Anda di halaman 1dari 23

Nama : Siti Lilis Kudsiyah

Nim : 191370041

Kelas : IH/3/B

Mk : Hadist Sosial

Abstrak

Setiap manusia adalah pemimpin, dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang
pemimpin yang memimpin manusia akan bertanggung jawab atas rakyatnya, seorang laki-laki
adalah pemimpin atas keluarganya, dan dia bertanggung jawab atas mereka semua, seorang
wanita juga pemimpin atas rumah suaminya dan anak-anaknya, dan dia bertanggung jawab atas
mereka semua, seorang budak adalah pemimpin atas harta tuannya, dan dia bertanggung jawab
atas harta tersebut. Setiap manusia adalah pemimpin dan akan bertanggung jawab atas
kepemimpinannya. Oleh karena itulah, tanggung jawab kepemimpinan penting untuk dibahas.
Kriteria seorang pemimpin:
Beriman dalam artian beragama islam. Karena bagaimana pun juga islam adalah agama yang
merupakan rahmatan lil ‘alamin, buka hanya sekedar rahmat yang meliputi orang islam.
Sehingga patutlah kita memilih orang yang beriman sebagai pemimpin. Karena seorang
pemimpin yang muslim mengerti cara memimpin yang baik, baik terhadap rakyatnya yang
muslim dan yang non muslim, sebagaimana yang telah dicontohkan Rasulullah SAW.
Menegakkan shalat dalam artian menegakkan shalat seperti yang dicontohkan Rasulullah.
Seperti shalat berjamaah ke masjid, shalat awal waktu, bersih hati dan fisik serta mengikuti
rukun-rukunnya, etrmasuk kekhusyu’annya.
Tidak penakut, baik kepada syetan, takut masalah (perihal) duniawi, takut miskin sehingga
korupsi, dsb.
Tahan dan tegar ketika dihadapi berbagai ujian, baik berupa kesenangan maupun kesengsaraan
hidup.
Berilmu luas, dengan demikia keputusan dan tindakan yang diambilnya bersifat adil, luwes dan
bijaksana.
Ahli dan memang berbakat untuk jabatannya, sehingga setiap permasalahnan dapat diatasi
dengan baik.
Amanah, dalam pengertian mau menjalankan tugas yang diembankan kepadanya dengan
sekuat kemapuannya.
Tanggung jawab kepemimpinan adalah sikap dari suatu imam atau pemimpin yang menyadari
berbagai tugas dan amanah yang diembannya, sehingga ia melaksanakan berbagai kewajiban
serta berorientasi menjaga dan memberikan kemaslahatan umat di dunia dan di akhirat.

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah


Setiap manusia pada hakikatnya adalah pemimpin, dan setiap manusia kelak akan
mempertanggungjawabkan kepemimpinannya tersebut di hadapan Allah swt. Adapun pemimpin
yang baik adalah pemimpin yang bertanggung jawab atas segala perbuatan dan kebijakannya.
Baik dalam skala kecil maupun besar, seorang pemimpin haruslah bertanggung jawab terhadap
amanah yang diembannya.
Pemimpin rakyat ialah Ulil Amri, yang mana kita wajib taati perintahnya selama ia tidak
berbuat dzalim. Namun, jika kita lihat pada realita kehidupan, tidak semua pemimpin bersikap
amanah, di samping itu kita akan menemui beberapa pemimpin yang dzalim dan tidak
bertanggung jawab. Hal ini tentu mengakibatkan timbulnya berbagai permasalahan dalam
tatanan pemerintahan. Jika pemerintahannya kacau, maka bagaimana dengan keadaan
rakyatnya?.
Sebagaimana kita ketahui, di dalam Al-Qur’an Allah swt. menciptakan manusia ke dunia ini
ialah untuk menjadi khalifah di muka bumi. Al-Qur’an mencakup berbagai hukum yang dapat
dijadikan pedoman bagi manusia, salah satunya dalam hal kepemimpinan. Salah satu contoh bab
kepemimpinan yang termaktub dalam al-Qur’an adalah kriteria seorang pemimpin, bahwa
pemimpin haruslah beragama islam (bukan Yahudi ataupun Nasrani). Selain di dalam al-Quran,
Rasulullah pun mengajarkan kepemimpinan yang baik dan benar. Kepemimpinan yang patut di
contoh ini dapat kita temui di dalam hadits-hadits Rasulullah saw.
Beranjak dari kesadaran penulis, bahwa perlunya memahami kepemimpinan yang benar
menurut islam yang sesuai dengan al-Qur’an dan hadits. Karena itulah penulis mengangkat suatu
kajian mengenai konteks tanggung jawab kepemimpinan.

PEMBAHASAN

Pengertian Tanggung Jawab kepemimpinan


Pengertian tanggung jawab menurut KBBI (kamus besar bahasa Indonesia) ialah keadaan
wajib menanggung segala sesuatunya (dalam artian jika terjadi sesuatu hal, boleh dituntut,
dipersalahkan, diperkarakan dsb). Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku
atau perbuatan yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti
berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya. Tanggung jawab bersifat kodrati,
artinya sudah menjadi bagian kehidupan manusia, bahwa setiap manusia pasti dibebani tanggung
jawab.
Secara etimologi kepemimpinan (imamah) berasal dari kata ‫اِ َما َم ًة‬- ‫ اِ َما ًما‬- ‫ُم‬
ُّ ‫ َيؤ‬- ‫( اَ َّم‬memimpin,
pemimpin, dan kepemimpinan). Secara terminologi imamah sebagaimana dikemukakan al-
Mawardi “Imamah ialah suatu kedudukan atau jabatan yang diadakan untuk mengganti tugas
kenabian dalam memelihara agama dan mengendalikan dunia”. Adapun dalam konteks ilmu
pemerintahan arti kepemimpinan secara etimologi dapat diartikan sebagai berikut:
Berasal dari kata dasar “pimpin” (dalam Bahasa Inggris lead) berarti bimbing atau tuntun,
dengan begitu di dalamnya ada dua pihak yaitu yang dipimpin (umat) dan yang memimpin
(imam).
Setelah ditambah awalan “pe” menjadi “pemimpin” berarti orang yang memengaruhi pihak lain
melalui proses kewibawaan komunikasi sehingga orang lain tersebut bertindak sesuatu
dalam mencapai tujuan tertentu.
Apabila di tambah akhiran “an” menjadi “pimpinan” artinya orang yang mengepalai. Antara
pemimpin dengan pimpinan dapat dibedakan, yaitu pimpinan (kepala) cenderung lebih
otokratis, sedangkan pemimpin (ketua) cenderung lebih demokratis.
Setelah dilengkapi dengan awalan “ke” menjadi “kepemimpinan” berarti kemampuan dan
kepribadian seseorang dalam memengaruhi serta membujuk pihak lain agar melakukan
tindakan pencapaian tujuan bersama, sehingga yang bersangkutan menjadi awal struktur dan
pusat proses kelompok.
Adapun, pengertian kepemimpinan dalam terminologi, penulis kutipkan sebagai berikut.
C.N. Cooley (1902)
Pemimpin itu selalu merupakan titik pusat dari suatu kecenderungan dan pada kesempatan
lain, semua gerakan sosial kalau diamati secara cermat akan ditemukan kecenderungan yang
memiliki titik pusat.
Ordway Tead (1929)
Kepemimpinan sebagai perpaduan perangai yang memungkinkan seseorang mempu
mendorong pihak lain menyelesaikan tugasnya.
G.U. Cleeton dan C.W. Mason (1934)
Kepemimpinan menujukkan kemampuan memengaruhi orang-orang dan mencapai hasil
melalui imbauan emosional dan ini lebih baik dibandingkan dengan melalui penggunaan
kekuasaan.
P. Pigors (1935)
Kepemimpinan adalah suatu proses saling mendorong melalui keberhasilan interaksi dari
perbedaan-perbedaan individu, mengontrol daya manusia dalam mengejar tujuan bersama.
Setelah diketahui pengertian kata “tanggung jawab” dan “kepemimpinan” berdasarkan
paparan diatas, penulis mengambil kesimpulan bahwa, tanggung jawab kepemimpinan adalah
sikap dari suatu imam atau pemimpin yang menyadari berbagai tugas dan amanah yang
diembannya, sehingga ia melaksanakan berbagai kewajiban serta berorientasi menjaga dan
memberikan kemaslahatan umat di dunia dan di akhirat.

