Anda di halaman 1dari 17

Makalah

Ketidaktaatan Pemimpin Kepada Tuhan Berdasarkan Yeremia 5:1-10

Oleh Yusran

Pendahuluan

Ketika membaca Yeremia pasal 5 menjadi jelas bahwa nabi Yeremia prihatin

tentang masyarakat Yehuda yang dalam pandangannya bertindak tidak setia dan

tidak setia kepada Tuhan. Dari teks ini mengungkapkan bahwa secara etis orang-

orang telah mengecewakan Tuhan, bahkan lebih serius adalah fakta bahwa para

pemimpin bertindak tidak tahu apa-apa dan memberontak kepada Allah. Para

pemimpin menunjukkan kurangnya akuntabilitas terhadap rakyat dan yang paling

penting terhadap Tuhan. Agar setiap masyarakat berfungsi dengan baik, seseorang

harus bertanggung jawab satu sama lain. Tetapi jika diperlukan warga negara biasa

untuk bertanggung jawab satu sama lain, lebih dari itu diharapkan dari para

pemimpinnya.1 Dalam makalah ini, penulis akan mengkorelasikan antara

masalah krisis moral yang terjadi pada masa Yeremia yang dikarenakan pemimpin-

pemimpin yang tidak taat kepada Allah dengan kepemimpinan masa kini dan

melihat apa yang terjadi ketika seorang pemimpin tidak taat terhadap Tuhan

berdasarkan teks ini.

Latar Belakang2

1
Lee G. Bolman, The Leader as Politician (San Francisco: Jossey-Bass, 2008), 345.
2
Full life “Alkitab Sabda”.
Pelayanan Yeremia sebagai nabi diarahkan kepada kerajaan selatan Yehuda,

sepanjang 40 tahun terakhir dari sejarahnya (626-586 SM). Ia masih hidup untuk

menyaksikan serbuan Babel ke Yehuda yang berakhir dengan kebinasaan Yerusalem

dan Bait Suci. Karena tugas Yeremia ialah bernubuat kepada bangsa itu selama

tahun-tahun akhir dari kemunduran dan kejatuhannya, dapatlah dimengerti bahwa,

kitabnya penuh dengan kesuraman dan firasat buruk. Yeremia, putra seorang imam,

lahir dan dibesarkan di Anatot, desa para imam (6 km di timur laut dari Yerusalem)

selama pemerintahan Raja Manasye yang jahat. Yeremia memulai pelayanan

sebagai nabi pada tahun ke-13 pemerintahan Raja Yosia yang baik, dan ia ikut

mendukung gerakan pembaharuan Yosia. Akan tetapi, ia segera menyadari bahwa

gerakan itu tidak menghasilkan perubahan yang sungguh-sungguh dalam hati bangsa

itu; Yeremia mengingatkan bahwa jika tidak ada pertobatan nasional sejati, maka

hukuman dan pemusnahan akan datang dengan tiba-tiba.

Pada tahun 612 SM, Asyur dikalahkan oleh suatu koalisi Babel. Sekitar

empat tahun setelah kematian Raja Yosia, Mesir dikalahkan oleh Babel pada

pertempuran di Karkemis (605 SM; lih. Yer 46:2). Pada tahun yang sama pasukan

Babel di bawah pimpinan Nebukadnezar menyerang Palestina, merebut Yerusalem

dan membawa sebagian pemuda pilihan dari Yerusalem ke Babel, di antara mereka

terdapat Daniel dan ketiga sahabatnya. Penyerbuan kedua ke Yerusalem terjadi

tahun 597 SM; ketika itu dibawa 10.000 orang tawanan ke Babel, di antaranya

terdapat Yehezkiel. Selama ini nubuat Yeremia yang memperingatkan tentang

hukuman Allah yang mendatang tidak diperhatikan. Kehancuran terakhir menimpa

Yerusalem, Bait Suci, dan seluruh kerajaan Yehuda dalam tahun 586 SM.
Kitab nubuat ini menunjukkan bahwa Yeremia, sering kali disebut "nabi

peratap," merupakan seorang yang membawa amanat keras namun berhati lembut

dan hancur (mis. Yer 8:21--9:1). Sifatnya yang lembut itu menjadikan

penderitaannya makin mendalam ketika firman nubuat Allah ditolak dengan angkuh

oleh kerabat dan sahabat, imam dan raja, dan sebagian besar bangsa Yehuda.

