Anda di halaman 1dari 35

ALIRAN HUKUM

ANGGOTA
KELOMPOK

ALIFATUL HANIFAH AULIATUL ZAHARA


(210111001) (2101110011)
INTAN ROSYIDA
(210111005)
GADIS SARTIKA RAUDATUL HUSNA
HARRIT (2101110013)
(210111003)
AGUNG RAFI
MUFADHDHAL
(2101110017)

KHALIK OKTANA LAISA


(2101110021) (2101110029)
ALIA
RAHMATTUNNISA
(2101110025)
SUNDARI ANSIHA T MUHAMMAD FIRHAN
(2101110023) (2101110101)
MUHAMMAD KAUTSAR
AZHAR PUTRA
2101110037

GEBYOLICA AJENG AULIA KHAIRUL RIZA


(2101110039) (2101110067)
CUT RIFA
(2101110059)
WAYAN CHIKAL LUSI AFRIJA
DENATHAN (2101110069)
(2101110041)

ALDI FAHREZA
(2101110027)
PUTRI RIZKI ANGELI ISNI
(2101110085)

MUHAMMAD KEVIN A. FATTAHUL FATHA S.


(2101110081) (210111010107)
HIQMATIAR
BANISARD
(2101110087)
ALWANUL AMJAD IMAM FIRMANSYAH
(2101110083) (2101110119)
ALIRAN HUKUM DIBAGI MENJADI 4:

ALIRAN ALIRAN HUKUM


01 LEGALISME 02 BEBAS

ALIRAN
ALIRAN
03 POSITIVISME 04 RECHTSVINDING
01
ALIRAN
LEGALISME
Aliran legalisme
PENGERTIAN ALIRAN LEGALISME

• Aliran Fa atau Legalisme adalah aliran yang menitik-


beratkan pada system pemerintahan.
• Aliran Legalisme merupakan aliran filsafat yang percaya
kepada supermasi hukum dimana hukum dinyatakan
sebagai produk utama dari sebuah negara yang menentukan
arah jalannya negara serta kestabilan pemerintahan dan
keamanan masyarakat.
• Aliran legalisme juga menolak konsep-konsep tradisonalis
yang dianggap terlalu mengekang terjadinya perubahan
sosial dalam masyarakat.
Selain hukum, aliran legalisme juga menolak konsep-konsep
tradisonalis yang dianggap terlalu mengekang terjadinya perubahan
sosial dalam masyarakat. Sebagai contoh, aliran legalisme menolak
konsep tradisionalis pada masa itu yang menganggap bahwa jabatan
pemerintahan atau jabatan dalam kemiliteran harus didasarkan pada
keturunan atau diwariskan secara turun-temurun tidak peduli apakah
keturunannya memiliki bakat yang sama dengan pendahulunya.

Aliran legalisme menolak konsep tersebut dan justru menawarkan


konsep lain dimana setiap jabatan baik dalam pemerintahan maupun
militer harus didasarkan kepada keahlian bukan pada keturunan.
Dengan demikian aliran legalisme mendorong terjadinya suatu
mobilitas sosial dalam masyarakat dan memungkinkan seseorang
memiliki kedudukan berdasarkan keahlian mereka masing-masing.
Aliran Legalisme tidak pernah melakukan kompromi terkait dengan persoalan
hukum.
Shang Yang menegaskan bahwa hanya dengan hukum, semua keteraturan
dan harmoni di dalam dunia dapat tercapai.
Hal tersebut jelas diungkapnya dalam bukunya yang berjudul “Pengembangan
Kekuasaan”,

“Jika Penguasa dan pejabat mengabaikan hukum dan mementingkan


kepentingan pribadi, kekacauan pasti akan terjadi; oleh karenanyanya jika
kejelasan hukum ditegakkan dan kepentingan pribadi tidak dapat merusak
hukum, pemerintahan akan berjalan dengan baik”.
Aliran Legalisme juga menerapkan sistem yang terpusat dalam menjalankan
pemerintahan. Pemerintahan menurut Aliran Legalisme haruslah terpusat
ditangan satu orang yang kuat sebagai penguasa negara yang dibantu oleh
para penasihat-penasihatnya.

Aliran Legalisme juga menekankan bahwa orientasi terpenting dalam


kehidupan bersama dalam bernegara adalah untuk kepentingan negara.
Kepentingan negara merupakan kepentingan bersama yang harus
diperjuangkan secara bersama-sama.
 Aliran Legalisme menolak konsep Individualis dan justru membangun
suatu konsep yang bersifat Sosialis dengan negara sebagai perantara dan
pengontrol Sosialisme Kebersamaan dalam bernegara.

