Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH TENTANG PROFESI PENOLONG YANG LAIN: PEKERJA SOSIAL

OLEH:

YOHANES JUANITO PATTY PELOHY

HESTY CHAROLINE ZACHARIAS

JENI ALFIONITA FIO

MARIA VIRGINIA ANOIT

HENDRIKUS BELAWA KOTEN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

BIMBINGAN KONSELING

2021/2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Pengetahuan dalam pekerjaan sosial merupakan hal mendasar dalam suatu profesi
pekerjaan sosial, jika pengetahuan tidak dipahami dengan baik maka dalam praktiknya
sebagai seorang pekerja sosial tidak akan mampu melaksanakan praktiknya dengan baik.
Pekerjaan sosial adalah sebuah profesi yang berlandaskan pengetahuan, Sehingga suatu
praktek pertolongan profesional sudah seharusnya berlandaskan pada batang tubuh
pengetahuan yang jelas, sehingga pengembalian keberfungsian sosial sesorang dilandasi
dengan pahamnya seseorang dalam melaksanakan praktik sebagai pekerja sosial.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana landasan pengetahuan pekerjaan sosial?
2. Bagaimana teori-teori dalam pekerjaan sosial?
3. Bagaimana prinsip-prinsip etik pekerjaan sosial?
BAB II

PEMBAHASAN

1. Landasan pengetahuan pekerjaan sosial


Landasan pengetahuan menjadi sangat penting bagi seorang pekerja sosial ketika
melakukan pekerjaan di tengah-tengah masyarakat nantinya. Adapun landasan yang harus
diketahui oleh pekerja sosial yaitu sebagai berikut :
a. Landasan Pengetahuan Budaya, pendidikan bagi praktek pekerjaan sosial professional
adalah berbasis universitas dan meliputi serangkaian pengetahuan budaya yang luas.
Suatu latar belakang dari berbagai ilmu-ilmu sains, seperti psikologi, sosiologi,
antropologi, ekonomi, politik dan sejarah.
b. Filsafat dan sejarah pekerjaan sosial. Landasan filsafat dan sejarah pekerjaan sosial dan
kesejahteraan sosial membentuk kekuatan profesi. Para pekerja sosial harus memahami
kecendrungan dalam praktek kontemporer di dalam konteks sejarah praktek pekerjaan
sosial.
c. Bidang-bidang praktek. Walaupun para pekerja sosial berpraktek di dalam setting-
setting tertentu, mereka harus memiliki suatu pemahaman yang komprehensif tentang
semua bidang utama praktek pekerjaan sosial-sektorsektor kesejahteraan sosial publik
dan privat seperti pemeliharaan pendapatan, pelayanan keluarga dan anak, dll.
d. Konstruk teoritik dan model-model praktek. Landasan pengetahuan formal pekerjaan
sosial meliputi teori-teori tentang prilaku manusia dan lingkungan sosial serta tentang
metode-metode dan model-model praktek.

2. Teori-teori dalam pekerjaan sosial


a. Teori Sistem
Sistem merupakan suatu kerangka yang terdiri dari beberapa elemen/sub sistem yang
saling berinteraksi dan saling mempengaruhi. Teori sistem adalah suatu model yang
menjelaskan hubungan tertentu antara subsub sistem dengan sistem sebagai suatu unit
yang bisa saja berupa suatu masyarakat, serikat buruh, dan organisasi pemerintah.45
Apabila suatu sub sistem tidak berfungsi, maka sistem tidak akan berjalan maksimal
atau bahkan tidak berjalan.46 Intinya, setiap bagian berpengaruh terhadap
keseluruhan atau sesuatu tidak dapat ada tanpa keberadaan yang lain. Contoh dari
sistem sosial adalah keluarga, di mana anggota-anggota di dalam keluarga disebut
sebagai sub sistem atau bagian dari sistem. Dalam pekerjaan sosial makro, kita
mengenal masyarakat sebagai suatu sistem.
b. Teori Ekologi
Teori ini menekankan bahwa lingkungan sangat berpengaruh terhadap
perkembangan. Ada lima sistem dalam teori ini, yaitu mikrosistem, mesosistem,
ekosistem, makrosistem, dan kronosistem. Mikrosistem merupakan tempat di mana
seseorang hidup, misalnya mikrosistem seorang anak meliputi keluarga, guru, teman
sebaya, dan lain-lainnya yang sering ditemui anak. Dalam mikrosistem, terjadinya
interaksi, misalnya anak dengan orang tua, anak dengan guru, dan sebagainya. Dalam
sistem ini, seseorang dipandang membantu membangun setting. Sistem berikutnya
adalah mesosistem, yang merupakan hubungan antara beberapa mikrosistem,
misalnya hubungan antara orang tua dengan guru, teman dengan guru, dan
sebagainya. Dalam ekosistem, seseorang tidak memiliki peran aktif, melainkan
terpengaruh oleh berbagai sistem, misalnya pekerjaan orang tua mempengaruhi
hubungan antara suami istri dan anaknya. Kemudian makrosistem membicarakan
tentang budaya, gaya hidup, dan masyarakat di mana seseorang berada, dan
mempengaruhi seseorang. Dan yang terakhir, kronosistem meliputi pemolaan
peristiwa-peristiwa sepanjang kehidupan, misalnya mempelajari dampak negatif
terhadap perceraian terhadap anakanak, dan lain sebagainya. Teori ini pada intinya
menjelaskan mengenai perilaku manusia sesuai dengan lingkungan dan interaksi
antara manusia dengan lingkungan yang terjadi dalam berbagai level dan fungsinya.
c. Teori Kritis
Teori ini membahas tentang emansipasi dan penindasan. Tujuan daripada teori ini
adalah untuk menghilangkan segala bentuk dominasi dan penindasan, serta
mendorong adanya kebebasan dan keadilan. Teori ini mempertanyakan sebab-sebab
yang mengakibatkan penyelewenganpenyelewengan dalam masyarakat. Struktur
masyarakat yang rapuh harus diubah. Intinya, teori kritis ini memberikan kesadaran
untuk membebaskan manusia dari irasionalisme atau ketidakmasukakalan. Teori
kritis berupaya untuk mengidentifikasi kemungkinan perubahan sosial, sekaligus
mempromosikan bentuk refleksi diri dan masyarakat yang bebas dari dominasi. Teori
ini erat kaitannya dengan teori konflik, di mana adanya pihak yang mendominasi dan
yang didominasi. Teori ini juga berkaitan dengan teori feminis, di mana adanya pihak
tertindas, seperti penindasan kaum wanita oleh kaum pria dalam kedudukan sosial
ekonomi.