Walaupun sepi dan ditolak seumur hidupnya, Yeremia termasuk nabi yang paling

tegas dan berani. Kendatipun berhadapan dengan perlawanan yang berat, dengan

setia ia melaksanakan panggilannya sebagai nabi untuk memperingatkan sesama

warga Yehuda bahwa hukuman Allah makin dekat. Ketika merangkum kehidupan

Yeremia, seorang penulis mengatakan: "Tidak pernah manusia fana memperoleh

beban yang begitu meremukkan. Sepanjang sejarah bangsa Yahudi tidak pernah ada

teladan kesungguhan yang begitu mendalam, penderitaan tak henti-hentinya,

pemberitaan amanat Allah tanpa takut, dan syafaat tanpa kenal lelah dari seorang

nabi seperti halnya Yeremia. Tetapi tragedi kehidupannya ialah: bahwa ia

berkhotbah kepada telinga yang tuli dan menuai hanya kebencian sebagai balasan

kasihnya kepada orang-orang senegerinya" (Farley).

Penulis kitab ini jelas disebut yaitu Yeremia (Yer 1:1). Setelah bernubuat

selama 20 tahun di Yehuda, Yeremia diperintahkan Allah untuk menuangkan

amanatnya dalam bentuk tertulis; hal ini dilakukannya dengan mendiktekan nubuat-

nubuatnya kepada Barukh, juru tulisnya yang setia (Yer 36:1-4). Karena Yeremia

dilarang menghadap raja, Barukh diutus untuk membacakan nubuat-nubuat itu di

rumah Tuhan, dan setelah itu Yehudi membacakannya kepada Raja Yoyakim. Raja

itu menunjukkan sikap menghina kepada Yeremia dan firman Allah dengan
menyobek-nyobek kitab gulungan itu dengan pisau lalu melemparkannya ke dalam

api (Yer 36:22-23). Yeremia kemudian mendiktekan kembali nubuat-nubuatnya

kepada Barukh, kali ini ia mencantumkan lebih banyak daripada di gulungan

pertama. Kemungkinan besar, Barukh menyusun kitab Yeremia dalam bentuk

terakhirnya segera sesudah wafatnya Yeremia (+585 -- 580 SM).

Tujuan

Kitab ini ditulis:

Pertama, untuk menyediakan suatu catatan abadi dari pelayanan dan berita

nubuat Yeremia.

Kedua, untuk menyatakan hukuman Allah yang pasti jadi dan tidak

terelakkan ketika umat-Nya melanggar perjanjian dan bersikeras dalam

pemberontakan terhadap Allah dan firman-Nya, dan

Ketiga, untuk menunjukkan keaslian dan kekuasaan firman nubuat. Banyak

nubuat Yeremia tergenapi pada zamannya sendiri. Nubuat lainnya yang meliputi

masa depan yang amat jauh digenapi kemudian atau masih belum digenapi.

Bentuk3

Yeremia 5:1-10 adalah bagaian dari Yeremia 5:1-31 yang bentuknya berupa teguran

atas dosa dan ancaman hukuman bercampur baur dalam teks ini, dan diperhadapkan

satu sama lain. Hukuman diancamkan, supaya teguran atas dosa akan lebih berhasil

3
Aplikasi Android, Tafsiran Mattew Henry.
guna untuk membawa orang kepada pertobatan. Dosa diungkapkan, supaya Allah

dibenarkan dalam memberikan ancaman hukuman.

I. Dosa-dosa yang didakwakan kepada mereka sangatlah besar, yaitu ketidakadilan

(ayat 1), kemunafikan dalam agama (ayat 2), kekerasan hati (ayat 3), kejahatan dan

pemuasan hawa nafsu yang sudah berlebihan baik oleh orang miskin maupun kaya

(ayat 4-5), penyembahan berhala dan perzinahan (ayat 7-8), ketidaktaatan dan

pengkhianatan terhadap Allah (ayat 11), perlawanan gigih terhadap Allah (ayat 12-

13), dan, yang menjadi dasar dari semua ini, yaitu tidak adanya rasa tahut terhadap

Allah, walaupun mereka sudah berkali-kali diperingatkan supaya takut akan Dia

(ayat 20-24). Pada akhir bab mereka didakwa melakukan kekerasan dan penindasan

(ayat 26-28), dan paduan kedua kejahatan tersebut untuk merusak negeri yang

seharusnya diperbarui (ayat 30-31).

II. Hukuman yang diancamkan kepada mereka sangat mengerikan. Pada umumnya,

mereka akan diminta pertanggungjawaban (ayat 9, 29). Musuh asing akan

didatangkan kepada mereka (ayat 15-17), menduduki mereka (ayat 6),

menghancurkan kubu-kubu mereka (ayat 10), membawa mereka ke dalam

pembuangan (ayat 19), dan menjauhkan segala hal yang baik dari mereka (ayat 25).

Dengan demikian kata-kata para nabi Allah akan menjadi kenyataan (ayat 14).

Walaupun begitu,

III. Ada suatu pemberitahuan yang diberikan dua kali, bahwa Allah dalam

kemurkaan-Nya tetap mengingat belas kasihan, dan tidak memusnahkan mereka

sama sekali (ayat 10, 18). Inilah yang menjadi lingkup dan tujuan dari khotbah
Yeremia di akhir masa pemerintahan Yosia dan pada awal pemerintahan Yoyakim.

Tetapi, hasilnya tidak seperti yang diharapkan.

Analisis Yeremia 5:1-10

Ayat 5:1 menerapkan imperatif, Tuhan memerintahkan Yeremia untuk melintasi

jalan-jalan dan alun-alun di Yerusalem untuk mencari orang yang berlaku adil dan

siapa yang dapat dipercaya atau setia. Konsep yang disebutkan terakhir ini

mengungkapkan kualitas kepercayaan yang berkembang dari hubungan dekat.

Dalam konteks ini mengacu kesetiaan kepada Tuhan sebagai Allah perjanjian

sebagai tanggapan atas kasih setia-Nya kepada rakyatnya.4 Jika orang seperti itu

ditemukan, maka Y akan mengampuni orang-orang Yerusalem.

Ayat 2 melanjutkan situasi yang menyedihkan dengan menyatakan bahwa orang-

orang menggunakan nama TUHAN untuk bersumpah, tetapi mereka melakukannya

dengan tidak benar (qêr). Konsep ini juga dapat diterjemahkan sebagai “penipuan”

atau “kebohongan” dan sering digunakan dalam kitab Yeremia. Alih-alih hanya

tindakan dan kejujuran, ada ketidakjujuran dan kebohongan. Dari dua ayat pertama

dari bab ini sudah jelas bahwa Yeremia prihatin dengan keadaan moral masyarakat

di Yehuda. Tidak ada orang yang melakukan apa yang benar, dapat dipercaya dan

benar-penuh

Yeremia 5:3 menyatakan bahwa Yahweh menuntut kejujuran (êmūnh). Implikasinya

jelas bahwa kejujuran tidak dapat ditemukan bahkan ketika Tuhan telah memukul

mereka dan bahkan meremukkan mereka, tetapi tidak berhasil. Namun sebagai

4
William McKane, Jeremiah (Edinburgh: T&T Clark, 1986), 119.
gantinya dikatakan bahwa "mereka tidak kesakitan" dan "mereka tidak mau

menerima hajaran." Menekankan sikap pemberontak dan keras kepala dari orang-

orang, dikatakan "mereka telah membuat"wajah mereka lebih keras dari batu" dan

"mereka telah menolak untuk bertobat." Sebagai kesimpulan kecil dari ayat ini

bahwa orang-orang tidak hanya kehilangan arah moral mereka, tetapi mereka

menunjukkan sikap keras kepala dan memberontak. Mereka bertindak lebih jauh

dengan menolak kembali kepada Tuhan yang adalah mitra perjanjian mereka

Ayat 4 pikiran pertama Yeremia adalah bahwa kelakuan bodoh bisa jadi karena

orang-orang yang kurang berpendidikan dalam masyarakat. Kurangnya pengetahuan

tentang jalan Yuhan dan hukum Allah. Kemungkinan besar merujuk pada kurangnya

pengetahuan tentang kehendak Tuhan sebagaimana dinyatakan dalam Taurat dan

tercermin dalam ketentuan perjanjian.

Ayat 5 Yeremia kemudian mengalihkan perhatiannya ke kategori orang berikutnya.

Disebutkan sebagai "yang besar." Banyak terjemahan menafsirkan referensi ini

sebagai indikasi bahwa Yeremia sedang berbicara tentang para pemimpin dalam

masyarakat Yehuda. Yang lain bahkan melangkah lebih jauh dengan

menerjemahkan kata ini menjadi "orang kaya."Yang jelas dari ayat ini adalah bahwa

Yeremia memiliki harapan yang lebih tinggi dari ini sekelompok orang yang dia

maksud ketika dikatakan “pasti mereka tahu jalan Tuhan, dan hukum Allah mereka.”

Namun Yeremia dibuat cemas oleh karena kelompok orang ini tidak menunjukkan

wawasan lagi atau bertindak sedemikian rupa sehingga mereka tidak menunjukkan

pengetahuan tentang apa yang diharapkan Tuhan dari mereka. Kebenaran dari
masalah ini adalah, perilaku dan sikap mereka tidak berbeda dengan orang-orang

kurang diharapkan. Orang-orang Yehuda tidak memperdulikan hubungan mereka

dengan Tuhan, sebaliknya dengan cara memberontak mereka “telah mematahkan

kuk dan memutuskan tali-tali pengikat”. Mereka tidak patuh, tidak setia, dan

mengabaikan persyaratan apa pun.dan hal-hal yang dituntut oleh hubungan

perjanjian dengan Tuhan. Pada intinya, tindakan mereka bermuara pada sengaja

membebaskan diri dari ikatan perjanjian yang telah Tuhan ikat dengan mereka.

Ayat 6 merupakan tanggapan Tuhan terhadap ketidaktaatan dan sikap memberontak

mereka yang disimpulkan dalam ekspresi penilaian. Dengan menggunakan metafora

binatang buas yang ganas seperti serigala dan macan tutul, Tuhan mengumumkan

bahwa orang-orang akan terjebak di Yerusalem dan siapa saja yang berani keluar

kota akan menjadi mangsa binatang buas ini. Dalam hal konteks sastra Yeremia 5:1-

6 dan konteks historis yang direfleksikan oleh kitab Yeremia, meta-phors

kemungkinan besar merujuk pada ancaman yang disebabkan oleh tentara Babilonia. 5

Ayat 6 diakhiri dengan pernyataan ringkasan bahwa semua ini adalah “karena

pelanggaran mereka banyak,dan kesesatan yang besar.” Kedua kata benda itu

pelanggara dan kemurtadan keduanya menunjukkan bahwa orang-orang bertindak

tidak etis tidak taat kepada Tuhan dan harus menerima penghukuman.

Ayat 7. Dari pertanyaan yang diajukan dalam ayat ini tampaknya ada orang-orang

yang mempermasalahkan hal yang dilakukan oleh Tuhan yang tanpa ampun.

