai klien wanita adalah ketika menilai
peran mereka sebagai seorang pengasuh. Kebanyakan wanita memiliki dan mengasuh
anak-anaknya, dan seringkali banyak yang bergantung pada mereka dalam beberapa fase
hidup. Penilaian pekerja sosial mengenai kapasitas wanita seringkali merefleksikan asumsi
kultural, yang sebenarnya dapat dipertanyakan. Misalnya, tiap kelompok etnis memiliki
perbedaan ekspektasi bagaimana pendekatan yang seharusnya dilakukan saat mengasuh anak.
Pekerja sosial juga mungkin memiliki ekspektasi yang dapat dipertanyakan seperti ekspektasi
mengenai wanita yang seharusnya selalu memiliki hubungan monogami dengan lelaki, atau
dapat mengasuh beberapa anak tanpa bantuan di lingkungan rumah yang lebih material. Ini
disebabkan wanita diasumsikan mampu dan secara sukarela mengasuh, sehingga kontribusi
mereka kurang dihargai dan dalam apabila lelaki berada di situasi yang sama (sedang
mengasuh), lelaki lebih banyak diberikan bantuan daripada wanita.
Seharusnya pekerja sosial tidak mengasumsikan wanita selalu ketergantungan,
mengasuh, dan di bawah lelaki. Status dan relasi wanita ditetapkan oleh pernikahan, atau
lewat konsekuensi perceraian, atau dari fakta bahwa mereka tidak menikah. Peran mereka
dalam mengasuh membutuhkan keterampilan dan komitmen, tetapi seringkali dinilai lebih
rendah daripada status sosial lelaki yang ditetapkan oleh pekerjaan mereka. Pekerjaan dapat
berguna untuk mempromosikan identitas wanita, citra diri, dan kepercayaan diri mereka.
Wanita dapat didorong dengan pencapaian yang mereka hasilkan, keinginan atas dukungan
dan sumber daya bagi pekerjaan penting yang mereka lakukan.
Untuk mengenali dan membagikan pengalaman klien wanita pada posisi ini, pekerja
sosial wanita harus mengenali ketidakseimbangan kekuasaan dan perlakuan yang tidak adil
yang mereka terima sebagai pekerja dalam institusi yang didominasi oleh lelaki. Wanita juga
seringkali dikecualikan dalam promosi dan memiliki kesulitan untuk menggunakan perspektif
mereka dalam hal manajerial, dikarenakan seringkali itu ditetapkan sesuai dengan bahasa dan
ekspektasi lelaki. Ada berbagai variasi dan pendekatan kolaboratif yang direkomendasikan
oleh Hanmer dan Statham dalam hal ini.
Dalam bekerja dengan klien, Hanmer dan Statham mempromosikan variasi strategi
untuk pekerjaan yang berpusat dengan wanita. Variasi Strategi tersebut antara lain adalah:
1. Preparasi: Dalam hal ini pekerja sosial memperjelas tujuan, menerima tulisan dan
rekaman sebagai alat bantu dalam memenuhi tujuan pertemuan, memeriksa fakta dan
penelitian mengenai wanita, mengembangkan keterampilan dan pengetahuan,
mengambil resiko untuk meminta bantuan cocok, dukungan, dan sumber daya,
menentukan layanan dan kebijakan yang tidak mendukung wanita, menyimpan
informasi mengenai sumber daya bagi klien wanita.
2. Menyusun prinsip-prinsip praktik yang berpusat pada wanita: Menghargai dan
menyukai nilai yang dibawa wanita, menggunakan pengalaman seorang wanita
sebagai sumber daya, mempercayai dan menerima wanita, berbagi dan belajar dari
kliennya dengan cara non-hierarkis, menggunakan semua kelompok wanita,
memastikan ruang bagi wanita jauh dari ketergantungan atau asuhan dari lelaki,
menghindari menggunakan asumsi konvensional yang seringkali memperlakukan
perilaku normal wanita sebagai sesuatu yang buruk, mendorong wanita untuk merasa
memiliki kontrol atas hidupnya dan perilakunya.