Setiap Manusia Adalah pemimpin


‫لَّ َم أَنَّ ُه‬Q‫ ِه َو َس‬Qْ‫لَّى اهَّللُ َعلَي‬Q‫ص‬
َ ‫ر َع ْن النَّ ِب ِّي‬Q ِ ‫ِع َع ْن اب‬
َ Q‫ْن ُع َم‬ ُ ‫ْن ُر ْم ٍح َح َّد َثنَا اللَّي‬
ٍ ‫ْث َع ْن نَاف‬ ُ ‫ْث ح و َح َّد َثنَا ُم َح َّم ُد ب‬ ُ ‫َح َّد َثنَا ُق َت ْي َب ُة ب‬
ٌ ‫ْن َسعِي ٍد َح َّد َثنَا لَي‬
‫ ِه‬Q‫ ِل َب ْي ِت‬Qْ‫اع َعلَى أَه‬ ُ َّ ‫ ِه َو‬Qِ‫ول َع ْن َر ِعيَّت‬ ٌ ُ‫ئ‬Q‫ َو َم ْس‬Qُ‫اس َراع َوه‬ َّ ُ ‫ول َع ْن َر ِعيَّ ِت ِه َفاأْل َم‬
ٌ ُ‫ال أَاَل ُكلُّ ُك ْم َراع َو ُكلُّ ُك ْم َم ْسئ‬
ٍ ‫ ل َر‬Q‫الر ُج‬ ٍ ِ َّ‫ِير الذِي َعلَى الن‬ ٍ َ ‫َق‬
‫ول َع ْن ُه أَاَل َف ُكلُّ ُك ْم‬
ٌ ُ‫ال َسيِّ ِد ِه َو ُه َو َم ْسئ‬
ِ ‫اع َعلَى َم‬ ْ ٌ ِ ‫ول َع ْن ُه ْم َوالْ َم ْرأَ ُة َر‬
ِ ‫اع َي ٌة َعلَى َبي‬
ٍ ‫ْت َب ْعلِ َها َو َولَ ِد ِه َو ِه َي َم ْسئُولَة َع ْن ُه ْم َوال َع ْب ُد َر‬
ٌ ُ‫ُو َم ْسئ‬ َ ‫َوه‬
﴾ ‫ول َع ْن َر ِعَّي ِت ِه ﴿ رواه مسلم‬ ٌ ُ‫َراع َو ُكلُّ ُك ْم َم ْسئ‬
ٍ
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id telah menceritakan kepada kami Laits.
(dalam jalur lain disebutkan) Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Rumh telah
menceritakan kepada kami Laits dari Nafi' dari Ibnu Umar dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,
bahwa beliau bersabda: “Ketahuilah, setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian
bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang pemimpin yang memimpin manusia
akan bertanggung jawab atas rakyatnya, seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya,
dan dia bertanggung jawab atas mereka semua, seorang wanita juga pemimpin atas rumah
suaminya dan anak-anaknya, dan dia bertanggung jawab atas mereka semua, seorang budak
adalah pemimpin atas harta tuannya, dan dia bertanggung jawab atas harta tersebut. Setiap kalian
adalah pemimpin dan akan bertanggung jawab atas kepemimpinannya.” (H.R. Muslim No.3408)
Tanggung jawab kepemimpinan ialah suatu hal yang penting dan perlu dibahas, karena
setiap dari kita merupakan pemimpin dan perlulah memahami konteks kepemimpinan yang
sesuai dengan posisinya. Dalam Hadits di atas sangat jelas menerangkan tentang kepemimpinan
setiap orang muslim dalam berbagai posisi dan tingkatannya. Mulai dari tingkatan pemimpin
rakyat sampai tingkatan penggembala, bahkan sebenarnya tersirat sampai tingkatan memimpin
diri sendiri. Semua orang pasti memiliki tanggung jawab dan akan dimintai
pertanggungjawabannya oleh Allah SWT. atas kepemimpinanya kelak di akhirat.
Dengan demikian, setiap orang Islam harus berusaha untuk menjadi pemimpin yang paling
baik dan segala tindakanya tanpa didasari kepentingan pribadi atau kepentingan golongan
tertentu. Akan tetapi, pemimpin yang adil dan betul-betul memperhatikan dan berbuat sesuai
dengan aspirasi rakyatnya. Sebagaimana diperintahkan oleh Allah SWT. Dalam Al-qur’an
﴾ ٩٠ :‫ان ﴿ النحل‬
ِ ‫اإلح َس‬ ِ ‫إِ َّن اهَّللَ َي ْأ ُم ُر ِب ْال َعد‬
ْ ‫ْل َو‬
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan (Q.S. an-Nahl: 90)
ِ ‫َوأَ ْق ِس ُطوا إِ َّن اهَّللَ ي‬
َ ‫ُح ُّب الْ ُم ْق ِس ِط‬
﴾ ٩ :‫ين ﴿ الحجرات‬
Berlaku adillah kamu. Sungguh Allah mencintai orang yang adil. (Q.S. Al-Hujurat: 9)
Ayat di atas jelas sekali memerintahkan untuk berbuat adil kepada setiap pemimpin apa saja
dan di mana saja. Seorang raja misalnya, harus berusaha berbuat seadil-adilnya dan sebijaksana
mungkin sesuai dengan perintah Allah SWT. Dalam memimpin rakyatnya sehingga rakyatnya
hidup sejahtera.
Sebaliknya, apabila raja berlaku semena-mena, selalu bertindak sesuai kemauannya, bukan
didasarkan peraturan yang ada, rakyat akan sengsara. Dengan kata lain, pemimpin harus
menciptakan keharmonisan antara dirinya dengan rakyatanya sehingga ada timbal balik di antara
keduanya. Itulah pemimpin paling baik sebagaimana sabda Rasulullah SAW. yang berbunyi:
‫َّان َع ْن‬
َ ‫ْن َحي‬ ِ Q‫ ا ِب ٍر َع ْن ُر َز ْي‬Q‫ْن َج‬
ِ ‫ق ب‬Q ِ ‫س َح َّد َثنَا اأْل َ ْو َز‬
ِ ‫ َد ب‬Q‫اع ُّي َع ْن َي ِزي‬
ِ ‫ َد ب‬Q ‫ْن َي ِزي‬ َ ُ‫ْن يُون‬ َ ‫ِي أَ ْخ َب َرنَا ِع‬
ُ ‫يسى ب‬ ُّ ‫اهي َم الْ َح ْن َظل‬
ِ ‫ْر‬ ُ ‫َح َّد َثنَا إِ ْس َح ُق ب‬
َ ‫ْن إِب‬
َ ُّ‫ُصل‬
‫ون َعلَ ْي ُك ْم‬ َ ‫ُحبُّو َن ُك ْم َوي‬
ِ ‫ِين تُ ِحبُّو َن ُه ْم َوي‬ َّ ‫ار أَئ‬
َ ‫ِم ِت ُك ْم الَّذ‬ ُ ‫ال ِخَي‬ َ ‫صلَّى اهَّللُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َق‬ َ ِ‫ول اهَّلل‬ ِ ‫ِك َع ْن َر ُس‬ ٍ ‫ْن َمال‬ ِ‫ف ب‬ ِ ‫ْن َق َر َظ َة َع ْن َع ْو‬ ِ ‫ُم ْسل ِِم ب‬
َ ‫ْف َف َق‬
‫ال اَل‬Q َّ ‫ذ ُه ْم ِب‬Qُ ‫ول اهَّللِ أَفَاَل نُنَا ِب‬
ِ ‫ي‬Q‫الس‬ َ Q‫ِيل َيا َر ُس‬ َ ‫ِضو َن ُك ْم َو َت ْل َعنُو َن ُه ْم َوَي ْل َعنُو َن ُك ْم ق‬ ُ ‫ِين تُ ْبغ‬
ُ ‫ِضو َن ُه ْم َويُ ْبغ‬ َّ ‫ار أَئ‬
َ ‫ِم ِت ُك ْم الَّذ‬ َ ُّ‫صل‬
ُ ‫ون َعلَ ْي ِه ْم َو ِش َر‬ َ ُ‫َوت‬
ْ ‫الصاَل َة َوإِ َذا َرأَ ْيتُ ْم م‬
ْ ‫ِن ُواَل ِت ُك ْم َش ْي ًئا َت ْك َر ُهو َن ُه َفا ْك َر ُهوا َع َملَ ُه َواَل َت ْن ِز ُعوا َيدًا م‬
َ ‫ِن َط‬
﴾ ‫اع ٍة ﴿ رواه مسلم‬ َّ ‫َما أَ َقا ُموا فِي ُك ْم‬
Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim Al Handlali telah mengabarkan kepada kami
Isa bin Yunus telah menceritakan kepada kami Al Auza'i dari Yazid bin Yazid bin Jabir dari
Ruzaiq bin Hayyan dari Muslim bin Qaradlah dari 'Auf bin Malik dari Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam, beliau bersabda: “Sebaik-baik pemimpin kalian adalah mereka mencintai kalian
dan kalian mencintai mereka, mereka mendo'akan kalian dan kalian mendo'akan mereka. Dan
sejelek-jelek pemimpin kalian adalah mereka yang membenci kalian dan kalian membenci
mereka, mereka mengutuk kalian dan kalian mengutuk mereka.” Beliau ditanya, “Wahai
Rasulullah, tidakkah kita memerangi mereka?” maka beliau bersabda: “Tidak, selagi mereka
mendirikan shalat bersama kalian. Jika kalian melihat dari pemimpin kalian sesuatu yang tidak
baik maka bencilah tindakannya, dan janganlah kalian melepas dari ketaatan kepada mereka.”
(H.R. Muslim No. 3447)
Begitu pula suami, isteri, pengembala, dan siapa saja yang memiliki tanggung jawab dalam
memimpin harus berusaha untuk berlaku adil dalam kepemimpinannya sehingga ia mendapat
kemuliaan sebagaimana janji Allah SWT. yang disebutkan dalam salah satu hadits Nabi
Muhammad SAW. Bahwa para pemimpin seperti itu (yang adil) termasuk salah satu golongan
dari tujuh golongan yang akan memperoleh naungan, kecuali Arasy di hari kiamat, yakni pada
hari yang tidak ada naungan kecuali atas izin Allah SWT.
Dengan demikian, kebahagiaan dan pahala yang besar menunggu para pemimpin yang adil,
baik di dunia dan terutama kelak di akhirat, sebagaimana dinyatakan dalam sebuah hadis:
‫ْن‬ َ ‫ ٍرو َي ْعنِي اب‬Q‫ َة َع ْن َع ْم‬Q‫ْن ُع َي ْي َن‬
ٍ Q‫ْن دِي َن‬
ِ ‫ ِرو ب‬Q‫ار َع ْن َع ْم‬Q ُ ‫ ْف َي‬Q‫ َّد َثنَا ُس‬Q‫ْر َقالُوا َح‬
ُ ‫ان ب‬ ٍ ‫ْن نُ َمي‬
ُ ‫ْن َح ْر ٍب َواب‬ ُ ‫ْن أَِبي َش ْي َب َة َو ُز َهي‬
ُ ‫ْر ب‬ ُ ‫َح َّد َثنَا أَبُو َب ْك ِر ب‬
‫صلَّى‬ ُ ‫ال َر ُس‬
َ ِ‫ول اهَّلل‬ َ ‫ال َق‬
َ ‫ْر َق‬ ِ ‫صلَّى اهَّللُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َوفِي َحد‬
ٍ ‫ِيث ُز َهي‬ َ ‫ْر َوأَبُو َب ْك ٍر َيبْلُ ُغ ِب ِه النَّ ِب َّي‬
ٍ ‫ْن نُ َمي‬
ُ ‫ال اب‬َ ‫ْن َع ْم ٍرو َق‬ ِ ‫س َع ْن َع ْب ِد اهَّللِ ب‬ ٍ ‫أَ ْو‬
َ ُ‫ دِل‬Q‫ِين َي ْع‬
‫ون فِي ُح ْك ِم ِه ْم‬ َ ‫ِين الَّذ‬
ٌ ‫ه َيم‬Qِ Qْ‫ا َي َدي‬Q‫ َّل َوك ِْل َت‬Q‫ َّز َو َج‬Q‫ر ْح َم ِن َع‬Q‫ال‬ ِ ‫ور َع ْن َيم‬
َّ ‫ِين‬ ٍ ُ‫ِن ن‬ َ ‫اهَّللُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم إِ َّن ْال ُم ْق ِس ِط‬
ْ ‫ين ِع ْن َد اهَّللِ َعلَى َمنَا ِب َر م‬
﴾ ‫َوأَ ْهلِي ِه ْم َو َما َولُوا ﴿ رواه مسلم‬
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah dan Zuhair bin Harb dan Ibnu
Numair mereka berkata; telah menceritakan kepada kami Sufyan bin 'Uyainah dari 'Amru -yaitu
Ibnu Dinar- dari 'Amru bin Aus dari Abdullah bin 'Amru, -dan Ibnu Numair dan Abu Bakar
mengatakan sesuatu yang sampai kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, dan dalam
haditsnya Zuhair- dia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Orang-
orang yang berlaku adil berada di sisi Allah di atas mimbar (panggung) yang terbuat dari
cahaya, di sebelah kanan Ar Rahman 'azza wajalla -sedangkan kedua tangan Allah adalah
kanan semua-, yaitu orang-orang yang berlaku adil dalam hukum, adil dalam keluarga dan adil
dalam melaksanakan tugas yang di bebankan kepada mereka.” (H.R. Muslim No. 3406)
Sebaliknya para pemimpin yang tidak adil akan memperoleh kehancuran dan ketidaktertiban
di dunia dan baginya siksa yang berat di akhirat kelak, apabila di dunia, ia luput dari siksaan-
Nya.
Semua orang adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya terhadap
kepemimpinannya, baik pemimpin negara, pemimpin keluarga, pemimpin rumah suami dan
anak-anak, penggembala, dan siapa saja yang memiliki tanggung jawab, termasuk pemimpin
dirinya sendiri. Semuanya akan diminta pertanggungjawabannya.