Menanggapi dari apa yang dilakukan Tuhan yang bertindak tanpa ampun,

pertanyaannya adalah mengajukan mengapa Yahweh harus mengampuni Yerusalem


5
AR Pete Diamond, Jeremiah (Grand Rapids: Eerdmans, 2003), 555.
dan penduduknya? Sedangkan bagian sebelumnya menyinggung tindakan tidak adil

seperti ketidaksetiaan, penipuan, keras kepala, pemberontakan dan kurangnya

pengetahuan tentang Yahweh, diringkas sebagai banyak pelanggaran dan

kemurtadan besar dalam ayat 6. Ayat 7b-8 memberikan konten untuk semua dari

konsep-konsep ini. Ayat 7 menyatakan bahwa sikap dan tindakan mereka bermuara

pada penolakan terhadap Tuhan sebagai mitra perjanjian mereka. Untuk

mengomunikasikannya lebih banyak lagis ecara eksplisit dikatakan bahwa mereka

telah meninggalkan Tuhan dan menyembah dewa-dewa yang bukanlah dewa-dewa

sejati. Ketidaksetiaan mereka kepada Yahweh secara eksplisit digambarkan oleh

metafora yang mengacu pada orang Yehuda sebagai pezina. Perzinahan mereka

digambarkan sebagai “mereka telah menghabiskan waktu di rumah pelacur."

Mungkin saja ini adalah referensi ke beberapa praktik kultus prostitusi yang terkait

dengankuil-kuil kafir.6

Ayat 8 bahkan lebih memperluas tentang perilaku perzinahan orang-orang

dariYehuda dengan kembali menggunakan metafora. Orang-orang Yehuda

dibandingkan dengan.kuda jantan yang diberi makan dan bernafsu. Membangun

lebih jauh pada metafora kuda jantan yang sehat, perilaku tidak etis seorang laki-laki

yang “merintih” terhadap istri tetangganya adalah hal yang wajar. Hal ini jelas

menunjukkan bahwa dalam ayat 7, perselingkuhan agama digambarkan dalam seks

istilah umum sementara dalam ayat 8 melalui asosiasi ide metafora agama memberi

jalan untuk amoralitas seksual literal di mana nafsu seorang pria untuk istri

tetangganya adalah digambarkan dengan metafora kuda jantan yang bernafsu.

6
H. Schmidt Werner, Das Buch Jeremia (Göttingen: Vandenhoeck & Ruprecht, 2008), 114.
Ayat 9 menyimpulkan bagian lagi dengan menggunakan hal yang sama strategi

retoris dengan mengajukan dua pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut

dirumuskan dalam sedemikian rupa sehingga orang Yehuda tidak dapat sampai pada

kesimpulan logis lainnya dalam terang dari apa yang mendahului dalam ayat 7 dan 8

bahwa mereka pantas dihukum karena ketidaksetiaan kepada Tuhan dan perilaku

mereka yang tidak etis. Tidak ada kesimpulan lain yang bisa ditarik dari teks ini

bahwa Tuhan harus membawa pembalasan atas suatu bang sayang telah berperilaku

sedemikian mengerikan.

Ayat 10 merupakan keputusan Tuhan untuk penghukuman bagi Kaum Israel dan

Yehuda. Metafora yang digunakan Tuhan adalah kebun anggur. Pokok anggur telah

menjadi simbol kehidupan umat Israel yang sejahtera. Mereka lupa jika Tuhanlah

yang telah memelihara mereka.

Korelasi Yeremia 5:1-10 Dengan Kepemimpinan Masa Kini

Pertanyaan yang harus dijawab pada tahap ini adalah bagaimana semua ini

berhubungan dengan kepemimpinan? Dari teks ini dapat dilihat bahwa masyarakat

di Yehuda dan Yerusalem secara umum menunjukkan tidak adanya orang yang

bertindak adil dan beriman sepenuhnya, dan bahkan ketika mereka menggunakan

nama Tuhan itu dilakukan dengan tipu daya. Orang-orang Yehuda dengan keras

kepala menolak untuk kembali kepada Tuhan dan setia dengan mitra perjanjian.

Mereka bereaksi acuh tak acuh dan memberontak terhadap Tuhan dan tidak ragu-

ragu untuk melepaskan diri dari ketentuan-ketentuan perjanjian. Yeremia


menyimpulkan bahwa tindakan dan sikap orang Yehuda dapat digambarkan sebagai

kurangnya pengetahuan tentang jalan Tuhan, yang memenuhi syarat untuk

mengikuti hukum Allah.

Apa yang penting untuk argumen yang disajikan dalam ini? Pasalnya, ada

pembedaan antara orang biasa dan mereka yang menduduki posisi kepemimpinan.

Lebih banyak yang diharapkan dari para pemimpin dan pendidikan menggambarkan

orang-orang dalam masyarakat dalam hal apa yang tersirat dalam performa

hubungan yang baik dengan Tuhan. Oleh karena itu logis untuk menyimpulkan

bahwa para pemimpin dalam masyarakat tidak hanya mengecewakan orang Yehuda,

tetapi khususnya Tuhan. Jika kita menambahkan perspektif kemudian disediakan

dalam ayat 5:7-10, maka tampaknya para pemimpin dan yang lebih tinggi dari

masyarakat harus disalahkan atas perselingkuhan rakyat terhadap berhala dan

kebobrokan moral masyarakat. Tuhan tidak bisa disalahkan karena tidak memaafkan

atau tidak adil terhadap umatnya, ada pembenaran untuk hukuman dan retribusi pada

bangsa. Bahkan jika ada orang di Yerusalem dan masyarakat Yehuda yang bisa

disalahkan atas penghukuman yang mereka terima dari Tuhan, maka pemimpilah

yang paling bertanggungjawab untuk semuanya itu karena mereka yang memegang

kendali atas umat.

Dari apa yang telah dilihat bagaimana kitab Yeremia menggambarkan

kepemimpinan, jelas bahwa dia melihat segala sesuatu dari hubungan perjanjian

dengan Tuhan dan tuntutan etis yang mengalir dari hubungan ini. Orang-orang

memiliki kewajiban etis terhadap Tuhan seharusnya tercermin dalam kesetiaan


mereka dalam menyembah Tuhan saja dan dalam kejujuran mereka dan tindakan

saja. Ada banyak contoh dalam kitab Yeremia yang mendukung pandangan bahwa

kepemimpinan khususnya diharapkan menjadi penjagakeadilan, kejujuran dan

kebenaran. Dalam pandangan Yeremia, para pemimpin seperti raja-raja dan pejabat

mereka gagal total dalam hal ini. Yeremia menganggap pemimpin di Yehuda

sebagai kepemimpinan yang gagal yang harus disalahkan atas kematian orang-orang

dan hukuman yang dihasilkan oleh Tuhan di tangan orang-ornag Babel. Yeremia

meminta para pemimpin khususnya untuk bertanggung jawab atas moral

pembusukan dan sikap memberontak yang ditunjukkan oleh masyarakat Yehuda

yang mengakibatkan putusnya hubungan perjanjian dengan Allah.

Tuhan dibenarkan karena tidak mengampuni mereka, jelas bahwa para

pemimpin telah mengecewakan masyarakat dalam hal masalah etika. Oleh karena

itu, para pemimpin harus dimintai pertanggungjawaban karena gagal menjaga etika

masyarakat. Dari perspektif ini para pemimpin harus dipanggil untuk

bertanggungjawab atas kegagalan untuk memimpin orang-orang dalam menyembah

kepada Tuhan saja dan tidak ada allah lain. Mereka gagal dalam menegakkan

tuntutan etis dari hubungan perjanjian dengan Tuhan yang mengakibatkan

keruntuhan moral masyarakat seperti yang secara eksplisit didemonstrasikan

dilatarbelakangi oleh praktik perzinahan orang Yehuda. Mereka sebagai orang

terpelajar para pemimpin menunjukkan kurangnya pengetahuan tentang "jalan

Tuhan" dan“hukum Allah”.