3. Prinsip-prinsip etik pekerjaan sosial

a. Penerimaan

Pekerja sosial yang menerima klien memperlakukan mereka secara manusiawi dan
secara baik serta memberikan mereka martabat dan harga diri (Biestek, 1957, dalam
DuBois & Miley, 2005: 126). Pekerja sosial menyampaikan penerimaan dengan
mengungkapkan kepedulian yang sejati, mendengarkan dengan baik, menghormati
sudut pandang orang lain, dan menciptakan iklim yang saling menghormati.
Penerimaan berarti bahwa pekerja social memahami perspektif klien dan menyambut
baik pandangan-pandangannya
(Plant, 1970, dalam DuBois & Miley, 2005: 126). Penerimaan juga menganjurkan
pembangunan berdasarkan kekuatan-kekuatn klien dan mengakui potensi yang
mereka miliki masing-masing bagi pertumbuhan dan perubahan.

Berbagai faktor menghambat komunikasi penerimaan pekerja sosial. Faktor-faktor ini


meliputi kurangnya kesadaran diri, pengetahuan tentang perilaku manusia yang tidak
memadai, proyeksi perspektif pribadi ke dalam situasi klien, sikap-sikap prasangka
buruk, pemberian jaminan yang tidak berdasar, dan menolak penerimaan dengan
menyetujui (Bistek, 1957, dalam DuBois & Miley, 2005: 126). Penerimaan juga
dapat mengancam klien. Penerimaan mengacaukan pemahaman atas orang-orang
yang memiliki sejarah relasi yang buruk dan pengalaman-pengalaman alienasi dalam
latar belakang mereka (Goldstein, 1973, dalam DuBois & Miley, 2005: 126). Tillich
(1962, dalam DuBois & Miley, 2005: 126), seorang teolog eksistensialis, memberikan
komentar tentang akar penerimaan dalam tulisannya tentang filsafat pekerjaan sosial.
Tillich mengaitkan akar penerimaan dengan cinta, dalam bahasa Yunani, agape, dan
dalam bahasa Latin, caritas, yaitu suatu “cinta yang turun menjadi penderitaan dan
kejelekan serta kesalahan untuk ditinggikan. Cinta ini sangat penting dan juga
menerima, serta ia dapat mentransformasikan apa yang ia cintai” (h. 15). Akan tetapi,
cinta ini bukanlah amal, yang hanya sekedar meyumbang kepada sebab-sebab dan
memberikan suatu pelarian diri dari tuntutan-tuntutan cinta yang sangat penting.
Dalam pandangan Tillich, tindakan penerimaan yang transformatif berpartisipasi di
dalam diri orang lain yang paling dalam dan menegaskan kemanusiaaan mereka.

b. Individualisasi

Semua manusia unik dan memiliki kemampuan-kemampuan yang berbeda. Ketika


pekerja sodial menegaskan individualitas klien, ia mengakui dan menghargai kualitas
keunikan dan perbedaan-perbedaan individual itu. Ia memperlakukan klien sebagai
manusia yang memiliki hakhak dan kebutuhan-kebutuhan, bukan sebagai obyek,
kasus, atau janji lain. Pekerja sosial yang mengindividualisasikan
klien membebaskan dirinya dari bias dan prasangka buruk, menghindari pemberian
cap dan stereorip, dan mengakui potensi keberagaman. Ia mendemonstrasikan bahwa
klien memiliki hak untuk “diperlakukan sebagai individu dan diperlakukan tidak
hanya sebagai seorang makhluk manusia tetapi sebagai makhluk manusia dengan
perbedaan-perbedaan pribadi” (Biestek, 1957: 25, dalam DuBois & Miley, 2005:
126). Pekerja sosial seharusnya menggunakan informasi yang sudah digeneralisasikan
tentang situasi-situasi manusia. Akan tetapi, ia menyadari bahwa situasi setiap klien
menuntut penyesuaian-penyesuaian terhadap informasi umum ini. Para praktisioner
pekerjaan sosial bekerja dengan klien yang istimewa ini di dalam situasi yang
istimewa ini pula. Prinsip diterjemahkan ke dalam tindakan-tindakan yang “berawal
dimana klien berada.”

c. Pengungkapan perasaan-perasaan yang bertujuan

Emosi adalah suatu bagian yang integral dari kehidupan manusia, dan manusia
mengalami serangkaian perasaan-perasaan (Biestek, 1957). Walaupun tidak bijaksana
untuk mendorong klien menyemburkan sentimen secara sembarangan atau terlibat
secara tidak terkendali dengan perasaan-perasaan marah atau negatif, pekerja sosial
harus mengarahkan klien untuk mengungkapkan perasaan-perasaanya secara
bertujuan. Pekerja sosial harus berjalan melampaui isi “hanya fakta” untuk
mengungkapkan perasaanperasaan
yang mendasari fakta-fakta ini. Dengan mendengarkan secara penuh perhatian,
menanyakan informasi-informasi yang relevan, dan mendemonstrasikan toleransi dan
sikap tidak menghakimi, pekerja sosial mendorong klien untuk mengungkapkan
fakta-fakta dan
perasaan-perasaan. Walaupun pengungkapan perasaan-perasaan diperbolehkan,
pengungkapan perasaan-perasaan seorang klien harus bertujuan yaitu harus
mengandung suatu tujuan dalam proses menemukan solusi-solusi. Tujuannya
barangkali membebaskan tekanan atau ketegangan dengan cara yang membebaskan
klien untuk melakukan tindakan-tindakan yang positif atau konstruktif. Perasaan-
perasaan juga mengungkapkan kedalaman pemahaman klien akan masalah-masalah,
atau perasaan-perasaannya itu sendiri bahkan dapat merupakan masalah. Bagi
beberapa klien, pengungkapan perasaan-perasaannya kepada seorang pendengar yang
peduli merupakan suatu katarsis, atau pencucian, pengalaman yang memudahkan
klien untuk menempatkan situasi-sittuasi yang
ia hadapi dalam perspektif. Pengungkapan perasaan-perasaan dapat mempererat
relasi. Pengungkapan perasaan-perasan yang bertujuan membawa perasaan-perawaan
ke dalam keterbukaan sehingga mereka dapat menghadapinya secara konstruktif,
memungkinkan suatu pemahaman akan elemen-elemen afektif atau emosional dari
suatu situasi secara lebih akurat, dan memberikan kesempatan-kesempatan untuk
mendemonstrasikan dukungan psikologis.

d. Obyektivitas

Prinsip praktek obyekivitas, atau menguji situasi-situasi tanpa bias, berkaitan sangat
erat dengan pandangan yang tidak menghakimi. Agar obyektif, pekerja sosial
menghindari masuknya perasaan-perasaan dan prasangka-prasangka buruk pribadinya
ke dalam relasinya dengan klien. Suatu penilaian yang sangat pribadi atau tidak
masuk akal mempengaruhi asesmen praktisioner tentang klien dan situasinya.
Penilaian yang miring dapat menyebabkan pekerja sosial menseleksi atau mendorong
suatu hasil dengan mengabaikan yang lain secara tidak semestinya. Pengalaman-
pengalaman pendidikan praktisioner, pemahaman akan dunia sosial, pengalaman-
pengalaman kehidupan, keyakinan-keyakinan, keberagaman posisi-posisi istimewa,
nilai-nilai, dan keadaan-keadaan fisik semuanya mempengaruhi obyektivitas pekerja
sosial.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Pekerja sosial adalah seseorang yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai praktik
pekerjaan sosial serta telah mendapatkan sertifikat kompetensi (Undang-undang No. 14 Tahun
2019). Menurut International Federation of Social Workers (IFSW), Pekerjaan sosial adalah
profesi berbasis praktik dan disiplin akademis yang mempromosikan perubahan dan
pengembangan sosial, kohesi sosial, dan pemberdayaan dan pembebasan orang. Prinsip-prinsip
keadilan sosial, hak asasi manusia, tanggung jawab kolektif, dan penghormatan terhadap
perbedaan merupakan hal yang sentral dalam pekerjaan sosial. Didukung oleh teori-teori
pekerjaan sosial, ilmu sosial, humaniora dan pengetahuan asli, pekerjaan sosial melibatkan
orang-orang dan struktur untuk mengatasi tantangan kehidupan dan meningkatkan kesejahteraan.
DAFTAR PUSTAKA

https://kesejahteraansosialunpas.wordpress.com/2010/12/05/prinsip-prinsip-etik-pekerjaan-
sosial/

http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/27522/1/1520010073_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR-
PUSTAKA.pdf

Anda mungkin juga menyukai