Cara Menjadi Pemimpin yang Bertanggung Jawab


Menjalankan amanah dengan baik
ٌ Q‫ال لَ ُه َم ْع ِق‬
‫ل إِنِّي‬Q َ ‫ض ِه الَّذِي َم‬
َ ‫ات فِي ِه َف َق‬ ِ ‫ار فِي َم َر‬ ٍ ‫ْن َي َس‬ َ ‫ِل ب‬َ ‫ْن ِز َيا ٍد َعا َد َم ْعق‬َ ‫د اهَّللِ ب‬Qَ ‫َح َّد َثنَا أَبُو نُ َعي ٍْم َح َّد َثنَا أَبُو اأْل َ ْش َه ِب َع ْن الْ َح َس ِن أَ َّن ُع َب ْي‬
ً ‫ َت ْر َعا ُه اهَّللُ َر ِعي‬Q‫اس‬
‫َّة‬ ُ Q‫صلَّى اهَّللُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َي ُق‬
ْ ‫ا م‬QQ‫ول َم‬Q
ْ ‫ ٍد‬Q‫ِن َع ْب‬ َ ‫صلَّى اهَّللُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َس ِم ْع ُت النَّ ِب َّي‬ َ ِ‫ول اهَّلل‬
ِ ‫ِن َر ُس‬ ْ ‫ِيثا َس ِم ْعتُ ُه م‬ ً ‫ُم َحدِّثُ َك َحد‬
﴾ ‫ِح َة الْ َجنَّ ِة ﴿ رواه البخاري‬
َ ‫يح ٍة إِاَّل لَ ْم َي ِج ْد َرائ‬ ِ ‫َفلَ ْم َي ُح ْط َها ِبن‬
َ ‫َص‬
Telah menceritakan kepada kami Abu Nu'aim telah menceritakan kepada kami Abul Asyhab dari
Al Hasan, bahwasanya Abdullah bin Ziyad mengunjungi Ma'qil bin yasar ketika sakitnya yang
menjadikan kematiannya, lantas Ma'qil mengatakan kepadanya; 'Saya sampaikan hadist
kepadamu yang aku dengar dari Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam, aku mendengar Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda; “Tidaklah seorang hamba yang Allah beri amanat
kepemimpinan, namun dia tidak menindaklanjutinya dengan baik, selain tak bakalan mendapat
bau surga.” (H.R. Bukhari No. 6617)
Selain dari hadits di atas, terdapat juga perintah untuk menyampaikan amanat di dalam al-
Qur’an, yang berbunyi.
َ ‫ول َو َت ُخونُوا أَ َمانَا ِت ُك ْم َوأَ ْنتُ ْم َت ْعلَ ُم‬
)٢٧( ‫ون‬ َ ‫َيا أَيُّ َها الَّذ‬
َّ ‫ِين آ َمنُوا ال َت ُخونُوا اهَّللَ َو‬
َ ‫الر ُس‬
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan
(juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu
mengetahui. (Q.S. Al-Anfal : 27)
Amanah berasal dari kata amina-ya’manu-amnaa-amanah yang berarti sesuatu yang harus
ditepati atau titipan yang harus ditunaikan. Jadi amanah adalah mempercayakan suatu urusan
kepada sesorang sehingga mereka yang memberikan amanah itu merasa aman dan nyaman.
Dengan demikian seorang yang diberi amanah wajib hukumnya membuat aman dan nyaman
mereka yang mempercayakan amanah itu kepadanya. Amanah yang diembankan kepada kita
dalam bentuk apapun, baik harta, keluarga, jabatan, lebih sebagai tanggung jawab daripada
nikmat. Amanah sebagai tanggung jawab akan membuat kita lebih berhati-hati terhadap segala
sesuatu yang dipercayakan kepada kita. Karena kita sadar bahwa semuanya akan dimintakan
pertanggungjawabannya kelak di hadapan Allah. Mereka yang menyadari bahwa jabatan, harta
atau anak adalah amanah akan sangat hati-hati menerimanya. Abu Bakar Ash-Shiddik ketika
menerima jabatan khalifah mengucapkan “Inna lillahi wa inna ilaihi raaji’un”, karena jabatan
itu dianggapnya sebagai musibah.
Rasulullah S.A.W. bersabda, “Siapa yang diamanati Allah mengatur kepentingan kaum
muslimin, (tetapi dia masa bodoh dari hajat kepentingan itu), maka Allah akan menolak hajat
kepentingan dan kebutuhannya pada hari kiamat”. (H.R. Abu Dawud dan Tirmidzi).
Salah satu contoh pemimpin yang amanah adalah Umar bin Abdul Aziz. Ia dikenal sebagai
pemimpin yang amanah baik di pemerintahan dan keluarga. Dalam kisah dituliskan, pada suatu
malam Amirul Mukminin Umar bin Abdul Aziz sedang tekun bekerja di bilik istananya. Di
tengah keseriusannya, beliau dikagetkan dengan kedatangan putranya yang ingin curhat. “Urusan
kerajaankah? Atau urusan keluarga yang hendak kamu bincangkan?” tanya Amirul Mukminin.
“Urusan keluarga, ayahanda,” jawab putranya. Mendengar itu, Amirul Mukminin segera
menghampiri putranya. Sambil berjalan, dia memadamkan lampu yang terletak di mejanya yang
digunakan untuk menerangi bilik kerjanya itu. Melihat sikap ayahnya itu, putranya justru merasa
heran. “Kenapa ayah padamkan lampu itu?” tanya putranya. “Benar kata kau wahai anakku,
tetapi kau harus ingat lampu yang sedang ayah gunakan untuk bekerja ini kepunyaan kerajaan.
Minyak yang digunakan itu dibeli dengan menggunakan wang kerajaan, sedang perkara yang
hendak anakanda perbincangkan dengan ayahanda adalah perkara keluarga,” jawab Amirul
Mukminin. Lantas Umar bin Abdul Aziz meminta pembantunya membawa lampu dari bilik
dalam. “Sekarang lampu yang baru kita nyalakan ini adalah kepunyaan keluarga kita, minyak
pun kita beli dengan wang kita sendiri.”
Dalam pandangan islam, seorang pemimpin adalah orang yang diberi amanat oleh Allah
SWT. untuk memimpin rakyat (amanahnya), yang di akhirat kelak akan dimintai
pertanggungjawabannya oleh Allah. Walaupun demikian, seorang pemimpin tersebut bisa saja
meloloskan diri dari tanggung jawabnya, namun apabila ia ingat akan posisinya dan amanah
yang diembannya serta memiliki iman yang kuat, maka tidak mungkin ia dapat meloloskan
dirinya. Maka perteballah iman dan perluaslah ilmu kita, agar kita sebagai khalifah di muka bumi
ini dapat menjalankan amanah yang Allah berikan sesuai dengan tempatnya.
Tidak menerima hadiah atau korupsi
‫ ِه‬Q‫لَّى اهَّللُ َعلَ ْي‬Q‫ص‬
َ ‫ َت ْع َم َل النَّ ِب ُّي‬Q‫اس‬ َ Q‫ِي َق‬
ْ ‫ال‬Q ُّ ‫اعد‬ َّ ‫ ٍد‬Q‫و ُح َم ْي‬QQُ‫ا أَب‬QQ‫ِع ُع ْر َو َة أَ ْخ َب َر َن‬
ِ Q‫الس‬ َ ‫الز ْه ِر ِّي أَنَّ ُه َسم‬ ُ ‫ْن َع ْب ِد اهَّللِ َح َّد َثنَا ُس ْف َي‬
ُّ ‫ان َع ْن‬ ُّ ‫َح َّد َثنَا َعل‬
ُ ‫ِي ب‬
‫لَّ َم َعلَى‬Q‫ ِه َو َس‬Q‫لَّى اهَّللُ َعلَ ْي‬Q‫ص‬ َ ‫ال َه َذا لَ ُك ْم َو َه َذا أُ ْهد‬
َ ‫ِي لِي َف َقا َم النَّ ِب ُّي‬ َ ‫ْن اأْلُ َت ِب َّي ِة َعلَى‬
َ ‫ص َد َق ٍة َفلَ َّما َق ِد َم َق‬ ُ ‫ال لَ ُه اب‬ ُ ‫ِن َبنِي أَ ْس ٍد ُي َق‬
ْ ‫َو َسلَّ َم َر ُجاًل م‬
‫س فِي‬ َ َ‫ َذا لِي َف َهاَّل َجل‬Q‫ك َو َه‬Q َ Qَ‫ول َه َذا ل‬ُ ‫ِل َن ْب َعثُ ُه َف َي ْأتِي َي ُق‬
ِ ‫ال الْ َعام‬
ُ ‫ال َما َب‬ َ ‫ص ِع َد الْ ِم ْن َب َر َف َح ِم َد اهَّللَ َوأَ ْثنَى َعلَ ْي ِه ثُ َّم َق‬َ ‫ْضا َف‬ ً ‫ان أَي‬
ُ ‫ال ُس ْف َي‬ َ ‫الْ ِم ْن َب ِر َق‬
‫ ُه‬Qَ‫يرا ل‬Q َ Q‫ ِه إِ ْن َك‬Q‫ ُه َعلَى َر َق َب ِت‬Qُ‫ ِة َي ْحمِل‬Q‫ْت أَِبي ِه َوأُ ِّم ِه َف َي ْن ُظ ُر أَيُ ْهدَى لَ ُه أَ ْم اَل َوالَّذِي َن ْف ِسي ِب َي ِد ِه اَل َي ْأتِي ِب َش ْي ٍء إِاَّل َجا َء ِب ِه َي ْو َم الْ ِق َيا َم‬
ً Q‫ان َب ِع‬Q ِ ‫َبي‬
ُّ ‫ص ُه َعلَ ْينَا‬
‫الز ْه ِر ُّي َو َزا َد‬ ُ ‫ال ُس ْف َي‬
َّ ‫ان َق‬ َ ‫ْط ْي ِه أَاَل َه ْل َبلَّ ْغ ُت َثاَل ًثا َق‬
َ ‫ار أَ ْو َشا ًة َت ْي َع ُر ثُ َّم َر َف َع َي َد ْي ِه َحَّتى َرأَ ْينَا ُع ْف َر َت ْي إِب‬ ٌ ‫ُر َغا ٌء أَ ْو َب َق َر ًة لَ َها ُخ َو‬
‫ِع أُ ُذنِي‬ ْ Q‫ ِم َع ُه َمعِي َولَ ْم َي ُق‬Q‫ا ِب ٍت َف ِإنَّ ُه َس‬QQ‫ْن َث‬
ُّ ‫ل‬Q
َ ‫م‬Q‫ ِر ُّي َس‬Q‫الز ْه‬ َ ‫ َد ب‬Q‫ْص َر ْت ُه َع ْينِي َو َسلُوا َز ْي‬ َ ‫ِع أُ ُذن‬
َ ‫َاي َوأَب‬ َ ‫ِه َشا ٌم َع ْن أَِبي ِه َع ْن أَِبي ُح َم ْي ٍد َق‬
َ ‫ال َسم‬
﴾ ‫﴿ رواه البخاري‬ ‫ص ْو ِت ْال َب َق َر ِة‬َ ‫ون } َك‬َ ‫ِن { َت ْجأَ ُر‬
ْ ‫ار م‬ ُ ‫ص ْو ٌت َو ْال ُج َؤ‬
َ } ‫ار‬ ٌ ‫{ ُخ َو‬
Telah menceritakan kepada kami Ali bin Abdullah telah menceritakan kepada kami Sufyan dari
Az Zuhri, ia mendengar 'Urwah telah mengabarkan kepada kami, Abu Humaid assa'idi
mengtakan, Pernah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mempekerjakan seseorang dari bani Asad
yang namanya Ibnul Utbiyah untuk menggalang dana sedekah. Orang itu datang sambil
mengatakan; “Ini bagimu, dan ini hadiah bagiku.” Secara spontan Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam berdiri diatas minbar -sedang Sufyan mengatakan dengan redaksi; 'naik minbar-,
beliau memuja dan memuji Allah kemudian bersabda; “ada apa dengan seorang amil zakat
yang kami utus, lalu ia datang dengan mengatakan; ini untukmu dan ini hadiah untukku!
Cabalah ia duduk saja di rumah ayahnya atau rumah ibunya, dan cermatilah, apakah ia
menerima hadiah ataukah tidak? Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-NYA, tidaklah
seorang amil zakat membawa sesuatu dari harta zakat, selain ia memikulnya pada hari kiamat
diatas tengkuknya, jikalau unta, maka unta itu mendengus, dan jika sapi, ia melenguh, dan jika
kambing, ia mengembik,” kemudian beliau mengangkat kedua tangannya sehingga kami melihat
putih kedua ketiaknya seraya mengatakan: “ketahuilah, bukankah telah kusampaikan” (beliau
mengulang-ulanginya tiga kali). Sedang Sufyan mengatakan; Az Zuhri telah mengisahkannya
kepada kami, dan Hisyam menambahkan dari ayahnya dari Abu Humaid mengatakan; 'kedua
telingaku mendengar dan mataku melihatnya, ' dan mereka menanyakan kepada Zaid bin Tsabit
bahwasanya ia mendengarnya bersamaku, sedang Az Zuhri tidak mengatakan; 'telingaku
mendengar lenguh'. (H.R. Bukhari No. 6639)
Rasulullah S.A.W. menjelaskan dalam sabdanya diatas, bahwa para petugas tidak boleh
menerima hadiah dari siapapun. Hadiah yang diterima itu adalah haram dan merupakan
pengkhianatan karena dia berkhianat terhadap kekuasaan yang diberikan kepadanya dan terhadap
amanah yang diberikan kepadanya. Rasulullah S.A.W. menjelaskan dalam sabdanya ini, bahwa
sebab haramnya hadiah atas petugas itu, yaitu sebab kekuasaan yang ada pada tangannya.
Adapun memberi hadiah kepada sesama manusia (bukan karena jabatannya) adalah sangat
dianjurkan.
Larangan korupsi juga terdapat di dalam al-Qur’an, sebagaimana termaktub dalam ayat
berikut.
َ ‫اإلث ِم َوأَ ْنتُ ْم َت ْعلَ ُم‬
)١٨٨( ‫ون‬ ْ ‫اس ِب‬
ِ َّ‫ال الن‬ ْ ‫ام لَِت ْأ ُكلُوا َف ِري ًقا م‬
ِ ‫ِن أَ ْم َو‬ َّ ْ َ ُ ِ ‫َوال َت ْأ ُكلُوا أَ ْم َوالَ ُك ْم َب ْي َن ُك ْم ِبالْ َب‬
ِ ‫اط ِل َوتُدْلوا ِب َها إِلى ال ُحك‬
Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan
yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat
memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal
kamu mengetahui.
(Q.S. Al-Baqarah 188)
An Nawawy berkata: “Sesuatu yang diterima oleh petugas dengan nama hadiah, haruslah
dikembalikan kepada yang menghadiahkannya. Jika tidak mungkin dikembalikan lagi kepada
yang menghadiahkannya, maka diserahkan kepada Baitul Mal”.
Tidak jarang kita menemukan pemimpin yang terjerat korupsi di negeri ini, kita sebagai
publik hanya dapat menunggu dan melihat apa yang akan terjadi dengan banyaknya kasus
korupsi yang terjadi tak akan membawa keuntungan dan kemaslahatan bagi rakyat. Justru hanya
akan membuat rakyat semakin sengsara. Karena memang uang mereka yang seharusnya
digunakan untuk upaya peningkatan kesejahteraan mereka harus masuk ke saku pribadi dan
hanya untuk kepentingan pribadi atau golongan saja. Padahal para pelaku tindak korupsi ini
sejatinya orang yang memegang amanah rakyat untuk dapat mengurusi segala urusan mereka.
Perlu kita sadari dan renungkan, apapun kegiatan dan pekerjaan kita, jangan sampai kita
merugikan pihak lain dan jangan mengutamakan kepentingan pribadi dengan menyingkirkan rasa
belas kasihan sehingga dengan sesuka hati kita bersenang-senang di atas penderitaan orang lain.
Karena sekecil apapun perbuatan kita kelak akan dipintai pertanggungjawabannya.