Dunia dari mana teks Yer 5:1-10 muncul benar-benar berbeda dari dunia

penafsir dan pembaca bagian ini hari ini. Pandangan dipromosikan oleh para nabi PL

adalah kepemimpinan teokratis, artinya bahwa Allah adalah raja dan bahwa raja

duniawi bertindak sebagai bawahan Tuhan. Ketika monarki mendapatkan

momentum di Israel, masalah menjadi lebih sesuai dan cita-cita teokratis lebih sulit

dipertahankan dan dilindungi.7 Masyarakat Yehuda seharusnya menjadi masyarakat

teokratis dengan Tuhan yang nyata kekuasaan-Nya dan pemimpin lainnya seperti

raja yang mewakili kekuasaannya di bumi. Dalam kasus Yehuda hubungan dengan

Tuhan dianggap sebagai hubungan perjanjian. Hubungan dengan Tuhan sebagai

mitra senior dalam hubungan yang menuntut orang untuk menanggapi kebaikan dan

kesetiaannya dengan menaatinya. Kehendaknya dinyatakan dalam Taurat dan

ketentuan perjanjian, yang didasarkan pada prinsip-prinsip etika. Dalam masyarakat

modern, idealnya kekuasaan seharusnya berada di tangan rakyat dan pemimpin

mereka memilih untuk menjunjung tinggi prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang

dihargai orang.

Di dalam mengangkat pemimpin dalam masyarakat seharusnya mewakili

kehendak rakyat. Dia juga merupakan fakta bahwa sebagian besar masyarakat saat

ini bersifat sekuler dan bahwa harapan tidak mungkin bahwa para pemimpin harus

menjunjung tinggi prinsip-prinsip teokratis. Implikasi dari perubahan dalam

pandangan dunia dan struktur pemerintahan adalah bahwa gereja dan negara terpisah

dan mereka yang memandang masyarakat dari agama perspektif harus bertindak

sebagai suara kenabian kepada masyarakat pada umumnya dan para pemimpin di
7
Ebenezer OO Adeogun, Kerajaan Allah dan Teori Perjanjian Lama (Tangerang: Matana Publishing,
2007), 90.
pemerintah dan struktur masyarakat pada khususnya. Dalam menghubungkan teks

Perjanjian Lama dengan konteks umum kutipan berikut tampaknya relevan:

“Signifikansi teologis dari Perjanjian Lama beristirahat dengan keyakinan bahwa

teks-teks ini merupakan saksi dalam nama Tuhan Israel yang dapat membuat

perbedaan dalam isu-isu publik dan krisis waktu kita."8

Poin yang ingin disampaikan oleh makalah ini adalah bahwa dialog antara

pro-teks dari Perjanjian Lama dan konteks publik modern dapat secara konstruktif

untuk mengatasi akuntabilitas para pemimpin dalam konteks publik. Masyarakat

saat ini merupakan bagian dari tradisi penafsiran yang panjang dan ketika

dihadapkan dengan masalah etika seperti yang terpancar dari Yer 5:1-9, mereka

perlu menafsirkan isu-isu ini dalam komunitas agama mereka yang lagi-lagi menjadi

bagian dari komunitas yang lebih besar dari dunia sosial mereka. Ini menyiratkan

bahwa konsep etika ini perlu didefinisikan dalam kaitannya dengan Tuhan dan

komunitas iman mereka, tetapi juga dalam kaitannya dengan dunia sekuler yang

diinformasikan oleh sains, pengetahuan ekonomi, struktur sosial dan realitas budaya

dan sebagainya. Apa intinya adalah untuk iman-berdialog secara penuh dan penuh

hormat dengan teks PL untuk mendefinisikan kembali dan menggunakan isu-isu

etika dalam konteks masyarakat modern yang tercerahkan

Ketika melihat masyarakat di dunia saat ini, jelas bahwa mereka sangat

membutuhkan suara yang mempromosikan prinsip-prinsip etika untuk meningkatkan

masyarakat kita. Setiap masyarakat bergantung pada hubungan yang sehat; baik itu

8
Bruce C Birch, A Theological Introduction to the Old Testament (Nashville: Abingdon Press, 1999),
87.
antar anggota berbagai komunitas atau antara orang dan struktur masyarakat.

Bagaiamana hal itu terjadi, perlu ada prinsip-prinsip etika suara yang mengatur

hubungan ini dengan pemimpin.9 Masyarakat biasanya mengatasi tuntutan ini

dengan menyebarluaskan undang-undang, tetapi itu langsung menyiratkan bahwa

hukum harus ditegakkan. Situasi yang lebih ideal akan terjadi ketika orang-orang

dalam masyarakat beroperasi secara alami berdasarkan etika yang baik prinsip dan

nilai yang baik. Dalam hal ini konteks agama mempromosikan suara prinsip-prinsip

agama dapat memainkan peran penting dalam memasang sistem nilai tersebut.

Dalam istilah-istilah yang muncul dari teks Yeremia tentang kepemimpinan,

seruan kenabian dapat dibuat untuk kepemimpinan untuk bertanggung jawab kepada

Tuhan, tapi juga kepada masyarakat agar dapat dipertanggungjawabkan. Tidak perlu

terlalu mengharapkan para pemimpin untuk menegakkan keadilan dan bertindak

sedemikian rupa sehingga orang-orang menganggap mereka sebagai orang yang

dapat dipercaya dan benar, Bahkan jika suatu masyarakat bersifat sekuler, masih

diperlukan pemimpin yang bertanggung jawab kepada rakyat dan menjunjung tinggi

prinsip keadilan, keadilan dan kepercayaan. Ada penekanan kuat sekarang-hari

dalam literatur untuk bisnis dan politik untuk menegakkan prinsip tersebu.10 Dalam

hal ini maka kita dapat dengan jelas menghubungkan apa yang telah disorot dalam

eksposisi Yer 5:1-9 kepada para pemimpin dan struktur kepemimpinan dalam

masyarakat kita.

Kesimpulan

9
The Cambridge Companion, Etika Kristen (Cambridge: Cambridge University, 2001), 195.
10
Andrew J DuBrin, Prinsip Kepemimpinan (Tangerang: Matana Publishing, 2013), 65.
Dalam menghubungkan Perjanjian Lama dengan modern, masalah

kepemimpinan hari, berikut ini harus disebutkan. Membaca dan menganalisis dari

Yeremia 5:1-10 telah menunjukkan bahwa Yeremia memiliki kepedulian terhadap

masyarakat meskipun para pemimpin telah mengecewakan Tuhan dan melepaskan

diri dari ikatan perjanjian mereka.

Pada masa kini, dalam hal memilih seorang pemimpin harus benar-benar

adalah orang yang taat terhadap kehendak Allah. pemimpin yang buruk akan

membawa rakyat kepada kehancuran. Pemimpin seharunya menjadi mitra Allah

supaya masyarakat biasa dapat sejahtera dan tentunya bertakwah kepada Tuhan.
Kepustakaan

Alkitab Sabda APk

Aplikasi Android, Tafsiran Mattew Henry


Adeogun, Ebenezer OO. Kerajaan Allah dan Teori Perjanjian Lama. Tangerang:
Matana Publishing, 2007.

Aplikasi Android. Tafsiran Mattew Henry, t.t.


Birch, Bruce C. A Theological Introduction to the Old Testament. Nashville:
Abingdon Press, 1999.

Bolman, Lee G. The Leader as Politician. San Francisco: Jossey-Bass, 2008.


Companion, The Cambridge. Etika Kristen. Cambridge: Cambridge University,
2001.

Diamond, AR Pete. Jeremiah. Grand Rapids: Eerdmans, 2003.

DuBrin, Andrew J. Prinsip Kepemimpinan. Tangerang: Matana Publishing, 2013.

McKane, William. Jeremiah. edinburgh: T&T Clark, 1986.

Werner, H. Schmidt. Das Buch Jeremia. Göttingen: Vandenhoeck & Ruprecht,


2008.

Anda mungkin juga menyukai