Anda di halaman 1dari 3

Emosi dan Pengaruhnya Pada Perubahan Organisasi

Pada setiap perubahan organisasi tidak akan dapat terlepas dari aspek perubahan individu, dan respon
individu dalam menyikapi perubahan ini tidak semata-mata rasional tetapi juga melibatkan respon
emosional. Emosi yang melekat dalam diri individu sebagai manusia, dalam kajian tentang proses
perubahan dalam organisasi dianggap sebagai suatu yang nuissance. Sedangkan reaksi-reaksi emosional
individu dalam menanggapi perubahan yang terjadi dalam organisasi dianggap sebagai suatu bentuk
resistance.

Pengelolaan emosi para anggota organisasi merupakan suatu hal yang harus diperhatikan apabila
perubahan yang diinginkan organisasi diharapkan dapat berjalan dengan lancar. Dalam beberapa kajian
terlihat bahwa respon emosional individu memegang peranan penting dalam penerimaan atau
penolakan terhadap perubahan yang dilakukan organisasi.

Berbagai pendekatan model teoritis dalam kajian perubahan organisasi menunjukkan bahwa respon
emosional individu dalam menyikapi perubahan mengikuti suatu pola yang teratur dan dapat
diantisipasi. Tahapan-tahapan perubahan emosi yang terpola dalam menyikapi perubahan organisasi ini
dapat digunakan sebagai model untuk manajemen emosi dalam pengelolaan perubahan organisasi.

Emosi merupakan hal yang tak boleh diabaikan untuk sebuah proses perubahan organisasi yang
berhasil. Emosi dapat berfungsi positif dan mendorong tercapainya perubahan organisasi kalau emosi
dikelola dengan tepat. Hal ini disebabkan karena emosi memiliki fungsi adaptif bagi individu yang
bersangkutan. Disamping itu, emosi juga merupakan komponen yang penting dalam motivasi sebab
dapat menggerakkan individu dalam berperilaku tertentu.

Kata “emosi” berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak menjauh. Arti kata ini
menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Daniel Goleman
merujuk emosi pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan
serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak.

1 | http:// kanreg1bkn.id 14 Mei 2018


Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu. Sebagai contoh
emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa,
emosi sedih mendorong seseorang berperilaku menangis.

Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi, emosi merupakan salah satu
aspek penting dalam kehidupan manusia, karena emosi dapat merupakan motivator perilaku dalam arti
meningkatkan, tapi juga dapat mengganggu perilaku intensional manusia. Macam ragam bentuk dari
emosi dapat terlihat seperti hasrat, benci, sedih/duka, heran, cinta, kegembiraan, ketakutan, dan
kemarahan.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengertian emosi adalah suatu perasaan (afek)
yang mendorong individu untuk merespon atau bertingkah laku terhadap stimulus, baik yang berasal
dari dalam maupun dari luar dirinya.

Resistensi Perubahan

Salah satu bentuk respon terhadap perubahan adalah adanya resistensi dari karyawan. Resistensi
terhadap perubahan timbul karena individu shock ketika perubahan terjadi, terutama saat perubahan
dirasa akan mengancam dirinya. Selain itu, perubahan akan menyebabkan konflik di dalam organisasi
karena masing-masing individu berusaha untuk membuat dirinya aman sehingga timbul gesekan
kepentingan.

Rasa tidak aman dan konflik ini menyebabkan pengalaman emosi yang tidak menyenangkan bagi
individu. Dengan adanya pengalaman emosi yang tidak menyenangkan ini menyebabkan individu
menanggapi perubahan secara negatif atau resisten.

Orang sering terhambat dalam melakukan perubahan dikarenakan emosinya. Padahal kemampuan
mengelola emosi ini (kecerdasan emosi) merupakan syarat penting bagi keberhasilan seseorang di
berbagai aspek kehidupannya. Menurut Daniel Goleman (2008), kecerdasan emosi merupakan
kesadaran diri, rasa percaya diri, penguasaan diri, komitmen, integritas dan kemampuan seseorang
dalam mengkomunikasikan, mempengaruhi, melakukan inisiatif perubahan dan menerimanya.
Kecerdasan emosi sangat mempengaruhi bagaimana sikap seseorang terhadap suatu perubahan.

Apabila individu memiliki kecerdasan emosi yang tinggi maka individu mampu menyadari emosi apa
yang dirasakan saat perubahan terjadi dan mengungkapkannya dengan cara yang benar. Hasilnya, Ia
mampu mengubah persepsi sehingga terbuka dan beradaptasi terhadap perubahan, mampu
berkomunikasi dan berempati dengan anggota organisasi yang lain sehingga konflik dapat tereduksi. Ia
mampu menjalin hubungan yang baik dengan orang lain sehingga perubahan dapat bejalan dengan
sinergis, serta mampu untuk memotivasi dirinya untuk berperilaku sesuai dengan perubahan yang
diinginkan, sehingga resistensi individu terhadap perubahan dapat menurun.

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor emosi merupakan sebuah kondisi yang
melatarbelakangi terjadinya sebuah perilaku tertentu dalam menghadapi sebuah kejadian. Jika ditarik
kedalam ranah perubahan organisasi, maka emosi merupakan faktor kondisi yang menyebabkan sebuah
perilaku/tindakan dari adanya perubahan yang dilakukan dalam organisasi apakah menerima, menolak,
atau membiarkan.

Emosi dan Pelibatan Pegawai

Selain mengenai substansi emosi itu sendiri, salah satu aspek yang akan bersinggungan dengan faktor
emosi dalam perubahan organisasi adalah dalam hal pelibatan pegawai (employee involvement).
Employee involvement merupakan media yang dapat menjadi tolok ukur yang mempengaruhi emosi
para pegawai dalam menghadapi perubahan organisasi.

Menurut Cumming & Worley (2008) Employee involvement merupakan upaya pelibatan karyawan
dalam setiap pengambilan keputusan dan kebijakan organisasi yang dengannya akan berpengaruh
terhadap peningkatan kinerja organisasi dan juga kesejahteraan karyawan. Terdapat empat elemen
kunci media pelibatan karyawan, yakni:

2 | http:// kanreg1bkn.id 14 Mei 2018


1. Kekuatan (power): yaitu pemberian otoritas yang cukup bagi para pegawai dalam perumusan dan
pegambilan kebijakan organisasi, dari yang keterlibatan paling rendah hingga tertinggi dimana
para pegawai diberi kebebasan dalam melakukan manajemen diri mereka.
2. Informasi: informasi dapat diakses oleh para pegawai secara bebas dan terbuka, seperti rencana
bisnis, strategi, hasil, rencana pengembangan organisasi.
3. Pengetahuan dan skill: para pegawai diberikan pelatihan dan pengembangan yang cukup dalam
menghadapi perubahan.
4. Penghargaan (reward): baik secara internal berupa menumbuhkan perasaan dihargai dan
tanggungjawab maupun secara eksternal berupa pemberian kompensasi gaji dan promosi.

Melalui keempat media pelibatan karyawan ini, dalam prakteknya tentu akan menghadapi tantangan
apakah dapat berjalan secara lancar atau tidak yang salah satu faktor utamanya dipengaruhi oleh posisi
psikologi emosi dari masing-masing karyawan. Sehingga, dalam melakukan manajemen perubahan
khsusnya dalam pengelolaan sumber daya internal, dapat dengan tepat menyisir persoalan
sesungguhnya yang dihadapi oleh para pegawai sebagai bagian integral yang tidak terpisahkan dalam
proses perubahan dan pengembangan organsiasi.

Bagaimana eksistensi dari kontribusi tiap-tiap pegawai dapat terakomodir, bagaimana informasi dapat
tertransfer secara tepat dan menyeluruh, bagaimana mereka dapat didukung dalam menghadapi proses
perubahan melalui pengembangan diri dan kecakapan, serta bagaimana mereka diberikan stimulan
berupa penghargaan baik yang sifatnya internal maupun eksteral. Semua faktor ini esensinya menjadi
penentu lancar tidaknya sebuah perubahan yang sedang diagendakan oleh organisasi melalui proses
psikologis emosi sesuai dengan tahapan emosi yang dialami masing-masing pegawai.

Sehingga, terdapat simbiosis mutualisme dua arah antara faktor internal pegawai berupa memanajemen
emosi diri dengan faktor eksternal organisasi yang memberikan perhatian terhadap hal-hal yang
berpengaruh terhadap emosi pegawai. Misalnya, melalui kebijakan yang pro-terhadap pegawai dalam
hal pemberian power, sharing informasi, peningkatan skill dan pengetahuan, serta pemberian reward.

Suatu proses perubahan organisasi akan berjalan dengan baik jika melibatkan interaksi terus menerus
antara proses emosi dan kognitif para anggota organisasi. Organisasi maupun kelompok-kelompok
dalam organisasi harus dapat menerima realitas perlu adanya perubahan beserta segala macam emosi
yang mungkin saja ditimbulkan oleh perubahan organisasi itu sendiri.

Organisasi juga dituntut dapat menghargai individu yang terkena dampak perubahan dengan cara
mendengarkan dan menerima perasaan, emosi yang dialaminya serta pandangan-pandangannya
tentang perubahan organisasi yang berkaitan dengan dirinya.

Selain itu, organisasi maupun kelompok-kelompok dalam organisasi diharapkan dapat memberikan
suatu alternatif pandangan untuk mengatasi pandangan bahwa organisasi ini bukanlah organisasi yang
mementingkan kepentingannya saja, bahwa manajemen organisasi tidak dapat dipercaya dan bersifat
eksploitatif, serta tidak adanya masa depan yang jelas dalam organisasi. Pandangan-pandangan negatif
ini harus dapat diatasi dengan visi yang jelas mengenai perubahan itu sendiri.

Ditulis Oleh: Ridlowi, S.Sos, M.A


Pegawai Kanreg I BKN Yogyakarta

3 | http:// kanreg1bkn.id 14 Mei 2018

Anda mungkin juga menyukai