Menjadi perisai bagi rakyatnya


َ Q‫ َر ِج َع ْن أَِبي ُه َر ْي‬Q‫الزنَا ِد َع ْن اأْل َ ْع‬
‫ر َة َع ْن النَّ ِب ِّي‬Q ِّ ‫ْن َح ْر ٍب َح َّد َثنَا َشَبا َب ُة َح َّد َثنِي َو ْر َقا ُء َع ْن أَِبي‬ ُ ‫ْر ب‬ ُ ‫اهي ُم َع ْن ُم ْسل ٍِم َح َّد َثنِى ُز َهي‬ َ ‫َح َّد َثنَا إِب‬
ِ ‫ْر‬
‫ِك أَ ْج ٌر َوإِ ْن َي ْأ ُم ْر‬
َ ‫ان لَ ُه ِب َذل‬ َ ‫ِن َو َرا ِئ ِه َويُتَّ َقى ِب ِه َفِإ ْن أَ َم َر ِب َت ْق َوى اهَّللِ َع َّز َو َج َّل َو َعد‬
َ ‫َل َك‬ ْ ‫ال إِنَّ َما اإْل ِ َما ُم ُجنَّ ٌة يُ َقا َت ُل م‬
َ ‫صلَّى اهَّللُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َق‬ َ
﴾ ‫ان َعلَ ْي ِه ِم ْن ُه ﴿ رواه مسلم‬
َ ‫ْر ِه َك‬
ِ ‫ِب َغي‬
Telah menceritakan kepada kami Ibrahim dari Muslim telah menceritakan kepadaku Zuhair bin
Harb telah menceritakan kepada kami Syababah telah menceritakan kepadaku Warqa' dari Abu
Az Zinad dari Al A'raj dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau
bersabda: "Seorang imam itu ibarat perisai, seseorang berperang di belakangnya (mendukung)
dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya. Jika seorang imam (pemimpin)
memerintahkan supaya takwa kepada Allah 'azza wajalla dan berlaku adil, maka dia (imam)
akan mendapatkan pahala karenanya, dan jika dia (imam) memerintahkan selain itu, maka ia
akan mendapatkan siksa." (H.R. Muslim No. 3428)
Pemimpin adalah perisai rakyatnya, yakni sebagai pelindung, penjamin, dan pelaksana
pemenuhan hak-hak rakyatnya. Jika terdapat suatu konflik, pemimpin harus berada di posisi
terdepan, jangan sampai menyuruh bawahannya untuk mengatasi konflik sementara ia sendiri
bersembunyi dan enggan berkutik. Karena pemimpin merupakan perisai bagi rakyatnya, maka
pemimpin harus memiliki jiwa pemberani dan tidak ada sedikit pun kekhawatiran (ketakutan)
dalam hatinya, ia yakin Allah selalu bersamanya. Sebagaimana termaktub dalam ayat berikut.
ٌ ‫أَال إِ َّن أَ ْولَِيا َء اهَّللِ ال َخ ْو‬
َ ُ‫ف َعلَ ْي ِه ْم َوال ُه ْم َي ْح َزن‬
)٦٢( ‫ون‬
Ingatlah, Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak
(pula) mereka bersedih hati. (Q.S. Yunus: 62)
Rasulullah adalah sosok pemimpin yang sempurna dan mampu menjadi perisai bagi
ummatnya. Ali r.a. berkata, “Apabila kondisi mencekam dan mata memerah, kami berlindung
kepada Rasulullah. Tak ada seorang pun yang lebih dekat dengan musuh darinya. Perang Badar
telah memperlihatkan kepadaku, ketika kami berlindung kepada Rasulullah, sementara beliau
yang paling dekat dengan musuh”.
Dengan memahami teks di atas, maka hendaknya seorang pemimpin menjadi perisai bagi
kaumnya. Pemimpin haruslah dapat menjadi perisai yang baik dan kuat, sehingga kaum dapat
terlindungi dari berbagai marabahaya.
Mendamaikan perpecahan yang terjadi di antara ummat
َ ‫غ َذل‬Q
‫ك النَّ ِب َّي‬Qِ َ َ‫ ٍرو َف َبل‬Q‫ْن َبنِي َع ْم‬ ٌ ‫ان ِق َت‬Q
َ ‫ال َبي‬Q َ ‫ِي َق‬
َ ‫ال َك‬Q ِّ ‫اعد‬
ِ Q‫الس‬ ِ ‫ِي َع ْن َس ْه ِل ب‬
َّ ‫ْن َس ْع ٍد‬ ِ ‫ان َح َّد َثنَا َح َّما ٌد َح َّد َثنَا أَبُو َح‬
ُّ ‫از ٍم الْ َم َدن‬ ِ ‫َح َّد َثنَا أَبُو النُّ ْع َم‬
﴾ ‫ ﴿ رواه البخاري‬.…‫ِح َب ْي َن ُه ْم‬ ُ ‫ُصل‬ ْ ‫الظ ْه َر ثُ َّم أََتا ُه ْم ي‬
ُّ ‫صلَّى‬ َ ‫صلَّى اهَّللُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َف‬ َ
Telah menceritakan kepada kami Abu Nu'man telah menceritakan kepada kami Hammad telah
menceritakan kepada kami Abu Hazim Al Madani dari Sahal bin Sa'd As Sa'idi mengatakan;
ketika terjadi peperangan antara bani 'Amru, berita ini sampai kepada Nabi
Shallallahu'alaihiwasallam, maka beliau shalat zhuhur kemudian mendatangi mereka untuk
mendamaikan sesama mereka…. (H.R. Bukhari No. 6653)
Pemimpin haruslah peka terhadap keadaan rakyatnya, jika terjadi perpecahan maka wajiblah
dia mengatasinya sedini mungkin, sebab jika disintegritas dibiarkan, ia akan menyebabkan suatu
permasalahan besar sehingga timbul perpecahan yang akan mengancam keutuhan kesatuan-
persatuan bangsa. Bagaimana mungkin suatu negara maju, jika diantara rakyatnya tidak tertanam
rasa persatuan dan kesatuan?
Rasulullah S.A.W. memberikan contoh yang tepat dalam mengatasi permasalahan. Ketika
terdapat suatu permasalahan maka Rasulullah segera bertindak cepat dan tepat. Bahkan
Rasulullah dapat mencegah permasalahan sedini mungkin. Hal ini diperlukan agar dapat menjadi
pemimpin yang amanah. Dan untuk mewujudkannya diperlukan kebijaksanaan, ketegasan, dan
mampu memprediksi secara tepat.