 Melihat dari sisi dimana Aliran Legalisme menerapkan hukum yang


sangat kuat, pemerintahan negara yang kuat dan kepentingan negara
menjadi hal yang terutama dalam kehidupan bersama dalam bernegara
jelas terlihat bahwa Aliran Legalisme merupakan aliran yang menganut
sistem Kediktatoran Totalitarian.

 Sistem Totalitarian memungkinkan negara menerapkan aturan yang


sangat kuat, pemerintahan negara sangatlah kuat, kontrol negara yang
besar dan kepentingan negara merupakan kepentingan yang utama
dalam kehiduapan bersama dalam bernegara.
Intinya Aliran Legalisme mengedepankan bahwa negara yang kuat dan
kepercayaan rakyat merupakan bentuk yang ideal dari sebuah negara.

Hukum yang tegas akan menghapuskan segala tindakan kriminal dan


negara yang kuat dari segi pemerintahan, ekonomi dan militer akan
membuat negara-negara lain takut untuk menyerang atau mengganggu
kedaulatan suatu negara. Apabila hal tersebut sudah dipenuhi maka
rakyat dengan sendirinya akan memberikan kepercayaan kepada negara
karena rakyat tahu dan sadar bahwa negara telah memberikan yang
terbaik untuk menjaga keamanan dan ketentraman serta menciptakan
kemakmuran bagi rakyatnya.
02 ALIRAN HUKUM
BEBAS
Aliran hukum bebas merupakan kebalikan atau bertolak belakang
dengan legisme. Lahirnya hukum bebas karena melihat kekurangan-
kekurangan dalam aliran legisme yang dirasa tidak dapat memenuhi
kebutuhan dan tidak dapat mengatasi persoalan-persoalan baru.

Aliran ini merupakan aliran bebas yang hukumnya tidak dibuat oleh
badan legislatif, dan menyatakan bahwa hukum terdapat di luar
Undang-undang.
Berdeda dengan aliran legisme dimana hukum terikat sekali pada
undang-undang, maka hakim yang menganut aliran Freire
Rechtslehre bebas menentukan/menciptakan hukum, dengan
melaksanakan undang-undang atau tidak.
Pemahaman yusrusprudensi adalah primer, sedangkan penguasaan atas
undang-undang adalah sekunder.
Menurut Soeroso, kelebihan dari aliran Freire Rechtslehre yakni :
1. Hakim benar-benar menciptakan hukum (judge made law) karena
putusannya didasarkan pada keyakinan hakim.

2. Keputusan hakim lebih dinamis dan up to date kerena senantiasa


mengikuti keadaan perkembangan di dalam masyarakat.

3. Hukum hanya terbentuk oleh Peradilan (rechts-spraak).

4. Bagi hakim, undang-undang, kebiasaan dan sebagainya hanya


merupakan sarana saja dalam membentuk/menciptakan atau menemukan
hukum pada kasus-kasus yang konkret.

