Anda di halaman 1dari 25

MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI

SISWA DALAM PEMBELAJARAN MESIN CNC MENGGUNAKAN


INSTRUCTIONAL MEDIA BERBASIS MOBILE
Suharno, Sandri Irmawan, Herman Saputro
Vocational Teacher Education, Universitas Sebelas Maret, Indonesia
Abstrak

Selama ini mesin CNC diketahui sebagai mata pelajaran yang menuntut keterampilan
berpikir tingkat tinggi. Karenanya, banyak siswa mengalami kesulitan menuntaskan mata
pelajaran ini. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan berpikir tingkat
tinggi (HOTS) siswa menggunakan instructional media berbasis mobile (mobile learning).
Peningkatan HOTS diukur menggunakan indicator proses berpikir kritis dan kreatif mengacu
konsep taksonomi Bloom yang telah direvisi oleh Anderson. Desain penelitian menggunakan
metode eksperimental dengan pola random control group pretest-postest design. Mobile
Learning dikembangkan dengan Teknik ADDIE. Penelitian dilaksanakan selama masa
pandemic Covid-19. Responden penelitian berjumlah 120 siswa terdiri atas 60 siswa pada
kelompok eksperimen dan 60 siswa pada kelompok kontrol. Data penelitian meliputi hasil
pengembangan mobile learning dan hasil belajar siswa setelah menerapkan mobile learning.
Analisis data menggunakan teknik statistik deskriptif dan uji independent sample T-test
dengan bantuan software SPSS 2.0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan Mobile
Learning dapat mempermudah guru untuk mempersiapkan materi yang bervariasi. Mobile
learning membantu guru mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan setiap siswa dalam
memahami materi. Mobile learning mampu meningkatkan keterampilan berpikir tingkat
tinggi (HOTS) siswa. Hal ini dibuktikan dengan kemampuan mereka menjawab soal test
dengan disertai alasan yang kritis dan kreatif. Situasi ini membuat siswa lebih lama ingin
belajar dan berani mengerjakan soal yang lebih menantang. Penggunaan mobile mendukung
kemandirian belajar dan membuat siswa lebih percaya diri dalam menjawab tantangan. Hasil
penelitian ini membuat optimisme para guru bahwa siswa akan survival dalam hidup di abad
21 karena telah memiliki keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS).

Kata kunci: Mobile Learning, HOTS, kritis, kreatif.

1. Introduction

Pembelajaran di sekolah menengah kejuruan di Indonesia saat ini mengalami berbagai


permasalahan, antara lain rendahnya kompetensi guru, minimnya sarana prasarana, dan
minimnya inovasi pembelajaran (Suharno, Pambudi, & Harjanto, 2020). Hal ini berdampak
pada siswa kurang mampu mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS).
Keterampilan berpikir tingkat tinggi sangat dibutuhkan di era abad 21. Indikator utama
keterampilan berpikir tingkat tinggi adalah kemampuan untuk mengembangkan pemikiran
kritis dan kreatif (Bloom, Engelhart, Furst, Hill, & Krathwohl, 1956). Pembelajaran di bidang
kejuruan sangat membutuhkan keterampilan berpikir kritis dan kreatif. Teknik Mesin
termasuk bidang kejuruan yang lulusannya banyak dikritik karena kurang mampu
mengembangkan pemikiran kritis dan kreatif (Venkatraman, de Souza-Daw, & Kaspi, 2018).
Mesin Computer Numerical Control (CNC) merupakan salah satu bagian utama dalam
pendidikan kejuruan teknik mesin (Wu et al., 2010). Di sektor manufacture, kompetensi
mesin CNC merupakan indicator utama yang dibutuhkan (Hartanto et al., 2020). Untuk
menguasai komptensi pemograman pada mesin CNC siswa dituntut untuk terampil berpikir
kritis dan kreatif (S. M. Abdulrasool & Mishra, 2009). Pada kenyataannya, siswa mengalami
kesulitan mengembangkan daya nalarnya untuk menguasai kompetensi ini.
Berdasarkan riset awal, masalah utamanya adalah kurangnya inovasi guru dalam
menyiapkan material pembelajaran, kurangnya jumlah mesin, dan kurangnya waktu belajar
yang tersedia. Kurangnya inovasi guru dalam mengembangkan pengalaman mengajar
menjadi prioritas untuk diselesaikan. Hal ini didukung oleh pengakuan siswa, bahwa guru
belum melakukan inovasi yang membantu siswa berpikir kritis dan kreatif. Berdasarkan
observasi pembelajaran di kelas, terbukti bahwa kebanyakan guru masih mengajar dengan
pendekatan Teacher Centered learning. Berdasarkan evaluasi formatif terhadap perangkat
pembelajaran, terlihat bahwa media pembelajaran yang digunakan oleh guru kurang
menantang. Sebenarnya, untuk mengajar mesin CNC para guru sudah dilatih untuk
mengembangkan pembelajaran yang inovatif, khususnya aspek pengembangan keterampilan
berpikir kritis dan kreatif. Namun, kenyataannya guru masih mengajar dengan pendekatan
teacher centerd learning (S. Al-Balushi & Ambusaidi, 2017). Teacher centerd learning
telah banyak dikritik oleh para peneliti karena tidak mampu menstimulan siswa berpikir
kreatif (S. M. Al-Balushi, Ambusaidi, Al-Balushi, Al-Hajri, & Al-Sinani, 2020; Ambusaidi
& Al-Balushi, 2012; Markic & Eilks, 2013; Winter & Astall, 2017)
Rendahnya kompetensi mesin CNC harus segera diatasi, karena kompetensi ini sangat
dibutuhkan di era revolusi industri 4.0 (Devi, Annamalai, & Veeramuthu, 2020). Revolusi
Industri 4.0 menuntut pembelajaran kejuruan dapat menyesuaikan dengan kompetensi dan
kondisi nyata di tempat kerja (Amiron, Latib, & Subari, 2019; Chairani, Triyono, & Minghat,
2018; Chou, Shen, Hsiao, & Shen, 2018; Venkatraman et al., 2018). Hal ini tentu saja
membuat pendidik kejuruan harus mampu mengembangkan pembelajaran yang inovatif
untuk menghasikan lulusan yang kritis dan kreatif (Hartanto et al., 2020; Jafar et al., 2020;
Rahman, Segaran, & Sapry, 2020).
Louws, Meirink, Veen, & Driel (2017) menyatakan bahwa inovasi dan
pengembangan dalam desain dan pengalaman mengajar berpengaruh signifikan tehadap
keefektifan proses dan hasil belajar siswa. Pembelajaran era revolusi industry 4.0 perlu
dilaksanakan secara kontekstual menggunakan model, strategi, metode, dan teknik sesuai
dengan karakteristik kompetensi dasar (Affandi, 2019). McLoughlin dan Lee (2008)
menyatakan bahwa praktik pembelajaran yang efektif dan inovatif akan berbeda, namun
tekanannya pada hal-hal yang tidak jauh berbeda yaitu: kompetensi digital yang berfokus
pada kreativitas dan kinerja individu; strategi untuk meta-learning, pemecahan masalah, dan
hal lainnya. Dalam implementasinya masih terdapat missconsepsi pengetahuan guru tentang
pembelajaran. “Science education worldwide reforms are derived from the constructivist views of
teaching and learning. These reforms are explicitly ask teachers to change their teaching strategies
by shifting the emphasis from traditional textbook-based and rote learning, to exploration and
inquiry-based learning situated in real-world phenomena”, (Miri, David, & Ur, 2007). Berdasarkan
pernyataan di atas, guru hendaknya dapat mengubah pola pembelajaran secara komprehensif yang
berbasis pada kemampuan berpikir tingkat tinggi dan berbasis aktivitas (Mailani, 2018).
Salah satu inovasi pembelajaran adalah memilih stratgi pembelajaran. Strategi yang
tepat menghasilkan lulusan yang kritis dan kreatif (López-Vargas, Ibáñez-Ibáñez, & Racines-
Prada, 2017; Rubenstein, Callan, Ridgley, & Henderson, 2019; Sa, Kadir, Abdullah, & Alias,
2020; Singh et al., 2020). Salah satu strategi inovasi pembelajaran kritis adalah
memanfaatkan kemajuan teknologi. Penggunaan teknologi telah banyak dilakukan untuk
mengembangkan kompetensi siswa (Friyatmi, Ma`rdapi, & Haryanto, 2020; Hopson, Simms,
& Gerald, 2001; Lee, 2014; Yaniawati, 2013). Penggunaan teknologi dapat dipilih sebagai
alternatif strategi pendidik dalam proses pembelajaran (Zakaria, Maat, Khalid, & Approach,
2019). Teknologi dapat dijadikan sebagai alat instruksi pembelajaran sehingga dapat
membantu meningkatkan prestasi belajar pemograman CNC siswa (S. M. Abdulrasool &
Mishra, 2009). Kenyataanya saat ini masih banyak guru yang masih meragukan pengaruh
positif dari penggunaan teknologi itu sendiri (Lisenbee, 2016)). Hal ini tidak lepas dari
kurangnya kemampuan mengintegrasikan teknologi secara efektif ke dalam pembelajaran
(Christensen & Knezek, 2017; Ertmer & Ottenbreit-Leftwich, 2010; Sunarto, 2020)
Mobile learning adalah salah satu bentuk penggunaan teknologi di dalam
pembelajaran (Alsayed, Bano, & Alnajjar, 2019; Christensen & Knezek, 2017; Ismail, Harun,
Zakaria, & Salleh, 2018; Jaschke, 2014). Peran mobile learning dalam pembelajaran dapat
menghubungkan lingkungan pembelajaran yang nyata ke dalam perangkat mobile (Hwang &
Chang, 2011; Lin & Lin, 2016). Mobile leaning dapat dijadikan strategi media dalam
pendidikan teknik kejuruan untuk mendukung dan memfasilitasi pembelajaran di era revolusi
industri 4.0 (Jaschke, 2014). Berdasarkan latar belakang di atas, pertanyaan penelitian ini
adalah sebagai berikut.
1) Bagaimana model pengembangan mobile based learning untuk pembelajaran mesin
CNC?
2) Bagaiamana peningkatan HOTS siswa setelah mengikuti pembelajaran berbasis
mobile?

Pertanyaan penelitian di atas didasari oleh argumentasi bahwa riset pembelajaran


HOTS meliputi 3 domain, yaitu riset fundamental, pengembangan, dan terapan. Riset-riset
fundamental berusaha untuk mendefinisikan HOTS, menetapkan kriteria dan konsepsi
HOTS. Riset pengembangan HOTS difokuskan pada tiga aspek, yaitu teaching strategy
(meliputi metode, model, lesson design), teaching material supporting (media, modul), dan
asesmen. Sedangkan riset terapan berkonsentrasi pada menerapkan metode, model dan
asesmen yang sudah fix (Murni, 2015). Riset ini termasuk pengembangan HOTS difokuskan
pada teaching material supporting.
2. Literature review
a. Mobile Learning

Penggunaan teknologi mobile merupakan salah satu cara belajar yang sesuai dengan
kebutuhan pendidikan saat ini (Ahmad, Hamzah, Wan Hassan, & Mansor, 2020). Disemua
level pendidikan, mobile learning telah populer digunakan (Domingo & Garganté, 2016).
Kepemilikan perangkat seluler yang meluas dan semakin meningkat ketersediaan perangkat
portabel dan nirkabel lainnya telah mengubah lanskap pembelajaran yang didukung teknologi
(Forehand, Miller, & Carter, 2017).

Mobile learning adalah bentuk integrasi teknologi di dalam kelas (Christensen &
Knezek, 2017). Penggunaan mobile learning dapat berlangsung kapan saja, di mana saja, dan
oleh siapa saja (Anam & Abid, 2020; Hamzah, Rubani, Ariffin, Zakaria, & Ahmad, 2020).
Perangkat mobile dalam pembelajaran sangat mudah digunakan dan dapat diakses oleh siswa
(Shuhari, Ismail, Ali, Al-Shafi’i, & Akib, 2020). Namun, pengetahuan guru tentang teknologi
menjadi faktor utama suksesnya penggunaan teknologi ini di dalam pembelajaran (Lisenbee,
2016).

Mobile learning sebagai teknologi untuk media pembelajaran telah diterima oleh
banyak siswa di pendidikan formal (Chaka & Govender, 2017) dan mampu meningkatkan
kemandirian belajar mereka (Forehand et al., 2017). Mobile learning dapat dijadikan sebagai
jembatan antara hasil pembelajaran dan kurangnya pengetahuan awal siswa, sehingga hal ini
dapat meningkatkan peran aktif siswa dan motivasi mereka untuk mencapai hasil
pembelajaran yang memuaskan (Chegenizadeh, Keramatikerman, & Nikraz, 2020).
Kurangnya pengetahuan pendidik dalam mengintegrasikan teknologi secara efektif dapat
menghambat penggunaan teknologi mobile di dalam kelas (Christensen & Knezek, 2017;
Ertmer & Ottenbreit-Leftwich, 2010).

b. Pembelajaran CNC di Vocational High School

Pemrograman mesin CNC merupakan kompetensi utama yang ada di vocational High
School (Pai, Yap, Md Dawal, Ramesh, & Phoon, 2016). Kompetensi dasar mesin CNC
meliputi materi algoritma (Li, Zhang, Ye, & Wang, 2020), bahasa, dan code program
(Berner, 2009). Hal ini tentu menuntut siswa memiliki kemampuan bernalar tinggi dan
pemahaman bahasa program yang baik. Pembelajaran mesin CNC dapat dikembangkan
dengan bantuan simulasi program (S. Abdulrasool, 2006) dan virtual reality (Pai et al., 2016;
Rogers, El-Mounaryi, Wasfy, & Satterwhite, 2017) yang dapat diakses dalam bantuan
teknologi (S. M. Abdulrasool & Mishra, 2009) sehingga dapat memberikan gambaran nyata
pekerjaan CNC ke dalam kelas dan menambahkan efek kegembiraan dan semangat siswa
dalam mengikuti pembelajaran (S. M. Abdulrasool, Mishra, Fieldhouse, & Ward, 2006).

c. HOTS

Higher Order Thinking Skills (HOTS) adalah proses berpikir pada level tinggi
(Murni, 2015). Kategorisasi level of cognitive atau level of thinking skills populer disebut
dari buku berjudul Taxonomy of Educational Objectives, Handbook I: The Cognitove
Domain (Bloom et al., 1956). Buku tersebut telah direvisi menjadi A Taxonomy for
Learning, Teaching, and Assessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy Educational
Objectives (Anderson et al., 2001). Bloom menguraikan tingkat proses kognitif dari yang
paling sederhana hingga tingkat yang kompleks, yang dikenal sebagai level of cognitive
skills. Kategorisasi level disusun menjadi 6 tingkat, yaitu knowledge, comprehension,
application, analysis, synthesis, dan evaluation. Tingkatan tersebut kemudian direvisi oleh
murid-murid Bloom (Lorin Anderson, dkk) menjadi Remembering, Understanding,
Applying, Analyzing, Evaluating, dan Creating; atau yang dikenal dengan kode C1 sampai
dengan C6. Berdasarkan tingkatan intelectual skills, level C4 (Analyze), C5 (Evaluate)
hingga C6 (Create) dikategorikan sebagai level berpikir tingkat tinggi atau HOTS, sedangkan
C1 sampai dengan C3 dikategorikan sebagai level berpikir tingkat rendah atau LOTS
(Anderson et al., 2001). Perbedaan level LOTS dan HOTS ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Deskripsi level proses berpikir LOTS dan HOTS

Proses Kognitif Defenisi


C1 Mengamati Mengambil pengetahuan yang relevan dari ingatan
L Membangun arti dari proses pembelajaran, termasuk komunikasi
C2 O Memahami
lisan, tertulis, dan gambar
T Menerapkan/ Melakukan atau menggunakan prosedur di dalam situasi yang
C3 S Mengaplikasika tidak biasa
n
Memecah materi ke dalam bagian-bagiannya dan menentukan
C4 Menganalisis bagaimana bagian-bagian itu terhubungkan antar bagian dan ke
H struktur atau tujuan keseluruhan
O Menilai/Mengev Membuat pertimbangan berdasarkan kriteria atau standar
C5
T aluasi
S Menempatkan unsur-unsur secara bersama-sama untuk
Mengkreasi/
C6 membentuk keseluruhan secara koheren atau fungsional;
Mencipta
menyusun kembali unsur-unsur ke dalam pola atau struktur baru.

Lewis and smith (1993), mendefinisikan Higher order thinking occurs when a person
takes new information and information stored in memory and interrelates and/or rearranges
and extends this information to achieve a purpose or find possible answers in perplexing
situations. A variety of purposes can be achieved through higher order thinking as defined
above. These would include: deciding what to believe; deciding what to do; creating a new
idea, a new object, or an artistic expression; making a prediction; and solving a nonroutine
problem. High level thinking challenges us to interpret, analyze or manipulate information
(Ea, Chang, & Tan, 2005; Mohamed, 2006; Newmann, 1990). With high level thinking, an
individual will be able to use the new information or prior knowledge and manipulate
information to obtain a reasonable response to new situations (Lewis & Smith, 1993;
Rajendran, 2008). Consequently, creative ideas can only be generated through high level
thinking, instead of the low level thinking through the application of knowledge learned in
daily lives.
Brookhart dan Nitko (2011) membagi keterampilan berpikir menjadi 2 bagian ranah
kognitif, yaitu keterampilan berpikir tingkat rendah (Lower Order Thinking skill) dan
keterampilan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking skill). Ranah kognitif yang
termasuk ke dalam HOTS meliputi empat komponen yaitu reasoning skills, critical thinking,
problem solving, dan creative thinking. Menurut Anderson & Krathwohl (2001), ranah
kognitif yang termasuk LOTS meliputi remember, understand, dan apply, sedangkan HOTS
meliputi analyze, evaluate, dan create. Ciri utama HOTS adalah berpikir kritis dan kreatif
(King, Goodson, & Rohani, 2011). Mengembangkan kemampuan berpikir siswa merupakan
proses pembelajaran yang mampu meningkatkan Low Order Thinking Skills ke Higher Order
Thinking Skills (Karami, Pakmehr, & Aghili, 2012; Thitima & Sumalee, 2012).

Pembelajaran berbasis HOTS penting untuk diterapkan di kelas, karena mampu


membekali siswa untuk mampu menemukan dan beradaptasi dengan tugas atau eksperimen
yang dikerjakan (Madhuri, Kantamreddi, & Prakash Goteti, 2012). HOTS membantu siswa
terampil mencari ilmu melalui penalaran induktif dan deduktif untuk memikirkan jawaban
atau mengidentifikasi dan mengeksplorasi secara ilmiah dari fakta-fakta yang ada (Thitima &
Sumalee, 2012). Dalam penerapannya, HOTS membutuhkan aktivitas berpikir secara
berulang-ulang (Lewis & Smith, 1993).

3. Methode

Untuk menjawab pertanyaan nomor satu, desain penelitian yang digunakan adalah
Research Based Developmental. Tahapan model ADDIE adalah analisis, desain,
pengembangan, implementasi, dan evaluasi (Cheung, 2016; Mullins, 2014). Model ini dipilih
karena penggunaannya yang sistematis dan fleksibel sehingga memungkinkan untuk menilai
pengembangan teknologi di dalam pembelajaran (Al-Bulushi & Ismail, 2017).

Pertanyaan penelitian nomor dua dijawab dengan menguji peningkatan HOTS siswa
setelah mengikuti pembelajaran berbasis mobile. Sebagaimana konsep Anderson, domain
kognitif HOTS adalah kemampuan menjawab soal evaluasi mengguakan ranah kognitif di C4
sampai dengan C6. Data penelitian diperoleh dengan langkah-langkah sebagai berikut.

1. Mengembangkan instrument evaluasi berbasis HOTS, dalam bentuk soal jawab


berargumentasi.
2. Menguji validitas dan reliabilitas instrument evaluasi.
3. Mengumpulkan data
4. Menganalisis dan melakukan interpretasi
5. Menyimpulkan.

Responden penelitian berjumlah 120 siswa dengan 60 siswa pada kelas eksperimen
dan 60 siswa di kelas kontrol. Responden ditentukan menggunakan random claster sampling
mewakili 650 siswa SMK di Jawa Tengah. Data penelitian dikumpulkan di masa Pandemi
Covid-19. Data penelitian meliputi observasi, wawancara, dan dokumentasi tes tertulis.
Observasi dan wawancara digunakan untuk mendapatkan data pengembangan dan penerapan
mobile learning. Tes tertulis digunakan untuk mengetahui hasil belajar pasca penerapan
mobile. Tes tertulis dikembangkan dalam bentuk pilihan ganda beralasan. Skor jawaban
ditentukan ketepatan memilih jawaban dan memberikan alasannya sesuai dengan rubrik yang
telah disediakan. Gambar 5 menampilkan salah satu model soal tesnya.

Pertanyaan: Dibawah ini pemrograman CNC menggunakan metode


inkremental. Kesalahan pemrograman terletak pada titik . . .

Point X Z
1 0 0
2 20 -10
3 20 -10
4 5 -5
5 0 -20
6 5 -5
7 0 -10
8 10 -20

Jawaban: a. 2 b. 3 c. 5 d. 6 e. 8

Alasan :
a. Titik referensi tetap
b. Titik referensi selalu pada satu titik
c. Besar angka sumbu Z tidak tepat
d. Titik referensi berada di akhir program
e. Besar angka sumbu X tidak tepat

Gambar 5. Soal pilihan ganda beralasan

Data penelitian diambil pada masa pandemic covid-19. Analisis data penelitian
menggunakan statistik deskriptif dan uji independent sample T-test dengan bantuan software
SPSS 2.0. Analisis data menggunakan teknik statistik deskriptif dan uji independent T-tes.
Teknik analisis statistik deskriptif digunakan untuk menganalisis keefektifan penerapan
media (Friadi et al., 2020) dan uji independent T-test digunakan untuk menganalisis
perbedaan nilai antara kelas kontrol dan kelas eksperimen (Daya, 2003; Xu et al., 2017).

4. Results

Hasil penelitan dikelompokkan menjadi 2 bagian. Hal ini bertujuan untuk


mempermudah identifikasi jawaban atas pertanyaan penelitian.

4.1. Jawaban pertanyaan penelitian nomor satu: Bagaimana model pengembangan


mobile based learning untuk pembelajaran mesin CNC?

Model ADDIE telah diadopsi untuk menjawab penelitian ini, yang terdiri atas tahap analisis,
desain, pengembangan, implementasi, dan evaluasi. Berikut ini adalah hasilnya.

Analisis

Tahap analisis ini menggunakan metode wawancara (Sofyan et al., 2020; Sumarwati et al.,
2020; Trisiana, 2019). Responden dari tahap wawancara adalah siswa, guru dan lulusan.
Wawancara bertujuan untuk mengumpulkan informasi (Cheung, 2016; Mullins, 2014) terkait
dengan pembelajaran mesin CNC. Hasil wawancara ditampilkan pada tabel 1.

Tabel 1. Informasi hasil tahap analisis


Responden Result
1. Guru kesulitan mengajar karena keterbatasan fasilitas.
2. Kurangnya keterampilan dan kreativitas guru dalam mengembangkan
Guru media pembelajaran
3. Guru mengajar masih menggunakan pendekatan Teacher Centered
Learning.
1. Siswa sulit memahami materi pembelajaran
2. Siswa tidak pernah mengetahui bagaimana program CNC yang disusun
Siswa dapat berjalan secara nyata
3. Siswa kesulitan dalam belajar mandiri
4. Siswa kesulitan mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif
1. Kompetensi CNC lulusan rendah
Alumni 2. Tidak terserap di dunia kerja
3. Kurang percaya diri dalam menghadapi tantangan

Desain

Desain konten yang disajikan dalam pembelajaran berbasis mobile didasarkan pada
kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran mesin CNC untuk level vocational high school.
Konten berisi materi pemogaman CNC, gambar ilustrasi program, soal tes kemampuan, job
pekerjaan CNC, video penjelasan, dan video simulasi program dalam bentuk virtual reality.
Menurut (Hassan, Ariffin, Ahmad, Mohamad, & Anuar, 2020), konten materi yang disajikan
dalam bentuk kombinasi teks, gambar, dan grafik dapat menarik dan meningkatkan
pemahaman siswa. Di samping itu, Penyajian video virtual reality ini bertujuan untuk
memberikan gambaran nyata bagaimana program dijalankan (Kerawalla et al., 2006). Peserta
didik diberikan beberapa job dengan variasi kesulitan yang beragam untuk melatih
kemampuan berpikir kritis dan kreatif mereka.

Development

Instructional yang dikembangkan adalah jenis mobile learning yang dapat diakses secara
offline menggunakan handphone maupun komputer. Hal ini akan memberikan kebebasan
bagi siswa untuk belajar di manapun tanpa ada batasan waktu maupun ketergantungan akses
internet. Mobile learning ini berbentuk buku elektronik dengan format epublication (E-Pub)
(Williams, 2011), menggunakan software sigil 2.0, yang dapat diakses melalui perangkat
mobile, misalnya komputer, laptop, tablet, dan smartphone (Alsayed et al., 2019; Gu, 2016;
Jaschke, 2014; Novianti, Anjani, & Hilaliyah, 2020; Setiawan, Sunardi, Gunarhadi, &
Asrowi, 2020; Sunarto, 2020; Zakaria et al., 2019). Perangkat mobile yang digunakan dalam
penelitian ini adalah smartphone android. Gambar 6 menampilkan screenshoot mobile
learning yang diakses melalui smartphone andorid. Validasi produk mobile learning
dilaksanakan dengan menentukan Content Validity Ratio (Lawshe, 1975).
Cover Material

Content

Job Sheet Test

Gambar 6. Tampilan Mobile Learning

Implimentation

Tahap implementation produk mobile learning dilakukan dengan menggunakan model


eksperimen. Model eksperimen produk mobile learning ini menggunakan pola random
control group pretest-postest design yang menjadikan subjek kontrol sebagai pembanding
(Yildirim, 2017). Formulasi model ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 3. Model group pretest-postest design

Group Teknik Pengambilan sampel Pretest Treatment Postest


E R O1 X O2
K R O3 O4

Masing-masing berperan sebagai: R: Pengambilan sampel secara random (acak),


E: Kelompok eksperimen, K: Kelompok kontrol, X: Treatment (perlakuan), O1: Pretest
kelompok eksperimen, O2: Posttest kelompok eksperimen, O3: Pretest kelompok kontrol,
dan O4: Posttest kelompok kontrol.

Evaluation

Evaluasi dilakukan dengan cara menganalisis data hasil belajaran siswa menggunakan teknik
analisis statistik deskriptif dan uji independent T-tes. Teknik analisis statistik deskriptif
digunakan untuk menganalisis keefektifan penerapan media (Friadi et al., 2020) dan uji
independent T-test digunakan untuk menganalisis perbedaan nilai antara kelas kontrol dan
kelas eksperimen (Daya, 2003; Xu et al., 2017).

Gambar 7. Analisis deskriptif kelompok control dan eksperimen

Berdasarkan data hasil analisis statistik deskriptif pada Gambar 7 menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan skor rata-rata (mean) pretest-postest di kelas kontrol dan eksperimen.

Uji independent t-test digunakan untuk membandingkan data dari dua kelompok perlakuan
yang berbeda (Delacre, Lakens, & Leys, 2017). Pengujian independent t-test dapat
dilaksanakan jika data dari dua kelompok yang akan diuji berdistribusi normal (Potochnik et
al., 2018; Rochon, Gondan, & Kieser, 2012). Uji normalitas data dapat dilakukan dengan
menggunakan teknik one-sample kolmogorov-smirnov test (Yildirim, 2017).

Data yang berdistribusi normal adalah data yang memiliki nilai signifikansi lebih dari 0.05
(Syahril, Nabawi, & Prasetya, 2020). Berdasarkan hasil uji normalitas dengan teknik one-
sample kolmogorov-smirnov test nilai signifikansi kelas kontrol 0.081 ( > 0.05) dan kelas
eksperimen 0.210 ( > 0.05), sehingga dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal dan
uji independent t-test dapat dilakukan.

Hasil uji independent t-test melaporkan bahwa nilai pada levene’s test for equality of
variances sebesar 0.017 (< 0.05) sehingga dapat disimpulkan bahwa homogenitas data tidak
terpenuhi. Oleh sebab itu, untuk membaca hasil uji uji independent t-test dapat dilihat pada
baris equal variances not assumed di kolom sig.(2-tailed). Berdasarkan nilai hasil uji
independent t-test yang diperoleh sebesar 0.00 ( < 0.05) dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan perbedaan nilai yang signifikan antara kelas kontrol dan kelas eksperimen yang
menerapkan mobile learning.

4.2. Pertanyaan nomor dua: Bagaimana peningkatan HOTS siswa setelah mengikuti
pembelajaran berbasis mobile?

Pertanyaan penelitian kedua meliputi 2 hal sekaligus, yaitu bagaimana mengukur hasil belajar
siswa dan apakah keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa meningkat. Hasil belajar siswa
diukur dengan mengembangkan instrumen tes tertulis berbasis HOTS pasca implementasi
ML. Instrumen tes tertulis yang dikembangkan adalah soal pilihan ganda berargumen
berbasis HOTS (Gambar 5) sejumlah 20 soal. Soal pilihan ganda berargumen inilah yang
menjadi pembeda dengan soal tes yang lain. Prinsip soal test ini adalah selain menebak
jawaban, siswa juga harus memberikan argumentasi atas jawabannya. Dengan menggunakan
rubrik penilaian yang telah divalidasi, soal test mudah digunakan dan merepresentasikan soal
dan jawab berbasis HOTS.

Soal test dikembangkan mengacu pada kriteria Bloom yang telah direvisi oleh Anderson pada
ranah kognitif di C4 sampai dengan C6. Agar lebih spesifik dalam mengukurnya, kata kerja
operasional yang dipilih adalah menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan mencipta (C6).
Menurut Anderson (2001), domain ini termasuk keterampilan berpikir tingkat tinggi.

Hasil uji validitas butir soal ditampilkan pada Gambar 8.

Gambar 8. Hasil uji validitas butir soal

Validasi soal tes menggunakan kriteria Infit Mean Square (MNSQ) dengan rentang
nilai 0.77 – 1.30 (Wilson, Pan, & Schumsky, 2012). Hasil analisis validitas instrumen dengan
bantuan program Quest menunjukkan bahwa 20 soal yang diujikan adalah valid. Uji
Reliabilitas butir soal diukur (Gambar 9) menggunakan program Quest dan menunjukkan
nilai sebesar 0.61. Disimpulkan bahwa reliabilitas item masuk dalam kategori baik.

Gambar 9. Hasil uji reliabilitas butir soal

Uji reliabilitas merupakan pengujian keandalan konsistensi item instrumen test yang
digunakan. Kriteria koefisien reliabilitas jika di bawah 0.40 siginifikansi buruk, 0.40
sampai 0.59 signifikansi adil, 0.60 sampai 0.74 signifikansi baik, dan 0.75 sampai 1.00
signifikansi sangat baik. Selanjutnya, instrument soal berbasis HOTS diimplementasikan
seperti proses pengembangan produk.

Tahap terakhir dari riset based experimental ini adalah mengukur keterampilan berpikir
tingkat tinggi (HOTS) dari siswa. Hasilnya ditampilkan pada Gambar 8-11.
Gambar 10. Kemampuan mengerjakan soal kategori menganalisis (HOTS Level-C4).

Gambar 10 menampilkan kemampuan siswa mengerjakan soal pada level menganalisis.


Pada saat pretest kemamampuan anlisis mereka masih rendah, sedangkan setelah
mengikuti pembelajaran berbasis mobile learning kemampuan analisis mereka meningkat
signifikan. Untuk kategori tinggi, kemampuan menganalisis meningkat tajam, dari
18,33% menjadi 83,33%.

Gambar11. Kemampuan mengerjakan soal kategori mengevaluasi (HOTS level-C5).

Gambar 11 menampilkan kemampuan siswa mengerjakan soal pada level mengevaluasi.


Pada saat pretest, kemamampuan anlisis mereka masih rendah sedangkan setelah
mengikuti pembelajaran berbasis mobile learning kemampuan mengevaluasi mereka
meningkat signifikan. Untuk kategori tinggi, kemampuan mengevaluasi meningkat tajam,
dari 10 % menjadi 60 %.

Gambar 12. Kemampuan mengerjakan soal kategori mencipta (HOTS level-C6).

Hal yang sama juga terjadi pada kemampuan mencipta (Gambar 12). Untuk kategori
tinggi, kemampuan mencipta meningkat tajam, dari 1,66% menjadi 58,33%.
Gambar 13. Peningkatan HOTS siswa SMK setelah implementasi ML

Kemampuan menganalisis (C4), mengevaluasi C5), dan mencipta (C6) merupakan proses
berpikir level HOTS. Jika direrata, hasilnya ditampilkan pada Gambar 13. Dengan demikian
terbukti bahwa mobile learning mampu meningkatkan pembelajaran pemrograman CNC.

Selain menganalisis peningkatatan HOTS, telah dilakukan analisis butir soal, sebagaimana
ditampilkan Gambar 14 dan 15. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui distribusi
kemampuan siswa mengerjakan soal yang disajikan. Analisis ini penting dilakukan agar guru
dapat mengetahui ketercapaian tujuan pembelajaran (Antoniou & Kyriakides, 2013; Arifin,
2014; Guskey, 2002; Merchie, Tuytens, Devos, & Vanderlinde, 2018; Shaha, Lewis,
O’Donnell, & Brown, 2004) dan melakukan peningkatan program (Karami-Akkary, El
Saheli, & Mansour, 2016).

250 PRETEST

200
Score Student

150

100

50

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Control Group 175 83 168 90 173 158 178 121 104 143 105 108 78 83 116 196 115 139 155 97
eksperimental Group 181 107 161 105 175 158 192 123 108 129 97 78 82 86 99 196 140 134 149 99

Gambar 14. Analisis butir soal pretest

Berdasarkan Gambar 14, terlihat bahwa kemampuan HOTS siswa tidak menunjukkan
perbedaan siginifikan, bahkan pada butir soal tertentu kelompok control memiliki skor yang
lebih tinggi. Hal ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan hasil posttest.
POSTTEST
250

200

Score Student 150

100

50

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Control Group 178 102 167 92 174 162 208 146 97 126 136 132 98 131 127 171 127 132 179 119
Eksperimental Group 180 180 188 179 207 227 225 185 200 184 209 134 149 183 177 206 146 188 208 165

Gambar 15. Analisis butir soal posttest terhadap kemampuan HOTS

Gambar 15 menampilkan kemampuan HOTS siswa setelah mengikuti pembelajaran berbasis


Mobile (Posttest). Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa siswa kelompok eksperimen
memiliki peningkatan kemampuan HOTS yang signifkan di semua butir soal. Meskipun
demikian masih terdapat satu butir soal yaitu nomor 12 tidak mengalami perbedaan yang
signifikan. Guru perlu melakukan refleksi terhadap soal yang diberikan.

5. Discussion

Berdasarkan data analisis statistik deskriptif memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan skor
mean pada masing-masing kelas kontrol dan kelas eksperimen. Data Mean merupakan ukuran
data yang sangat kuat sebagai perwakilan data yang dapat dianalisis pada statistik deskriptif
(Mchugh & Hudson-barr, 2003). Pada kelas kontrol skor mean pretest 43.0883 dan posttest
46.7333 sedangkan pada kelas eksperimen skor mean pretest 43.3167 dan posttest 62.0000.
Data tersebut melaporkan bahwa kompetensi siswa meningkat signifikan setelah
menggunakan mobile learning yang telah dikembangkan, hal ini dapat dilihat dari perbedaan
nilai skor mean posttest pada siswa kelas kontrol dan kelas eksperimen.

Penarikan keputusan pada uji independen t-test adalah jika nilai sig. ( 2- tailed ) kurang dari
0.05 maka terdapat hubungan yang signifikan antara dua kelas penelitan (Ismail et al., 2018;
Magas, Gruppen, Barrett, Dedhia, & Sandhu, 2017; Sukatiman, 2020; Syahril et al., 2020;
Yildirim, 2017).

Berdasarkan hasil pengembangan dan penerapan mobile learning, dapat disimpulkan bahwa
mobile learning memberi pengaruh positif kepada siswa (Chaka & Govender, 2017). mobile
learning membantu siswa mendapatkan informasi tanpa ada batasan (Al-Emran et al., 2016),
sehingga memberikan kemudahan, kenyamanan dan kesesuaian belajar (Hamidi & Chavoshi,
2018; Iqbal & Bhatti, 2015).

Penggunakan mobile learning mampu meningkatkan kualitas pembelajaran, baik siswa


maupun guru (Shabrina & Kuswanto, 2018; Zakaria et al., 2019) dan meningkatkan
keterlibatan siswa dalam pembelajaran (Churchill & Wang, 2014). Mobile learning
bermanfaat untuk mengubah cara belajar manusia (Henrie et al., 2015). Besarnya angka
kepemilikan smartphone di kalangan siswa (Iqbal & Bhatti, 2015) dapat dimanfaatkan oleh
guru sebagai media belajar yang efektif. Pembekalan materi pemrograman yang sudah
disusun dalam media mobile membuat siswa dapat leluasa belajar di dalam dan di luar kelas
(Forehand et al., 2017) atau belajar secara mandiri (Reychav & Wu, 2015; Sumarwati et al.,
2020) maupun terbimbing oleh pendidik (Lisenbee, 2016). Selain itu, mobile learning yang
dikembangkan ini dapat diakses baik on-line maupun offline. Hal ini membuktikan bahwa
mobile learning yang dikembangkan ini memiliki kenyamanan tersendiri dalam belajar.

Penyajian konten yang sesuai mendukung mobile learning mempunyai pengaruh positif pada
pembelajaran siswa (Fulantelli, Taibi, & Arrigo, 2015). Materi yang disajikan dalam mobile
learning dikembangkan berbentuk gambar, teks dan video simulasi virtual reality. Siswa
melaporkan bahwa video simulasi virtual reality membantu mereka memahami dengan baik
materi yang diajarkan dan meningkatkan minat dan motivasi belajar mereka (Parong &
Mayer, 2018). Siswa merasa dapat melihat secara langsung bagaimana program bekerja
secara nyata, sehingga kesalahan pemahaman dalam menarik kesimpulan dapat dihindari
(Kerawalla et al., 2006).

Penggunaan mobile learning dalam proses pembelajaran membantu mengurangi beban guru
dalam mengajar. Peran guru dalam mobile learning hanya sebagai pengontrol dan penyusun
skenario (Fulantelli et al., 2015). Hasil observasi melaporkan bahwa peran guru menjadi
kunci suksesnya penggunaan ML (Pimmer, Mateescu, & Gröhbiel, 2016). Guru dapat
memilih berbagai strategi pengajaran yang dapat dikombinasikan dengan menggunakan
mobile learning (Shorfuzzaman, Hossain, Nazir, Muhammad, & Alamri, 2019). Namun,
demikian penggunaan mobile learning ini memiliki tantangan, yaitu kompetensi digital guru
dan anggapan bahwa media pembelajaran berbasis digital adalah sulit. Hasil observasi
menyarankan bahwa kompetensi digital guru perlu ditingkatkan menjadi habit dan mengubah
pola pikir mereka terhadap pandangan negatif terkait penggunaan teknologi didalam
pembelajaran (Briz-Ponce, Pereira, Carvalho, Juanes-Méndez, & García-Peñalvo, 2017;
Ertmer & Ottenbreit-Leftwich, 2010).

Hal yang penting dicatat adalah bahwa siswa mengaku memiliki pengalaman belajar yang
banyak, tidak hanya nilainya yang meningkat, namun juga bagaimana mereka mampu
melatih kreativitas dan daya nalar yang kritis. Jenis soal pilihan ganda berargumen,
memfasilitasi mereka belajar dengan tanggungjawab. Setiap jawaban yang mereka berikan
selalu disertai dengan alasan yang rasional. Kebenaran yang diberikan tidak hanya memilih
jawaban, namun juga kebenaran dalam memberikan alasan. Kondisi belajar yang demikian
mampu membekali siswa untuk hidup dengan penuh kreativitas dan naya nalar kritis yang
tinggi dan ini adalah ciri khas dari HOTS. Penggunaan mobile learning pada kelas
eksperimen telah meningkatkan hasil belajar HOTS siswa. Berdasarkan Gambar 13 terlihat
bahwa siswa berhasil meningkatkan HOTS-nya. Hal ini ditunjukkan dengan hasil evaluasi
proses berpikir level C4, C5, dan C6 semuanya mengalami peningkatan (Gambar 10-12).
Dengan demikian, mobile learning telah memfasilitasi proses belajar yang benar. Proses
belajar sangat mempengaruhi hasil belajar. Mobile learning dapat meningkatkan hasil belajar
siswa karena dapat memfasilitasi siswa dalam proses pembelajaran (Novianti et al., 2020).
Model Mobile Learning tidak hanya meningkatkan hasil belajar, tetapi juga dapat
mengungkap kelemahan dan kelebihan pemahaman guru dan siswa. Dengan demikian dapat
diketahui domain perbaikan dan peningkatannya baik untuk siswa maupun gurunya. Selama
ini guru masih memahami bahwa evaluasi berguna untuk mengetahui hasil belajar siswa,
namun setelah menerapkan model ini para guru menyadari bahwa evaluasi juga berguna
untuk mengukur kesiapan guru dalam mengajar.

Analisis butir soal penting dilakukan oleh guru dan ini banyak diabaikan oleh guru. Prinsip
evaluasi adalah mengadakan refleksi terhadap ketercapaian tujuan pembelajaran (Karami-
Akkary, 2019). Berdasarkan analsisi butir soal, terlihat bahwa hasil posttest menunjukkan
peningkatan yang signifikan. Hal ini berarti bahwa tujuan pembelajaran tercapai tercapai.
Selain itu diketahui pula butir soal yang mana yang siswa mengalami kesulitan mengerjakan.
Berdasarakan Gambar 14 terlihat bahwa rata-rata skor yang diperoleh siswa masih rendah.
Rentang scornya adalah antara 84 sampai dengan 184 dari total 240. Kondisi ini berbeda
dengan Gambar 15 yang menampilkan score nilai siswa antara 144 sampai dengan 240. Hal
ini menunjukkan bahwa penggunaan ML sangat membantu siswa mengerjakan soal pada
level HOTS. Berdasarakan Gambar 14 dan 15 guru menemukan 1 soal yang penting untuk
direfleksi dan digunakan untuk perbaikan secara berkelanjutan, yaitu pada soal nomor 12. Di
soal ini siswa tidak mengalami peningkatan yang signifikan dan ini penting untuk digunakan
sebagai refleksi guru terkait dengan materi pembelajaran. Atau mungkin guru memberikan
problem yang melebihi kemampuan siswa. Dan ini mungkin saja diberikan untuk mengetahui
level siswa adakah yang memiliki kemampuan genius. Guru era abad 21 penting mengetahui
karakteristik siswa satu demi satu untuk mengarahkan Pendidikan mereka pada jenjang
selanjutnya.

6. Conclusion

Pengembangan instructional media berbasis mobile learning dapat menstimulan keterampilan


berpikir tingkat tinggi (HOTS) siswa. Siswa menunjukkan kemampuan berpikir kritis dan
kreatif. Hal ini dibuktikan dengan kemampuan mereka menjawab soal test dengan disertai
alasan yang rasional. Kemampuan mengungkapkan alasan atas jawaban yang kritis dan
kreatif membuat siswa lebih lama ingin belajar dan berani mengerjakan soal yang lebih
menantang. Penggunaan mobile learning mendukung kemandirian belajar dan membuat
siswa lebih percaya diri dalam menjawab tantangan. Hasil penelitian ini membuat optimisme
para guru bahwa mereka survival dalam hidup di abad 21 karena mereka telah memiliki
keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS). Peran guru dalam implementasi mobile learning
pada pembelajaran mesin CNC menjadi sangat penting. Secara khusus guru harus dapat
membuat skenario pembelajaran yang tepat dan memberikan umpan balik pentingnya
penggunaan mobile learning dalam pencapaian kompetensi siswa. Mobile learning dapat
memfasilitasi peserta didik dalam belajar di manapun dan kapanpun tanpa harus didampingi
oleh guru sekalipun. Bahkan, siswa dapat menilai kemampuannya sendiri sebelum mendapat
penguatan dari guru.

Daftar Pustaka

Abdulrasool, S. (2006). Effect of integration of computer 1- Introduction Table 2 : Details of


the learning activities Module no. School of Computing and Engineering Researchers’
Conference, (2000), 1–8.
Abdulrasool, S. M., & Mishra, R. (2009). Using computer technology tools to improve the
teaching-learning process in technical and vocational education: Mechanical engineering
subject area. International Journal of Learning, 15(12), 155–168.
https://doi.org/10.18848/1447-9494/CGP/v15i12/46059
Abdulrasool, S. M., Mishra, R., Fieldhouse, J., & Ward, S. (2006). Effectiveness of Parallel
and Serial Integration of Teaching Resources in Laboratory Teaching in Engineering
Education. The International Journal of Learning: Annual Review, 13(6), 55–64.
https://doi.org/10.18848/1447-9494/cgp/v13i06/44974
Affandi. (2019). Pengembangan Stim-HOT untuk meningkatkan HOTS Mahasiswa UNS.
Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Ahmad, F., Hamzah, N., Wan Hassan, W. A. S., & Mansor, A. H. (2020). " Iedutech "
Mobile Application Development for Information Technology Subjects in Education
among TVET Students. International Journal of Advanced Trends in Computer Science
and Engineering, (3). https://doi.org/10.30534/ijatcse/2020/71932020
Al-Balushi, S., & Ambusaidi, A. (2017). Using drawing to reveal science teachers’ beliefs
about science teaching. Drawing for Science Education, 179–189.
Al-Balushi, S. M., Ambusaidi, A. K., Al-Balushi, K. A., Al-Hajri, F. H., & Al-Sinani, M. S.
(2020). Student-centred and teacher-centred science classrooms as visualized by science
teachers and their supervisors. Teaching and Teacher Education, 89, 103014.
https://doi.org/10.1016/j.tate.2019.103014
Al-Bulushi, A. H., & Ismail, S. S. (2017). Developing an Online Pre-service Student
Teaching System Using ADDIE Approach in a Middle Eastern University. Theory and
Practice in Language Studies, 7(2), 96. https://doi.org/10.17507/tpls.0702.02
Al-Emran, M., Elsherif, H. M., & Shaalan, K. (2016). Investigating attitudes towards the use
of mobile learning in higher education. Computers in Human Behavior, 56, 93–102.
https://doi.org/10.1016/j.chb.2015.11.033
Alsayed, S., Bano, N., & Alnajjar, H. (2019). Evaluating practice of smartphone use among
university students in undergraduate nursing education. Health Professions Education,
6(2), 238–246. https://doi.org/10.1016/j.hpe.2019.06.004
Ambusaidi, A., & Al-Balushi, S. (2012). A longitudinal study to identify prospective science
teachers’ beliefs about science teaching using the Draw-A-Science-Teacher-Test
Checklist. International Journal of Environmental and Science Education, 7(2), 291-
311.
Amiron, E., Latib, A. A., & Subari, K. (2019). Industry revolution 4.0 skills and enablers in
technical and vocational education and training curriculum. International Journal of
Recent Technology and Engineering, 8(1C2), 484–490.
Anam, R., & Abid, A. (2020). Smartphones’ calling application usability improvement for
people with special needs. International Journal of Advanced Trends in Computer
Science and Engineering, 9(3), 3544–3555.
https://doi.org/10.30534/ijatcse/2020/160932020
Anderson, L., Krathwohl, D., Airaisian, P., Cruikshank, K. M., Pintrich, P., & Raths, J. W.
(2001). A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing: A Revision of Bloom’s
Taxonomy of Educational Objectives. New York: Pearson, Allyn & Beacon.
Antoniou, P., & Kyriakides, L. (2013). A dynamic integrated approach to teacher
professional development: Impact and sustainability of the effects on improving teacher
behaviour and student outcome. Teaching and Teacher Education, 29, 1-12.
https://doi.org/10.1016/j.tate.2012.08.001
Arifin, Z. (2014). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Berner, B. (2009). Learning control: Sense-making, CNC machines, and changes in
vocational training for industrial work. Vocations and Learning.
https://doi.org/10.1007/s12186-009-9023-8
Bloom, B., Engelhart, M., Furst, E., Hill, E., & Krathwohl, D. (1956). Taxonomy of
Educational Objectives, Handbook I: The Cognitive Domain. New York: David McKay
Co.inc.
Briz-Ponce, L., Pereira, A., Carvalho, L., Juanes-Méndez, J. A., & García-Peñalvo, F. J.
(2017). Learning with mobile technologies – Students’ behavior. Computers in Human
Behavior, 72, 612–620. https://doi.org/10.1016/j.chb.2016.05.027
Brookhart, S. ., & Nitko, A. . (2011). Assessment and grading in classrooms. New Jersey:
Pearson Education Inc.
Chairani, V. S., Triyono, M. B., & Minghat, A. D. (2018). Literature review: Some of TVET
area will be eliminated due to industrial revolution 4.0, is that true? International
Journal of Engineering and Technology(UAE), 7(4), 161–165.
https://doi.org/10.14419/ijet.v7i4.33.23523
Chaka, J. G., & Govender, I. (2017). Students’ perceptions and readiness towards mobile
learning in colleges of education: A Nigerian perspective. South African Journal of
Education, 37(1), 1–12. https://doi.org/10.15700/saje.v37n1a1282
Chegenizadeh, A., Keramatikerman, M., & Nikraz, H. (2020). Application of innovative
technologies and computer aided approach in a resilient teaching practice for
engineering students. International Journal of Advanced Trends in Computer Science
and Engineering, 9(2), 1893–1897. https://doi.org/10.30534/ijatcse/2020/151922020
Cheung, L. (2016). Using the ADDIE Model of Instructional Design to Teach Chest
Radiograph Interpretation. Journal of Biomedical Education, 2016, 1–6.
https://doi.org/10.1155/2016/9502572
Chou, C.-M., Shen, C.-H., Hsiao, H.-C., & Shen, T.-C. (2018). Industry 4.0 Manpower and
its Teaching Connotation in Technical and Vocational Education: Adjust 107
Curriculum Reform. International Journal of Psychology and Educational Studies.
https://doi.org/10.17220/ijpes.2018.01.002
Christensen, R., & Knezek, G. (2017). Readiness for integrating mobile learning in the
classroom: Challenges, preferences and possibilities. Computers in Human Behavior,
76, 112–121. https://doi.org/10.1016/j.chb.2017.07.014
Churchill, D., & Wang, T. (2014). Teacher’s use of iPads in higher education. Educational
Media International, 51(3), 214–225. https://doi.org/10.1080/09523987.2014.968444
Daya, S. (2003). The t-test for comparing means of two groups of unequal size. Evidence-
Based Obstetrics and Gynecology, 5(2), 60–61. https://doi.org/10.1016/S1361-
259X(03)00104-1
Delacre, M., Lakens, D., & Leys, C. (2017). Why psychologists should by default use
welch’s t-Test instead of student’s t-Test. International Review of Social Psychology,
30(1), 92–101. https://doi.org/10.5334/irsp.82
Devi, M., Annamalai, M. A. R., & Veeramuthu, S. P. (2020). Literature education and
industrial revolution 4.0. Universal Journal of Educational Research, 8(3), 1027–1036.
https://doi.org/10.13189/ujer.2020.080337
Domingo, M. G., & Garganté, A. B. (2016). Exploring the use of educational technology in
primary education: Teachers’ perception of mobile technology learning impacts and
applications’ use in the classroom. Computers in Human Behavior, 56, 21–28.
https://doi.org/10.1016/j.chb.2015.11.023
Ea, J., Chang, A., & Tan, O. S. (2005). Thinking about Thinking: What Educators Need to
Know. Singapore: National Institute of Education, Nanyang Technological University,
McGraw Hill Education.
Ertmer, P. A., & Ottenbreit-Leftwich, A. T. (2010). Teacher Technology Change. Journal of
Research on Technology in Education, 42(3), 255–284.
https://doi.org/10.1080/15391523.2010.10782551
Forehand, J. W., Miller, B., & Carter, H. (2017). Integrating Mobile Devices Into the Nursing
Classroom. Teaching and Learning in Nursing, 12(1), 50–52.
https://doi.org/10.1016/j.teln.2016.09.008
Friadi, J., Ganefri, Ridwan, & Efendi, R. (2020). Development of product based learning-
teaching factory in the disruption era. International Journal of Advanced Science and
Technology, 29(6), 1887–1898.
Friyatmi, F., Mardapi, D., & Haryanto, H. (2020). Assessing Students’ Higher Order
Thinking Skills Using Multidimensional Item Response Theory. Problems of Education
in the 21st Century, 78(2), 196–214. https://doi.org/10.33225/pec/20.78.196
Fulantelli, G., Taibi, D., & Arrigo, M. (2015). A framework to support educational decision
making in mobile learning. Computers in Human Behavior, 47, 50–59.
https://doi.org/10.1016/j.chb.2014.05.045
Gu, J. (2016). Understanding self-directed learning in the context of mobile Web 2.0 – case
study with workplace learners. Interactive Learning Environments, 24(2), 306–316.
https://doi.org/10.1080/10494820.2015.1113708
Guskey, T. R. (2002). Does it make a difference? Evaluating professional development.
Educational Leadership, 59(6), 45.
Hamidi, H., & Chavoshi, A. (2018). Analysis of the essential factors for the adoption of
mobile learning in higher education: A case study of students of the University of
Technology. Telematics and Informatics, 35(4), 1053–1070.
https://doi.org/10.1016/j.tele.2017.09.016
Hamzah, N., Rubani, S. N. K., Ariffin, A., Zakaria, N., & Ahmad, F. (2020). Android
Application for the Topic “ Video Camera ” In an Educational Technology Course.
International Journal of Advanced Trends in Computer Science and Engineering, 9(3),
3–6. https://doi.org/10.30534/ijatcse/2020/90932020
Hartanto, S., Arifin, Z., Ratnasari, S. L., Wulansari, R. E., & Huda, A. (2020). Developing
lean manufacturing based learning model to improve work skills of vocational students.
Universal Journal of Educational Research, 8(3 A), 60–64.
https://doi.org/10.13189/ujer.2020.081408
Hassan, W., Ariffin, A., Ahmad, F., Mohamad, N., & Anuar, R. (2020). “ SolveMe ” Website
Development using Problem-based. International Journal of Advanced Trends in
Computer Science and Engineering, 9(2), 2173–2177.
https://doi.org/10.30534/ijatcse/2020/193922020
Henrie, C. R., Halverson, L. R., & Graham, C. R. (2015). Measuring student engagement in
technology-mediated learning: A review. Computers and Education, 90, 36–53.
https://doi.org/10.1016/j.compedu.2015.09.005
Hopson, M. H., Simms, R. L., & Gerald, A. (2001). Using a Technology-Enriched
Environment to Improve Higher-Order Thinking Skills. Journal of Research on
Technology in Education, 34(2), 37–41.
https://doi.org/10.1080/15391523.2001.10782338
Hwang, G. J., & Chang, H. F. (2011). A formative assessment-based mobile learning
approach to improving the learning attitudes and achievements of students. Computers
and Education, 56(4), 1023–1031. https://doi.org/10.1016/j.compedu.2010.12.002
Iqbal, S., & Bhatti, Z. A. (2015). Iqbal S, Bhatti ZA. An Investigation Of University Student
Readiness Towards M-learning using Technology Acceptance Model. The International
Review of Research in Open and Distributed Learning 2015; 83-103. International
Review of Research in Open and Distributed Learning, 16(4), 83–103.
Ismail, N. S., Harun, J., Zakaria, M. A. Z. M., & Salleh, S. M. (2018). The effect of Mobile
problem-based learning application DicScience PBL on students’ critical thinking.
Thinking Skills and Creativity, 28, 177–195. https://doi.org/10.1016/j.tsc.2018.04.002
Jafar, D. S. A., Saud, M. S., Hamid, M. Z. A., Suhairom, N., Hisham, M. H. M., & Zaid, Y.
H. (2020). TVET teacher professional competency framework in industry 4.0 era.
Universal Journal of Educational Research, 8(5), 1969–1979.
https://doi.org/10.13189/ujer.2020.080534
Jaschke, S. (2014). Mobile learning applications for technical vocational and engineering
education: The use of competence snippets in laboratory courses and industry 4.0.
Proceedings of 2014 International Conference on Interactive Collaborative Learning,
ICL 2014, (December), 605–608. https://doi.org/10.1109/ICL.2014.7017840
Karami-Akkary, R. (2019). Evaluating teacher professional learning in the Arab region; the
experience of the TAMAM project. Teaching and Teacher Education, 85, 137–147.
https://doi.org/10.1016/j.tate.2019.06.008
Karami-Akkary, R., El Saheli, R., & Mansour, S. (2016). Evaluating the TAMAM Impact:
The Case of Al-Asriyya School. Beirut, Lebanon: TAMAM Project.
Karami, M., Pakmehr, H., & Aghili, A. (2012). Another view to importance of teaching
methods in curriculum: Collaborative learning and students’ critical thinking disposition.
Procedia - Social and Behavioral Sciences, 46, 3266–3270.
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2012.06.048
Kerawalla, L., Luckin, R., Seljeflot, S., & Woolard, A. (2006). “Making it real”: Exploring
the potential of augmented reality for teaching primary school science. Virtual Reality,
10(3–4), 163–174. https://doi.org/10.1007/s10055-006-0036-4
King, F. ., Goodson, L., & Rohani, F. (2011). Higher Order Thinking Skills; Definition,
Teaching Strategies Assessment. Retrieved from
http://www.cala.fsu.edu/files/higher_order_thinking_skills.pdf
Lawshe, C. H. (1975). A Quantitative Approach to Content Validity. Personnel Psychology,
28(4), 563–575. https://doi.org/10.1111/j.1744-6570.1975.tb01393.x
Lee, S. M. (2014). The relationships between higher order thinking skills, cognitive density,
and social presence in online learning. Internet and Higher Education, 21, 41–52.
https://doi.org/10.1016/j.iheduc.2013.12.002
Lewis, A., & Smith, D. (1993). Defining higher order thinking. Theory Into Practice, 32(3),
131–137. https://doi.org/10.1080/00405849309543588
Li, B., Zhang, H., Ye, P., & Wang, J. (2020). Trajectory smoothing method using
reinforcement learning for computer numerical control machine tools. Robotics and
Computer-Integrated Manufacturing, 61(July 2019).
https://doi.org/10.1016/j.rcim.2019.101847
Lin, Y. T., & Lin, Y. C. (2016). Effects of mental process integrated nursing training using
mobile device on students’ cognitive load, learning attitudes, acceptance, and
achievements. Computers in Human Behavior, 55, 1213–1221.
https://doi.org/10.1016/j.chb.2015.03.076
Lisenbee, P. S. (2016). Generation Gap Between Students’ Needs and Teachers’ Use of
Technology in Classrooms. Journal of Literacy and Technology, 17(3), 99–123.
Retrieved from
http://www.literacyandtechnology.org/uploads/1/3/6/8/136889/jlt_v16_3_lisenbee.pdf%
0Ahttp://www.literacyandtechnology.org
López-Vargas, O., Ibáñez-Ibáñez, J., & Racines-Prada, O. (2017). Students’ metacognition
and cognitive style and their effect on cognitive load and learning achievement.
Educational Technology and Society, 20(3), 145–157.
Louws, M. L., Meirink, J. A., Van Veen, K., & Van Driel, J. H. (2017). Teachers’ self-
directed learning and teaching experience: What, how, and why teachers want to learn.
Teaching and Teacher Education, 66, 171–183.
https://doi.org/10.1016/j.tate.2017.04.004
Madhuri, G. V, Kantamreddi, V. S. S. N., & Prakash Goteti, L. N. S. (2012). Promoting
higher order thinking skills using inquiry-based learning. European Journal of
Engineering Education, 37(2), 117–123. https://doi.org/10.1080/03043797.2012.661701
Magas, C. P., Gruppen, L. D., Barrett, M., Dedhia, P. H., & Sandhu, G. (2017). Intraoperative
questioning to advance higher-order thinking. American Journal of Surgery, 213(2),
222–226. https://doi.org/10.1016/j.amjsurg.2016.08.027
Mailani, E. (2018). Potret Implementasi Pembelajaran Berbasis High Order Thinking Skills
(Hots) Di Sekolah Dasar Kota Medan. Jurnal Pembangunan Perkotaa, 6(2), 102–111.
Markic, S., & Eilks, I. (2013). Potential changes in prospective chemistry teachers’ beliefs
about teaching and learning e a cross-level study. International Journal of Science and
Mathematics Education, 11, 979–998.
Mchugh, M. L., & Hudson-barr, C. E. D. (2003). Scientific Inquiry Descriptive Statistics ,
Part II : Most Commonly Used Descriptive Statistics. Scientific Inquiry, 8(3), 111–116.
McLoughlin, C., & Lee, M. J. W. (2008). The three p’s of pedagogyfor the networked
society: personalization, participation, and productivity. International Journal of
Teaching and Learning in Higher Education, 20(1), 10–27.
Merchie, E., Tuytens, M., Devos, G., & Vanderlinde, R. (2018). Evaluating
teachers’professional development initiatives: Towards an extended evaluative frame-
work. Research Papers in Education, 33(2), 143–168.
https://doi.org/10.1080/02671522.2016.1271003
Miri, B., David, B.-C., & Ur, Z. (2007). Purposely teaching for the promotion of higher-order
thinking skills: A case of critical thinking. Research in Science Education, 37(4), 353–
369.
Mohamed, S. Z. (2006). Kesan pendekatan penyebatian kemahiran berfikir kreatif dalam
pengajaran karangan deskriptif dan karangan imaginative dalam kalangan pelajar
tingkatan IV. Universiti Sains Malaysia.
Mullins, K. (2014). Good IDEA: Instructional Design Model for Integrating Information
Literacy. Journal of Academic Librarianship, 40(3–4), 339–349.
https://doi.org/10.1016/j.acalib.2014.04.012
Murni, R. (2015). Implementasi Riset Dalam Pengembangan Higher Order Thinking Skills
Pada Pendidikan Sains. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains (SNPS).
Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Newmann, F. M. (1990). Higher order thinking in teaching social studies: A rationale for the
assessment of classroom thoughtfulness. Journal of Curriculum Studies, 22(1), 41–56.
Novianti, D., Anjani, D., & Hilaliyah, H. (2020). Analysis of the effectiveness of m-learning
goes (guide objective elementary school) in elementary school. Universal Journal of
Educational Research, 8(3), 1100–1107. https://doi.org/10.13189/ujer.2020.080345
Pai, Y. S., Yap, H. J., Md Dawal, S. Z., Ramesh, S., & Phoon, S. Y. (2016). Virtual Planning,
Control, and Machining for a Modular-Based Automated Factory Operation in an
Augmented Reality Environment. Scientific Reports, 6(May), 1–19.
https://doi.org/10.1038/srep27380
Parong, J., & Mayer, R. E. (2018). Learning science in immersive virtual reality. Journal of
Educational Psychology, 110(6), 785–797. https://doi.org/10.1037/edu0000241
Pimmer, C., Mateescu, M., & Gröhbiel, U. (2016). Mobile and ubiquitous learning in higher
education settings. A systematic review of empirical studies. Computers in Human
Behavior, 63, 490–501. https://doi.org/10.1016/j.chb.2016.05.057
Potochnik, A., Colombo, M., Wright, C., Potochnik, A., Colombo, M., & Wright, C. (2018).
Statistics and Probability. Recipes for Science, (Table 2), 167–206.
https://doi.org/10.4324/9781315686875-6
Rahman, A., Segaran, P. A., & Sapry, H. R. M. (2020). Industry Revolution 4 . 0 and Job
Creation for the University Students. International Journal of Advanced Trends in
Computer Science and Engineering, 9(3), 2968–2971.
https://doi.org/10.30534/ijatcse/2020/73932020
Rajendran, N. S. (2008). Teaching & Acquiring Higher-Order Thinking Skills: Theory &
Practice. Tanjong Malim: Penerbit Universiti Pendidikan Sultan Idris.
Reychav, I., & Wu, D. (2015). Mobile collaborative learning: The role of individual learning
in groups through text and video content delivery in tablets. Computers in Human
Behavior, 50, 520–534. https://doi.org/10.1016/j.chb.2015.04.019
Rochon, J., Gondan, M., & Kieser, M. (2012). To test or not to test: Preliminary assessment
of normality when comparing two independent samples. BMC Medical Research
Methodology, 12. https://doi.org/10.1186/1471-2288-12-81
Rogers, C. B., El-Mounaryi, H., Wasfy, T., & Satterwhite, J. (2017). Assessment of STEM e-
learning in an immersive virtual reality (VR) environment. Computers in Education
Journal, 8(4). https://doi.org/10.18260/p.26336
Rubenstein, L. D. V., Callan, G. L., Ridgley, L. M., & Henderson, A. (2019). Students’
strategic planning and strategy use during creative problem solving: The importance of
perspective-taking. Thinking Skills and Creativity, 34(October 2018), 100556.
https://doi.org/10.1016/j.tsc.2019.02.004
Sa, N., Kadir, S. A., Abdullah, A., & Alias, S. N. (2020). Learning Strategy and Higher Order
Thinking Skills of Students in Accounting Studies : Correlation and Regression
Analysis. Universal Journal OfEducational Research, 8, 85–90.
https://doi.org/10.13189/ujer.2020.081610
Setiawan, B., Sunardi, Gunarhadi, & Asrowi. (2020). Meeting teachers’ and learners’
perceptions on mobile learning: A case of Indonesian vocational high school in
Surakarta city. Universal Journal of Educational Research, 8(3D), 90–96.
https://doi.org/10.13189/ujer.2020.081713
Shabrina, & Kuswanto, H. (2018). Android-assisted mobile physics learning through
indonesian batik culture: Improving students’ creative thinking and problem solving.
International Journal of Instruction, 11(4), 287–302.
https://doi.org/10.12973/iji.2018.11419a

Shaha, S. H., Lewis, V. K., O’Donnell, T. J., & Brown, D. H. (2004). Evaluating pro-
fessional development: An approach in verifying program impact on teachersand
students. Journal of Research in Professional Learning, 1(1), 1–18.
Shorfuzzaman, M., Hossain, M. S., Nazir, A., Muhammad, G., & Alamri, A. (2019).
Harnessing the power of big data analytics in the cloud to support learning analytics in
mobile learning environment. Computers in Human Behavior, 92, 578–588.
https://doi.org/10.1016/j.chb.2018.07.002
Shuhari, M. H., Ismail, M. S., Ali, M. S., Al-Shafi’i, M. M. deen O., & Akib, M. M. M.
(2020). The importance of using current technology in the study of islamic ethics.
International Journal of Advanced Trends in Computer Science and Engineering, 9(3),
3945–3949. https://doi.org/10.30534/ijatcse/2020/217932020
Singh, C. K. S., Singh, T. S. M., Ja’afar, H., Tek, O. E., Kaur, H., Mostafa, N. A., & Yunus,
M. M. (2020). Teaching strategies to develop higher order thinking skills in english
literature. International Journal of Innovation, Creativity and Change, 11(8), 211–231.
Sofyan, H., Anggereini, E., Muazzomi, N., & Larasati, N. (2020). Developing an electronic
module of local wisdom based on the area learning model at Kindergarten Jambi city.
International Journal of Innovation, Creativity and Change, 11(2), 216–231.
Suharno, Pambudi, N. A., & Harjanto, B. (2020). Children and Youth Services Review
Vocational education in Indonesia : History , development , opportunities , and
challenges. Children and Youth Services Review, 115(January), 105092.
https://doi.org/10.1016/j.childyouth.2020.105092
Sukatiman. (2020). Implementation of Blended Learning in Vocational Student ’ s to Achieve
HOT Skills ( V-HOTS ). Universal Journal of Educational Research, 8, 13–18.
https://doi.org/10.13189/ujer.2020.081703
Sumarwati, S., Fitriyani, H., Setiaji, F. M. A., Amiruddin, M. H., & Jalil, S. A. (2020).
Developing mathematics learning media based on elearning using moodle on geometry
subject to improve students’ higher order thinking skills. International Journal of
Interactive Mobile Technologies, 14(4), 182–191.
https://doi.org/10.3991/IJIM.V14I04.12731
Sunarto, M. J. D. (2020). MoLearn , a Web-and Android-Based Learning Application as an
Alternative for Teaching-Learning Process in High Schools. International Journal of
Instruction, 13(1), 53–70.

Syahril, Nabawi, R. A., & Prasetya, F. (2020). The instructional media development of
mechanical drawing course based on project-based learning. International Journal of
Innovation, Creativity and Change, 11(4), 309–325.
Thitima, G., & Sumalee, C. (2012). Scientific Thinking of the Learners Learning with the
Knowledge Construction Model Enhancing Scientific Thinking. Procedia - Social and
Behavioral Sciences, 46, 3771–3775. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2012.06.144
Trisiana, A. (2019). Innovation design development of citizenship education model on
characters of indonesian communities in digital media era and technology revolution.
International Journal of Recent Technology and Engineering, 8(2 Special Issue 9), 322–
328. https://doi.org/10.35940/ijrte.B1074.0982S919

Venkatraman, S., de Souza-Daw, T., & Kaspi, S. (2018). Improving employment outcomes
of career and technical education students. Higher Education, Skills and Work-Based
Learning, 8(4), 469–483. https://doi.org/10.1108/HESWBL-01-2018-0003
Williams, G. (2011). EPUB: Primer, preview, and prognostications. Collection Management,
36(3), 182–191. https://doi.org/10.1080/01462679.2011.580045
Wilson, F. R., Pan, W., & Schumsky, D. A. (2012). Recalculation of the critical values for
Lawshe’s content validity ratio. Measurement and Evaluation in Counseling and
Development, 45(3), 197–210. https://doi.org/10.1177/0748175612440286
Winter, D., & Astall, C. (2017). Preservice high school science teacher identity: Using
drawing enhanced learning monographs. Drawing for Science Education, 247–261.
Wu, W. H., Chen, W. F., Fang, L. C., & Lu, C. W. (2010). Development and evaluation of
web service-based interactive and simulated learning environment for computer
numerical control. Computer Applications in Engineering Education, 18(3), 407–422.
https://doi.org/10.1002/cae.20147
Xu, M., Fralick, D., Zheng, J. Z., Wang, B., Tu, X. M., & Feng, C. (2017). The differences
and similarities between two-sample t-test and paired t-test. Shanghai Archives of
Psychiatry, 29(3), 184–188. https://doi.org/10.11919/j.issn.1002-0829.217070
Yaniawati, R. P. (2013). E-Learning to Improve Higher Order Thinking Skills (HOTS) of
Students. Journal of Education and Learning (EduLearn), 7(2), 109.
https://doi.org/10.11591/edulearn.v7i2.225
Yildirim, I. (2017). The effects of gamification-based teaching practices on student
achievement and students’ attitudes toward lessons. Internet and Higher Education,
33(2016), 86–92. https://doi.org/10.1016/j.iheduc.2017.02.002
Zakaria, M. I., Maat, S. M., Khalid, F., & Approach, S. (2019). A Systematic Review of M-
learning in Formal Education. International Journal of Innovation, Creativity and
Change, 7(11).

Anda mungkin juga menyukai