Adil terhadap semua golongan


‫ض َي اهَّللُ َع ْن ُه َع ْن‬ ِ ‫ْر َة َر‬ َ ‫اص ٍم َع ْن أَِبي ُه َري‬ ِ ‫ْن َع‬ِ‫ص ب‬ ِ ‫الر ْح َم ِن َع ْن َح ْف‬ َّ ‫ْن َع ْب ِد‬ ُ ‫ْب ب‬ ُ ‫ال َح َّد َثنِي ُخ َبي‬ َ ‫َح َّد َثنَا ُم َس َّد ٌد َح َّد َثنَا َي ْح َيى َع ْن ُع َب ْي ِد اهَّللِ َق‬
‫ ُه‬Q ُ‫ ٌل َقلْب‬Q‫ا َد ِة اهَّللِ َو َر ُج‬QQ‫َشأَ فِي ِع َب‬ َ ‫اب ن‬
ٌّ ‫ْل َو َش‬ٌ ‫ُظلُّ ُه ْم اهَّللُ َت َعالَى فِي ِظلِّ ِه َي ْو َم اَل ِظ َّل إِاَّل ِظلُّ ُه إِ َما ٌم َعد‬ِ ‫ال َس ْب َع ٌة ي‬ َ ‫صلَّى اهَّللُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َق‬
َ ‫النَّ ِب ِّي‬
َ‫اف اهَّلل‬ ُ Q‫ال إِنِّي أَ َخ‬Q َ Q‫ال َف َق‬Q ٍ Q‫ ٍب َو َج َم‬Q‫ص‬ ُ ‫ َرأٌَة َذ‬Q‫ ُه ا ْم‬Q‫َع ْت‬
ِ ‫ات َم ْن‬ َ ‫اج َت َم َعا َعلَ ْي ِه َوَت َف َّر َقا َعلَ ْي ِه َو َر ُج ٌل د‬
ْ ِ‫اج ِد َو َر ُجاَل ِن َت َحابَّا فِي اهَّلل‬ ِ ‫ُم َعلَّ ٌق فِي ْال َم َس‬
َ ‫ِق َيمِينُ ُه َو َر ُج ٌل َذ َك َر اهَّللَ َخالِيًا َف َف‬
﴾ ‫اض ْت َع ْينَا ُه ﴿ رواه البخاري‬ َ ‫ص َد َق ٍة َفأَ ْخ َف‬
ُ ‫اها َحتَّى اَل َت ْعلَ َم ِش َمالُ ُه َما تُ ْنف‬ َ ‫صد‬
َ ‫َّق ِب‬ َ ‫َو َر ُج ٌل َت‬
Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan kepada kami Yahya dari
'Ubaidullah berkata, telah menceritakan kepada saya Khubaib bin 'Abdurrahman dari Hafsh bin
'Ashim dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: “Ada
tujuh (golongan orang beriman) yang akan mendapat naungan (perlindungan) dari Allah dibawah
naunganNya (pada hari qiyamat) yang ketika tidak ada naungan kecuali naunganNya. Yaitu;
Pemimpin yang adil, seorang pemuda yang menyibukkan dirinya dengan 'ibadah kepada Rabnya,
seorang laki-laki yang hatinya terpaut dengan masjid, dua orang laki-laki yang saling mencintai
karena Allah, keduanya bertemu karena Allah dan berpisah karena Allah, seorang laki-laki yang
diajak berbuat maksiat oleh seorang wanita kaya lagi cantik lalu dia berkata, “aku takut kepada
Allah”, seorang yang bersedekah dengan menyembunyikannya hingga tangan kirinya tidak
mengetahui apa yang diinfaqkan oleh tangan kanannya, dan seorang laki-laki yang berdzikir
kepada Allah dengan mengasingkan diri sendirian hingga kedua matanya basah karena
menangis". (H.R. Bukhari No. 1334)
Berdasarkan hadits di atas, keutamaan pemimpin yang adil disebutkan terlebih dahulu,
karena banyaknya kebaikan dan kemaslahatan yang terkait dengannya. Di dalam al-Quran
terdapat banyak perintah untuk berbuat adil, salah satunya di dalam ayat berikut.
﴾ ٩٠ :‫ان ﴿ النحل‬
ِ ‫اإلح َس‬ ِ ‫إِ َّن اهَّللَ َي ْأ ُم ُر ِبالْ َعد‬
ْ ‫ْل َو‬
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan (Q.S. an-Nahl: 90)
Adil bukan berarti menyetarakan semua hal, namun menempatkan sesuatu hal sesuai pada
tempatnya. Adapun untuk melihat sejauh mana seorang pemimpin itu berlaku adil adalah dengan
mencermati berbagai keputusan dan kebijakan yang dikeluarkannya. Bila seorang pemimpin
menerapkan hukum tanpa pandang bulu, secara merata terhadap semua golongan, maka dapat
dikatakanlah seorang pemimpin tersebut adil.
Tidak bersikap birokratis
‫ ِر‬Q‫ِن أَ ْم‬ ْ ‫ِن أَ ْم ِر أُ َّمتِي َش ْي ًئا َف َش َّق َعلَ ْي ِه ْم َف‬
َ ‫ ِه َو َم ْن َول‬Q‫ ُق ْق َعلَ ْي‬Q‫اش‬
ْ ‫ِي م‬ َ ‫ول فِي َب ْيتِي َه َذا اللَّ ُه َّم َم ْن َول‬
ْ ‫ِي م‬ ُ ‫صلَّى اهَّللُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َي ُق‬
َ ِ‫ول اهَّلل‬
ِ ‫َر ُس‬
ْ ‫ َة الْم‬Qَ‫از ٍم َع ْن َح ْر َمل‬
‫ ِد‬Q‫ ِر ِّي َع ْن َع ْب‬Q‫ِص‬ ُ Q‫ َّد َثنَا َج ِري‬Q‫ِي َح‬
ُ ‫ر ب‬Q
ِ Q‫ْن َح‬ ُ ‫ َّد َثنَا اب‬Q‫ْن َحات ٍِم َح‬
ٍّ ‫ د‬Q‫ْن َم ْه‬ ْ ‫أُ َّمتِي َش ْي ًئا َف َر َف َق ِب ِه ْم َف‬
ُ ‫ار ُف ْق ِب ِه و َح َّد َثنِي ُم َح َّم ُد ب‬
﴾ ‫صلَّى اهَّللُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ِبم ِْثلِ ِه ﴿ رواه مسلم‬ َ ‫ِش َة َع ْن النَّ ِب ِّي‬
َ ‫اس َة َع ْن َعائ‬ َ ‫ْن ِش َم‬ ِ ‫الر ْح َم ِن ب‬
َّ
Aisyah r.a berkata : saya telah mendengar Rasulullah berdo'a ketika berada di rumahku ini: "Ya
Allah, siapa yang menjabat suatu jabatan dalam pemerintahan ummatku lalu dia mempersulit
urusan mereka, maka persulitlah dia. Dan siapa yang menjabat suatu jabatan dalam
pemerintahan ummatku lalu dia berusaha menolong mereka, maka tolong pulalah dia." Dan
telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Hatim telah menceritakan kepada kami Ibnu
Mahdi telah menceritakan kepada kami Jarir bin Hazim dari Harmalah Al Mishri dari
Abdurrahman bin Syimasaah dari 'Aisyah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam seperti hadits
di atas." (H.R. Muslim No. 3407)
Hadits ini menerangkan tentang larangan seorang pemimpin untuk bersikap arogan, elitis,
represif dan birokratis atau mempersulit urusan-urusan rakyatnya. Seorang pemimpin harus
memberikan pelayanan yang maksimal. Bila seorang pemimpin mempersulit urusan rakyatnya,
maka niscaya Allah akan mempersulit segala urusan dia baik di dunia lebih-lebih di akhirat
nanti.

Batas Ketaatan kepada Pemimpin


Menaati pemerintah selama tidak menyuruh kemungkaran
َ ُ‫ول إِ ْن ُك ْنتُ ْم تُ ْؤ ِمن‬
‫ون‬ َّ ‫َاز ْعتُ ْم فِي َش ْي ٍء َف ُردُّو ُه إِلَى اهَّللِ َو‬
ِ ‫الر ُس‬ ْ ‫ول َوأُولِي‬
َ ‫األم ِر ِم ْن ُك ْم َف ِإ ْن َتن‬ َّ ‫ِين آ َمنُوا أَ ِطي ُعوا اهَّللَ َوأَ ِطي ُعوا‬
َ ‫الر ُس‬ َ ‫َيا أَُّي َها الَّذ‬
)٥٩( ‫ْر َوأَ ْح َس ُن َت ْأ ِويال‬ ِ ‫ِباهَّللِ َوالْ َي ْو ِم‬
َ ‫اآلخ ِر َذل‬
ٌ ‫ِك َخي‬
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara
kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada
Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (Q.S. An-Nisaa:
59)
Berdasarkan arti dari konteks ayat al-Quran di atas, wajib hukumnya seorang rakyat menaati
pemimpin (Ulil Amri). Namun tidak selamanya rakyat harus patuh kepada ulil amri, rakyat boleh
tidak patuh terhadap pemimpin jika pemimpinnya dzalim. Rasulullah saw. bersabda
‫ ْم ُع‬Q‫الس‬ َ Q‫صلَّى اهَّللُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َق‬
َّ ‫ال‬Q َ ‫ض َي اهَّللُ َع ْن ُه َع ْن النَّ ِب ِّي‬
ِ ‫د اهَّللِ َح َّد َثنِي نَا ِف ٌع َع ْن َع ْب ِد اهَّللِ َر‬Qِ ‫ْن َسعِي ٍد َع ْن ُع َب ْي‬
ُ ‫َح َّد َثنَا ُم َس َّد ٌد َح َّد َثنَا َي ْح َيى ب‬
َ ‫ص َي ٍة فَاَل َس ْم َع َواَل َط‬
﴾ ‫اع َة ﴿ رواه البخاري‬ َ ‫ص َي ٍة َف ِإ َذا أُم‬
ِ ‫ِر ِب َم ْع‬ ْ ‫اع ُة َعلَى الْ َم ْر ِء الْ ُم ْسل ِِم فِي َما أَ َح َّب َو َك ِر َه َما لَ ْم ي‬
ِ ‫ُؤ َم ْر ِب َم ْع‬ َّ ‫َو‬
َ ‫الط‬
Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id
dari 'Ubaidullah Telah menceritakan kepadaku Nafi' dari Abdullah radliallahu 'anhu, dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "mendengar dan taat adalah wajib bagi setiap muslim,
baik yang ia sukai maupun yang tidak ia sukai, selama ia tidak diperintahkan melakukan
kemaksiatan, adapun jika ia diperintahkan melakukan maksiat, maka tidak ada hak mendengar
dan menaati." (H.R. Bukhari No.6611)
Hadits di atas menunjukkan kepada kita bahwa kepatuhan seorang rakyat terhadap
pemimpin tidaklah mutlak. Ada batasan-batasan tertentu, kapan saat rakyat patuh dan kapan saat
rakyat boleh tidak patuh. Adapun maksiat yang dimaksud dalam hadits ini adalah bentuk
pendurhakaan atau pembangkangan kepada Allah. Oleh karena itu, jika kita menjadi rakyat,
maka haruslah cerdas dan mengetahui ilmu-ilmu yang luas, sebab, bilamana penguasa berbuat
maksiat (dzalim), maka kita dapat menghindar untuk ikut terjerumus kedalam kemaksiatan
tersebut.
Larangan OPORTUNIS
ُ ‫ْخ ُل َعلَى ُسلْ َطا ِننَا َف َن ُق‬
‫ول لَ ُه ْم‬ ُ ‫ْن ُع َم َر إِنَّا َند‬ ٌ ‫ال أُن‬
ِ ‫َاس اِل ب‬ َ ‫ْن ُع َم َر َع ْن أَِبي ِه َق‬
ِ ‫ْن َع ْب ِد اهَّللِ ب‬
ِ ‫ْن َز ْي ِد ب‬ ِ ‫َح َّد َثنَا أَبُو نُ َعي ٍْم َح َّد َثنَا َع‬
ُ ‫اص ُم ب‬
ِ ‫ْن ُم َح َّم ِد ب‬
﴾ ‫ُّها ِن َفا ًقا ﴿ رواه البخاري‬
َ ‫ال ُكنَّا َن ُعد‬
َ ‫ِه ْم َق‬ ْ ‫ف َما َن َت َكلَّ ُم إِ َذا َخ َر ْجنَا م‬
ِ ‫ِن ِع ْند‬ َ ‫ِخاَل‬
Telah menceritakan kepada kami Abu Nu'aim telah menceritakan kepada kami 'Ashim bin
Muhammad bin Zaid bin Abdullah bin Umar dari ayahnya, Beberapa orang berkata kepada Ibnu
Umar; 'dahulu jika kami menemui penguasa kami, kami mengatakan sesuatu yang menyelisihi
pembicaraan kami ketika kami telah meninggalkannya.' Maka Ibnu Umar berkata; "yang
demikian kami anggap suatu kemunafikan." (H.R. Bukhari No. 6642)
Dalam hadits lain, Rasulullah bersabda
ُ ‫صلَّى اهَّللُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َي ُق‬
‫ول إِ َّن َش َّر‬ َ ِ‫ول اهَّلل‬ َ ‫ْر َة أَنَّ ُه َسم‬
َ ‫ِع َر ُس‬ َ ‫اك َع ْن أَِبي ُه َري‬ ٍ ‫ْن أَِبي َح ِب‬
ٍ ‫يب َع ْن ِع َر‬ ُ ‫َح َّد َثنَا ُق َت ْي َب ُة َح َّد َثنَا اللَّي‬
ِ ‫ْث َع ْن َي ِزي َد ب‬
﴾ ‫ْن الَّذِي َي ْأتِي َه ُؤاَل ِء ِب َو ْج ٍه َو َه ُؤاَل ِء ِب َو ْج ٍه ﴿ رواه البخاري‬ِ ‫اس ُذو الْ َو ْج َهي‬ ِ َّ‫الن‬
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah telah menceritakan kepada kami Al Laits dari Yazid
bin Abu Hubaib dari Irak dari Abu Hurairah, ia mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Manusia yang paling buruk adalah yang bermuka dua (OPORTUNIS),
yang mendatangi kaum dengan muka tertentu dan mendatangi lainnya dengan muka yang lain."
(H.R. Bukhari No. 6643)
Rasulullah menjelaskan bahwa rakyat yang ingin menemui penguasa dalam rangka
memuliakannya maka senantiasa dia mendapat jaminan dari Allah swt. namun ketika di belakang
penguasa tersebut, dia menghinanya, maka ia adalah OPORTUNIS (bermuka dua). Hal ini
sangat di larang oleh agama, bagaimana pun, orang yang bermuka dua atau munafik, lebih buruk
daripada orang kafir. Seperti di dalam sejarah, beberapa perang islam jika terdapat orang
munafik yang terdapat dalam suatu pasukan, maka hancurlah pasukan tersebut dikarenakan
hasutan orang munafik. Perbuatan orang munafik sangatlah membahayakan ummat, terlebih-
lebih penguasa. Oleh karena itu, jadilah rakyat yang jujur, yang bersikap sama ketika berhadapan
dengan pemimpinnya ataupun ketika tidak berhadapan dengannya.
Melawan pemimpin yang dzalim
‫ ا َد َة َع ْن َع ِطيَّ َة َع ْن أَِبي‬Q‫ْن ُج َح‬ ُ ‫ َرائ‬Q‫ َّد َثنَا إِ ْس‬Q‫ َد َح‬Q‫ص َع ٍب أَبُو َي ِزي‬
ِ ‫ِيل َع ْن ُم َح َّم ِد ب‬ ُ ‫الر ْح َم ِن ب‬
ْ ‫ْن ُم‬ ُّ ‫َار الْ ُكوف‬
َّ ‫ِي َح َّد َثنَا َع ْب ُد‬ ِ ‫َح َّد َثنَا الْ َق‬
ُ ‫اس ُم ب‬
ٍ ‫ْن دِين‬
َ ‫ال أَبُو ِع‬
‫اب َع ْن‬QQ‫ى َوفِي الْ َب‬Q‫يس‬ َ ‫ِر َق‬
ٍ ‫ان َجائ‬ ٍ ‫ِن أَ ْع َظ ِم الْ ِج َها ِد َكلِ َم َة َعد‬
ٍ ‫ْل ِع ْن َد ُسلْ َط‬ َ ‫ْر ِّي أَ َّن النَّ ِب َّي‬
َ ‫صلَّى اهَّللُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َق‬
ْ ‫ال إِ َّن م‬ ِ ‫د الْ ُخد‬Qٍ ‫َسعِي‬
﴾ ‫ِن َه َذا الْ َو ْج ِه ﴿ رواه الترمذى‬ ْ ‫يب م‬ ٌ ‫أَِبي أُ َما َم َة َو َه َذا َحد‬
ٌ ‫ِيث َح َس ٌن َغ ِر‬
Telah menceritakan kepada kami Al Qasim bin Dinar Al Kufi; telah menceritakan kepada kami
'Abdurrahman bin Mush'ab Abu Yazid; telah menceritakan kepada kami Isra'il dari Muhammad
bin Juhadah dari 'Athiyyah dari Abu Sa'id Al Khudri bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda; "Sesungguhnya jihad yang paling agung adalah ungkapan yang adil (benar)
yang disampaikan di hadapan penguasa yang zhalim." Abu Isa berkata; Hadits semakna juga
diriwayatkan dari Abu Umamah. Dan ini adalah hadits hasan gharib ditinjau dari jalur ini. )H.R
Tirmidzi No.2100)
Salah satu bentuk jihad adalah ungkapan seorang rakyat yang benar di hadapan pemimpin
yang dzalim. Ia berusaha untuk memperjuangkan nasib rakyat, dan menyadarkan pemimpin yang
dzalim. Untuk melakukan hal ini, diperlukan keberanian yang besar dan tidak lupa argumen kuat
yang dapat dipertanggungjawabkan.

Kriteria Pemimpin
Kriteria yang boleh dijadikan seorang pemimpin
Dalam Islam istilah pemimpin disebut dengan berbagai macam istilah, seperti: Imam, Wali,
Ulil Amri, Amirul mu’minin, Amir, Khalifah dan Ro’i dsb. Adapun syarat-syarat seorang itu
dapat disebut sebagai pemimpin dalam Islam, sebagai berikut.
َ ‫الز َكا َة َو ُه ْم َرا ِك ُع‬
)٥٥( ‫ون‬ َ ُ‫ُؤت‬
َّ ‫ون‬ ْ ‫الصال َة َوي‬
َّ ‫ون‬ َ ‫ِين آ َمنُوا الَّذ‬
َ ‫ِين يُقِي ُم‬ َ ‫إِنَّ َما َولِيُّ ُك ُم اهَّللُ َو َر ُسولُ ُه َوالَّذ‬
Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang
mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah). (Q.S. Al-
Maidah: 55)
ٌ ‫أَال إِ َّن أَ ْولَِيا َء اهَّللِ ال َخ ْو‬
َ ُ‫ف َعلَ ْي ِه ْم َوال ُه ْم َي ْح َزن‬
)٦٢( ‫ون‬
Ingatlah, Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak
(pula) mereka bersedih hati. (Q.S. Yunus: 62)
ِ ‫ُؤتِي ُم ْل َك ُه َم ْن َي َشا ُء َواهَّللُ َو‬
)٢٤٧( ‫اس ٌع َعلِي ٌم‬ ْ ‫اص َط َفا ُه َعلَ ْي ُك ْم َو َزا َد ُه َب ْس َط ًة فِي الْعِلْ ِم َوالْ ِج ْس ِم َواهَّللُ ي‬
ْ َ‫ال إِ َّن اهَّلل‬
َ ‫َق‬
"Sesungguhnya Allah telah memilih Thalut menjadi pemimpinmu (malik) dan
menganugerahinya rajamu ilmu yang luas dan tubuh yang kuat." Allah memberikan
pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi
Maha mengetahui. (Q.S. Al-Baqarah : 247)
ُ ‫ِما َيع‬
َ Q‫ ِه إِ َّن اهَّللَ َك‬Q‫ِظ ُك ْم ِب‬
‫مِي ًعا‬Q‫ان َس‬Q ِ ‫ د‬Q‫وا ِبالْ َع‬QQ‫اس أَ ْن َت ْح ُك ُم‬
َّ ‫ْل إِ َّن اهَّللَ ِنع‬ ِ َّ‫ْن الن‬ ِ ‫ؤَدُّوا األ َمان‬Qُ‫إِ َّن اهَّللَ َي ْأ ُم ُر ُك ْم أَ ْن ت‬
َ ‫ا َوإِ َذا َح َك ْمتُ ْم َبي‬QQ‫ات إِلَى أَ ْهلِ َه‬Qَ
)٥٨( ‫يرا‬
ً ‫ص‬ِ ‫َب‬
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya,
dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan
dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.
Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat. (Q.S. An-Nisa: 58)
Dari keempat ayat di atas jelaslah bagi kita persyaratan seorang boleh diangkat menjadi
pemimpin adalah sebagai berikut:
Beriman dalam artian beragama islam. Karena bagaimana pun juga islam adalah agama yang
merupakan rahmatan lil ‘alamin, buka hanya sekedar rahmat yang meliputi orang islam.
Sehingga patutlah kita memilih orang yang beriman sebagai pemimpin. Karena seorang
pemimpin yang muslim mengerti cara memimpin yang baik, baik terhadap rakyatnya yang
muslim dan yang non muslim, sebagaimana yang telah dicontohkan Rasulullah SAW.
Menegakkan shalat dalam artian menegakkan shalat seperti yang dicontohkan Rasulullah.
Seperti shalat berjamaah ke masjid, shalat awal waktu, bersih hati dan fisik serta mengikuti
rukun-rukunnya, etrmasuk kekhusyu’annya.
Menunaikan zakat yang merupakan lambang mengasihi sesama.
Senantiasa tawadhu sehingga tahan dan mau mendengarkan kritik dan saran.
Tidak penakut, baik kepada syetan, takut masalah (perihal) duniawi, takut miskin sehingga
korupsi, dsb.
Tahan dan tegar ketika dihadapi berbagai ujian, baik berupa kesenangan maupun kesengsaraan
hidup.
Berilmu luas, dengan demikia keputusan dan tindakan yang diambilnya bersifat adil, luwes dan
bijaksana.
Fisiknya kuat, sehingga memungkinkan dia dapat menjalankan tugasya dengan sebaik-baiknya
sehingga dapat menjadi suri teladan bagi ummatnya dan bawahannya.
Ahli dan memang berbakat untuk jabatannya, sehingga setiap permasalahnan dapat diatasi
dengan baik.
Amanah, dalam pengertian mau menjalankan tugas yang diembankan kepadanya dengan sekuat
kemapuannya.
Adil dalam menetapkan segala sesuatu (hukum) di antara manusia. Sekalipun merugikan diri
sendiri dia tidak khawatir kalau memang harus demikian.
Sebelas pernyataan di atas, haruslah dipenuhi oleh seorang yang ingin atau diamanahi
menjadi pemimpin. Bagaimana pun aturan yang dibuat oleh pemerintah, rakyat haruslah
menaatinya, terkecuali dalam hal kemungkaran.
Kriteria yang tidak boleh dijadikan pemimpin
ٍ ‫ا ُء َب ْع‬QQ‫ ُه ْم أَ ْولَِي‬Q‫ض‬
ْ Q‫ دِي الْ َق‬Q‫ َولَّ ُه ْم ِم ْن ُك ْم َف ِإنَّ ُه ِم ْن ُه ْم إِ َّن اهَّللَ ال َي ْه‬Q‫ض َو َم ْن َي َت‬
‫و َم‬Q ُ ‫ا َء َب ْع‬QQ‫ارى أَ ْولَِي‬ َ ‫َيا أَيُّ َها الَّذ‬
َ َّ‫و َد َوالن‬QQ‫ ُذوا الْ َي ُه‬Q‫ِين آ َمنُوا ال َتتَّ ِخ‬
َ Q‫ص‬
)٥١( ‫ِين‬ َّ
َ ‫الظالِم‬
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani
menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang
lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, Maka Sesungguhnya
orang itu Termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang zalim. (Q.S. Al-Maidah: 51)
)٢٣( ‫ون‬ َ ‫ان َو َم ْن َي َت َولَّ ُه ْم ِم ْن ُك ْم َفأُولَئ‬
َّ ‫ِك ُه ُم‬
َ ‫الظالِ ُم‬ ْ ‫ِين آ َمنُوا ال َتتَّ ِخ ُذوا آ َبا َء ُك ْم َوإِ ْخ َوا َن ُك ْم أَ ْولَِيا َء إِ ِن‬
ِ ‫اس َت َحبُّوا الْ ُك ْف َر َعلَى اإلي َم‬ َ ‫َيا أَيُّ َها الَّذ‬
Hai orang-orang beriman, janganlah kamu jadikan bapa-bapa dan saudara-saudaramu menjadi
wali(mu), jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan dan siapa di antara kamu
yang menjadikan mereka wali, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim. (Q.S. At-Taubah:
23)
‫وا اهَّللَ إِ ْن ُك ْنتُ ْم‬Q‫ا َء َواتَّ ُق‬QQ‫ار أَ ْولَِي‬
َ ‫ِن َق ْبلِ ُك ْم َوالْ ُك َّف‬ َ ‫وا الْ ِك َت‬Qُ‫ِين أُوت‬
ْ ‫اب م‬Q َ ‫ِن الَّذ‬ َ ‫َيا أَيُّ َها الَّذ‬
َ ‫ِين آ َمنُوا ال َتتَّ ِخ ُذوا الَّذ‬
َ ‫ا م‬QQ‫ ُز ًوا َولَ ِع ًب‬Qُ‫ ُذوا دِي َن ُك ْم ه‬Q‫ِين اتَّ َخ‬
َ ‫ُم ْؤ ِمن‬
)٥٧( ‫ِين‬
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil Jadi pemimpinmu, orang-orang
yang membuat agamamu Jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang
telah diberi kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). dan
bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman. (Q.S. Al-maidah:57)
َ ‫ا ًة َوي‬QQ‫وا ِم ْن ُه ْم تُ َق‬QQ‫ ْي ٍء إِال أَ ْن َتتَّ ُق‬Q‫ِن اهَّللِ فِي َش‬
ُ‫ ِّذ ُر ُك ُم اهَّلل‬Q‫ُح‬ َ ‫ِين َو َم ْن َي ْف َع ْل َذل‬
َ ‫ِك َفلَي‬
َ ‫ْس م‬ َ ‫ُون الْ ُم ْؤ ِمن‬ ْ ‫ين أَ ْولَِيا َء م‬
ِ ‫ِن د‬ ِ ‫ون الْ َكاف‬
َ ‫ِر‬ َ ُ‫ال َيتَّ ِخ ِذ الْ ُم ْؤ ِمن‬
)٢٨( ‫ير‬
ُ‫ص‬ ِ ‫َن ْف َس ُه َوإِلَى اهَّللِ الْ َم‬
Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan
meninggalkan orang-orang mukmin. barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari
pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari
mereka. dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. dan hanya kepada Allah
kembali (mu). (Q.S. Ali Imran: 28)
ُ Qُ‫وه ْم َو ْاقتُل‬
ُ ‫وه ْم َحي‬Q
‫ْث‬ ُ ‫ ُذ‬Q‫إ ْن َت َولَّ ْوا َف ُخ‬Qِ Q‫يل اهَّللِ َف‬ ِ ‫ون َس َوا ًء َفال َتتَّ ِخ ُذوا ِم ْن ُه ْم أَ ْولَِيا َء َحتَّى يُ َه‬
ِ ‫اج ُروا فِي َسِب‬ َ ُ‫ون َك َما َك َف ُروا َف َت ُكون‬
َ ‫َودُّوا لَ ْو َت ْك ُف ُر‬
)٨٩( ‫يرا‬ ِ ‫وه ْم َوال َتتَّ ِخ ُذوا ِم ْن ُه ْم َولِيًّا َوال ن‬
ً ‫َص‬ ُ ‫َو َج ْدتُ ُم‬
Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu
menjadi sama (dengan mereka). Maka janganlah kamu jadikan di antara mereka penolong-
penolong(mu), hingga mereka berhijrah pada jalan Allah. Maka jika mereka berpaling, tawan
dan bunuhlah mereka di mana saja kamu menemuinya, dan janganlah kamu ambil seorangpun di
antara mereka menjadi pelindung, dan jangan (pula) menjadi penolong, (Q.S. An-Nisa: 89)
ْ ‫ا َء م‬QQ‫ ُه أَ ْولَِي‬Q‫ ُه َو ُذ ِّر َّي َت‬Q‫ ِر َرِّب ِه أَ َف َتتَّ ِخ ُذو َن‬Q‫ َق َع ْن أَ ْم‬Q‫ِن ْال ِج ِّن َف َف َس‬
‫ِن دُونِي َو ُه ْم لَ ُك ْم‬ َ Q‫ِيس َك‬
َ ‫ان م‬Q ْ ‫َوإِ ْذ ُقلْنَا ل ِْل َمال ِئ َك ِة‬
َ ‫اس ُجدُوا آل َد َم َف َس َجدُوا إِال إِ ْبل‬
)٥٠( ‫ِين َبدَال‬ َّ ‫س ل‬
َ ‫ِلظالِم‬ َ ‫ُو ِب ْئ‬
ٌّ ‫َعد‬
Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada Para Malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam,
Maka sujudlah mereka kecuali iblis. Dia adalah dari golongan jin, Maka ia mendurhakai perintah
Tuhannya. Patutkah kamu mengambil Dia dan turunan-turunannya sebagai pemimpin selain
daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (dari
Allah) bagi orang-orang yang zalim. (Q.S. Al-Kahfi: 50)
‫ول َوإِيَّا ُك ْم‬
َ Q ‫الر ُس‬
َّ ‫ون‬ ْ ‫ِن الْ َح ِّق ي‬
َ Q‫ُخ ِر ُج‬ َ ‫ُو ُك ْم أَ ْولَِيا َء تُلْ ُق‬
َ ‫ون إِلَ ْي ِه ْم ِبالْ َم َو َّد ِة َو َق ْد َك َف ُروا ِب َما َجا َء ُك ْم م‬ َّ ‫ُوي َو َعد‬ َ ‫َيا أَيُّ َها الَّذ‬
ِّ ‫ِين آ َمنُوا ال َتتَّ ِخ ُذوا َعد‬
‫ْه ْم ِبالْ َم َو َّد ِة َوأَنَا أَ ْعلَ ُم ِب َما أَ ْخ َف ْيتُ ْم َو َما أَ ْعلَ ْنتُ ْم َو َم ْن‬
ِ ‫ون إِلَي‬ َ ‫أَ ْن تُ ْؤ ِمنُوا ِباهَّللِ َربِّ ُك ْم إِ ْن ُك ْنتُ ْم َخ َر ْجتُ ْم ِج َهادًا فِي َسِبيلِي َوا ْب ِتغَا َء َم ْر‬
َ ‫ضاتِي تُ ِس ُّر‬
)١( ‫يل‬ َّ ‫ض َّل َس َوا َء‬
ِ ‫الس ِب‬ َ ‫َي ْف َعلْ ُه ِم ْن ُك ْم َف َق ْد‬
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi
teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa
kasih sayang; Padahal Sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang
kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah,
Tuhanmu. jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad di jalan-Ku dan mencari keridhaan-Ku
(janganlah kamu berbuat demikian). kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita
Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. aku lebih mengetahui apa yang kamu
sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. dan Barangsiapa di antara kamu yang
melakukannya, Maka Sesungguhnya Dia telah tersesat dari jalan yang lurus. (Q.S. Al-
Mumtahanah: 1)
ُ‫لَّى اهَّلل‬Q‫ص‬
َ ‫َخلْ ُت َعلَى النَّ ِب ِّي‬ َ Q‫ ُه َق‬Q‫ َي اهَّللُ َع ْن‬Q‫ض‬
َ ‫ال د‬Q ِ ‫ى َر‬Q‫وس‬ َ ‫ر َد َة َع ْن أَِبي ُم‬Q
ْ Qُ‫ُر ْي ٍد َع ْن أَِبي ب‬َ ‫ْن الْ َعاَل ِء َح َّد َثنَا أَبُو أُ َسا َم َة َع ْن ب‬
ُ ‫َح َّد َثنَا ُم َح َّم ُد ب‬
‫أَلَ ُه َواَل َم ْن‬Q‫ َذا َم ْن َس‬Q‫ولِّي َه‬Q َ Q‫ ُه َف َق‬Qَ‫ال اآْل َخ ُر م ِْثل‬
َ Qُ‫ال إِنَّا اَل ن‬Q َ ‫ْن أَ ِّم ْرنَا َيا َر ُس‬
َ ‫ول اهَّللِ َو َق‬ َّ ‫ال أَ َح ُد‬
ِ ‫الر ُجلَي‬ َ ‫ِن َق ْومِي َف َق‬ ْ ‫َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم أَنَا َو َر ُجاَل ِن م‬
﴾ ‫ص َعلَ ْي ِه ﴿ رواه البخاري‬
َ ‫َح َر‬
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al 'Ala' telah menceritakan kepada kami Abu
Usamah dari Buraid dari Abu Burdah dari Abu Musa radliallahu 'anhu mengatakan; aku
menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersama dua orang kaumku, lantas satu diantara
kedua orang itu mengatakan; 'Jadikanlah kami pejabat ya Rasulullah? ' orang kedua juga
mengatakan yang sama. Secara spontan Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda;
"Kami tidak akan memberikan jabatan ini kepada orang yang memintanya, tidak juga kepada
orang yang ambisi terhadapnya." (H.R. Bukhari No. 6616)
Berdasarkan beberapa ayat al-Quran dan sebuah hadits di atas, penulis menyimpulkan
bahwa seseorang yang dilarang atau tidak layak untuk dijadikan pemimpin, diantaranya.
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak boleh dijadikan pemimpin. Sebab, Barangsiapa yang
mengambil mereka menjadi pemimpin, maka akan termasuk golongan mereka. Seorang
pemimpin haruslah beragama islam (mu’min).
Seseorang yang mengutamakan kekafiran daripada keimanan tidak boleh dijadikan sebagai
seorang pemimpin. Sekalipun itu saudara kita sendiri.
Pemimpin yang kafir dan merupakan budak syetan tidak boleh dijadikan sebagai seorang
pemimpin. Karena, tidaklah selayaknya orang-orang beriman mengikuti suatu pemimpin yang
mengikuti (tabiat) syetan.
Pemimpin yang dzalim.
Musuh-musuh Allah swt.
Ambisi terhadap jabatan dan kekuasaan. (meminta jabatan tersebut)
Berikut alasan yang paling jelas, mengapa umat islam tidak boleh menjadikan orang kafir
sebagai pemimpin.
َّ ‫ِز َة َفِإ َّن الْع‬
)١٣٩( ‫ِز َة هَّلِلِ َجمِي ًعا‬ َ ‫ِين أََي ْب َت ُغ‬
َّ ‫ون ِع ْن َد ُه ُم الْع‬ َ ‫ُون الْ ُم ْؤ ِمن‬ ْ ‫ين أَ ْولَِيا َء م‬
ِ ‫ِن د‬ ِ ‫ون الْ َكاف‬
َ ‫ِر‬ َ ‫الَّذ‬
َ ‫ِين َيتَّ ِخ ُذ‬
(yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir sebagai pemimpin dengan meninggalkan
orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka
Sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah. (Q.S. An-Nisa : 139)
Setelah memahami beberapa kriteria manusia yang tidak boleh dijadikan pemimpin,
membuat kita lebih hati-hati dalam mengangkat atau menentukan pemimpin. Karena pemimpin
yang dzalim adalah cerminan dari rakyat yang dzalim pula, yang mana pemimpin yang dzalim
tersebut terkadang dipilih dengan cara yang dzalim (suap-menyuap atau curang). Na’udzubillahi
mindzalik.

PENUTUP

Simpulan
Pengertian tanggung jawab kepemimpinan
Tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (dalam artian jika
terjadi sesuatu hal, boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dsb). [KBBI]
Secara etimologi kepemimpinan (imamah) berasal dari kata ً ‫اِ َما َم‬- ‫ا‬QQQ‫ اِ َما ًم‬- ‫ُم‬
‫ة‬QQQ ُّ ‫ؤ‬QQQ‫ َي‬- ‫اَ َّم‬
(memimpin, pemimpin, dan kepemimpinan). Secara terminologi imamah sebagaimana
dikemukakan al-Mawardi “Imamah ialah suatu kedudukan atau jabatan yang diadakan
untuk mengganti tugas kenabian dalam memelihara agama dan mengendalikan dunia”.
Tanggung jawab kepemimpinan adalah sikap dari suatu imam atau pemimpin yang
menyadari berbagai tugas dan amanah yang diembannya, sehingga ia melaksanakan
berbagai kewajiban serta berorientasi menjaga dan memberikan kemaslahatan umat di
dunia dan di akhirat.
Setiap manusia adalah pemimpin, dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya.
Seorang pemimpin yang memimpin manusia akan bertanggung jawab atas rakyatnya,
seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya, dan dia bertanggung jawab atas
mereka semua, seorang wanita juga pemimpin atas rumah suaminya dan anak-anaknya,
dan dia bertanggung jawab atas mereka semua, seorang budak adalah pemimpin atas harta
tuannya, dan dia bertanggung jawab atas harta tersebut. Setiap manusia adalah pemimpin
dan akan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Oleh karena itulah, tanggung jawab
kepemimpinan penting untuk dibahas.
Kriteria seorang pemimpin:
Beriman dalam artian beragama islam. Karena bagaimana pun juga islam adalah agama yang
merupakan rahmatan lil ‘alamin, buka hanya sekedar rahmat yang meliputi orang islam.
Sehingga patutlah kita memilih orang yang beriman sebagai pemimpin. Karena seorang
pemimpin yang muslim mengerti cara memimpin yang baik, baik terhadap rakyatnya yang
muslim dan yang non muslim, sebagaimana yang telah dicontohkan Rasulullah SAW.
Menegakkan shalat dalam artian menegakkan shalat seperti yang dicontohkan Rasulullah.
Seperti shalat berjamaah ke masjid, shalat awal waktu, bersih hati dan fisik serta mengikuti
rukun-rukunnya, etrmasuk kekhusyu’annya.
Tidak penakut, baik kepada syetan, takut masalah (perihal) duniawi, takut miskin sehingga
korupsi, dsb.
Tahan dan tegar ketika dihadapi berbagai ujian, baik berupa kesenangan maupun kesengsaraan
hidup.
Berilmu luas, dengan demikia keputusan dan tindakan yang diambilnya bersifat adil, luwes dan
bijaksana.
Ahli dan memang berbakat untuk jabatannya, sehingga setiap permasalahnan dapat diatasi
dengan baik.
Amanah, dalam pengertian mau menjalankan tugas yang diembankan kepadanya dengan sekuat
kemapuannya.
Adil dalam menetapkan segala sesuatu (hukum) di antara manusia. Sekalipun merugikan
diri sendiri, dia tidak khawatir kalau memang harus demikian
Saran
Setelah membaca makalah tanggung jawab kepemimpinan, diharapkan pembaca yang
budiman dapat merenungkannya dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga
dapat lebih bermanfaat.
Demikian paparan mengenai tanggung jawab kepemimpinan yang dapat penulis paparkan.
Mohon maaf apabila terdapat kesalahan dan terdapat kata-kata yang tidak berkenan. Semoga
tulisan ini dapat bermanfaat.

DAFTAR PUSTAKA
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al-Bukhari. 2011. Ensiklopedia Hadits 1; Shahih al-
Bukhari 1. Diterjemahkan oleh Masyhar dan Muhammad Suhadi. Jakarta Timur: Almahira
_______. 2012. Ensiklopedia Hadits 2; Shahih al-Bukhari 2. Diterjemahkan oleh Subhan
Abdullah dkk. Jakarta Timur: Almahira
Ahmad Muhammad Yusuf. 2009. Ensiklopedi Tematis Ayat al-Qur’an dan Hadits. Jakarta:
Widya Cahaya
Ahmad Ratib Armush. 2005. Qiyadah al-Rasulullah; wa al-‘Askariyah. Diterjemahkan oleh
Ahmad Khotib. Jakarta: Bening Publishing
Ash Shiddieqy Hasby. 2002 Mutiara Hadits jilid ke enam. Jakarta: Bulan Bintang
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahannya
Inu Kencana Syafiie. 2013. Ilmu Pemerintahan. Jakarta: Bumi Aksara
Rachmat Syafe’i. 2000. Al-Hadis (Aqidah, Akhlaq, Sosial, dan Hukum). Bandung: Pustaka Setia
Tim Darul Ilmi. 2010. Buku Panduan Agama Islam. Jakarta: QultumMedia
Tim Pustaka Phoenix. 2009. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Media Pustaka
Phoenix
Utsman As-Salam. 2008. Dengar dan Taati Pemerintah Kalian. Bandung: Akmal Press
Yan Orgianus. 2011. Nilai-nilai Islam dalam Kepemimpinan. Bandung: CV Cipta Dea Pustaka
Zaki Al-Din ‘Abd Al-Azhim Al-Mundziri. 2009. Ringkasan Shahih Muslim. Diterjemahkan oleh
Syinqithy Djamaluddin dan H.M. Mochtar Zoemi. Bandung: PT Mizan Pustaka

Anda mungkin juga menyukai