5. Pandangan Freire Rechtslehre bertitik berat pada kegunaan sosial


(sosiale doelmatiheid).
Pandangan Freire Rechtslehre / aliran bebas hukum bertitik berat pada
kegunaan sosial (sosiale doelmatiheid).
Hukum bebas ini timbul di dalam masyarakat dan diciptakan oleh
masyarakat sendiri, berupa kebiasaan dalam kehidupan masyarakat
dalam hukum konkret (hukum alam) yang sudah menjadi tradisi baik yang
diajarkan oleh agama maupun adat istiadat.
Tujuan dikembangkannya ajaran Freire Rechtslehre / aliran bebas hukum
adalah :
1. Memberikan peradilan sebaik-baiknya dengan cara memberi kebebasan
kepada hakim tanpa terikat pada undang-undang, tetapi menghayati tata
kehidupan sehari-hari
2. Membuktikan bahwa dalam undang-undang terdapat kekurangan-
kekurangan dan kekurangan itu perlu dilengkapi
3. Mengharapkan agar hakim dalam memutuskan perkara di dasarkan kepada
rechtside (cita hukum)
03
ALIRAN
POSITIVISME
Aliran Hukum Positif atau Positivisme Hukum merupakan salah satu aliran
dalam filsafat hukum. Aliran ini memandang perlu memisahkan secara tegas
antara hukum dan moral (antara hukum yang berlaku dan hukum yang
seharusnya, antara das sein dan das sollen).
Positivisme Hukum sangat mengagungkan hukum yang tertulis dan
menganggap bahwa tidak ada norma hukum di luar hukum positif.
Ada dua corak dalam Positivisme Hukum,
yaitu:
1
Aliran Hukum Aliran Hukum Murni:
Positif Analitis: 2 Hans Kelsen
John Austin
Aliran Hukum Positif Analitis: John Austin
John Austin adalah pelopor dari Aliran Hukum Positif Analitis yang menyatakan bahwa
hukum adalah perintah dari penguasa negara. Hakikat hukum terletak pada unsur
perintah itu. Austin memandang hukum sebagai suatu sistem yang tetap, logis dan
tertutup. Hukum adalah perintah yang mewajibkan seseorang atau beberapa orang. Ia
menyatakan bahwa hukum dan perintah lainnya berjalan dari atasan (superior) dan
mengikat atau mewajibkan bawahan (inferior). Pihak superior yang menentukan apa
yang diperbolehkan dan kekuasaan superior memaksa orang lain untuk mentaatinya.
Superior mampu memberlakukan hukum dengan cara menakut-nakuti dan
mengarahkan tingkah laku orang lain ke arah yang diiinginkannya. Austin berpandangan
bahwa hukum adalah perintah yang memaksa, yang dapat saja bijaksana dan adil atau
sebaliknya.
Austin membedakan hukum menjadi dua jenis, yaitu Hukum dari Tuhan
untuk manusia dan Hukum yang dibuat oleh manusia.
Hukum yang dibuat oleh manusia kemudian dibedakan lagi menjadi:
1. Hukum yang sebenarnya (hukum positif)
yaitu hukum yang dibuat oleh penguasa dan Hukum yang disusun oleh
manusia secara individu untuk melaksanakan hak-hak yang diberikan
kepadanya. Hukum yang sebenarnya memiliki empat unsur, yaitu perintah
(command), sanksi (sanction), kewajiban (duty) dan kedaulatan
(sovereignty).
2. Hukum yang tidak sebenarnya
adalah hukum yang tidak dibuat oleh penguasa, sehingga tidak memenuhi
persyaratan sebagai hukum, contohnya peraturan dari suatu organisasi
olahraga.
Positivisme hukum juga mengakui hukum di luar undang- undang, akan tetapi
dengan syarat: “hukum tersebut ditunjuk atau dikukuhkan oleh undang-
undang”.
Di samping itu, pada dasarnya kaum positivisme hukum tidak memisahkan
antara hukum yang ada atau berlaku (positif) dengan hukum yang seharusnya
ada, yang berisi norma-norma ideal, akan tetapi kaum positivis menganggap,
bahwa kedua hal tersebut harus dipisahkan dalam bidang-bidang yang
berbeda.
Positivisme hanya berpegang pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Hukum adalah perintah-perintah dari manusia (command of human being).
b. Tidak perlu ada hubungan antara hukum dengan moral, antara hukum yang ada
(das sein) dengan hukum yang seharusnya (das sollen).
c. Analisis terhadap konsep-konsep hukum yang layak dilanjutkan dan harus
dibedakan dari penelitian-penelitian historis mengenai sebab-sebab atau asal-usul
dari undang- undang, serta berlainan pula dari suatu penilaian kritis.
d. Keputusan-keputusan (hukum) dapat dideduksikan secara logis dari peraturan-
peraturan yang sudah ada lebih dahulu, tanpa perlu menunjuk kepada tujuan-
tujuan sosial, kebijaksanaan, dan moralitas.
e. Penghukuman (judgement) secara moral tidak dapat ditegakkan dan
dipertahankan oleh penalaran rasional, pembuktian, atau pengujian.
Aliran Hukum Murni: Hans Kelsen
Penggagas Aliran Hukum Murni adalah Hans Kelsen yang berpendapat bahwa
hukum harus dibersihkan dari anasir-anasir yang nonyuridis seperti sosiologis,
politis, historis dan etis. Hukum adalah suatu sollenkategorie atau kategori
keharusan/ideal, bukan seinskategorie atau kategori faktual. Lebih lanjut
Kelsen menguraikan bahwa hukum adalah suatu keharusan yang mengatur
tingkah laku manusia sebagai makhluk rasional, dalam hal ini yang
dipermasalahkan bukanlah bagaimana hukum itu seharusnya, melainkan apa
hukumnya. Meskipun hukum itu sollenkategori, namun yang digunakan adalah
hukum positif (ius constitutum), bukan hukum yang dicita-citakan (ius
constituentum).
Kelsen berpendapat bahwa hukum berurusan dengan bentuk (forma), bukan
isi (materia), sehingga keadilan sebagai isi hukum berada di luar hukum.
Hukum bisa saja tidak adil, namun hukum tetaplah hukum karena
dikeluarkan oleh penguasa. Ia juga berpendapat bahwa hukum positif pada
kenyataannya dapat saja menjadi tidak efektif lagi. Hal ini bisa disebabkan
karena kepentingan masyarakat yang diatur sudah tidak ada, sehingga
penguasa tidak akan memaksakan penerapannya.
Aliran Hukum Murni: Hans Kelsen
Penggagas Aliran Hukum Murni adalah Hans Kelsen yang berpendapat bahwa
hukum harus dibersihkan dari anasir-anasir yang nonyuridis seperti sosiologis,
politis, historis dan etis. Hukum adalah suatu sollenkategorie atau kategori
keharusan/ideal, bukan seinskategorie atau kategori faktual. Lebih lanjut Kelsen
menguraikan bahwa hukum adalah suatu keharusan yang mengatur tingkah laku
manusia sebagai makhluk rasional, dalam hal ini yang dipermasalahkan
bukanlah bagaimana hukum itu seharusnya, melainkan apa hukumnya.
Meskipun hukum itu sollenkategori, namun yang digunakan adalah hukum positif
(ius constitutum), bukan hukum yang dicita-citakan (ius constituentum).
04
ALIRAN
RECHTSVINDING
Aliran Rechtsvinding merupakan aliran yang dapat dikatakan sebagai
penengah antara legisme dan freie rechtslehre. Sebagai aliran penengah,
aliran Rechtsvinding tetap berpegang pada undang-undang, tapi tidak
seketat aliran legisme, karena hakim juga mempunyai kebebasan. Tapi
kebebasan ini tidak seperti kebebasan yang dianut dalam aliran freie
rechtslehre.