3. Membuat metode yang relevan dengan gender: Mengadaptasi teori yang lebih
mengafirmasi wanita, menghindari stereotip dan perilaku seksualisasi pada wanita,
menghindari bahasa yang seksis, menerima ketidaksetujuan pada pandangan feminis,
menghindari jargon tentang penindasan, bertujuan untuk sukses dalam tugas yang
terbatas, menggunakan kelompok untuk menekankan pengalaman bersama dan
berbagi dukungan, menggunakan kelompok yang terpisah dengan lelaki karena lelaki
cenderung mendominasi kelompok.
4. Menghubungkan klien kepada agensi yang memang memiliki spesialisasi pada
kebutuhan wanita, sehingga meningkatkan sumber daya bagi wanita: Biasanya agensi
generalis tidak menyediakan bantuan yang cukup untuk memberikan dorongan
keburuhan dan memformalkan dan mencari dukungan untuk sumber daya baru,
mendukung peluang yang sama rata.
5. Melibatkan wanita dalam perumusan keputusan dan pembuatan kebijakan dari sebuah
agensi
6. Menciptakan kode bagi praktik feminis.
Karya McCleod (1979) yang bekerja dengan pelacur merupakan sebuah contoh dari
pekerjaan sosial feminis yang menunjukkan kenyataan kemiskinan dan kebutuhan untuk
mempertahankan keluarga, yang membawa wanita menjadi pelacur, supaya dapat meraih
banyak uang lewat pekerjaan ini, walaupun bertentangan asumsi konvensional. Asumsi
konvensional memiliki pandangan bahwa seorang wanita berkomitmen menjadi pelacur
karena berkontak dengan budaya yang menyimpang dan kekurangan pribadi.
Donelly (1986) memberikan satu contoh laporannya mengenai groupwork dengan
klien wanita dan meningkatkan rasa berbagi pengalaman bersama dan memahami antar
wanita dalam perumahan yang kekurangan. Baik McCleod dan Donelly bertujuan dengan
berbagai cara untuk meningkatkan kesadaran akan wanita.
Tidak semua terapi dan pekerjaan sosial feminis itu radikal. Analisis mengenai
peningkatan kesadaran bertujuan untuk mendorong refleksi, begitu juga untuk mengerti
struktur sosial yang kurang manusiawi, dan aksi untuk mengubah kondisi sosial seperti itu.
Ini membutuhkan dialog yang adil, dengan perhatian mengenai ideologi dan bagaimana
dominannya ideologi dalam masyarakat sampai dapat menciptakan kemalangan dan
permasalahan sosial, perlu juga eksplorasi dan penghargaan terhadap kedua pandangan, dan
membuat satu benang merah antara masalah pribadi dengan masalah publik dan kepentingan
individu dengan kepentingan kelas. Meningkatkan kesadaran adalah hal yang terbaik dapat
diberikan dalam satu kelompok untuk adanya dukungan mutual dan eksplorasi yang lebih
luas. Perlu adanya komitmen aksi untuk mengubah situasi yang diidentifikasi dalam
kelompok, atau tidak, mengeluh mengenai sistem juga akan membawa pada keluhan tentang
menerima sistem tersebut. Karya Donnelly yang membawa sekelompok wanita dari
perumahan yang kekurangan di England, memiliki tujuan untuk membantu mereka
menyadari bahwa mereka berbagi berbagai permasalahan dan pengalaman yang sama, dan
mereka dapat mengerti dan memegang kontrol atas hidup mereka sendiri.

Commentary
Pekerjaan feminis dan non-seksis telah menaikkan minat yang besar sejak awal 1980
an dan telah menjadi isu yang penting bagi banyak wanita. Ini juga mengajarkan pekerja
sosial lelaki dalam memahami dan berinteraksi dengan klien wanita mereka, membawah
kepada pendekatan yang baru dan lebih tidak menghakimi kepada seksualitas dan kehidupan
wanita. Ada hubungan dekat dengan strategi pemberdayaan, yang adalah subyek yang akan
dibahas dalam bab setelah ini.
Salah satu masalah dari menciptakan terapi feminis adalah terapi ini dapat
mengurangi dari kebutuhan untuk meresapi semua pekerjaan sosial dengan perhatian
terhadap karya dan ide yang tidak rasis dan tidak seksis. Kebanyakan literatur pekerjaan
sosial berangkat untuk menekankan bahwa penindasan patriarki dan gender menindas lelaki
juga sama seperti wanita, tetapi penciptaan akan kategori yang berbeda dari aktivitas terlihat
di beberapa kasus untuk meningkatkan konflik dengan lelaki dan institusi yang didominasi
lelaki. Ada teori yang belum matang, yang bekerja dengan kesulitan lelaki, yang prioritas
mungkin di hal lain. Mirip dengan itu, itu juga bisa diklain bahwa memberikan prioritas yang
terlalu besar terhadap pekerjaan ini dengan banyak klien wanita dapat mengambil sumber
daya dan usaha dari perhatian yang lebih praktis dari kemiskinan dan masalah sosial yang
dihadapi mereka.
Secara teoritis, ada kesulitan untuk menyeimbangkan perhatian terhadap penindasan
gender dengan perhatian kepada penindasan yang didasarkan pada kelas dan etnis yang
minoritas, begitu pula dengan berbagai stigma lainnya, dan ini telah membawa kepada
kecenderungan untuk memisahkan perhatian-perhatian tersebut, yang sejauh ini telah
dibuktikan sulit untuk diintegrasikan. Pekerjaan sosial non-seksis dan feminis juga
meningkatkan kesulitan yang didasarkan dari pengetahuan tentang teknik, yang terkadang,
begitu dengan teori pekerjaan sosial lainnya, tidak merincikan secara jelas bagaimana untuk
mengintervensikan suatu permasalahan. Itu cenderung untuk diasumsikan bahwa
pengetahuan mengenai penindasan secara sendirinya akan membawa pada aksi dari klien dan
pengetahuan yang relevan pada prioritas klien untuk mencari bantuan.

EMPOWERMENT AND ADVOCACY


Connections
Seperti yang sudah dibahas pada bab sebelumnya, bahwa teori-teori radikal dan
marxisme menawarkan perspektif mengenai pekerjaan sosial yang berkonsentrasi pada
perubahan sosial, namun teori teori ini juga mengakui bahwa sebagian besar pekerja
memperhatikan komunitas yang relatif kecil juga individu, keluarga, dan kelompok kecil
melakukan aksi politis. Sehingga, segala panduan praktik pekerja sosial tidak bertentangan
dengan nilai sosial dan dapat berkontribusi pada perubahan sosial dengan mempromosikan
aspek positif dari pengalaman manusia. Pekerjaan sosial radikal telah mencapai pengaruh
yang cukup besar, terutama di Eropa dimana pekerjaan sosial radikal telah memastikan
bahwa pekerja sosial menyadari fungsi kontrol sosial dari pekerjaannya. Perhatian akan
kebutuhan kelompok-kelompok (khususnya minoritas dan kelompok yang terkena stigma
buruk) yang tertindas telah menyebabkan berkembangnya model-model praktik yang
dirancang untuk memenuhi kebutuhan mereka. Hal ini cenderung terkonsentrasi pada peran
advokasi pekerjaan sosial.
Salah satu konsep yang penting adalah mengenai empowerment. Furlong (1987)
melihat empowerment sebagai tujuan penting dalam kerja kasus karena menghindari
polarisasi kasar tindakan sosial dan perspektif individual, yang kemudian menempatkan
keprihatinan pekerjaan dengan individu dan keluarga untuk tujuan sosial. Russel-Erlich dan
Rivera (1986) berpendapat bahwa mempromosikan pemberdayaan dalam masyarakat yang
tertindas merupakan aksi yang penting dalam kehidupan politik dan ekonomi yang dapat
menambah penindasan tersebut.

Advocacy
Advokasi merupakan bagian penting dari praktik pekerjaan sosial yang berusaha
mempromosikan kontrol dan keterlibatan klien sendiri dalam kehidupan, komunitas, dan
layanan klien. Pada awal perkembangannya, advokasi dilihat sebagai layanan kepada klien.
Advokasi kasus disediakan oleh para profesional untuk meningkatkan akses klien terhadap
ketentuan yang dirancang untuk menguntungkan mereka. Advokasi berusaha untuk
mempromosikan perubahan sosial untuk kepentingan kelompok sosial klien. Baru-baru ini,
proses peningkatan kapasitas orang dengan penyakit mental dan cacat mental untuk
mengelola hidup mereka sendiri telah menyebabkan gerakan untuk memberi mereka bantuan
untuk mencapai hak-hak sipil di dalam institusi dan untuk meninggalkan institusi di mana
mereka mungkin ditahan dengan paksa.
Terkait dengan advokasi adalah ide normalisasi, yang berusaha menawarkan
lingkungan yang memberi klien peran sosial dan gaya hidup yang dihargai oleh orang-orang
di luar institusi. Rose dan Black (1985) menggambarkan sebuah proyek yang
mempromosikan kehidupan mandiri bagi orang-orang yang mempunyai penyakit mental.
Pendekatan mereka berusaha memberdayakan orang untuk menjadi subjek melainkan objek
yang berarti mereka terlibat dalam proses advokasi. Klien terlibat dalam transformasi dari
ketergantungan menjadi saling ketergantungan dengan jaringan kolektif dukungan sosial.
Proses Advokasi dan Empowerment
1. Awal
a. Penetapan Batas Pengajuan Masalah, yaitu mengidentifikasi area spesifik dari
praktek menguraikan masalah saat klien mengeksplorasi persepsi mereka,
sehingga klien dapat melihat bagaimana dunia telah menciptakan masalah itu juga
mengeksplorasi perbedaan antara pandangan pekerja dan klien mengenai masalah.
b. Mengidentifikasi Pilihan Tindakan, yaitu penggunaan pengetahuan pekerja sosial
untuk membantu klien memahami bagaimana dunia dapat terpengaruh. Juga
mengidentifikasi bagaimana klien dapat menjadi aktor daripada objek dalam
kaitannya dengan masalah tertentu.
2. Praktek Advokasi/Empowerment
a. ‘Verstehen’, memahami perspektif klien, terutama konsep diri mereka;
menunjukkan kepercayaan sehingga bersifat tidak mendominasi dan menawarkan
peluang untuk bahasa baru, pemahaman, dan poin referensi.
b. Thematisation, menetapkan tema generatif dalam kehidupan klien dan mencari
alienation yang timbul dari kemiskinan, eksploitasi, atau penindasan.
c. Problemisation, mengevaluasi deskripsi rinci klien tentang dunia mereka secara
kritis dan melihat hal yang dapat diubah bukan melihat hal yang tidak dapat
diubah.
d. Anomie, membantu klien memahami bahwa ketakutan untuk meninggalkan suatu
ketergantungan merupakan suatu hal yang wajar dan mendukung perencanaan
untuk masa depan.
e. Analisis Konsekuensi dari Tindakan, membantu klien memahami perbedaan
kekuasaan dan konflik kepentingan yang akan membuat beberapa tindakan
menjadi tidak mungkin.
f. Choice, bergabung dalam proses pengambilan keputusan tentang apakah suatu
tindakan akan dilaksanakan atau tidak.
g. Evaluasi, menilai proses dan pencapaian dari tindakan melalui refleksi kritis.
h. Verstehen, menilai bagaimana klien dan pekerja telah diubah oleh tindakan
tersebut. Prosesnya kemudian dimulai dari awal lagi, dalam siklus aktivitas yang
baru.

Black Empowerment: Barbara Solomon


Buku karya Solomon (1976) digunakan oleh semua komunitas yang berada dalam
tekanan namun Barbara Solomon memiliki perhatian khusus pada etnis minoritas kulit hitam.
Pada bukunya juga dibahas perihal ketidakberdayaan (powerlessness) pada setiap individu
atau kelompok sosial dan hal ini didefinisikan oleh Solomon sebagai ketidakmampuan untuk
mengatur emosi, skil, pengetahuan dan/atau sumber material lain yang ternyata
mempengaruhi cara seseorang untuk bisa berperilaku dan berperan dengan baik secara sosial,
dan hal ini juga akan berpengaruh pada personal gratification.
Pada beberapa komunitas, individu telah banyak dinilai secara negatif untuk waktu
yang lama karena mereka juga memiliki ketidakberdayaan yang luas dan hal tersebut juga
melumpuhkan gerakan mereka. Penilaian negatif kerap muncul dalam praktik, organisasi, dan
juga dalam berbagai acara yang dimana kelompok minoritas ini kerap didiskriminasi salah
satunya dengan kalimat-kalimat yang merendahkan mereka baik secara individu maupun
komunitas.
Empowerment atau dalam bahasa Indonesianya adalah pemberdayaan, memiliki
tujuan untuk mengurangi, mengeliminasi dan menghilangkan penilaian negatif dari kelompok
yang berkuasa di masyarakat sosial yang bisa saja berdampak kepada masyarakat dengan
skala yang lebih kecil dibawahnya. Pemberdayaan yang dilakukan bisa saja dimulai lewat
praktik di lingkungan keluarga. Harapannya, setelah pemberdayaan bisa diwujudkan dalam
skala keluarga, ini bisa membangun kapasitas yang baik pada masing-masing anggota
keluarga dan pekerja sosial tinggal melanjutkan intervensi yang bisa disesuaikan dengan
budaya masing-masing keluarga.
Pekerja sosial memiliki kesulitan untuk memiliki strategi pemberdayaan yang efektif
karena agensi mereka termasuk dalam sistem sosial yang secara rutin bisa saja melakukan
penilaian negatif terhadap kelompok minoritas. Menghasilkan respon yang sama dapat
mengurangi diskriminasi, namun melihat penilaian negatif yang sudah sangat tersebar luas,
klien memiliki potensi untuk merasa kecil hati ketika tidak mendapatkan perlakuan yang
sama. Penilaian negatif terhadap minoritas (tidak hanya pada etnis minoritas) mungkin saja
merupakan masalah yang institusional yang bisa saja membuat permasalahan itu jadi tidak
dapat dirasakan. Di banyak kasus, banyak kelompok sosial yang harus menderita karena tidak
memiliki kekuatan dibandingkan menderita karena gagal memiliki kekuatan yang artinya
mereka telah berusaha untuk menggunakan kekuatannya namun gagal.
Dalam sebuah strategi pemberdayaan, diperlukan komitmen baik dari segi
pemeliharaan dan pengembangan strategi untuk membuat pelayanan yang efektif, setara dan
juga mampu mengkonfrontasi penilaian negatif. Meninjau dari Salomon, kebanyakan orang
melewati 3 fase pengembangan, yang berupa :
● Pengalaman positif dalam kehidupan awal-awal keluarga akan memberikan
kepercayaan diri dan kompetensi untuk individu pergunakan pada saat berinteraksi
secara sosial
● Pengalaman positif dalam keluarga juga bisa memperkuat kemampuan individu untuk
mengatur relasi sosialnya dan juga menggunakan institusi sosial untuk bisa
mendapatkan lebih banyak kompetensi (contoh institusi sosial disini misalnya
sekolah)
● Setelah perkembangan diatas, individu diharapkan bisa tampil secara baik dalam
menjalankan peran sosialnya sebagai individu di tengah kelompok sosial.
Batasan pada kekuatan tidak langsung bisa berdampak pada setiap tingkatan.
Pengalaman negatif yang diterima seperti stigma terhadap ras tertentu, disabilitas atau
kemiskinan juga turut menurunkan kepercayaan diri individu untuk bisa menjalankan
interaksi sosial sebagaimana mestinya, hal ini berdampak dengan perkembangan di tingkat
dua yakni seharusnya bisa jadi tingkatan untuk berkembangnya kapasitas untuk individu bisa
tampil dengan peran sosialnya yang bisa ia tunjukan di tingkat tiga. Contoh nyata perihal hal
ini adalah diskriminasi di bidang edukasi bisa berdampak pada tertutupnya akses untuk
seseorang bisa belajar secara setara dan justru menghambat perkembangan seseorang untuk
bisa menghidupi peran sosialnya. Dalam buku Solomon terdapat argumen bahwa karena
pekerja sosial memiliki perhatian lebih terhadap mengubah perilaku secara individu
dibandingkan merubah institusi sosial, maka dari itu intervensi individu bisa dikatakan lemah
jika harus menghadapi kekuatan blok.
Tujuan pemberdayaan adalah untuk membuat klien dapat melihat:
● Diri mereka sendiri sebagai agen kausal untuk menemukan solusi dari masalah yang
mereka hadapi
● Pekerja sosial memiliki pengetahuan dan skil yang klien bisa gunakan
● Pekerja sosial dilihat sebagai lingkup pergaulan dan partner dalam upaya
menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi
● Pekerja sosial juga memiliki kekuatan struktur dan memiliki bagian yang mampu
dipengaruhi.
Model praktik yang digunakan adalah sebagai berikut:
● Untuk menangani respon dari klien yang mendapatkan penilaian negatif, sehingga
mereka bisa melihat diri mereka sendiri mampu untuk memiliki dampak terhadap
masalah yang mereka hadapi
● Untuk melihat letak dan menghilangkan batasan serta menemukan kembali kekuatan
untuk bisa menjadi dukungan yang efektif pada klien dalam hal menyelesaikan
permasalahannya.
Pekerja sosial harus selalu bisa peka terhadap ketidakberdayaan. Sebagai contoh,
advokasi untuk keamanan sosial bisa terlihat seolah-olah kemampuan pekerja sosial
dipergunakan untuk menarik kebebasan klien untuk bertindak sesuai dengan apa yang klien
inginkan. Pada intinya, adalah hal yang salah ketika pekerja sosial justru melihat solusi dari
klien yang menjadi masalah, namun sebaliknya, pekerja sosial justru tetap mengarahkan klien
untuk bisa menemukan solusi dari permasalahan yang dihadapinya.
Berikut adalah karakteristik praktisi non-rasis yang mungkin bisa memperluas cara
mengintervensi semakin banyak kelompok yang tertindas:
● Kemampuan untuk bisa memberikan penjelasan alternatif terhadap segala bentuk
perilaku, khususnya penjelasan alternatif yang mungkin saja menimbulkan penolakan
dan sangkalan dari klien yang diberi penjelasan.
● Kemampuan untuk menggunakan segala bentuk isyarat atau tanda untuk memilih
penjelasan mana yang relevan untuk klien.
● Kemampuan untuk merasa hangat, memiliki perhatian yang tulus dan empati tanpa
peduli ras ataupun karakteristik lain dari klien.
● Memiliki kemampuan untuk mengkonfrontasi klien dengan perasaan yang nyata
ketika klien mulai menunjukan tanda-tanda misinterpretasi ataupun disorientasi.
Menilai motivasi, kapasitas dan peluang merupakan satu hal yang krusial mengingat
akses pelayanan seringkali terhambat dan gagal dalam penyelesaiannya. Kriteria kita dalam
menentukan kriteria mungkin saja tidak dibutuhkan karena pekerja sosial memiliki nilai yang
mungkin tidak sejalan dengan budaya yang dianut oleh klien. Ketika mengetahui dan bisa
mengekspektasikan budaya apa saja yang dianut klien (apa saja yang boleh, apa saja yang
tidak) serta bisa menemukan pola terhadap isyarat yang dimiliki klien, hal ini bisa membantu
pekerja sosial untuk menemukan motivasi klien. Kapasitas mungkin bisa jadi satu hal yang
lebih mudah dinilai ketika lingkungan yang dibangun antara klien dan pekerja sosial bisa
lebih menyenangkan dibandingkan lingkungan yang kaku, contohnya lingkungan kantor.
Peluang sendiri harus ditingkatkan secara perlahan dan hati-hati, karena klien bisa saja
disalahkan untuk tidak mengambil peluang yang bisa saja kenyataannya justru tidak tersedia
karena berbagai faktor. Dalam kontrak yang disetujui antara pekerja sosial dan klien harus
bisa menempatkan klien sebagai agen kausal.
Peran pekerja sosial yang bisa sangat berguna dalam pemberdayaan adalah sebagai
berikut:
● Konsultan sumber daya - yang menghubungkan antara pada sumber daya yang
mungkin penting untuk meningkatkan kepercayaan diri dan juga bisa memiliki
kemampuan untuk menyelesaikan masalahnya sendiri
● sensitiser - yang membantu klien untuk bisa menambah pengetahuannya secara
mandiri
● Guru atau pelatih - berperan sebagai yang mengajarkan proses dan skill untuk klien
bisa menyelesaikan tugas-tugas tertentu
Strategi penting yang bisa membantu klien salah satunya adalah dengan menyediakan
Layanan pada keluarga, lingkungan tempat tinggal dan juga komunitasnya. Semakin setara
relasi yang dibangun antara klien dan pekerja sosial biasanya akan lebih mudah untuk
memberikan hasil yang positif, apalagi, kedua belah pihak sama-sama memberikan sesuatu
untuk satu sama lain dan keduanya bisa memenuhi kebutuhan relasi kedua belah pihak, hal
ini juga akan mendukung berkembangnya komunitas.
Learned Helplessness Theory
Barber (1986) mengatakan bahwa mempelajari teori belajar ketidakberdayaan
mungkin saja dapat berguna sebagai perspektif pekerja sosial. Ide mengenai teori ini juga
sangat dekat dan mendukung penelitian dari pemberdayaan. Teori Seligman's (1975)
berdasarkan pada pengalamannya dengan hewan dan manusia, yang menunjukan bahwa
manusia memiliki pengalaman penting yang menunjukan bahwa apa yang manusia lakukan
tidak ada hubungannya dengan hal-hal yang terjadi dalam hidup mereka. Manusia memang
mungkin untuk bisa merasa kehilangan motivasi, menjadi anxious dan depresi serta memiliki
kemampuan berpikir dan belajar yang kurang pada saat-saat tertentu. Mengetahui hal ini,
Barber (1986) memberikan respon bahwa alangkah baiknya ada peningkatan lingkungan
yang bisa memberikan pengalaman kepada diri individu, terlebih lingkungan yang bisa
memberikan pilihan dan kontrol terhadap apa yang individu itu mau capai.

Commentary
Strategi advokasi dan pemberdayaan sudah terbukti menjadi satu hal yang menarik
akhir-akhir ini dalam implementasi pekerjaan sosial radikal, dan juga menjadi salah satu hal
yang fundamental. Beberapa hal yang menjadi perhatian adalah cara untuk menanggapi
sikap-sikap penindasan dan prasangka terlebih kepada masyarakat kulit hitam. Advokasi
telah berkembang pesat menjadi bagian untuk bisa mengeluarkan individu dari institusi
jangka panjang dimana mereka dirawat sebelumnya. Walaupun demikian, advokasi dan
pemberdayaan tetap mungkin untuk memiliki kritik dengan argumen keduanya
merepresentasikan perawatan dengan ideologi radikal yang mungkin saja berbeda dengan
pengalaman-pengalaman yang dialami klien dan mungkin saja justru pekerja sosialnya.
Filosofi perihal kontrol diri, tanggung jawab personal, dan aktualisasi diri juga
muncul dalam gerakan pemberdayaan dan memiliki relasi dengan pendekatan kognitif serta
pendekatan humanis. Meskipun terapis dengan pendekatan humanis cenderung tidak
menekankan secara jelas pengaruh dari perbedaan kelas dan tindak penindasan yang mungkin
menyertai sebagai suatu aspek yang menghalangi aktualisasi diri dan sangat butuh untuk bisa
diatasi. Ulasan kritis mengenai pemberdayaan dan advokasi belum dikembangkan hingga
kini, namun dua hal ini berpotensial untuk memiliki kritik yang bisa diidentifikasi. Seperti
wawasan yang dikembangkan oleh para terapis, pemberdayaan fokus untuk mengembangkan
kapasitas klien dan tidak melihat langsung pada perubahan yang menekan struktur sosial,
kecuali hal ini merupakan efek dari kasus-kasus tertentu individu hasil dari advokasi.
Tidak ada pengecualian untuk klien yang dianggap sudah sangat bermasalah
sekalipun harus tertekan dan berada dalam suatu institusi rawat, klien tersebut tetap memiliki
kesempatan untuk tetap bisa meraih gelar yang lebih baik ditambah dengan mengembangkan
teknik kontrol diri bersama dengan terapis yang membantu klien untuk bisa menyelesaikan
masalahnya. Namun tetap saja, kesulitan yang dialami oleh pekerja sosial adalah dalam
lingkungan sosial politik, dimana sumber daya yang didapatkan juga sedikit, pemberdayaan
justru bisa menjadi alat untuk menekan atau merampas hak suatu kelompok dari kelompok
lain dibandingkan menyatukan keduanya.
DAFTAR PUSTAKA

Payne, Malcolm. 1991. Modern Social Work Theory: A Critical Introduction. London:
MacMillan Education LTD.

Anda mungkin juga menyukai