Hakim mempunyai kebebasan yang terikat (gebonden vrijheid) dan


keterikatan yang bebas (vrijegebondenheid). Tugas hakim adalah untuk
menyelaraskan undang-undang dengan tuntutan jaman, dengan hal-hal
yang konkret yang terjadi dalam masyarakat dan bila perlu menambah
undang-undang yang disesuaikan pada asas-asas keadilan masyarakat.
Kebebasan yang terikat dan keterikatan yang bebas tercermin pada
kewenangan hakim dalam penafsiran undang-undang,
mengkonstruksikan hukum dan memberikan ungkapan-ungkapan a
contrario. Bagi aliran rechtsvinding jurisprudentie juga mempunyai arti
yang penting di samping undang-undang, karena di dalam yurisprudensi
terdapat makna hukum yang konkret yang tidak terdapat dalam undang-
undang.

Aliran rechtsvinding menggariskan bahwa hakim dalam menafsirkan atau


menambah (aanvullen) undang-undang tidak boleh sewenang-wenang.

Ada berbagai batasan mengenai kebebasan hakim tersebut seperti yang


dinyatakan oleh beberapa ahli seperti :
>> Logemann

Berpendapat bahwa hakim harus tunduk pada kehendak pembuat undang-


undang dalam arti kehendak seperti yang diketahui dan tercantum dalam
peraturan perundang-undangan yang bersangkutan. Kehendak ini tentunya
tidak dapat dibaca dengan begitu saja dari kata-kata dalam undang-undang,
maka hakim harus mencarinya dalam sejarah kata-kata tersebut, dalam
sistem undang-undang atau kata-kata dalam arti pergaulan hidup sehari-
hari. Hakim wajib mencari kehendak pembuat undang-undang, karena ia
tidak boleh membuat penafsiran yang berbeda dengan maksud
pembuatnya. Setiap penafsiran dibatasi oleh kehendak pembuat undang-
undang. Penafsiran yang tepat hanya penafsiran yang sesuai dengan
kehendak pembuatnya, dan baik penduduk administrasi maupun hakim
wajib tunduk pada kesimpulan yang logis.
>> Polak
Berpendapat ahwa penafsiran undang-undang harus didasarkan
pada :
Materi peraturan perundang-undangan yang bersangkutan
Tempat dimana undang-undang itu dilahirkan
Zamannya/waktu undang-undang itu dibentuk
>> Ter Haar
Mengemukakan bahwa sewaktu hakim menentukan hukum, dan
menetapkan mana yang merupakan hukum dan mana yang tidak,
harus selalu berhubungan dengan masyarakat. Hakim harus
memberi keputusan sesuai dengan keadaan sosial yang nyata
(sociale werkelijkheid). Dengan demikian dapat tercapai maksud
daripada hukum : "suatu keadilan berdasarkan asas keadilan
masyarakat."
SEKIAN
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai