Anda di halaman 1dari 129

IMPLEMENTASI GERAKAN LITERASI

MEMBACA BERBASIS AGAMA


DI SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 2
KOTA KEDIRI

SKRIPSI

OLEH
LILIS ANI RIFATIN NINGSIH
NPM. 16.01.0.8415
NIRM. 2016.4.008.0101.1.005640

INSTITUT AGAMA ISLAM TRIBAKTI (IAIT) KEDIRI


FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JUNI 2020
IMPLEMENTASI GERAKAN LITERASI
MEMBACA BERBASIS AGAMA
DI SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 2
KOTA KEDIRI

SKRIPSI
Diajukan kepada
Institut Agama Islam Tribakti (IAIT) Kediri
Untuk memenuhi salah satu persyaratan
Dalam menyelesaikan program Sarjana Pendidikan Islam

Oleh
Lilis Ani Rifatin Ningsih
NPM. 16.01.0.8415
NIRM. 2016.4.008.0101.1.005640

INSTITUT AGAMA ISLAM TRIBAKTI (IAIT) KEDIRI


FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JUNI 2020
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING

IMPLEMENTASI GERAKAN LITERASI


MEMBACA BERBASIS AGAMA
DI SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 2
KOTA KEDIRI

LILIS ANI RIFATIN NINGSIH


NPM. 16.01.0.8415
NIRM. 2016.4.008.0101.1.005640

Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui untuk diuji

Kediri, 1 Juli 2020


Pembimbing

(ZAINAL ARIFIN, M.Pd.I)


NIDN. 2125058501

ii
PENGESAHAN SKRIPSI

IMPLEMENTASI GERAKAN LITERASI


MEMBACA BERBASIS AGAMA
DI SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 2
KOTA KEDIRI

LILIS ANI RIFATIN NINGSIH


NPM. 16.01.0.8415
NIRM. 2016.4.008.0101.1.005640

Telah dimunaqasahkan di depan Sidang Munaqasah


Institut Agama Islam Tribakti (IAIT) Kediri
Pada Tanggal, 27 Juni 2020

Ketua Sekretaris

Zainal Arifin, M.Pd.I Amar Kukuh Wicaksono, S.Pd.I


NIDN. 2125058501

Tim Penguji,

1. Penguji Utama
Yasin Nur Falah, M.Pd.I (……………………………….)
NIDN. 2110077701
2. Penguji I
Zainal Arifin, M.Pd.I (……………………………….)
NIDN. 2125058501

3. Penguji II
Amar Kukuh Wicaksono, S.Pd.I (……………………………….)

Kediri, 1 Juli 2020


Dekan Fakultas Tarbiyah,

Drs. H. Muslimin, M.Pd.I


NIDN. 2115096201
MOTTO
iii
Gantungkan cita-citamu setinggi langit
Bermimpilah setinggi langit
Jika engakau jatuh, engkau akan jatuh diantara bintang-bintang
(Ir. Soekarno)

“Sesungguhnya setelah kesulitan itu pasti ada kemudahan, maka apabila


engkau telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-
sungguh (urusan) yang lain”
(QS. Al-Insyiroh ayat 6-7)

“Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk hari tua”


(Aristoteles)

“Yang penting bukan apa kata orang tentang kita sekarang, melainkan apa
yang akan di catat oleh sejarah setelah kita berpulang”
(Drs. KH. Mahfudh Syamsul Hadi MR. M.Pd)

PERSEMBAHAN

iv
Rasa syukur penulis haturkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan
kesehatan, nikmat, rahmat, hidayah dan inayah. Serta sholawat yang selalu
tercurahkan kepada sang pejuang sejati, pembuka mata hati, beliaulah baginda
Rasulillah Ibn Abdillah Muhammad SAW, beliau insan sumber inspirasi dalam
segala tindakan dan langkah hidup saya.
Dengan ketulusan hati dan luapan rasa terimakasih yang tidak bisa dibalas
hanya dengan kata-kata, serta dengan berharap Ridho-Nya. Penulis persembahkan
karya kecil ini untuk orang-orang yang selalu membimbing, mendidik,
mendukung dan menasehati saya selama proses kuliah di kampus tercinta IAI
Tribakti Lirboyo Kediri, terkhusus kepada:
1. Kedua orangtua tercinta, ayahanda (Ali Mustofa) dan Ibunda (Khurotin)
yang do’anya selalu mengalir tiada henti, tak pernah lelah memberi
semangat dan nasehat. Beliaulah malaikat tak bersayap. Atas do’a dan
ridho beliau, akhirnya Lilis bisa berdiri sampai saat ini.
2. Kedua kakakku, M. Khusnul Arifin dan M. Nur Kholis. Engkau adalah
panutanku. Meskipun sekarang sudah menjadi seorang suami dan ayah,
namun kasihsayang, perhatian dan ketulusan yang engkau berikan tak
pernah pudar, tetaplah menjadi kakak terbaik untuk Lilis.
3. Terakhir, karya kecil ini kupersembahkan untuk almamater tercinta Institut
Agama Islam Tribakti Lirboyo Kediri. Tempat dimana aku mendapatkan
ilmu, pengetahuan dan pengalaman yang takkan pernah ku lupakan.

KATA PENGANTAR
v
Bismillahirrohmaanirrohiim..

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Alhamdulillah.. Rasa syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT sang
pencipta alam semesta, yang telah memberikan nikmat, rahmat, hidayah serta
inayah sehingga penulis masih diberikan kesehatan, kekuatan, kesempatan dan
kesabaran untuk menyelesaikan tugas akhir dengan baik. Skripsi ini menjelaskan
tentang startegi sekolah dalam menerapkan literasi berbasis agama di Sekolah
Menengah Atas Negeri 2 Kediri.
Skripsi ini dapat terselesaikan karena adanya kerja keras, usaha dan
tanggungjawab. Namun dalam proses penyelesaiannya, penulis menyadari tidak
akan terlepas dari do’a, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, baik materil
maupun immateriil yang telah diberikan kepada penulis. Maka dari itu, dalam
kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang
mendalam dan tak terkira kepada yang terhormat:
1. Romo KH. Abdullah Kafabihi Mahrus selaku Rektor Institut Agama Islam
Tribakti (IAIT) Lirboyo Kediri.
2. Drs. H. Muslimin, M.Pd.I selaku Dekan Fakultas Tarbiyah Institut Agama
Islam Tribakti (IAIT) Lirboyo Kediri.
3. Ahmad Masrukin, M.Pd.I selaku ketua prodi Pendidikan Agama Islam.
4. Zainal Arifin, M.Pd.I selaku Dosen Pembimbing yang telah ikhas
meluangkan waktu, tenaga, pikiran, serta perhatiannya untuk mengarahkan,
membimbing, menuntun dan memberikan masukan-masukan yang baik
selama proses proposal skripsi hingga penyelesaian skripsi sehingga dapat
diselesaikan dengan baik.
5. Drs. Sony Tataq Setya Suwasono, M.Pd., selaku Kepala Sekolah SMA
Negeri 2 Kediri, yang telah memberikan izin, pengarahan dan kemudahan
dalam mencari data penelitian.
6. Drs. Abdul Karim, M.Pd.I selaku Kordinator Literasi Agama SMA Negeri 2
Kediri, yang telah ikhlas meluangkan waktu, tenaga dan perhatiaannya
selama proses penelitian.

vi
7. Seluruh Bapak Ibu Dosen Fakultas Tarbiyah yang telah memberikan bekal
ilmu kepada penulis.
8. Kedua orangtua dan keluarga yang tak pernah lelah memberikan semangat
dan nasehat seta do’a yang terus mengalir tiada henti sampai penyelesaikan
skripsi ini.
9. Sahabat-sahabati Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat
Tribakti Kediri.
10. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu persatu. Tanpa
mengurangi rasa hormat, semoga segala kebaikan, bantuan, dan dukungan
semuanya mendapatkan balasan dengan pahala yang berlipat.

Kesempurnaan hanya milik Allah, dalam penulisan skripsi ini penulis


sadar bahwa masih banyak kekurangan, hal ini karena keterbatas kemampuan
pribadi penulis. Maka dari itu, dengan ketulusan dan kerendahan hati, penulis
mengharapkan saran, kritik yang membangun untuk evaluasi penulis kedepan, dan
semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk banyak orang sebagaimana mestinya.
Aamiin..

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Kediri, 10 Juni 2020


Penulis

Lilis Ani Rifatin Ningsih


NPM. 16.01.0.8415

DAFTAR ISI

Halaman

vii
HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN..................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................... iii
HALAMAN MOTTO................................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................. vi
DAFTAR ISI ................................................................................................ viii
DAFTAR GRAFIK DAN BAGAN ............................................................ x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xii
ABSTRAK .................................................................................................... xiii
BAB I : PENDAHULUAN........................................................................... 1
A. Konteks Penelitian ............................................................................. 1
B. Fokus Penelitian ................................................................................ 5
C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 6
D. Kegunaan Penelitian .......................................................................... 6
E. Definisi Operasional .......................................................................... 8
F. Penelitian Terdahulu .......................................................................... 9
G. Sistematika Penulisan ........................................................................ 14
BAB II : KAJIAN TEORI .......................................................................... 15
A. Gerakan Literasi Sekolah .................................................................. 15
1. Tahapan Gerakan Literasi Sekolah ........................................ 18
2. Tujuan Gerakan Literasi Sekolah .......................................... 23
3. Ruang Lingkup Gerakan Literasi Sekolah ............................ 25
4. Prinsip-Prinsip Gerakan Literasi Sekolah ............................. 25
5. Strategi Pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah .................... 26
B. Evaluasi Program Literasi ................................................................. 28

BAB III : METODE PENELITIAN........................................................... 31


A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ........................................................ 33
B. Lokasi Penelitian ............................................................................... 35
viii
C. Kehadiran Peneliti ............................................................................. 36
D. Sumber Data ...................................................................................... 37
E. Prosedur Pengumpulan Data ............................................................. 39
F. Teknik Analisis Data ......................................................................... 42
G. Pengecekan Keabsahan Data ............................................................. 44
H. Tahap-tahap Penelitian ...................................................................... 46
BAB IV: PAPARAN HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...... 47
A. Setting Penelitian................................................................................ 47
1. Sejarah Berdirinya SMA Negeri 2 Kediri.............................. 47
2. Visi dan Misi SMA Negeri 2 Kediri....................................... 48
3. Struktur Organisasi SMA Negeri 2 Kediri............................. 50
4. Tenaga Pendidik dan Kependidikan....................................... 51
B. Paparan Data dan Temuan Hasil Penelitian....................................... 52
1. Implementasi Gerakan Literasi Agama ................................. 52
2. Evaluasi Gerakan Literasi Sekolah......................................... 60
C. Pembahasan ....................................................................................... 71
1. Implementasi Gerakan Literasi Agama di SMAN 2 Kediri... 71
2. Evaluasi Gerakan Literasi Sekolah di SMAN 2 Kediri ......... 79
BAB V : PENUTUP...................................................................................... 87
A. Kesimpulan......................................................................................... 87
B. Saran .................................................................................................. 88
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 89
LAMPIRAN-LAMPIRAN .......................................................................... 92

DAFTAR GRAFIK DAN BAGAN

Halaman

ix
Bagan 1. Struktur Organisasi SMAN 2 Kediri............................................... 50
Grafik 1. Data Tenaga Pendidik dan Kependidikan....................................... 51

DAFTAR GAMBAR

Halaman
x
Gambar 1. Suasana Kegiatan Literasi Agama Islam ..................................... 91
Gambar 2. Suasana Kegiatan Literasi Agama Kristen .................................. 91
Gambar 3. Suasana Kegiatan Literasi Agama Katholik ................................ 91
Gambar 4. Wawancara dengan Kepala Sekolah ........................................... 92
Gambar 5. Wawancara dengan Waka Humasi .............................................. 92
Gambar 6. Wawancara dengan Kordinator Literasi Agama.......................... 93
Gambar 6. Kegiatan sebelum literasi dimulai ............................................... 93

DAFTAR LAMPIRAN

xi
Lampiran 1. Permohonan Bimbingan Skripsi
Lampiran 2. Permohonan Izin Penelitian Skripsi
Lampiran 3. Surat Balasan Penelitian Skripsi
Lampiran 4. Lembar Bimbingan Skripsi
Lampiran 5. Transkip Wawancara
Lampiran 6. Pernyataan Keaslian Tulisan
Lampiran 7. Riwayat Hidup Penulis

ABSTRAK

xii
NINGSIH, LILIS ANI RIFATIN. 2020: Strategi Sekolah dalam Menerapkan
Literasi Berbasis Agama di SMA Negeri 2 Kediri. Pendidikan Agama
Islam, Tarbiyah, IAIT Kediri, Dosen Pembimbing Zainal Arifin, M.Pd.I.

Kata Kunci: Strategi Sekolah, Literasi Agama

Gerakan Literasi Sekolah (GLS) yang dicanangkan oleh pemerintah


merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan Mutu Pendidikan di Indonesia.
Disisi lain, seiring perkembangan global tidak hanya membutuhkan manusia yang
cerdas namun juga manusia yang bermoral. Ini menjadi PR besar bagi lembaga
pendidikan di Indonesia. Sekolah menjadi salah satu lembaga pendidikan yang
berperan aktif dalam kegiatan literasi dan berperan penting dalam menanamkan
nila-nilai moral. Nilai-nilai moral dapat ditanamkan melalui kegiatan membaca
secara analitis, kritis, dan reflektif yang disebut dengan literasi. Kegiatan literasi
tidak hanya membaca dan menulis, namun lebih diarahkan pada literasi agama.
Agar kegitan literasi agama dapat berjalan sesuai dengan tujuan maka sekolah
membutuhkan suatu inovasi dan strategi dalam proses pelaksanaannya mulai dari
perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi.
Dari uraian diatas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai
berikut: (1) Bagaimana Implementasi Strategi Sekolah dalam menerapkan literasi
membaca bebabasis agama di SMAN 2 Kediri?; (2) Bagaimana Evaluasi Strategi
Sekolah dalam menerapkan literasi membaca bebabasis agama di SMAN 2
Kediri?
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan
studi kasus. Dalam hal ini proses pengumpulan data dan informasi dilakukan
secara mendalam sesuai fakta yang ada. Penelitian ini dilakukan di Sekolah
Menengah Atas Negeri 2 Kota Kediri. Subyek penelitian ini adalah Kepala
Sekolah, Waka Humasi dan Kordinator Literasi Agama. Obyek dalam penelitian
ini adalah pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah di SMA Negeri 2 Kota Kediri.
Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu dengan observasi, wawancara
dan dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Implementasi strategi dalam
kegiatan literasi agama bisa dikatakan cukup baik, tidak ada kendala selama
pelaksanaannya karena semua pihak sekolah saling mendukung; (2) Evaluasi
strategi dalam kegiatan literasi agama sangat baik, dibuktikan dengan adanya
perubahan perilaku siswa dan minat baca siswa pada kitab yang mulai meningkat.

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian

Literasi merupakan keterampilan penting dalam hidup. Sebagian besar

proses pendidikan bergantung pada kemampuan dan kesadaran literasi. Hal

yang paling mendasar dalam praktik literasi adalah kegiatan membaca.1

Keterampilan membaca merupakan pondasi untuk mempelajari berbagai hal

lainnya. Kemampuan ini penting bagi pertumbuhan intelektual peserta didik.

Melalui membaca peserta didik dapat menyerap pengetahuan dan

mengeksplorasi dunia yang bermanfaat bagi kehidupannya.

Pemerintah melakukan sebuah terobosan baru dengan mengadakan

Program Literasi Sekolah (GLS) guna meningkatkan Mutu Pendidikan di

Indonesia melalui budaya membaca yang diatur dalam Peraturan Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan No. 23 Tahun 2015.2 Salah satu kegiatan di

dalam gerakan literasi tersebut adalah kegiatan 15 menit membaca buku non

pelajaran sebelum pembelajaran dimulai. Kegiatan ini dilaksanakan untuk

menumbuhkan minat baca peserta didik serta meningkatkan keterampilan

membaca agar pengetahuan dapat dikuasai secara lebih baik. Materi yang

dibaca berisi tentang nilai-nilai budi pekerti, berupa kearifan lokal, nasional,

1
Dirjen Dikdasmen Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Buku Saku Gerakan
Literasi Sekolah, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kemdikbud RI.
2017), h.05.
2
Lisa Nopilda, Muhammad Kristiawa, “Gerakan Literasi Sekolah Berbasis Pembelajaran
Multiliterasi Sebuah Paradigma Pendidikan Abad Ke-21”, Jurnal Manajemen, Kepemimpinan, dan
Supervisi Pendidikan, Vol. 3, No. 2, (Juli-Desember 2018), h. 218
1
2

dan global yang dapat disampaikan sesuai tahap perkembangan peserta didik.3

Hasil penelitian Progamme For International Student Assessment

(PISA) pada tahun 2018 menunjukkan skor Indonesia dalam kemampuan

membaca sebesar 371 poin, sedangkan pada periode sebelumnya, yaitu PISA

2015 skor kemampuan membaca adalah 397 poin. Hal ini menunjukkan

bahwa peserta didik Indonesia mengalami penurunan kemampuan membaca

dari periode sebelumnya dan tingkat literasi di Indonesia masih tergolong

rendah.4

Disisi lain, dari data statistic UNESCO menyebutkan bahwa minat

baca di Indonesia baru mencapai 0,001%. Ini berarti dari 1000 orang, hanya

satu orang yang memiliki minat baca tinggi. Terdapat fakta lainnya yang

menunjukkan bahwa tingkat buta huruf di Indonesia tiap tahun kian menurun.

Menurut Badan Statisktik (BPS) tahun 2018, sebanyak 97,93% penduduk

Indonesia dinyatakan tidak buta huruf dan kurang dari 2,07% atau sebanyak

3.387.035 jiwa yang masih mengalami buta huruf.5 Berdasarkan data yang

telah dipaparkan menunjukkan bahwa minat membaca peserta didik di

Indonesia masih sangat rendah dan bisa dikatakan bahwa praktik pendidikan

yang dilaksanakan di sekolah saat ini belum sepenuhnya memperlihatkan jika

sekolah berfungsi sebagai organisasi pembelajaran yang berupaya menjadikan

3
Dirjen Dikdasmen Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Buku Saku Gerakan
Literasi Sekolah, h. 03
4
Maimunatun Habibah, “Pengembangan Budaya Literasi Agama di SMA Negeri 2
Kediri”, Indonesian Journal of Islamic Education Studies (IJIES), Vol.2, 2 (Desember 2019), h.
204.
5
Francisca Novita, “PISA dan Literasi Indonesia”. http://www.kompasiana.com/
frncscnvt?5c1542ec677ffb3b533d6105/pisa-dan-literasi-indonesia, 16 Desember 2018, diakses
tanggal 25 Desember 2019.
3

semua warganya menjadi terampil membaca untuk mendukung warga

sekolah sebagai pembelajaran sepanjang hayat.6

Selain itu, Abdullah Abu Bakar selaku wali Kota Kediri dalam

website resminya pada tahun 2017 menyatakan bahwa anak-anak atau siswa

Kediri kurang dalam membaca.7 Hal ini cukup menarik yakni kota Kediri

masih perlu upaya yang sangat maksimal untuk meningkatkan literasi

membaca siswa.

Peran aktif sekolah dalam pendidikan formal, sangatlah berpengaruh

terhadap pelaksanaan literasi. Selain itu diperlukan juga pendekatan cara

pembelajaran yang keberpihakan jelas tertuju kepada komponen-komponen

literasi ini.8 Sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan, harus memiliki

inovasi dan strategi yang mendukung gerakan tersebut agar bisa meningkat

dan menjadi sebuah budaya di sekolah. Terutama pada gerakan literasi dasar

sebagai pondasi literasi.

Salah satu Sekolah Menengah Atas di Kota Kediri yang menerapkan

literasi membaca yakni SMA Negeri 2 Kota Kediri atau yang lebih dikenal

dengan sebutan SMADA. Salah satu kegiatan unggulannya adalah Gerakan

Literasi Sekolah (GLS). Kegiatan ini sudah dilaksanakan mulai dari bulan Juli

2016. Dalam Gerakan Literasi Sekolah (GLS) yang pertama kali diterapkan

6
Agus Widayoko, Supriyono Koes H dkk, “Analisis Progam Implementasi Gerakan
Literasi Sekolah (GLS) deng an Pendekatan Goal-Based Evalution”, Jurnal Pemikiran dan
Penelitian Pendidikan, Vol. XVI, 1 (Juni, 2018), h. 79
7
Pemerintah kota Kediri “Wali Kota Dorong Guru Tingkatkan Baca Anak”
https://www.kedirikota.go.id/p/dalamberita/1599/wali-kota-dorong-guru-tingkatkan-minat-baca-
anak, 24 Februari 2017, diakses tanggal 05 Juni 2020.
8
Yulisa Wandasari, “Implementasi Gerakan Literasi Sekolah Sebagai Pembentuk
Pendidikan Berkarakter” Jurnal Manajemen, Kepemimpinan, dan Supervisi Pendidikan, Vol. I. 1
(Juli-Desember, 2017), h. 326.
4

yaitu literasi membaca non pelajaran guna menambah wawasan siswa.

Sekolah mampu menerapkan kegiatan literasi ini dengan baik, salah satu

bukti yakni banyaknya hasil karya tulis siswa SMA Negeri 2 Kediri yang

dikemas bagus dalam suatu majalah dinding dipenjuru sekolahan dan

kumpulan puisi karya beberapa siswa yang sudah diterbitkan dalam sebuah

buku. Literasi membaca dan menulis ini sudah berjalan kurang lebih 3 tahun

dan dari program ini akhirnya muncul beberapa small group atas inisiatif

siswa sendiri dengan kegiatan rutinnya yaitu diskusi.9

Melihat perkembangan minat membaca siswa yang mulai meningkat

dan adanya keresahan guru agama terkait minat baca siswa terhadap kitab

suci yang dikategorikan masih sangat rendah, hal ini terbukti dari banyaknya

siswa yang belum bisa membaca al-Qur’an dengan baik dan benar. Untuk itu,

program kegiatan literasi di SMA Negeri 2 Kediri yang awalnya membaca

buku non pelajaran, untuk saat ini diarahkan pada literasi membaca berbasis

agama sesuai dengan kebutuhan pihak sekolah.

Dalam pelaksanaan kurikulum 2013 memiliki 3 poin diantaranya

adalah penguatan pendidikan karakter (PKK) hal ini sesuai dengan visi yang

dimiliki oleh SMAN 2 Kota Kediri yaitu manusia unggul spiritual.10 Untuk itu

SMA Negeri 2 Kediri menerapkan literasi membaca berbasis agama. Dengan

adanya program ini ternyata membawa banyak dampak positif tidak hanya

untuk siswa SMA Negeri 2 Kediri sendiri namun juga untuk pihak staf dan

guru. Banyak guru yang mendukung serta mengapresiasi program literasi

9
Hasil wawancara, Waka Kurikulum SMAN 2 Kediri, 24 September 2019
10
Hasil wawancara Kepala Sekolah SMAN 2 Kediri, 24 September 2019
5

membaca berbasis agama ini, baik dari guru keagamaan ataupun dari guru

umum. Karena ada beberapa guru yang dulunya belum bisa membaca al-

Qur’an dengan baik dan benar, dengan adanya program literasi membaca

berbasis agama ini mampu membantu guru dalam belajar membaca al-

Qur’an.

SMA Negeri 2 Kediri merupakan lembaga sekolah umum yang di

dalamnya lebih menekankan pelajaran umum bahkan pelajaran agama hanya

dimasukkan dalam satu mata pelajaran yaitu pelajaran keagamaan, untuk itu

dengan adanya kegiatan literasi membaca berbasis agama ini selain untuk

meningkatkan minat baca siswa namun juga untuk meningkatkan kecintaan

siswa terhadap kitab sucinya terkhusus al-Qur’an. Tentunya agar kegiatan

literasi membaca berbasis agama ini dapat berjalan sesuai dengan tujuan

maka sekolah membutuhkan suatu strategi dalam proses pelaksanaannya

mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi. Disinilah letak

pentingnya penelitian tentang strategi sekolah dalam menumbuhkan minat

baca siswa terkhusus dalam literasi membaca berbasis agama.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang diatas, maka fokus penelitiannya yaitu

tentang strategi implementasi dan strategi evaluasi yang diturunkan menjadi

pertanyaan sebagi berikut:

1. Bagaimana Implementasi Strategi Sekolah dalam menerapkan literasi

membaca bebabasis agama di SMAN 2 Kediri?


6

2. Bagaimana Evaluasi Strategi Sekolah dalam menerapkan literasi

membaca bebabasis agama di SMAN 2 Kediri?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan penelitian dapat dirumuskan

sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui implementasistrategi sekolah dalam menerapkan

literasi membaca berbasis agama di SMAN 2 Kediri

2. Untuk mengetahui evaluasi strategi sekolah dalam menerapkan literasi

membaca berbasis agama di SMAN 2 Kediri.

D. Kegunaan Penelitian

Dalam sebuah penelitian dikatakan berhasil, jika dapat memberikan

manfaat dan berguna bagi pihak yang berkaitan. Adapun manfaat penelitian

ini sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

untuk membangun teori strategi khususnya teori manajemen strategi

yang dikemukakan oleh Crown Dirgantoro tahun 1996.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Pembaca
7

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai pedoman

bagaimana menumbuhkan budaya literasi pada anak sekaligus

cambukan keras bagi pembaca yang haus akan ilmu

pengetahuan, terlebih tentang literasi membaca. Penelitian ini

juga dapat dijadikan sebagai pijakan dan refensi bagi penelitian-

penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan strategi dan

gerakan literasi sekolah.Serta dapat memberikan sumbangan

pemikiran dan informasi tentang perkembangan literasi di

Indonesia khususnya di Kediri.

b. Bagi Praktisi Pendidikan

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah semangat

dalam meningkat kegiatan literasi membaca sebagai

pondasi.Serta menambah semangat seluruh elemen pemangku

pendidikan yang berada di sekolahan untuk selalu berkarya dan

bekerja keras dalam mendidik guna mencerdaskan siswa.

c. Bagi Pemegang Pemangku Kebijakan Pendidikan

Hasil dari penelitian ini diharapakan dapat dijadikan sebagai

gambaran nyata di lapangan ataupun alat evaluasi yang

berkaitan dengan program implementasi Gerakan Literasi

Sekolah (GLS) yang telah dicanangkan.

E. Definisi Operasional
8

Dalam skripsi ini berjudul “Strategi Sekolah Dalam Menerapkan

Literasi Membaca Berbasis Agama di SMA Negeri 2 Kota Kediri” guna

mempertegas dan memperjelas judul diatas maka penulis memberikan

batasan istilah supaya tidak menimbulkan banyak penafsiran (multi

interpretasi) sebagai berikut:

1. Strategi Sekolah

Strategi adalah suatu proses yang menunjukkan arah yang harus

dituju oleh organisasi/lembaga sebagai daya dorong dan faktor utama

lainnya yang akan membantu pengelolaan organisasi/lembaga dalam

menentukan produk dan jasa bagi organisasi/lembaga di masa depan.11

Strategi sekolah yang dimaksud disini adalah langkah-langkah

yang harus dimiliki oleh sekolah untuk mencapai suatu tujuan.

2. Literasi Membaca Berbasis Agama

Literasi membaca adalah kebiasaan gemar membaca,

menerapkan dengan sepenuh hati tanpa ada paksaan dalam

melaksanakan kegiatan membaca. Membaca tidak hanya untuk

menghabiskan waktu luang namun membaca merupakan sebuah

kebutuhan untuk mengembangkan wawasan dan memperoleh informasi

sebanyak-banyaknya dari buku bacaaan dan lain-lain.12

Literasi membaca berbasis agama yang dimaksudkan disini

adalah literasi membaca yang diarahkan pada literasi membaca religius,


11
Dinda Prasika “Strategi Kepala Madrasah dalam meningkatka mutu pendidikan di MTS
Al-Islam Jamsaren Surakarta Tahun Pembelajaran 2017/2018”, (Skripsi, Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan, 2018), h. 7.
12
Moh. Saiful Azis “Implementasi kultur literasi dalam meningkatkan kemampuan
membaca, menulis dan berfifkir kritis siswa SD Plus Al-Kautsar Malang”, (Skripsi, Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan keguruan, 2018). h. 7.
9

dimana siswa membaca kitab suci masing-masing disertai dengan

memahami isi kandungan dari ayat tersebut. Disisi lain literasi

membaca berbasis agama ini juga bertujuan untuk menciptakan siswa

yang unggul spiritual dan mampu membentuk karakter siswa.

F. Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang Strategi Sekolah Dalam Menerapkan Literasi

Berbasis Agama ini bukanlah yang pertama atau satu-satunya penelitian

mengenai literasi, terdapat beberapa penelitian terdahulu yang mempunyai

korelasi dengan penelitian yang akan dilakukan penulis, antara lain:

Tesis yang ditulis oleh Siska Eka Chyntia pada tahun 2018 yang

berjudul “Implementasi Gerakan Literasi Sekolah (GLS) di SD Negeri

Lempuyangwangi dan SD Negeri Ungaran 1 Kota Yogyakarta”. 13 Tesis

tersebut membahas tentang Gerakan Litersi Sekolah (GLS) di SD Negeri

Lampuyangwangi dan SD Negeri Ungaran 1 yang telah terlaksana dengan

baik namun tetap harus dilanjutkan dan dikembangkan. Kepala SD Negeri

Lampuyangwangi dan SD Negeri Ungaran 1 memandang literasi sebeagi

kegiatan yang lebih dari sekedar membaca buku, tetapi juga meliputi cakupan

literasi secara lebih luas seperti literasi sains dan matematika. Kendati

memiliki konsep literasi yang mirip tetapi kebijakan yang dikeluarkan oleh

kedua kepala sekolah tersebut berbeda. Disis lain, perlu adanya penelitian

lanjutan dengan menggunakan metode kuantitatif untuk mengkaji pengaruh


13
Siska Eka Chyntia, “Implementasi Gelrakan Literasi Sekolah (GLS) di SD Negeri
Lempuyangwangi dan SD Negeri 1 Ungaran Kota Yogyakarta”, (Tesis, Program Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta, 2018)
10

program GLS terhadap pembentukan karakter siswa guna memperoleh

gambaran yang komprehensif atas implementasi program GLS di SD Negeri

Lampuyangwangi dan SD Negeri Ungaran 1 Kota Yogyakarta. Persamaan

dengan penelitian yang penulis lakukan adalah sama-sama mengembangkan

gerakan literasi melalui tahap pembiasaan, untuk perbedaaannya terletak pada

objek penelitian. Dalam tesis ini penelitian dilakukan pada dua lembaga

sekolah yaitu SD Negeri Lampuyangwangsi dan SD Negeri Ungaran 1

Yogyakarta sedangkan penulis melakukan penelitian yang terfokuskan pada

satu lembaga yaitu Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Kediri selain itu

penulis lebih fokus kepada bagaimana strategi sekolah dalam menerapkan

literasi berbasis agama.

Indah Wijaya Antasari (2016). Jurnal IAIN Purwokerto. Yang

berjudul “Implementasi Gerakan Literasi Sekolah Tahap Pembiasaan di MI

Muhammadiyah Gandatapa Sumbang Banyumas”.14 Penelitian tersebut

membahas salah satu dari tiga tahapan dalam gerakan literasi dasar yaitu

tahap pembiasaan melalui kegiatan seperti membaca buku pelajaran 15 menit

sebelum pelajaran karena masih terbatasnya buku bacaan non pelajaran. Hal

ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan literasi dan pemahaman

siswa terhadap pelajaran di MI Muhammadiyah Gandatapa Sumbang

Banyumas. Persamaan dari skripsi dan penelitian yang dilakukan oleh penulis

adalah kegiatan literasi ini ditujukan untuk meningkatkan minat baca siswa,

namun perbedaan yang signifikan terletak pada literasi yang diterapkan.Pada

14
Indah Wijaya Antasari, “Implementasi Gerakan Literasi Sekolah Tahap Pembiasaan di
MI Muhammadiyah Gandatapa Sumbang Banyumas”, Jurnal, (Vol.9, No.1, tahun 2017)
11

skripsi ini menerapakan literasi membaca buku non pelajaran sedangkan pada

penelitian yang dilakukan oleh penulis terfokus pada literasi berbasis agama.

Arum Nisma Wulanjani dan Candradewi Wahyu Anggraeni (2019),

Artikel Universitas Tidar yang berudul “Meningkatkan Minat Membaca

melalui Gerakan Literasi Membaca bagi Siswa Sekolah Dasar”. 15 Dalam

penelitian ini, hasil penelitian menunjukan bahwa melalui kegiatan-kegiatan

yang menyenangkan sebagai upaya penerapan gerakan literasi membaca, para

siswa menjadi lebih antusias dan termotivasi untuk lebih meningkatkan minat

dalam membaca. Kegiatan ini dilakukan dengan 15 menit membaca dengan

berbagai metode peningkatan minat baca dan Pojok Baca yang merupakan

program peningkatan minat baca untuk mendukung Gerakan Literasi

Membaca. Perbedaan dari artikel jurnal diatas dan penelitian yang dilakukan

oleh penulis terletak pada apa yang dibaca oleh siswa, pada skripsi ini siswa

membaca buku non pelajaran untuk menunjang minat baca siswa sedangkan

pada penelitian yang penulis lakukan literasi diarahkan pada membaca

religius dimana diswa membaca kitab sucinya 15 menit sebelum pelajaran

dimulai. Sedangkan persamaan dari keduanya yakni ingin menumbuhkan

minat baca siswa melalui gerakan literasi sekolah.

Lisa Nopilda dan Muhammad Kristiawan. Jurnal Universitas PGRI

Palembang. Yang berjudul “Gerakan Literasi Sekolah Berbasis Pembelajaran

Multiliterasi Sebuah Paradigma Pendidikan Abad Ke- 21 di SMK Negeri 1

15
Arum Nisma Wulanjani, Candradewi Wahyu Anggraeni, “Meningkatkan Minat
Membaca melalui Gerakan Literasi Membaca bagi Siswa Sekolah Dasar”, Artikel Jurnal,
September 2019.
12

Suak Tapeh Banyuasin”.16 Hasil penelitian tersebut yaitu Pelaksanaan

Gerakan Literasi Sekolah di SMK Negeri 1 Suak Tapeh pada tahun ke-3

sudah memasuki tahap pengembangan dan tahap pembelajaran yang

merupakan kelanjutan dari tahap pembiasaan yang sudah dilaksanakan sejak

tahun 2016. Dengan dilaksanakannya Gerakan Literasi Sekolah berbasis

pembelajaran multiterasi sebagai paradigma pendidikan abad-21 bertujuan

untuk menumbuhkan minat baca siswa, sekaligus menumbuhkan budi pekerti

luhur kepada anak-anak melalui ketrampilan memahami bacaan, menulis

karya, dan mengkomunikasikan dengan bahasa lisan yang efektif. Dari

paparan artikel jurnal di atas, Lisa Nopilda dan Muhammad Kristiawan lebih

fokus terhadap bagaimana mereka memperoleh informasi tentang

implementasi gerakan pembelajaran multiliterasi, sedangkan penulis/peneliti

lebih fokus bagaimana memperoleh strategi sekolah dalam menerapkan

literasi berbasis agama, penulis lebih spesifik terhadap bagaimana

kemampuan siswa membaca kitab suci dengan memahami dan menghayati

makna yang terkandung didalamnya. Namun keduanya memiliki tujuan yang

sama yakni menumbuhkan minat baca siswa melalui Gerakan Literasi

Sekolah.

Bekti Nanda Pratiwiningtyas, Endang Susilaningsih, I Made Sudana.

Artikel Jurnal Universitas Negeri Semarang tahun 2017 yang berjudul

“Pengembangan Instrumen Penilaian Kognitif untuk Mengukur Literasi

16
Lisa Nopilda dan Muhammad Kristiawan, “Gerakan Literasi Sekolah Berbasis
Pembelajaran Multiliterasi Sebuah Paradigma Pendidikan Abad Ke- 21 di SMK Negeri 1 Suak
Tapeh Banyuasin”, Jurnal, (Vol.3, No.2, Juli-Desember 2018)
13

Membaca Bahasa Indonesia Berbasis Model Pirls pada Siswa Kelas IV

SD”.17Penelitian tersebut terfokus pada bagaimana kemampuan literasi

membaca setiap siswa yang seharusnya dapat terukur melalui penilaian yang

baku. Kenyataannya belum tersedia instrument penilaian yang baku untuk

mengukur kemampuan literasi membaca siswa sehingga instrumen penilaian

literasi membaca bahasa Indonesia yang telah digunakan di Sekolah Dasar

yang perlu dikembangkan dengan mengacu pada model PIRLS. Model

PIRLS dipilih sebagai acuan karena digunakan diseluruh dunia.Tujuan

penelitian ini adalah tersedianya instrument penelitian literasi membaca yang

praktis dan terstandar. Dari penjelasan diatas sudah terlihat berbeda dengan

judul yang penulis ambil dalam penyusunan skripsi. Penulis fokus kepada

bagaimana kemampuan literasi membaca siswa diarahkan pada lierasis

membaca berbasis agama, siswa diajarkan bagaimana memahami kitab suci.

Hal demikian bukan tanpa alasan. Sebelum jauh kepada instrument penilaian,

strategi sekolah dalam mengarahkan literasi sangat dibutuhkan karena

bagaimanapun kebijakan kepala sekolah adalah salah satu keputusan yang

akan menentukan mau dibawa kemana literasi siswa tersebut.

Dari beberapa penelitian yang telah dipaparkan diatas sangat terlihat

jelas perbedaan fokus penelitiannya dengan apa yang akan peneliti/penulis

lakukan. Peneliti/penulis melakukan penelitian yang terfokus pada bagaimana

strategi yang digunakan oleh lembaga sekolah dan menumbuhkan minat

membaca siswa terkhusus dalam membaca kitab suci.


17
Bekti Nanda Pratiwiningtyas, Endang Susilaningsih, I Made Sudana, “Pengembangan
Instrumen Penilaian Kognitif untuk Mengukur Literasi Membaca Bahasa Indonesia Berbasis
Model Pirls pada Siswa Kelas IV SD”, Jurnal Universitas Negeri Semarang, 7 Agustus 2017
14

G. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan yang penulis gunakan dalam skripsi ini

sebagai berikut:

Pada penulisan pertama yaitu BAB I Pendahuluan, yang membahas

tentang: a) Konteks Penelitian, b) Fokus Penelitian, c) Tujuan Penelitian, d)

Kegunaan Penelitian, e) Definisi Operasional, f) Penelitian Terdahulu, g)

Sistematika Penulisan.

Kedua yaitu BAB II Kajian Pustaka, yang membahas tentang: a)

Strategi Sekolah b) Literasi Membaca. Pada bab ini berisi tentang materi dan

teori-teori yang nanti akan digunakan dalam pembahasan penelitian. Maka

dari itu, kajian pustaka berada di urutan nomor dua dari atas.

Ketiga yaitu BAB III Metode Penelitian, yang membahas tentang: (a)

Jenis dan Pendekatan Penelitian, b) Kehadiran Peneliti, c) Lokasi Penelitian,

d) Sumber Data, e) Prosedur Pengumpulan Data, f) Teknik Analisis Data, g)

Pengecekan Keabsahan Data, dan h) Tahap-Tahap Penelitian. Metode

penelitian ini disusun sebelum bab hasil penelitian dan pembahasan karena

metode ini yang akan digunakan dalam pemaparan data.

Pada BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, yang membahas

tentang: a) Setting Penelitian, b) Paparan Data dan Temuan Penelitian, dan c)

Pembahasan Penelitian. Pada hasil penelitian dan pembahasan ini berisi

tentang data-data yang sudah diperoleh dihubungkan dengan teori.

Penutup, yang membahas tentang: a) Kesimpulan dan Saran.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Gerakan Literasi Sekolah

Gerakan Literasi Sekolah (GLS) merupakan upaya menyeluruh yang

melibatkan semua warga sekolah dimana didalamnya mencakup guru, siswa,

orangtua, dan masyarakat sebagai bagian dari ekosistem pendidikan.

Tuntutan global di era teknologi informasi seperti saat ini

mengupayakan setiap individu untuk memiliki kemampuan membaca seperti

memahami secara kritis, analitis dan reflektif. Dengan demikian, atas

kebutuhan literasi tersebut, pemerintah menyediakan sebuah strategi khusus

dengan mengintegrasikan program sekolah dengan kegiatan didalam keluarga

dan masyarakat melalui Gerakan Literasi Sekolah (GLS).

Upaya yang ditempuh untuk mewujudkan Gerakan Literasi Sekolah

(GLS) berupa pembiasaan membaca siswa. Pembiasaan ini dilakukan dengan

kegiatan 15 menit membaca buku (guru membacakan buku dan warga

sekolah membaca dalam hati, yang disesuaikan dengan konteks atau target

sekolah). Ketika pembiasaan membaca terbentuk, selanjutnya akan diarahkan

ke tahap pengembangan, dan pembelajaran (disertai tagihan berdasarkan

Kurikulum 2013). Gerakan literasi sekolah dalam Permendikbud No. 23

Tahun 2015 diatur untuk kegiatan pelaksanaan literasi 15 menit sebelum

proses pembelajaran dimulai. Program literasi tersebut bertujuan

menumbuhkan budi pekerti atau menumbuhkan individu yang literat.

15
16

Kegiatan literasi ini bertujuan untuk menumbuhkan minat, keterampilan dan

budaya membaca siswa.

Materi baca hendaknya berisikan nilai budi pekerti, berupa kearifan

lokal, nasional, dan global yang disampaikan sesuai tahap perkembangan

siswa. Inovasi dalam Gerakan Literasi Sekolah (GLS) harusnya melibatkan

semua bidang pendidikan, mulai dari tingkat kabupaten, provinsi, hingga

satuan pendidikan pusat, termasuk pelibatan wali siswa, dan masyarakat. Ada

beberapa strategi untuk menciptakan budaya literasi yang positif di sekolah

dalam buku panduan Gerakan Literasi Sekolah.18

1) Pengkondisian lingkungan fisik yang ramah literasi. Lingkungan fisik

tiap sekolah harusnya terkesan ramah dan kondusif untuk kegiatan

pembelajaran. Dalam mendukung pengembangan budaya literasi

sebaiknya pihak sekolah memajang karya peserta didik di seluruh area

sekolah, contohnya di majalah dinding yang tersedia di lingkungan

sekolah.

2) Membuat lingkungan sosial sekolah sebagai model komunikasi dan

interaksi yang literat. Hal ini dapat dibangun melalui model

komunikasi dan interaksi seluruh warga sekolah. Yang dapat

dikembangkan melalui pengakuan atas capaian siswa sepanjang tahun.

Dapat dilakukan dengan pemberian penghargaan atas prestasi atau

hasil capaian tertentu siswa.

3) Mengupayakan sekolah sebagai lingkungan akademik yang literat.

Harus ada alokasi waktu yang cukup dari sekolah untuk pelaksanaan
18
Mulyo Teguh, Gerakan Literasi Sekolah Dasar, 2017, h. 24
17

kegiatan gerakan literasi sekolah. Bisa diwujudkan dengan contoh

menjalankan kegiatan membaca 15 menit sebelum pelajaran

berlangsung, siswa membaca dalam hati dan guru membacakan buku

dengan nyaring. Untuk menunjang kemampuan guru, dibutuhkan

sosialisasi dan pelatihan untuk mengikuti program pelatihan tenaga

kependidikan untuk peningkatan pemahaman tentang program literasi,

pelaksanaan, dan keterlaksanaannya.

Seluruh pihak yang terlibat dalam pelaksanaan Gerakan Literasi

Sekolah harus bisa mengkondisikan lingkungan sekolah tersebut ramah

literasi. Tujuannya adalah untuk menarik minat siswa agar semangat

berliterasi dan mempermudah berjalannya kegiatan dan pelaksanaan literasi

sekolah. Jika lingkungan sekolah baik suasana dan keadaan lingkungannya

ramah literasi bukan tidak mungkin akan menjadikan warga sekolah tersebut

menjadi individu-individu yang unggul dan literat. Dampak positif pun akan

segera terasa berkat kesuksesan sekolah tersebut menjalankan gerakan literasi

bagi seluruh warganya, tidak hanya siswa yang dituntut melakukan gerakan

literasi, tapi pihak sekolah baik kepala sekolah, guru dan staff kependidikan

juga bertugas mendampingi siswa dalam melaksanakan gerakan literasi

sekolah.

1. Tahapan-Tahapan Gerakan Literasi Sekolah


18

Sasaran program gerakan literasi sekolah (GLS) adalah sekolah

pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Peneliti di sini

mengkhususkan sekolah pada jenjang pendidikan menengah. Berikut ini

merupakan tahap-tahap pelaksaan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) pada

jenjang pendidikan menengah, yaitu:

a. Tahap Pembiasaan

Penumbuhan minat baca guna pengembangan kemampuan

literasi siswa dapat dilakukan melalui pembiasaan kegiatan membaca

yang menyenangkan. Penumbuhan minat baca yaitu dengan

pembiasaan meliputi dua jenis kegiatan membaca, yakni membaca

dalam hati dan membacakan nyaring oleh guru. Kedua kegiatan ini

bertujuan untuk :

1) Meningkatkan rasa cinta baca di luar jam pelajaran.

2) Meningkatkan kemampuan memahami bacaan.

3) Meningkatkan rasa percaya diri sebagai pembaca yang baik.

4) Menumbuhkembangkan penggunaan berbagai sumber bacaan.

Prinsip-prinsip kegiatan membaca di dalam tahap

pembiasaan dipaparkan berikut ini :

1) Guru menetapkan waktu 15 menit membaca setiap hari. Sekolah

bisa memilih menjadwalkan waktu membaca di awal, tengah,

atau akhir pelajaran, bergantung pada jadwal dan kondisi

sekolah masing-masing.
19

2) Kegiatan membaca dalam waktu pendek, namun sering dan

berkala lebih efektif daripada satu waktu yang panjang namun

jarang (misalnya 1 jam/minggu pada hari tertentu).

3) Buku yang dibaca/dibacakan adalah buku nonpelajaran. Peserta

didik dapat diminta membawa bukunya sendiri dari rumah.

4) Buku yang dibaca/dibacakan adalah pilihan peserta didik sesuai

minat dan kesenangannya.

5) Kegiatan membaca/membacakan buku di tahap ini tidak diikuti

oleh tugas-tugas yang bersifat tagihan/penilaian.

6) Kegiatan membaca/membacakan buku di tahap ini dapat diikuti

oleh Panduan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Menengah

diskusi informal tentang buku yang dibaca/dibacakan. Meskipun

begitu, tanggapan peserta didik bersifat opsional dan tidak

dinilai.

7) Kegiatan membaca/membacakan buku di tahap ini berlangsung

dalam suasana yang santai, tenang, dan menyenangkan. Suasana

ini dapat dibangun melalui pengaturan tempat duduk,

pencahayaan yang cukup terang dan nyaman untuk membaca,

poster-poster tentang pentingnya membaca.

8) Dalam kegiatan membaca dalam hati, guru sebagai pendidik

juga ikut membaca buku selama 15 menit.


20

b. Tahap Pengembangan

Pengembangan minat baca yang bertujuan untuk

mengembangkan kemampuan literasi siswa dalam hal memahami

bacaan dan mengaitkannya dengan pengalaman pribadi, mengolah

kemampuan komunikasi secara kreatif, dan berpikir kritis melalui

kegiatan menanggapi bacaan.

Tahap pengembangan sebenarnya hampir sama pada tahap

yang pertama, yaitu tahap pembiasaan. Dalam tahap pengembangan,

peserta didik didorong untuk menunjukkan keterlibatan pikiran dan

emosinya dengan proses membaca melalui kegiatan produktif secara

lisan maupun tulisan.

Adapun tujuan pada tahap pengembangan ini adalah :

a) Mengasah kemampuan peserta didik dalam menanggapi buku

pengayaan secara lisan dan tulisan.

b) Membangun interaksi antarpeserta didik dan antara peserta didik

dengan guru tentang buku yang dibaca.

c) Mengasah kemampuan peserta didik untuk berpikir kritis,

analitis, kreatif, dan inovatif.

d) Mendorong peserta didik untuk selalu mencari keterkaitan

antara buku yang dibaca dengan diri sendiri dan lingkungan

sekitarnya.

Di dalam tahap ini juga terdapat prinsip-prinsip yang harus

diperhatikan, diantaranya :
21

1) Buku yang dibaca/dibacakan adalah buku selain buku teks

pelajaran. Buku yang dibaca/dibacakan adalah buku yang

diminati oleh peserta didik. Peserta didik diperkenankan untuk

membaca buku yang dibawa dari rumah.

2) Kegiatan membaca/membacakan buku di tahap ini dapat diikuti

oleh tugas-tugas presentasi singkat, menulis sederhana,

presentasi sederhana, kriya, atau seni peran untuk menanggapi

bacaan, yang disesuaikan dengan jenjang dan kemampuan

peserta didik.

3) Tugas-tugas presentasi, menulis, kriya, atau seni peran dapat

dinilai secara nonakademik dengan fokus pada sikap peserta

didik selama kegiatan. Tugas-tugas yang sama nantinya dapat

dikembangkan menjadi bagian dari penilaian akademik bila

kelas/sekolah sudah siap mengembangkan kegiatan literasi ke

tahap pembelajaran.

4) Kegiatan membaca/membacakan buku berlangsung dalam

suasana yang menyenangkan. Untuk memberikan motivasi

kepada peserta didik, guru sebaiknya memberikan masukan dan

komentar sebagai bentuk apresiasi.

5) Terbentuknya Tim Literasi Sekolah (TLS). Untuk menunjang

keterlaksanaan berbagai kegiatan tindak lanjut GLS di tahap

pengembangan ini, sekolah sebaiknya membentuk TLS, yang

bertugas untuk merancang, mengelola, dan mengevaluasi


22

program literasi sekolah. Pembentukan TLS dapat dilakukan

oleh kepala sekolah. Adapun TLS beranggotakan guru

(sebaiknya guru bahasa atau guru yang tertarik dan berlibat

dengan masalah literasi) serta tenaga kependidikan atau

pustakawan sekolah.

Dalam tahap pengembangan ini, kegiatan tindak lanjut dapat

dilakukan secara berkala (misalnya 1-2 minggu sekali). Berikut

adalah beberapa contoh jenis kegiatan tindak lanjut :

1) Menulis komentar singkat terhadap buku yang dibaca dijurnal

membaca harian.

2) Menanggapi isi buku secara lisan maupun tulisan.

3) Membuat jurnal tanggapan terhadap buku Jurnal.

4) Menggunakan graphic organizers sebagai alat menulis

tanggapan.

5) Mengembangkan iklim literasi sekolah

c. Tahap Pembelajaran

Kegiatan literasi pada tahap pembelajaran ini bertujuan untuk

mengembangkan kemampuan memahami teks dan mengaitkannya

dengan pengalaman pribadi, berpikir kritis, dan mengolah

kemampuan komunikasi secara kreatif melalui kegiatan menanggapi

teks buku bacaan pengayaan dan buku pelajaran. Dalam tahap ini

ada tagihan yang sifatnya akademis (terkait dengan mata pelajaran).


23

Meningkatkan kemampuan literasi di semua mata pelajaran

menggunakan buku pengayaan dan strategi membaca di semua mata

pelajaran. Tahap pembelajaran mempunyai tujuan :

a) Mengembangkan kemampuan siswa dalam memahami teks

dan mengaitkannya dengan pengalaman pribadi sehingga

terbentuk pribadi pembelajar sepanjang hayat.

b) Mengembangkan kemampuan berpikir kritis.

c) Mengolah dan mengelola kemampuan komunikasi secara

kreatif (verbai, tulisan, visual, digital) melalui kegiatan

menanggapi teks buku bacaan dan buku pelajaran.

Kegiatan pada tahap ini dilakukan untuk mendukung

pelaksanaan Kurikulum 2013 yang mensyaratkan peserta didik

membaca buku nonteks pelajaran. Beberapa prinsip yang perlu

dipertimbangkan dalam tahap pembelajaran ini yaitu buku yang

dibaca berupa buku tentang pengetahuan umum, kegemaran, minat

khusus, atau teks multimodal, dan juga dapat dikaitkan dengan mata

pelajaran, selain itu juga ada tagihan yang sifatnya akademis (terkait

dengan mata pelajaran).

2. Tujuan Gerakan Literasi Sekolah ( GLS )

Gerakan Literasi Sekolah (GLS) memiliki tujuan umum dan tujuan

khusus. Tujuan umumnya yaitu untuk menumbuhkan budi pekerti peserta

didik melalui pembudayaan ekosistem literasi sekolah yang diwujudkan

dalam Gerakan Literasi Sekolah (GLS) agar mereka menjadi pembelajar


24

sepanjang hayat, sedangkan tujuan khususnya adalah untuk

menumbuhkembangkan budaya literasi sekolah, meningkatkan kapasitas

warga dan lingkungan sekolah agar literat, menjadikan sekolah sebagai

taman belajar yang menyenangkan dan ramah anak agar warga sekolah

mampu mengelola pengetahuan, menjaga keberlanjutan pembelajaran

dengan menghadirkan beragam buku bacaan dan mewadahi berbagai

strategi membaca.19

Dilihat dari segi tujuan khusus dan tujuan umumnya, dapat

disimpulkan bahwa Gerakan Literasi Sekolah (GLS) bertujuan untuk

menumbuhkan budi pekerti siswa melalui pengembangan lingkungan

literasi sekolah. Pembentukan budi pekerti tidak hanya diinternalisaskan

melalui pengajaran secara langsung, atau menunjukkan contoh-contoh

yang konkret, namun juga dapat dilakukan melalui pembiasaan membaca

buku, berbicara, menulis dan menyimak. Melalui amanat, nilai dan

informasi yang terkandung didalam buku diharapkan mampu

membangun sikap positif bagi warga sekolah. Harapannya agar warga

sekolah lebih rajin membaca, mampu menuangkan ide dari hasil bacaan

melalui tulisan, dan mempresentasikan hasil produk yang dibuat. 20 Hal

ini ditujukan agar siswa mampu meningkatkan minat membaca buku dari

Gerakan Literasi Sekolah (GLS).

19
Kemendikbud, Desain Gerakan Literasi Sekolah, 2016, h. 5
20
Patricia, Mayaagustina, dkk, Budaya Literasi Siswa Dalam Mendukung Program
Ecoschool di SMPN 23 Surabaya, Jurnal Mahasiswa, 2017, Vol.4, No.2
25

3. Ruang lingkup Gerakan Literasi Sekolah

Menurut Utama, dkk ruang lingkup Gerakan Literasi Sekolah (GLS)

diantaranya:21

1) Lingkungan fisik sekolah (fasilitas dan sarana prasarana literasi).

2) Lingkungan sosial dan afektif (dukungan dan partisipasi aktif

seluruh warga sekolah).

3) Lingkungan akademik (program literasi yang menumbuhkan

minat baca dan menunjang kegiatan pembelajaran di SD)

4. Prinsip-prinsip Gerakan Literasi Sekolah

Menurut Beers, praktik-praktik yang baik dalam Gerakan Literasi

Sekolah (GLS) menekankan prinsip-prinsip sebagai berikut :

1) Perkembangan literasi berjalan sesuai tahap perkembangan yang

dapat diprediksi. Tahap perkembangan anak dalam belajar

membaca dan menulis saling beririsan antar tahap perkembangan.

Memahami tahap perkembangan literasi peserta didik dapat

membantu sekolah untuk memilih strategi pembiasaan dan

pembelajaran literasi yang tepat sesuai kebutuhan perkembangan

mereka.

2) Program literasi yang baik bersifat berimbang.

Sekolah yang menerapkan program literasi berimbang menyadari

bahwa tiap peserta didik memiliki kebutuhan yang berbeda. Oleh

karena itu, strategi membaca dan jenis teks yang dibaca perlu
21
Utama, dkk, Panduan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Dasar, (Jakarta:Direktorat
Pembinaan Sekolah Dasar Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan). 2016, h. 3
26

divariasikan dan disesuaikan dengan jenjang pendidikan. Program

literasi yang bermakna dapat dilakukan dengan memanfaatkan

bahan bacaan kaya ragam teks, seperti karya sastra untuk anak

dan remaja.

3) Program literasi terintegrasi dengan kurikulum

Pembiasaan dan pembelajaran literasi di sekolah adalah tanggung

jawab semua guru di semua mata pelajaran sebab pembelajaran

mata pelajaran apapun membutuhkan bahasa, terutama membaca

dan menulis. Dengan demikian, pengembangan profesional guru

dalam hal literasi perlu diberikan kepada guru semua mata

pelajaran.

4) Kegiatan membaca dan menulis dilakukan kapanpun

Misalnya menulis surat untuk ibu dan pengalaman pribadi atau

membaca biografi merupakan contoh-contoh kegiatan literasi

yang bermakna.

5) Kegiatan literasi mengembangkan budaya lisan

Kelas berbasis literasi yang kuat diharapkan memunculkan

berbagai kegiatan lisan berupa diskusi tentang buku selama

pembelajaran di kelas. Kegiatan diskusi ini juga perlu membuka

kemungkinan untuk perbedaan pendapat agar kemampuan

berpikir kritis dapat diasah. Peserta didik perlu belajar untuk

menyampaikan perasaan dan pendapatnya, saling mendengarkan,

dan menghormati perbedaan pandangan.


27

6) Kegiatan literasi harus mengembangkan kesadaran terhadap

keberagaman. Ekosistem sekolah harus menghargai perbedaan

melalui kegiatan literasi. Bahan bacaan untuk siswa perlu

menggambarkan kekayaan budaya Indonesia agar mereka dapat

terpaku pada pengalaman kehidupan sehari-hari.

5. Strategi Pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah

Ada beberapa strategi untuk menciptakan budaya literasi yang

positif di sekolah, diantaranya:

1) Mengkondisikan lingkungan fisik yang ramah literasi.

Lingkungan fisik menjadi hal pertama yang dilihat dan dirasakan

warga sekolah. Oleh sebab itu, lingkungan fisik perlu terlihat

ramah dan kondusif untuk pembelajaran. Sekolah yang

mendukung pengembangan budaya literasi sebaiknya memajang

karya siswa untuk dipajang di seluruh area sekolah. Karya siswa

perlu diganti secara rutin bertujuan memberikan kesempatan yang

sama terhadap semua siswa. Buku dan bahan bacaan lain

diharapkan mudah untuk dijangkau siswa di sudut baca di semua

kelas, area lain di sekolah. Ruang pimpinan dengan pajangan

karya siswa akan memberikan kesan positif tentang komitmen

sekolah terhadap pengembangan budaya literasi.

2) Mengusahakan lingkungan sosial dan afektif sebagai model

komunikasi dan interaksi yang literat. Lingkungan sosial dan

afektif dibangun melalui model komunikasi dan interaksi seluruh


28

warga sekolah. Sebagaimana dapat dikembangkan dengan

pengakuan atas capaian siswa sepanjang tahun, seperti halnya

pemberian penghargaan. Prestasi yang dihargai bukan hanya

akademik, tetapi juga sikap dan upaya peserta didik. Dengan

demikian, setiap siswa mempunyai kesempatan untuk

memperoleh penghargaan sekolah. Selain itu, literasi diharapkan

dapat mewarnai semua perayaan penting di sepanjang tahun

pelajaran. Ini bisa direalisasikan dalam bentuk festival buku,

lomba poster, mendongeng, karnaval tokoh buku cerita, dan

sebagainya. Pimpinan sekolah selayaknya berperan aktif dalam

menggerakkan literasi, antara lain dengan membangun budaya

kolaboratif antarguru dan tenaga kependidikan. Dengan demikian,

setiap orang dapat terlibat sesuai kepakaran masing-masing. Peran

orang tua sebagai relawan gerakan literasi akan semakin

memperkuat komitmen sekolah dalam pengembangan budaya

literasi.

B. Evaluasi Program Literasi

Evaluasi dalam kamus besar bahasa Indonesia online mempunyai arti

yaitu proses penilaian, atau menilai. Evaluasi merupakan salah satu rangkaian

kegiatan dalam meningkatkan kualitas kinerja atau produktifitas suatu

lembaga dalam melaksanakan programnya.

Menurut Suchman dalam Suharsimi, memandang evaluasi sebagai

sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai beberapa kegiatan yang
29

direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan. Definisi lain

dikemukakan oleh Worthen dalam Suharsimi. Para ahli tersebut mengatakan

bahwa evaluasi adalah kegiatan mencari sesuatu yang berharga tentang

sesuatu; dalam mencari sesuatu tersebut, juga termasuk mencari informasi

yang bermanfaat dalam menilai keberadaan suatu program, produksi,

prosedur, serta alternatif strategi yang diajukan untuk mencapai tujuan yang

sudah ditentukan. Seorang ahli yang sangat terkenal dalam evaluasi program

bernama Stufflebeam dalam Suharsimi mengatakan bahwa evaluasi

merupakan proses penggambaran, pencarian, dan pemberian informasi yang

sangat bermanfaat bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternatif

keputusan.22

Evaluasi bukan sekedar menilai suatu aktifitas secara spontan dan

insidental, melainkan merupakan kegiatan untuk menilai sesuatu secara

terencana, sistematik, dan terarah berdasarkan atas tujuan yang jelas.

Kegiatan evaluasi memerlukan penggunaan informasi yang diperoleh melalui

pengukuran maupun dengan cara lain untuk menentukan pendapat dan

membuta keputusan pendidikan.

Evaluasi pendidikan mencakup dua sasaran pokok yaitu evaluasi

makro (program) dan evaluasi mikro (kelas). Secara umum, evaluasi terbagi

dalam tiga tahap sesuai proses belajar mengajar yakni dimulai dari evaluasi

input, evaluasi prosess dan evaluasi output. Setiap jenis evaluasi memiliki

fungsi yang berbeda satu dengan yang lain. Evaluasi input mencakup fungsi

22
Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar, Evaluasi Program Pendidikan
Edisi Kedua Cet. 5, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2014), h. 2.
30

kesiapan penempatan dan seleksi. Evaluasi proses mencakup formatif,

diagnostic, dan monitoring, sedangkan evaluasi output mencakup sumatif.

Adapun kebijakan yang dapat dilakukan berdasarkan hasil evaluasi

suatu program, keputusan yang diambil diantaranya menghentikan program,

karena dipandang program tersebut tidak ada manfaatnya atau tidak dapat

terlaksana sebagaimana yang diharapkan. Merevisi program, karena ada

bagian-bagian yang kurang sesuai dengan harapan. Melanjutkan program,

karena pelaksanaan program menunjukkan segala sesuatunya sudah berjalan

dengan harapan. Menyebarluaskan program, karena program tersebut sudah

berhasil dengan baik jika dilaksanakan lagi di tempat waktu yang lain.

Ada banyak model yang bisa digunakan untuk mengevaluasi suatu

program. Meskipun antara satu dengan lainnya berbeda, namun maksudnya

sama yaitu melakukan kegiatan pengumpulan data atau informasi yang

berkenaan dengan objek yang dievaluasi, yang tujuannya menyediakan bahan

bagi pengambil keputusan dalam menetukan tindak lanjut suatu program.

Dalam penelitian ini peneliti memilih menggunakan model evaluasi

CIPP yang dikembangkan oleh Stufflebeam. Evaluasi model CIPP pertama

kali ditawarkan oleh Stufflebeam pada tahun 1965 sebagai hasil usahanya

mengevaluasi ESEA (the Elementary and Secondary Education Act).

Konsep tersebut ditawarkan oleh Stufflebeam dengan pandangan

bahwa tujuan penting evaluasi adalah bukan membuktikan tetapi untuk

memperbaiki. Evaluasi model CIPP dapat diterapkan dalam berbagai bidang,

seperti; pendidikan, manajemen, perusahaan sebagainya serta dalam berbagai


31

jenjang baik itu proyek, program maupin institusi. Dalam bidang pendidikan

Stufflebeam menggolongkan sistem pendidikan atas 4 dimensi, yaitu Context,

Input, Process, and Product, sehingga model evaluasi yang ditawarkan diberi

nama CIPP model yang merupakan singkatan ke empat dimensi tersebut.23

Masing-masing dimensi tersebut adalah :

1. Evaluasi Context menurut Stufflebeam yang mempunyai tujuan untuk

mengetahui kekuatan dan kelemahan yang dimiliki evaluan. Dengan

mengetahui kekuatan dan kelemahan ini, evaluator akan dapat

memberikan arah perbaikan yang diperlukan.24

2. Evaluasi input atau evaluasi masukan bertujuan untuk membantu

mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternative

apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai tujuan, dan

bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya. Komponen evaluasi

masukan meliputi : 1) Sumber daya manusia, 2) Sarana dan peralatan

pendukung, 3) Dana atau anggaran, dan 4) Berbagai prosedur dan aturan

yang diperlukan.

3. Evaluasi proses digunakan untuk menditeksi atau memprediksi

rancangan prosedur atau rancangan implementasi selama tahap

implementasi, menyediakan informasi untuk keputusan program dan

sebagai rekaman atau arsip prosedur yang telah terjadi. Evaluasi proses

meliputi koleksi data penilaian yang telah ditentukan dan diterapkan

23
Eko Putro Widoyoko, Evaluasi Program Pembelajaran : Panduan Praktis Bagi
Pendidik dan Calon Pendidik, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009), h. 7
24
Hamid Hasan, Evaluasi Kurikulum, cetakan kedua, (Bandung : Remaja Rosdakarya,
2009)
32

dalam praktik pelaksanaan program. Pada dasarnya evaluasi proses untuk

mengetahui sampai sejauh mana rencana telah diterapkan dan komponen

apa yang perlu diperbaiki.25

4. Evaluasi produk dilakukan guna untuk melihat keberhasilan suatu

program dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

25
Eko Putro Widoyoko, Evaluasi Program Pembelajaran : Panduan Praktis Bagi
Pendidik dan Calon Pendidik, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009)
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif, yaitu proses

penelitian yang dilakukan secara wajar dan natural sesuai dengan kondisi

objektif diapangan tanpa adanya manipulasi.26 Menurut Bogdan dan Taylor

yang dikutip oleh Lexy J. Meleong, penelitian kualitatif adalah sebagai

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata

tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.27 Pada

hakikatnya penelitian kualitatif bukanlah suatu kegiatan untuk menguji suatu

teori atupun hipotesis melainkan suatu kegiatan sistematis yang bertujuan

untuk dapat meghasilkan atau menemukan teori melalui penelitian lapangan.28

Menurut Mardalis, penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan apa

yang saat ini berlaku, didalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat,

analisis dan menginterpretasikan kondisi-kondisi yang sekarang ini terjadi

atau ada.29

Pada jenis penelitian kualitatif ini, secara spesifik lebih diarahkan

dengan menggunakan pendekatan studi kasus (study case). Yin

26
Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya Offset, 2012), h.140
27
Lexy Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Offset, 2006), h.4
28
Andi Prastowo, Metodologi Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan
Penelitian, (Yogyakarta:Ar-Ruzz Media, 2012), h. 22
29
Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal (Jakarta: Bumi Aksara, 1999),
h. 26.
33
34

mengemukakan penelitian studi kasus adalah metode penelitian yang secara

khusus menyelidiki fenomena kontemporer yang terdapat dalam kehidupan

nyata, yang dilaksanakan ketika batasan-batasan antara fenomena dan

konteksnya belum jelas, dengan menggunakan berbagai sumber data.30

Penelitian studi kasus adalah suatu proses pengumpulan data dan

informasi secara mendalam, mendetail, intensif, dan sistematis tentang orang,

kejadian, setting layar (latar sosial), atau kelompok dengan menggunakan

berbagai metode dan teknik serta banyak sumber informasi untuk memahami

secara efektif.

Pada dasarnya penelitian yang menggunakan pendekatan studi kasus

bertujuan untuk mengetahui tentang sesuatu hal secara mendalam. Maka

dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode studi kasus untuk

mengetahui strategi sekolah dalam menerapkan literasi agama di SMA Negeri

2 Kediri, dengan memahami kebijakan literasi yang dicanangkan oleh

Permendikbud bahwa didalamnya tidak tercantum literasi agama dan dilihat

dari sejarah literasi membaca dan menulis di SMA 2 Kediri yang sudah

dikategorikan maju namun sekolah memilih untuk mengarahkan pada literasi

agama sedangkan jika melihat baground sekolah yaitu Sekolah Umum bukan

Madrasah, maka pemilihan metode studi kasus ini didasari pada fakta bahwa

penelitian ini termasuk penelitian yang unik dan merupakan kegiatan yang

perlu dikembangkan.

30
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2013), h. 116.
35

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah letak dimana peneliti akan melakukan

penelitian untuk memperoleh data atau informasi yang diperlukan dan

berkaitan dengan permasalahan penelitian. Adapun lokasi penelitian ini

berada di SMA Negeri 2 Kota Kediri atau yang sering dikenal dengan sebutan

SMADA.

SMA Negeri 2 ini merupakan salah satu sekolah favorit yang ada di

Kediri. Sebelum adanya sistem zonasi, tak sedikit siswa yang berasal dari luar

daerah Kediri memilih untuk melanjutkan studi disini. SMA Negeri 2 Kediri

ini beralamatkan di jalan Veteran No. 7, Mojoroto, Kec. Mojoroto, Kota

Kediri, Jawa Timur.

SMA Negeri 2 Kediri bermula dari sekolah filial SMA Negeri di

Kediri, terhitung mulai tanggal 1 Maret 1950. Membuka filial sementara

waktu berhubung dengan kekurangan tenaga guru dan belum mendapatkan

gedung. Pembelajaran diselenggarakan pada petang hari.

Hal ini sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan,

Pengajaram dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 3141/B tanggal 4 Mei

1950, yang pada pasal pertamanya memustuskan membuka filial dari Sekolah

Menengah Umum Bagian Atas (SMA) Negeri Kota Kediri terdiri atas kelas-

kelas tingkatan 1, 2, dan 3. Tujuan dari pembukaan sekolah filial ini adalah

untuk memberikan kesempatan melanjutkan pelajaran bagi pelajar-pelajar

yang telah menunaikan kewajibannya sebagai anggota brigade XVII dan


36

mobilisasi pelajar di Kediri dengan catatan mereka memenuhi syarat untuk di

terima di SMA Negeri.

Baru pada tahun 1959, tepatnya per 1 Agustus 1959, SMA Negeri 2

menjadi sekolah tersendiri dengan nama SMA Negeri II/AC yang merupakan

hasil pemecahan SMA Negeri di Kediri. Berdasarkan Surat Keputusan

Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan Republik Indonesia tanggap

26 November 1959.

Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di SMA Negeri 2 Kediri

karena sekolah ini merupakan sekolah rujukan yang ada di Kediri dan

kegiatan unggulannya yaitu Gerakan Literasi Sekolah (GLS) yang sudah

berjalan dari bulan Juli 2016. Meskipun SMA Negeri 2 ini merupakan

sekolah umum bukan berbasis agama, namun gerakan literasi yang diterapkan

sekarang ini lebih diarahkan pada literasi membaca berbasis agama sesuai

dengan kebutuhan sekolah.

C. Kehadiran Peneliti

Dalam pelaksanaan penelitian kualitatif, menuntut adanya kehadiran

peneliti karena peneliti sebagai instrument utama atau alat penelitian. Oleh

karena itu peneliti sebagai instrument harus mengetahui seberapa jauh peneliti

kualitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan.

Validasi terhadap peneliti sebagai instrument meliputi validasi terhadap

pemahaman metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan pada bidang


37

yang diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki obyek penelitian, baik secara

akademik maupun holistik.31

Dalam penelitian kualitatif, peneliti sendiri atau dengan bantuan orang

lain merupakan alat pengumpulan data utama, dan menjadi instrument atau

alat teliti adalah peneliti itu sendiri, namun selanjutnya setelah fokus

penelitian menjadi jelas, maka kemungkinan akan dikembangkan instrument

penelitian sederhana, yang diharapkan dapat melengkapi data dan

membandingkan dengan data yang telah ditemukan melalui observasi dan

wawancara.

Maka dari itu, peneliti sendiri terjun ke lapangan dan terlibat langsung

untuk mengadakan observasi dan wawancara ke berbagai pihak seperti

Kepala Sekolah, Waka Humasi, guru yang sekaligus Kordinator Literasi

Agama di SMA Negeri 2 Kota Kediri. Jadi kehadiran peneliti di SMAN 2

Kota Kediri sebagai pengamat, sedangkan Kepala Sekolah, Waka Humasi,

Kordinator Literasi Agama merupakan subyek penelitian.

D. Sumber Data

Menurut Arikunto, sumber data adalah subyek darimana data dapat

diperoleh.32 Dalam penelitian kualiatif, data yang dikumpulkan berhubungan

dengan fokus penelitian. Data bisa diperoleh dari informan yang

diwawancarai atau dalam hal ini yang secara langsung menjadi subyek

31
Sugiyono, Metode Pnenelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
2009), h. 222.
32
Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta,
2010), h. 114.
38

penelitian dan data yang diperoleh dari dokumen seperti catatan, hasil

dokumentasi berupa rekaman atau foto dan hasil-hasil observasi yang

berhubungan dengan fokus penelitian.

Lofald menyatakan sebagaimana yang dikutip oleh Lexy J. Meleong,

bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan

tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai, selebihnya adalah data

tambahan seperti dokumen dan lain-lain.33 Dalam penelitian kulitatif tidak ada

data sekunder karena semua data menjadi data primer.

Adapun sumber data dalam penelitian ini diperoleh langsung dari

tempat penelitian, seperti hasil wawancara atau observasi yang digunakan

untuk mencari informasi langsung tentang strategi sekolah dalam menerapkan

literasi membaca berbasis agama yang dilakukan di SMAN 2 Kota Kediri.

Data ini diperoleh dari dari hasil wawancara dengan Kepala Sekolah, Waka

Humasi, Kordinator Literasi Agama serta hasil observasi langsung di SMAN

2 Kota Kediri.

Data lainnya yaitu data pendukung untuk melengkapi sumber data

diatas, dalam hal ini diperoleh dari sumber bacaan lainnya untuk mendukung

laporan penelitian. Misalnya dokumen resmi, hasil studi ataupun data lainnya.

Data ini guna mendukung temuan di lapangan dan kelengkapan informasi

bagi peneliti.34 Data pendukung pada penelitian ini diperoleh dari dokumen-

33
Lexy Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Offset, 2006), h.157.
34
M. Iqbal Hasan, Pokok-pokok Metodologi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta:
GhaliaIndonesia, 2002), h. 82.
39

dokumen yang berkaitan dengan strategi sekolah dalam menerapkan literasi

membaca berbasis agama di SMA Negeri 2 Kota Kediri.

E. Prosedur Pengumpulan Data

Dalam rangka mendeskripsikan dan menjawab permasalahan terkait

strategi sekolah dalam menerapkan literasi membaca berbasis agama, maka

metode yang digunakan dalam pengumpulan data ini antara lain:

1. Metode Observasi

Menurut S. Margono. Observasi diartikan sebagai pengamatan

dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala-gejala yang tampak pada

obyek penelitian.35 Dalam hal ini, peneliti melakukan pengamatan

langsung dengan cara menilai efektifitas kegiatan literasi membaca

berbasis agama di SMAN 2 Kota Kediri dengan memohon bimbingan

kepala sekolah dan kordinator literasi agama.

Observasi juga diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk

menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja panca indra mata serta

dibantu dengan panca indra lainnya.36 Sebelum melakukan pengamatan,

peneliti melakukan pendekatan dengan subyek penelitian sehingga

terjalin keharmonisan dan keakraban antara peneliti dengan subjek

penelitian yang akan memudahkan proses pengamatan.

Jenis observasi yang dilakukan pada penelitian ini yaitu observasi

non partisipan, dimana peneliti tidak ikut serta terlibat dalam kegiatan
35
S. Margono, Metodelogi Penelitian Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 158.
36
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial, (Surabaya: Airlangga Universitas Press,
2001), h. 142.
40

literasi. Peneliti hanya melakukan pengamatan ketika kegiatan

berlangsung yang kemudian dilanjutkan menggali data dengan

wawancara.

2. Metode Wawancara (Interview)

Metode wawancara adalah metode pengumpulan data melalui

percakapan yang bertujuan mendapatkan data yang diperlukan.

Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer)

yang mengajukan pertanyaan dan narasumber atau informan yang

memberikan jawaban atas pertanyaan itu.37

Sebagaimana menurut Morgono, interview adalah alat

pengumpulan data informasi dengan cara mengajukan sejumlah

pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula. 38 Sedangkan

menurut S. Nasution, wawancara atau interview adalah suatu bentuk

komunikasi verbal, yang merupakan semacam percakapan yang

bertujuan untuk memperoleh informasi.39

Dalam hal ini, peneliti melakukan wawancara mendalam guna

memperoleh informasi yang lebih luas dan juga wawancara bebas

terpimpin. Artinya pertanyaan yang diajukan tidak terpaku pada pedoman

wawancara namun dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan

konsisi dilapangan.40 Dalam melakukan wawancara, peneliti hanya

37
Burhan Bungin, Analisis Data Peneltiian Kualitatif, (Jakarta: Rajagrafindo Persada,
2007), h.155.
38
S. Margono, Metodelogi Penelitian Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 165.
39
S. Nasution, Metodologi Riset (Penelitian Ilmiah), (Bandung: Jemmars, 1991), h. 154.
40
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Andi Offset, 1994), h. 207.
41

membawa instrument wawancara yang berisi garis besar hal yang akan

ditanyakan.

Dalam penelitian ini, peneliti mewawancarai beberapa pihak

diantaranya Kepala Sekolah, Waka Humasi dan Kordinator Literasi

Agama. Wawancara dalam penelitian ini tidak dilakukan sekali, namun

berulang-ulang guna mendapatkan informasi yang lengkap.

3. Metode Dokumentasi

Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu,

dokumen bisa berupa tulisan, gambar-gambar atau bentuk dokumen

monumental dari seseorang. Metode dokumentasi ini digunakan untuk

melengkapi data yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi.

Sebagaimana yang dikemukan oleh Margono, metode dokumentasi

adalah cara pengumpulan data melalui peninggalan tertulis seperti arsip-

arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori-teori, dalil-

dalil dan lainnya yang berkaitan dengan masalah penelitian.41 Sedangkan

menurut Suharsimi Arikunto, dokumentasi adalah mencari data,

presentasi, notulen rapat, legger, agenda dan sebagainya. 42 Dalam hal ini

penulis menggunakan data-data arsip dan galeri foto sekolah SMA

Negeri 2 Kota Kediri.

41
S. Margono, Metodelogi Penelitian Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 181.
42
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Kualitatif Pendekatan Suatu Praktek,
(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010), h. 207
42

F. Teknik Analisi Data

Teknik analisis data adalah proses mencari data dan menyusun secara

sistematis terhadap data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan

lapangan dan dokumentasi dengan cara menyusun kedalam pola, memilih

mana yang penting untuk akan dipelajari dan direfleksikan serta membuat

kesimpulan sehingga mudah diambil oleh diri sendiri dan orang lain.43

Teknik analisis data dilakukan dengan menggunakan konsep dari

Miles dan Hubberman, yaitu interactive model yang mengklasifikasikan

analisis data dalam tiga langkah sebagai berikut:44

a. Reduksi Data (Data Reduction)

Reduksi data adalah suatu kegiatan membuang data yang tidak

diperlukan, memilih hal yang pokok, meringkas/merangkum, serta

mencari tema dan polanya agar memberikan gambaran data yang lebih

jelas

Peneliti memilih data yang didapatkan dari hasil pengumpulan

data melalui metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Seperti

data hasil observasi proses kegiatan literasi berbasis agama di SMA

Negeri 2 Kediri serta wawancara dilapangan dengan Kepala Sekolah,

Waka Humasi, dan Kordinator Literasi Agama.

b. Penyajian Data (Data Display)

43
Nana Syaodih Sukmadinata, Metodelogi Penelitian Pendidikan (Bandung: PT. Remaja
Rosda Karya, 2011), h. 222.
44
Sugiyono, Metodologi Penelitian (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D),
(Bandung:Alfabeta, 2012), h. 338-345
43

Penyajian data merupakan langkah selanjutnya setelah mereduksi

data. Penyajian data dalam penelitian kulitatif bisa berbentuk uraian

singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya agar

data lebih mudah dipahami.

Setelah melakukan reduksi data, maka langkah selanjutnya yaitu

melakukan penyajian data yang dimaksudkan untuk memilih data yang

sesuai dengan penelitian tentang strategi sekolah dalam menerapkan

literasi membaca berbasis agama di SMA Negeri 2 Kediri. Hal ini

dilakukan dalam rangka mendeskripsikan data untuk dipilah-pilah terkait

data yang sekiranya diperlukan dalam penelitian sehingga memudahkan

peneliti dalam mendeskripsikan data.

c. Penyimpulan/Penarikan Kesimpulan (Conclusion/Verivication)

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif yang diharapkan dapat

menjadi jawaban atas rumusan masalah yang ada serta merupakan

temuan baru yang belum pernah ada sebelumnya. Temuan-temuan di

lapangan dapat merupakan gambaran atau deskripsi terhadap

permasalahan yang sebelumnya masih abu-abu, sehingga setelah

dilakukan penelitian akan menjadi jelas.

Peneliti membuat kesimpulan dari data-data yang didapatkan

melalui metode observasi, wawancara, dan dokumentasi yang berkaitan

dengan startegi sekolah dalam menerapkan literasi membaca berbasis

agama di SMA Negeri 2 Kediri yang sebelumnya melalui proses reduksi

dan penyajian data.


44

G. Pengecekan Keabsahan Data

Dalam rangka memperoleh kesimpulan yang tepat dan objektif,

diperlukan kredibilitas data dan dimaksudkan dalam rangka membuktikan

bahwa apa yang berhasil dikumpulkan sesuai dengan kenyataan apa yang ada

dalam setting. Untuk memenuhi keabsahan data tentang strategi sekolah

dalam menerapkan literasi membaca berbasis agama ini, digunakan teknik

pemeriksaan sebagai berikut:

a. Perpanjangan Pengamatan

Dalam penelitian kualiatatif, peneliti adalah instrument utama.

Peranjangan pengamatan dapat meningkatkan kredibilitas/kepercayaan

data yang dikumpulkan.45 Dengan perpanjangan pengamatan berarti

peneliti kembali melakukan pengamatan ke lapangan, wawancara lagi

dengan sumber data yang sudah ditemui atau sumber data baru. Dengan

adanya perpanjangan pengamatan ini maka hubungan antara peneliti

dengan sumber data atau subyek penelitian akan semakin akrab, terbuka

dan muncul rasa kepercayaan, sehingga informasi yang didapatkan akan

semakin lengkap.

b. Triangulasi

Triangulasi diartikan sebagai teknik pemeriksaan keabsahan data

yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan

pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.46 Bila peneliti

melakukan pengumpulan data dengan triangulasi, maka sebenarnya


45
Lexy, J. Meleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2001), h. 327.
46
Meleong, h. 330.
45

peneliti mengumpulkan data sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu

mengecek kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data

dari berbagai sumber data. Teknik triangulasi, berarti peneliti

menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk

mendapatkan data dari sumber yang sama. Peneliti menggunakan

observasi non partisipatif, wawancara bebas terpimpin dan mendalam

serta dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak.

Tujuan dari triangulasi bukan untuk mencari kebenaran dari beberapa

fenomena, tetapi lebih pada peningkatan pemahaman peneliti terhadap

apa yang telah dikemukakan.

c. Member Check

Dalam member check peneliti berupaya melibatkan sebagian

informasi atau responden untuk mengkonfirmasikan data serta

interprestasinya. Data yang diperoleh dikomunikasikan dan didiskusikan

kembali kepada sumber data yang telah menjadi informan, memperoleh

keabsahan dan ketetapan serta keobjektifan data tersebut.47

d. Pemeriksaan Teman Sejawat

Menurut Meleong, pemeriksaan teman sejawat adalah teknik

yang dilakukan dengan cara mengekspos hasil sementara atau ahsil akhir

yang diperoleh dalam bentuk diskusi dengan teman-teman sejawat.

Teknik ini mempunyai beberapa tujuan diantaranya untuk

membuat peneliti agar mempertahankan sikap terbuka dan kejujuran,

serta membantu memberikan kesempatan peneliti untuk mulai menguji


47
Meleong, h. 333.
46

hipotesis yang muncul dari pemikirannya. Dengan demikian pemeriksaan

sejawat berarti pemeriksaan yang dilakukan dnegan mengumpulkan

teman sebaya yang memliki pengetahuan yang sama dengan apa yang

diteliti, sehingga membantu peneliti dalam mereview persepsi,

pandangan dan analisis yang sedang dilakukan.

H. Tahap-tahap Penelitian

Dalam penelitian ini ada 3 tahapan dan ditambah dengan tahap

terakhir dari penelitian yaitu tahap penulisan laporan hasil penelitian. Tahap-

tahap penelitian tersebut adalah:

a. Tahap pra-lapangan, yang meliputi, menyusun rancangan penelitian,

memilih lapangan penelitian, mengurus perizinan, menjajaki dan menilai

keadaan lapangan, memilih informan.

b. Tahap pekerjaan lapangan yang meliputi, memahami latar penelitian dan

persiapan diri, memasuki lapangan dan berperan serta sambil

mengumpulkan data.

c. Tahap analisis data yang meliputi, analisis data, penafsiran data

pengecekan keabsahan data dan memberi makna.

d. Tahap penulisan laporan meliputi kegiatan penyusunan hasil laporan

dan perbaikan hasil lapoan.


BAB IV

PAPARAN HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Setting Penelitian

Guna mengetahui dan memperoleh data tentang gambaran umum

lokasi penelitian, pada bagian ini peneliti akan membahas hal-hal yang

berkaitan dengan keberadaan lokasi penelitian yang akan dijelaskan sebagai

berikut :

1. Sejarah Berdirinya SMAN 2 Kediri

SMA Negeri 2 Kediri bermula dari sekolah filial SMA Negeri di

Kediri, terhitung mulai tanggal 1 Maret 1950. Membuka filial sementara

waktu berhubung dengan kekurangan tenaga guru dan belum mendapatkan

gedung. Pembelajaran diselenggarakan pada petang hari.

Hal ini sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan,

Pengajaram dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 3141/B tanggal 4

Mei 1950, yang pada pasal pertamanya memustuskan membuka filial dari

Sekolah Menengah Umum Bagian Atas (SMA) Negeri Kota Kediri terdiri

atas kelas-kelas tingkatan 1, 2, dan 3. Tujuan dari pembukaan sekolah

filial ini adalah untuk memberikan kesempatan melanjutkan pelajaran bagi

pelajar-pelajar yang telah menunaikan kewajibannya sebagai anggota

brigade XVII dan mobilisasi pelajar di Kediri dengan catatan mereka

memenuhi syarat untuk di terima di SMA Negeri.

47
48

Baru pada tahun 1959, tepatnya per 1 Agustus 1959, SMA Negeri

2 menjadi sekolah tersendiri dengan nama SMA Negeri II/AC yang

merupakan hasil pemecahan SMA Negeri di Kediri. Berdasarkan Surat

Keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan Republik

Indonesia tanggap 26 November 1959.

2. Visi dan Misi SMAN 2 Kediri

Perkembangan dan tantangan masa depan seperti, perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi, globalisasi yang sangat cepat, era

informasi serta perubahan pola pikir setiap masyarakat dan orang tua

terhadap pendidikan, memicu sekolah untuk merespon tantangan sekaligus

peluang itu. SMAN 2 Kota Kediri memiliki citra moral yang

menggambarkan profil sekolah yang diinginkan dimasa yang akan datang

dengan diwujudakan dalam visi dan misi sekolah yaitu :

a. Visi

Terwujudunya Manusia Indonesia Yang Berkependidikan Pancasila,

Terdidik, Sehat Jasmani dan Rohani, Berkarakter Unggul, Berakhlakul

Karimah, Bermutu, Berdedikasi, Berbudaya, Berwawasan

Lingkungan, Menguasai Iptek, Kompetitif di Tingkat Nasional dan

Internasional.

b. Misi

1) Membina keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan YME dalam

penghayatan dan pengamalannya sehingga menjadi insan yang

cerdas emosi dan rohaninya.


49

2) Meciptakan Sumber Daya Manusia yang professional melalui

kegiatan Pembelajaran dan Bimbingan sehingga dapat

mengembangkan prestasi yang sudah dicapai baik akademis

maupun non akademis.

3) Menumbuhkembangkan rasa nasionalisme dan kesatuan bangsa

dalam wadah NKRI.

4) Menerapkan manajemen mutu dnegan melibatkan seluruh warga

sekolah.

5) Peningkatan kompetensi guru khususnya dalam pengembangan

model-model pembelajaran yang inovatif dan menyenangkan,

membuat bahan ajar dalam media elektronik, mampu

berkomunikasi dengan guru sejenis di sekolah lain di dalam

negeri maupun di luar negeri melalui forum diskusi elektronik.

6) Menciptakan kultur sekolah yang kondusif sehingga terwujud

suasana dan lingkungan belajar yang baik.

7) Mewujudkan generasi yang bersih, jujur, dan bertanggungjawab

melalui berbagai kegiatan baik intra maupun ekstra kurikuler.

8) Mewujudkan perpustakaan sekolah yang representative,

mengaplikasikan system pengelolaan perpustakaan menuju

dogotal library.

9) Pengembangan ICT sekolah dengan pemasangan jaringan

internet dan internet serta melaksanakan sistem informasi

manajemen yang terintegrasi dan terkomputerisasi.


50

3. Struktur Organisasi SMAN 2 Kediri

Sekolah atau lembaga pendidikan akan terarah jika mempunyai

orang-orang yang mampu bekerja dan mengelola sesuai dengan fungsi dan

jabatannya. Untuk itu dalam sebuah lembaga pendidikan perlu adanya

struktur organisasi agar pelaksanaan pendidikan dapat tercapai sesuai

tujuan.

Adapun struktur organisasi SMAN 2 Kediri dapat dilihat pada

table dibawah ini:

Bagan 1. Struktur Organisasi

Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Kediri

KOMITE SEKOLAH KEPALA SEKOLAH

KORD. ADMINISTRASI

WAKA KURIKULUM WAKA KESISWAAN WAKA HUMASI WAKA SARPRAN

GURU

SISWA

Berdasarkan uraian diatas maka dapat dilihat bahwa masing-

masing jabatan yang telah ada sesuai dengan tupoksi (tugas pokok dan

fungsi). Sehingga dengan demikian dapat memperlancar jalannya kegiatan


51

belajar dan mengajar di SMAN 2 Kediri. Selain itu juga mendukung

pengorganisasian di tiap-tiap tugas pendukung lainnya.

4. Tenaga Pendidik dan Kependidikan

Tenaga pendidik dan kependidikan SMAN 2 Kota Kediri tahun

pelajaran 2019-2020 akan di jelaskan pada diagram berikut:

Grafik 1. Data Tenaga Pendidik dan Kependidikan

30

25

20
SD
15 SMP
SMA
D3
10 S1
S2
5

0
Guru Tenaga Guru Tidak Tenaga
Pendidik Tetap Kependidikan

Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa di SMA Negeri 2 Kediri

terdiri dari 48 Guru Tenaga Pendidik, 18 Guru tidak tetap dan 12 Tenaga

Kependidikan dari berbagai tingkat pendidikan mulai tingkat Sekolah

Dasar (SD) sampai dengan tingkat Sarjana Strata 2 (S2).

Dari data Guru Tenaga Pendidik untuk lulusan Sarjana Strata 1

(S1) sebanyak 27 orang dan untuk lulusan Sarjanan Strata 2 (S2) sebanyak

21 orang. Berikutnya data Guru tidak tetap, untuk lulusan D3 hanya 1


52

orang, lulusan Sarjana Strata 1 (S1) sebanyak 15 orang dan untuk lulusan

Sarjana Strata 2 (S2) sebanyak 2 orang. Terakhir data untuk Tenaga

Kependidikan yang keseluruhan berjumlah 12 orang diantaranya untuk

lulusan SD dan Sarjana Strata 1 (S1) masing-masing hanya 1 orang, untuk

yang lulusan SMP ada 3 orang dan yang paling banyak yaitu lulusan SMA

sebanyak 6 orang.

Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa Tenaga Pendidik dan

Tenaga Kependidikan dilatarbelakangi oleh tingkat pendidikan yang

berbeda. Selain tingkat pendidikan, tidak semuanya beragama Islam, ada

yang beragama Kristen, Katholik dan Hindu. Meskipun dari latarbelakang

yang berbeda-beda namun semua itu tidak menjadi penghalang dalam

melaksanakan tugas dan tanggungjawab. Guru maupun staff tetap saling

membantu dan solid dalam mencapai tujuan bersama.

B. Paparan Data dan Temuan Hasil Penelitian

Paparan data berikut adalah salah satu untuk mendeskripsikan hasil

penelitian yang telah dilaksanakan oleh peneliti serta data yang telah

didapatkan dari hasil wawancara mendalam terhadap para informan atau

responden, terutama informan yang terlibat langsung dengan kegiatan literasi.

Disamping itu, data juga didapatkan dari hasil observasi langsung.

1. Implementasi Gerakan Literasi Sekolah

Gerakan Literasi Sekolah (GLS) di SMA Negeri 2 Kediri sudah

ada jauh sebelum Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan


53

(Kemendikbud) mengeluarkan peraturan tentang Gerakan Literasi

Sekolah (GLS). Pada tahun 2016 kegiatan literasi ini semakin terstruktur

dengan adanya buku panduan GLS yang diterbitkan pemerintah. Disisi

lain, SMAN 2 Kediri merupakan sekolah rujukan untuk kegiatan literasi

bagi sekolah-sekolah yang ada di Kediri.

Literasi pertama yang diterapkan di SMAN 2 Kediri yaitu literasi

membaca dan menulis. Siswa membaca buku non pelajaran 15 menit

sebelum pembelajaran dimulai dan merangkum hasil dari apa yang

mereka baca. Melihat perkembangan minat membaca siswa yang mulai

meningkat dibuktikan dengan adanya penerbitan buku hasil karya siswa

dan adanya guru PAI yang resah terkait minat baca siswa terhadap kitab

suci yang dikategorikan masih sangat rendah, maka dari itu kegiatan

literasi diarahkan pada literasi membaca religius sesuai dengan

kebutuhan pihak sekolah. Berikut adalah implementasi gerakan literasi

yang ada di SMA Negeri 2 Kediri:

a. Persiapan Gerakan Literasi Sekolah

Dalam pelaksanaan kegiatan literasi, tentunya harus ada

persiapan agar kegiatan dapat berjalan sesuai dengan apa yang telah

direncanakan. Persiapan ini tidak hanya dilakukan oleh siswa,

namun guru juga ikut serta dalam mempersiapkan pelaksanaan

literasi. Bel berbunyi tanda literasi akan segera dimulai. Siswa

masuk kedalam kelas masing-masing, begitupun guru pada jam


54

pertama masuk ke dalam ruang untuk mendampingi siswa selama

kegiatan literasi berlangsung.

Literasi dilaksanakan 15 menit sebelum proses pembelajaran

dimulai. Proses kegiatan literasi ini diawali dengan menyanyikan

lagu Indonesia Raya dengan bantuan instrument lagu dari kantor

pusat suara. Menyanyikan lagu kebangsaan dilakukan dengan sangat

khidmat. Seluruh warga sekolah menghentikan seluruh aktifitasnya

dan berdiri tegak untuk menyanyi bersama.

Kegiatan literasi tidak terlepas dari suatu persiapan. Waka

humasi memberikan pengumuman untuk seluruh siswa agar

mempersiapkan kitab dan membuka surat yang akan dibaca.

Pembacaan disentralkan diseluruh kelas dengan mengikuti peminpin

dipusat suara. Adapun persiapan tersebut sesuai penjelasan Pembina

atau Kordinator Literasi Agama:

“Disini literasi sekarang itu literasi keagaman, katakanlah


untuk yang muslim itu membaca al-Qur’an disentralkan
dipimpin oleh gantian kelas, satu kelasnya ada 3 orang nanti
digilir. Kalau literasi pertama dulu itu membaca buku selain
buku pelajaran terus dengan berbagai masukan akhirnya ada
kebijakan baru yaitu literasi membaca religius, siswa
membaca kitabnya masing-masing. Kegiatan literasi ini
berlangsung 15 menit sebelum pelajaran dimulai, tepatnya
jam 06.45 WIB dan itu guru sudah di kelas mbak, pertama
menyanyikan lagu Indonesia Raya dulu baru nanti membaca
al-Qur’an.”48
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan jika dalam

pelaksanaan literasi tidak hanya siswa saja, namun guru ikut

48
Abdul Karim, Wawancara, Masjid SMA Negeri 2 Kediri, 28 Januari 2020.
55

mempersiapkan sekaligus mengkondisikan kelas untuk kegiatan

literasi selama 15 menit sebelum proses pembelajaran dimulai.

b. Tempat Gerakan Literasi Sekolah

Tempat atau ruangan merupakan salah satu komponen

penting dalam kegiatan literasi. Pemilihan tempat yang tepat akan

membuat proses kegiatan berjalan dengan baik. Di SMAN 2 Kediri

terdiri dari 4 agama diantaranya agama Islam, Kristen, Katholik dan

Hindu. Dalam pelaksanaan kegiatan literasi agama tidak mungkin

disatukan. Maka dari itu, bagi siswa muslim kegiatan literasi agama

berada didalam kelas masing-masing, untuk siswa non muslim

disediakan kelas keagamaan dengan didampingi guru kerohanian.

Waka Humasi menjelaskan:

“Disini sebagian besar siswa beragama muslim mbak, jadi


untuk yang muslim kegiatan literasinya tetap berada dikelas
masing-masing, sedangkan untuk siswa yang beragama
Katholik dan Kristen berkumpul dikelas keagamaan dengan
didampingi guru Kerohaniannya dan masih ada satu lagi, nah
ini untuk yang beragama Hindu itu berada di gazebo.
Sebenarnya kita sudah menyediakan tempat disamping ruang
lab itu mbak tapi ternyata mereka melilih di gazebo, katanya
lebih nyaman disana.”49

SMAN 2 Kediri merupakan sekolah yang menerapkan sistem


fullday school. Pembelajaran dimulai dari hari Senin sampai Jum’at,
begitupun dengan kegiatan literasi membaca berbasis agama ini
dilaksanakan setiap hari. Untuk hari jum’at pada kegiatan literasi,
siswa diminta untuk mengumpulkan tugas review berupa tulisan.
Berikut penjelaskan dari salah satu siswa beragama Katholik:
“Kegiatan literasinya mulai senin sampai Jum’at kak. Setiap
hari setelah membaca kitab kami diberi tugas untuk
merangkum dan menulis do’a, jadi ada tagihan tugas dalam

49
Luwi Adi Basuki, Wawancara Depan Kantor SMA Negeri 2 Kediri, 21 Februari 2020.
56

bentuk tulisan kak, nanti pas hari Jum’atnya tugas itu


dikumpulkan.”50
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa tempat

untuk kegiatan literasi agama merupakan hal yang penting. Karena

setiap agama memiliki kitab suci yang berbeda. Maka dari itu tempat

literasi membaca harus dibedakan sesuai dengan kebutuhan. Dan

hari kegiatan literasi membaca disesuai dengan hari efektif sekolah

yaitu hari Senin sampai Jum’at.

c. Struktur Birokrasi Gerakan Literasi Sekolah

Dalam suatu organisasi tentunya tidak terlepas dari struktur

organisasi yang didalamnya terdapat tugas dan tanggungjawab

masing-masing. Namun dalam kegiatan literasi membaca berbasis

agama ini kepala sekolah langsung memberikan tugas dan

tanggungjawab kepada guru keagamaan masing-masing terkhusus

guru PAI dan guru kerohanian. Adapun pihak yang terlibat dalam

kegiatan literasi yaitu Waka Kesiswaan, Waka Kurikulum, Humasi,

Guru PAI, guru kerohanian serta dibantu oleh guru yang mengajar

pada jam pertama.

Kordinator Literasi Agama menjelaskan:

“Kemarin untuk literasi secara umum itu ada, mulai dari


kepala sekolah dan seterusnya itu ada mbak. Tapi untuk
literasi agama yang ini langsung guru PAI. Saya bertugas
untuk tiap harinya mengkondisikan dengan dibantu Waka
Sekolah. Itu tadi kalau struktur literasi secara umum ada tapi
untuk literasi al-Qur’an yang sekarang itu langsung saya
sendiri dari Pembina GMA atau Pembina agama. Kepala
sekolah terus pembina agama jadi tidak seperti struktur

50
Adara Cantika, Wawancara, Ruang Keagamaan Katholik, 21 Februari 2020.
57

literasi secara umum yang ini ini itu nggak Secara umum ada,
tapi tidak membawahi yang ini.”51

Ungkapan diatas sama halnya seperti yang diungkapkan

Waka Humasi, adapun penjelasannya sebagai berikut:

“Untuk literasi ini struktur mulai dari Kepala Sekolah


langsung ke guru keagamaan mbak, karena ini literasi
membaca mengarah ke kitab suci jadi Kepala Sekolah
memberi tanggungjawab pada guru agama masing-masing.
Sedangkan guru pada jam pertama membantu untuk
mengkondisikan siswa dan kelas.”52

Dari dua penjelasan diatas dapat kita ketahui bahwa struktur

birokrasi dalam kegiatan literasi agama di SMAN 2 Kediri yaitu

langsung dari Kepala sekolah dan guru keagamaan. Tidak ada

struktur seperti Badan Penguru Harian (BPH) karena guru

keagamaan dan guru pada jam pertama sudah mencukupi.

d. Target Baca Gerakan Literasi Sekolah

Dalam merencanakan sebuah program atau kegiatan, tidak

terlepas dari adanya sebuah target. Pencapaian sebuah target dapat

dijadikan sebagai bahan ukur dalam pelaksanaan suatu kegiatan.

Berhasil tidaknya suatu program atau kegiatan dapat dilihat dari

target yang telah dicapai.

Target yang dimaksud dalam pembahasan ini hanyalah target

membaca saja, bukan target kegiatan literasi secara keseluruhan.

Dalam sehari target membaca kitab al-Qur’an yaitu empat halaman

(dua lembar). Dalam satu juz terdapat dua puluh halaman (10

51
Abdul Karim, Wawancara, Masjid SMA Negeri 2 Kediri, 28 Januari 2020.
52
Luwi Adi Basuki, Wawancara, Depan Kantor SMA Negeri 2 Kediri, 21 Februai 2020.
58

lembar). Artinya dalam seminggu mulai hari Senin sampai Jum’at,

siswa mampu menyelesaikan membaca al-Qur’an satu juz. Kepala

Sekolah menjelaskan bahwa dalam literasi agama yang terpenting

adalah tartil dan benar. Berikut penjelasan dari Kepala Sekolah:

“Kalau untuk yang memimpin membaca dikantor pusat itu


bergantian mbak setiap kelas dan digilir, sedangkan untuk
target dalam membaca al-Qur’an dalam sehari itu 4 halaman
sama seperti 2 lembar mbak. Kita kan tidak banyak-banyak
karena target kita itu anak-anak bisa membaca al-Qur’an
dengan tartil dan benar.”53
Penjelasan yang disampaikan oleh Kepala Sekolah sama

halnya seperti yang diungkapkan oleh Kordinator Literasi Agama.

Kordinator Literasi Agama menjelaskan:

“Target membaca al-Qur’an dalam sehari itu 4 halaman


mbak tidak banyak. Karena literasi ini belum berjalan lama
jadi masih dalam tahap pembiasaan. Disini kan sekolah
umum yang siswanya dari berbagai latarbelakang yang
berbeda. Yang kami harapkan siswa mampu terbiasa
membaca al-Qur’an dan bisa membaca al-Qur’an dengan
baik dan benar, selain itu harapan kami siswa mampu
mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari.”54

Dari dua penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa target

baca kegiatan literasi sudah ditentukan oleh pihak sekolah yaitu satu

hari empat halaman, tujuan utamanya agar siswa mampu membaca

dengan tartil dan benar.

e. Fasilitas Gerakan Literasi Sekolah

53
Sony Tataq Setya Suwasono, Wawancara, Ruang Kepala Sekolah SMA Negeri 2
Kediri, 21 Februari 2020.
54
Abdul Karim, Wawancara, Depan Kelas XII MIA 1 SMA Negeri 2 Kediri, 26
November 2019.
59

Keberhasilan dalam suatu kegiatan tentu tidak lepas dari

dukungan berbagai faktor. Fasilitias merupakan salah satu faktor

pendukung terlaksananya literasi, yang meliputi media, sarana dan

prasarana yang memadai. Dengan adanya media, sarana dan

prasarana, maka kegiatan literasi akan dapat berjalan dengan baik.

Untuk literasi membaca selain perpustakan, di SMA 2 Kediri

mempunyai perpustakaan mini disetiap kelas. Namun untuk literasi

keagamaan ini karena masih tahap pembiasaan jadi hanya

membutuhkan speaker yang terhubung disetiap kelas dan ruangan.

Berikut penjelasan dari Kordinator Literasi Agama :

“Alhamdulillah fasilitas sudah sangat tercukupi mbak karena


disetiap kelas sudah ada speaker yang menghubungkan suara
dari pusat ke setiap kelas dan ruangan untuk kegiatan
membaca al-Qur’an, sedangkan untuk tafsir-tafsir juga
banyak, hadis yang berapa jilid pun juga ada, dan kalaupun
guru agama ingin tafsir apa aja pasti dibelikan.”55

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa fasilitas

untuk kegiatan literasi agama sudah sangat mencukupi. Karena

literasi ini masih dalam tahap pembiasaan, jadi yang dibutuhkan

hanya ruangan pusat suara dan speaker yang terhubung ke setiap

kelas. Selain itu, sekolah juga menyediakan beberapa kitab, tafsir

dan hadis yang berjilid serta untuk kitab yang dibaca, siswa

menggunakan aplikasi al-Qur’an dari gawainya masing-masing.

2. Evaluasi Gerakan Literasi Sekolah

55
Abdul Karim, Wawancara, Masjid SMA Negeri 2 Kediri, 28 Januari 2020.
60

Evaluasi merupakan tahap akhir dalam pelaksanaan suatu

kegiatan. Kegiatan akan berjalan dengan baik jika sudah melalui tahap

perencanaan, implementasi dan evaluasi. Evaluasi bertujuan untuk

mengukur dan menilai apa yang sudah terlaksanakan dengan harapan

agar kegiatan dapat berjalan lebih baik dan sesuai tujuan.

Adapun tahap evaluasi di SMAN 2 Kediri mengambil teori CIPP

(Context, Input, Process, Product) yang akan dipaparkan sebagai berikut:

a. Evalusi Konteks Program Literasi (Context Evaluation)

Evaluasi konteks pada pelaksanaan kegiatan literasi dilihat

dari dua aspek, diantaranya :

1) Latar Belakang Kegiatan Literasi

Kegiatan literasi di SMA Negeri 2 Kediri sudah

dilaksanakan dari bulan Juli 2016. Literasi yang pertama kali

diterapkan yaitu literasi membaca non pelajaran guna

menambah wawasan siswa. Sekolah mampu menerapkan literasi

membaca non pelajaran dengan baik. Hal ini terbukti dari

adanya hasil karya siswa yang terkemas bagus dalam sebuah

majalah dinding di penjuru sekolah, selain itu SMA Negeri 2

Kediri sudah berhasil mencetak buku hasil karya siswa sendiri.

Melihat perkembangan minat membaca siswa yang

mulai meningkat dan adanya keresahan guru agama terkhusus

guru PAI terkait rendahnya minat baca siswa pada kitab suci.

Untuk itu, kegiatan literasi yang awalnya membaca buku non


61

pelajaran diarahkan menjadi literasi agama yaitu membaca kitab

masing-masing. Hal ini dilakukan karena sesuai dengan

kebutuhan sekolah. Sebagaimana penjelasan dari Kepala

Sekolah:

“Karena pada literasi sebelumnya anak-anak sudah


bukan tahap pembiasaan melaikan sudah mampu
menciptakan suatu karya sendiri. Maka untuk itu literasi
tahun diarahkan pada literasi spiritual yakni membaca
kitab masing-masing. Kita harapkan dengan adanya
literasi agama ini mampu membentuk karakter anak.”56

Pernyataan Kepala Sekolah sama halnya dengan

pernyataan dari Kordinator Literasi Agama yang menjelaskan:

“Ya itu anu, malah itu justru tujuannya dari pak Son,
alasan mendasar itu karena pak Son kan orangnya
religius mbak, menurut pak Son kalau membaca buku
tanpa disuruh pun pasti anak-anak juga akan membaca
tapi kalau Al-Qur’an belum tentu anak mau membaca
kalau tidak dipaksa. Makanya biar anak mau membaca
Al-Qur’an maka harus sedikit memaksa dengan adanya
perintah langsung dari atas. Dengan pertimbangan kalau
agamanya bagus yang lainnya itu kata pak Son juga akan
ikut bagus.”57

Dari penyataan diatas dapat disimpulkan bahwa latar

belakang berdirinya literasi agama ini disesuaikan dengan

kebutuhan sekolah, disisi lain dengan adanya literasi agama

diharapkan mampu membentuk karakter siswa.

2) Dukungan Sekolah
56
Sony Tataq Setya Suwasono, Wawancara, Ruang Kepala Sekolah SMA Negeri 2 Kediri,
21 Februari 2020
57
Abdul Karim, Wawancara, Masjid SMA Negeri 2 Kediri, 28 Januari 2020
62

Perlu adanya evaluasi dukungan sekolah guna untuk

mengetahui bagaimana dukungan sekolah terhadap kegiatan

literasi. Karena dukungan dari sekolah tentu akan memperlancar

berjalannya kegiatan literasi. Untuk itu sekolah sangat

mendukung adanya kegiatan literasi agama, hal ini terbukti

dengan adanya beberapa fasilitas yang dipersiapkan seperti

ruangan, alat pengeras suara, speaker disetiap kelas dan

memberikan sosialisasi ke semua warga sekolah tentang

pentingnya literasi. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Waka

Humasi:

“Semua mendukung kegiatan literasi agama ini mbak,


tidak hanya dari guru agama saja namun juga dari guru
lainnya. Mulai dari mempersiapkan alat dan lainnya kita
saling bekerjasama. Dan tentunya sekolah sudah
menyediakan beberapa fasilitas demi berjalannya
kegiatan literasi agama ini.”58

Pernyataan Waka Humasi sama halnya dengan

pernyataan Kordinator Literasi agama, yang menjelaskan:

“Alhamdulillah fasilitas sudah sangat tercukupi mbak


karena disetiap kelas sudah ada speaker yang
menghubungkan suara dari pusat ke setiap kelas untuk
kegiatan membaca al-Qur’an, sedangkan untuk tafsir-
tafsir juga banyak, hadis yang berapa jilid pun juga ada,
dan kalaupun guru agama ingin tafsir apa aja pasti
dibelikan”59

Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa sekolah

sangat mendukung penuh dengan adanya kegiatan literasi agama

yang diterapkan dengan memberikan fasilitas yang dibutuhkan.


58
Luwi Adi Basuki, Wawancara Depan Kantor SMA Negeri 2 Kediri, 21 Februari 2020.
59
Abdul Karim, Wawancara, Masjid SMA Negeri 2 Kediri, 28 Januari 2020.
63

b. Evaluasi Input (Input Evaluation)

Evaluasi input dalam kegiatan literasi agama di SMA Negeri

2 Kediri meliputi tiga aspek yaitu sumber daya manusia, sarana dan

peralatan pendukung serta dana atau anggaran.

1) Sumber Daya Manusia

Kegiatan literasi akan berjalan lancar jika ada struktur

organisasi yang mengatur jalannya kegiatan dan peserta didik

yang mengikuti kegiatan. Di SMA Negeri 2 Kediri kegiatan

literasi agama tidak mempunyai struktur pengurus seperti Badan

Pengurus Harian (BPH) dan lainnya, kepala sekolah langsung

menyerahkan tugas dan tanggungjawab kepada guru keagamaan

masing-masing terkhusus guru PAI dan guru kerohanian serta

dibantu oleh Waka Kurikulum, Waka Kesiswaan, Waka Humasi

dan guru yang mengajar pada jam pertama. Sedangkan kegiatan

literasi agama ini tidak hanya diikuti oleh siswa namun juga

seluruh warga sekolah. Sebagaimana pernyataan dari Waka

Humasi:

“Untuk literasi ini struktur mulai dari Kepala Sekolah


langsung ke guru keagamaan mbak, karena ini literasi
membaca mengarah ke kitab suci jadi Kepala Sekolah
memberi tanggungjawab pada guru agama masing-
64

masing. Sedangkan guru pada jam pertama membantu


untuk mengkondisikan siswa dan kelas.”60

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan

literasi agama diikuti oleh seluruh warga sekolah, diantaranya

guru, pegawai dan siswa. Semua saling mendukung dan

menjalankan tugas dan tanggungjawab masing-masing.

2) Sarana dan Peralatan Pendukung

Sarana dan peralatan yang dibutuhkan dalam kegiatan

literasi agama yang paling utama adalah ruangan, karena SMA

Negeri 2 Kediri merupakan sekolah umum yang didalamnya

tidak hanya agama Islam saja, namun juga ada agama Kristen,

Katholik dan Hindu. Maka dari itu, ruangan menjadi faktor

penting demi berjalannya kegiatan.

Siswa SMA Negeri 2 Kediri mayoritas beragama Islam,

maka untuk siswa muslim tetap berada diruang kelas masing-

masing. Peralatan yang dibutuhkan hanya pengeras suara dan

speaker disetiap ruangan karena kegiatan literasi agama

disentralkan dari pusat. Sedangkan siswa non muslim

berkumpul di kelas keagamaan masing-masing dengan

didampingi guru kerohanian. Sebagaimana penjelasan dari

Kordinator Literasi Agama:

“Alhamdulillah fasilitas sudah sangat tercukupi mbak


karena disetiap kelas sudah ada speaker yang
menghubungkan suara dari pusat ke setiap kelas untuk
kegiatan membaca al-Qur’an, sedangkan untuk tafsir-
60
Luwi Adi Basuki, Wawancara Depan Kantor SMA Negeri 2 Kediri, 21 Februari 2020.
65

tafsir juga banyak, hadis yang berapa jilid pun juga ada,
dan kalaupun guru agama ingin tafsir apa aja pasti
dibelikan.”61

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa sarana

dan peralatan yang menunjang untuk kegiatan literasi agama

sudah mencukupi.

3) Dana atau Anggaran

Sebagai sekolah rujukan, SMA Negeri 2 Kediri

mendapatkan dana khusus dari pemerintah, namun dana itu

digunakan untuk literasi umum yaitu membaca dan menulis.

Sedangkan untuk literasi agama, tidak mengambil dari dana

tersebut melainkan dari sekolah sendiri. Sebagaimana

pernyataan Kordinator Literasi Agama:

“Loh kalau rujukan itu ada dana dari pemerintah mbak tp


bukan diperuntukkan untuk yang ini melainkan untuk
pembuatan cerpen, lomba untuk penulisan-penulisan
bukan untuk literasi qur’an.”62

Pernyataan diatas sama halnya dengan pernyataan Waka

Humasi sebagai berikut:

“Untuk dana kegiatan literasi agama sekolah sudah


mempersiapkan mbak, apa saja yang dibutuhkan jika
untuk kegiatan literasi pasti sekolah selalu
mengusahakan.”63

Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa dana

atau anggaran untuk kegiatan literasi agama langsung dari

61
Abdul Karim, Wawancara, Masjid SMA Negeri 2 Kediri, 28 Januari 2020.
62
Abdul Karim, Wawancara, Masjid SMA Negeri 2 Kediri, 28 Januari 2020
63
Luwi Adi Basuki, Wawancara Depan Kantor SMA Negeri 2 Kediri, 21 Februari 2020.
66

sekolah, tidak ada dana khusus dari pemerintah untuk kegiatan

literasi ini.

c. Evaluasi Proses

Evaluasi proses dalam kegiatan literasi di SMA Negeri 2

Kediri dilihat dari empat aspek, diantaranya :

1) Planning (Perencanaan)

Dalam pelaksanaan kegiataan literasi, sekolah tentu

membutuhkan sebuah perencanaan. Mulai dari mengatur jadwal,

tempat atau ruangan, struktur organisasi, sosialisasi dan lain

sebagainya. Karena di SMA Negeri 2 Kediri sebelumnya sudah

melakukan literasi membaca dan menulis yang sudah berjalan

kurang lebih 3 tahun, tentu untuk penentuan jadwal tidak terlalu

sulit untuk mengaturnya, tinggal menyesuaikan kegiatan yang

sebelumnya membaca buku non pelajaran diganti dengan

membaca kitab.

Planning atau perencanaan kedepan dalam kegiatan

literasi agama ini yaitu mampu meningkatkan minat baca siswa

terhadap kitab, siswa mampu membaca ayat suci al-Qur’an

dengan tartil dan benar serta siswa mampu menjelaskan

kandungan isi dan mampu menerapkan dalam kehidupan sehari-

hari. Kegiatan literasi agama ini diharapkan mampu membentuk

karakter siswa menjadi pribadi yang unggul spiritual.

Sebagaimana pernyataan dari Kepala Sekolah:


67

“Tujuan adanya kegiatan literasi agama ini untuk


pembinaan mental spiritual anak, yang terkait dengan
mental siswa. Sehingga karakter anak yang terus kita
bentuk untuk menyeimbangkan antara IPTEK dan
IMTAQnya.”64

2) Organizing

Kegiatan literasi dapat berjalan sesuai dengan yang

diharapkan apabila semua pihak saling membantu dan kompak.

Namun dalam kegiatan literasi membaca berbasis agama di

SMA Negeri 2 Kediri ini kepala sekolah langsung memberikan

tugas dan tanggungjawab kepada guru keagamaan masing-

masing terkhusus guru PAI dan guru kerohanian. Sebagaimana

pernyataan Kordinator Literasi Agama.

Kordinator Literasi Agama menjelaskan:

“Kemarin untuk literasi secara umum itu ada, mulai dari


kepala sekolah dan seterusnya itu ada mbak. Tapi untuk
literasi agama yang ini langsung guru PAI. Saya bertugas
untuk tiap harinya mengkondisikan dengan dibantu
Waka Sekolah. Itu tadi kalau struktur literasi secara
umum ada tapi untuk literasi al-Qur’an yang sekarang itu
langsung saya sendiri dari Pembina GMA atau Pembina
agama. Kepala sekolah terus pembina agama jadi tidak
seperti struktur literasi secara umum yang ini ini itu
nggak Secara umum ada, tapi tidak membawahi yang
ini.”65

Ungkapan diatas sama halnya seperti yang diungkapkan

Waka Humasi, adapun penjelasannya sebagai berikut:

“Untuk literasi ini struktur mulai dari Kepala Sekolah


langsung ke guru keagamaan mbak, karena ini literasi
membaca mengarah ke kitab suci jadi Kepala Sekolah
64
Sony Tataq Setya Suwasono, Wawancara, Ruang Kepala Sekolah SMA Negeri 2
Kediri, 21 Februari 2020.
65
Abdul Karim, Wawancara, Masjid SMA Negeri 2 Kediri, 28 Januari 2020.
68

memberi tanggungjawab pada guru agama masing-


masing. Sedangkan guru pada jam pertama membantu
untuk mengkondisikan siswa dan kelas.”66

Jadi dalam kegiatan literasi agama ini pengorganisasian

tidak dilakukan secara struktural, namun semua pihak saling

membantu terkhusus guru keagamaan dan guru jam pertama.

3) Actuating

Kegiatan literasi di SMA Negeri 2 Kediri dilaksanakan

setiap hari Senin sampai Jum’at. Khusus hari Jum’at biasanya

digunakan untuk pengumpulan tugas setelah kegiatan literasi

mulai Senin-Kamis. Itu diperuntukkan hanya pada literasi

agama Kristen, Katholik dan Hindu. Sedangkan untuk literasi

Islam, belum mencapai tahap pembelajaran. Sebagaimana

penjelasan dari Waka Humasi.

Waka Humasi menjelaskan:

“Disini kegiatan literasi keagamaan dilakukan setiap hari


mbak, karena hari Sabtu libur jadi hanya sampai hari
Jum’at saja. Literasi agama untuk yang non muslim
sudah sampai tahap pembelajaran mbak, karena setiap
Jum’at siswa non muslim mengumpulkan hasil tulisan
yang didapatkan selama seminggu membaca. Namun
untuk yang muslim kita masih dalam tahap
pengembangan mbak, jadi anak-anak masih diajarkan
cara membaca yang tartil dan benar, serta diajarkan
tajwid. Jadi mereka belum sampai tahap pembelajaran.”67

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa di SMA

Negeri 2 Kediri untuk kegiatan literasi agama bagi siswa non

66
Luwi Adi Basuki, Wawancara, Depan Kantor SMA Negeri 2 Kediri, 21 Februai 2020.
67
Luwi Adi Basuki, Wawancara, Depan Kantor SMA Negeri 2 Kediri, 21 Februai 2020.
69

muslim sudah mencapai tahap pembelajaran, namun untuk siswa

muslim masih dalam tahap pengembangan.

4) Controlling

Pengontrolan atau pengawasan kegiatan literasi

dilakukan setiap hari oleh guru keagamaan, guru kerohanian dan

guru yang mengajar pada jam pertama. Untuk mengetahui

seberapa jauh dan bagaimana perkembangannya maka kepala

sekolah mengadakan rapat evaluasi yang hanya diikuti oleh guru

keagamaan dan beberapa orang yang terlibat. Untuk hasilnya

akan disampaikan ke seluruh guru ketika rapat umum.

Sebagaimana penjelasan Waka Humasi:

“Biasanya pak son itu sidak mendadak mbak. Tapi setiap


hari ada pengontrolan kegiatan literasi. nanti biasanya
beliau melihat catatan-catatan, maksudnya kok suratnya,
bacaan-bacaannya, kelasnya kok menclong-menclong
tidak urut dan sebagainya itu beliau koreksi biasanya.
Dulu biasanya setiap hari jum’at rapatnya karena jum’at
itu kita bikin evaluasi. Untuk sekarang tidak ditentukan
harinya, tapi setiap minggu kita mengadakan rapat
evaluasi..”68

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa

pengontrolan kegiatan literasi dilakukan setiap hari ketika

kegiatan literasi berlangsung dan untuk rapat evaluasi dilakukan

seminggu sekali.

d. Evaluasi Produk

Evaluasi produk kegiatan literasi adalah hasil dari kegiatan

literasi di SMA Negeri 2 Kediri. Dengan adanya kegiatan literasi


68
Luwi Adi Basuki, Wawancara, Depan Kantor SMA Negeri 2 Kediri, 21 Februai 2020.
70

agama, keingintahuan siswa tentang al-Qur’an semakin meningkat.

Hal ini dibuktikan dengan banyaknya pertanyaan dari siswa tentang

hukum bacaan dan tajwid serta makna dari apa yang dibaca. Selain

itu, banyak siswa yang mengisi jam istirahat dengan melakukan

sholat dhuha dan dilanjutkan dengan membaca al-Qur’an. Dengan

adanya kegiatan literasi agama ini, tak sedikit orangtua yang melapor

ke sekolah jika keinginan anaknya untuk belajar al-Qur’an dirumah

meningkat bahkan ada yang sampai memanggil guru privat.

Kordinator Literasi Agama menjelaskan:

“Banyak mbak, diantaranya saya merasakan adanya


perubahan perilaku dari siswa itu sendiri. Yang biasanya nek
istirahat itu kan Masjid sepi mbak, sekarang sudah mulai
banyak siswa yang mengisi jam istirahatnya dengan sholat
dhuha. Trus juga setalah jama’ah sholat dhuhur banyak siswa
yang membaca al-Qur’an. Kadang pas pelajaran juga banyak
yang menanyakan tentang hukum bacaan, tajwid serta
kandungan isi. Kemarin juga Alhamdulillah berhasil
mengundang penghafal al-Qur’an Muzammil Hasbullah. Itu
kan yang terlihat pas nde sekolahan mbak. Kalau diluar
sekolahan juga banyak walimurid yang melapor ke saya atau
guru-guru lainnya nek anake dirumah mulai seneng ngaji,
bahkan ada yang sampai memanggil guru privat. Ngeneki
sebagai guru agama kan yo seneng to mbak.”69

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa evaluasi

produk dari kegiatan literasi agama ini sangat banyak, yang intinya

adanya perubahan perilaku atau pembentuk karakter spiritual serta

minat baca siswa pada kitab al-Qur’an yang semakin meningkat.

C. Pembahasan

69
Abdul Karim, Wawancara, Masjid SMA Negeri 2 Kediri, 28 Januari 2020.
71

1. Implementasi Gerakan Literasi di SMA Negeri 2 Kediri

Implementasi yaitu rangkuman dari berbagai kegiatan yang di

dalamnya sumber daya manusia menggunakan sumber daya lain untuk

mencapai sasaran dari strategi.70 Maksud dari implementasi strategi itu

sendiri adalah aktualisasi untuk mengubah strategi yang telah

dirumuskan menjadi sebuah tindakan. Oleh karena itu sekolah tidak

hanya merumuskan suatu strategi namun juga memikirkan tahapan

selanjutkan yaitu pelaksanaan dari strategi yang telah dirumuskan.

Implementasi gerakan literasi membaca dan menulis yang ada di

SMA Negeri 2 Kediri sudah mencapai tahap pembelajaran, hal ini

dibuktikan dengan adanya sebuah karya siswa SMA Negeri 2 Kediri

yaitu menerbitkan buku yang isinya puisi-puisi dari beberapa siswa,

namun pada literasi kegamaan kegiatan ini masih dalam tahap

pengembangan. Adanya kegiatan literasi keagamaan ini selain karena

kegiatan literasi membaca dan menulis yang sebelumnya sudah berjalan

dengan baik dan mampu menciptakan suatu karya yaitu adanya

penerbitan buku hasil literasi siswa namun juga keresahan guru PAI

terkait rendahnya minat baca siswa tentang ayat-ayat suci al-Qur’an.

SMA Negeri 2 Kediri merupakan sekolah yang menerapkan sistem

fullday school. Pembelajaran dimulai dari hari Senin sampai Jum’at,

begitupun dengan kegiatan literasi membaca berbasis agama ini

70
J. Salusu, Pengambilan Keputusan Strategik untuk Organisasi Publik dan Organisasi
Nonprofit (Jakarta: PT. Gramedia, 2015), h. 409
72

dilaksanakan setiap hari. Untuk hari jum’at pada kegiatan literasi, siswa

diminta untuk mengumpulkan tugas review berupa tulisan.

Pada dasarnya kegiatan literasi pada tahap pembiasaan dan tahap

pengembangan dalam kegiatan literasi kegamaan ini hampir sama.

Karena siswa dituntut untuk membaca 15 menit sebelum pelajaran

dimulai, namun yang menjadi perbedaannya yaitu pada tahap

pengembangan siswa didorong untuk menyamakan lagu dalam membaca

al-Qur’an, adanya tambahan penjelasan terkait kandungan isi dan juga

tajwid. Adapun bentuk implementasi strategi terbagi atas tiga bagian

yaitu struktur, proses dan perilaku.

a. Struktur

Organisasi adalah kumpulan orang, pembagian kerja, system

kerja yang sama, system hubungan atau system sosial. Struktur

organisasi adalah hubungan formal antar kelompok dan individu

dalam organisasi. Struktur organisasi merupakan pedoman penting

bagi para pegawai untuk melaksanakan tugas secara efektif. Sebuah

Struktur organisasi menjelaskan dan mengkomunikan jenis tanggung

jawab dan kekuasaan dalam organisasi serta membantu pimpinan

dan mengkordinasikan seluruh kegiatannya.

Struktur kegiatan literasi agama di SMAN 2 Kediri yaitu

langsung sibawah naungan Kepala sekolah dan guru keagamaan

serta dibantu guru yang mengajar pada jam pertama. Tidak ada

struktur seperti Badan Penguru Harian (BPH) karena guru


73

keagamaan dan guru pada jam pertama sudah mencukupi. Dalam

pelaksanaannya, kepala sekolah langsung menyerahkan tugas dan

tanggungjawab kepada guru keagamaan masing-masing terkhusus

guru PAI dan guru kerohanian. Adapun pihak yang terlibat dalam

kegiatan literasi yaitu Waka Kesiswaan, Waka Kurikulum, Waka

Humasi, Guru PAI, guru kerohanian serta dibantu oleh guru yang

mengajar pada jam pertama.

b. Proses

Proses kegiatan literasi agama dilakukan dengan berbagai

cara antara lain:

1) Persiapan Gerakan Literasi Sekolah

Dalam pelaksanaan kegiatan literasi, tentunya harus ada

persiapan agar kegiatan atau program yang telah direncanakan

dapat dapat berjalan dengan baik. Kegiatan literasi keagamaan

di SMA Negeri 2 Kegiri ditandai dengan adanya bunyi suara bel

tanda literasi akan segera dimulai. Semua siswa masuk kedalam

kelas masing-masing, begitupun guru pada jam pertama masuk

ke dalam ruang untuk mendampingi siswa selama kegiatan

literasi berlangsung.

Pada proses persiapan kegiatan literasi keagamaan ini

ada suatu kegiatan menarik yaitu diawali dengan menyanyikan

Lagu Kebangsaan Indonesia Raya yang dilakukan secara

khidmat. Apapun aktifitas dan kegiatan yang dilakukan oleh


74

seluruh warga sekolah terhenti sejenak sebagai bentuk

penghormatan.

Implementasi kegiatan literasi keagamaan tidak terlepas

dari suatu persiapan yang matang. Waka humasi memberikan

pengumuman untuk seluruh siswa agar mempersiapkan kitab

dan membuka surat yang akan dibaca. Pembacaan disentralkan

diseluruh kelas dengan mengikuti peminpin dipusat suara.

Pemimpin terdiri dari 3 siswa yang diambil dari setiap kelas

secara bergantian.

2) Tahap Pembiasaan Membaca

Tahap pembiasaan membaca ini bertujuan agar siswa

mampu membiasakan dirinya dengan membaca apapun, tanpa

adanya suatu paksaan. Pada kegiatan literasi yang sebelumnya

membaca buku non pelajaran, sekarang mengarah ke keagamaan

yaitu dengan membaca kitab al-Qur’an bagi yang muslim.

Pada tahap pembiasaan kegiatan literasi agama di SMA

Negeri 2 Kediri yang dilakukan dengan menumbuh kembangkan

minat baca siswa dimana 15 menit sebelum proses pembelajaran

dimulai siswa disuruh membaca kitab masing-masing dengan

pengawasan dan bimbingan dari guru kerohanian dan guru yang

mengajar pada jam pertama. Kegiatan literasi agama ini diikuti

oleh seluruh warga sekolah, begitu juga guru dan staf sekolah.

3) Penentuan Tempat
75

Suatu kegiatan dapat berjalan dengan baik salah satunya

dengan adanya tempat atau ruangan yang sudah dipersiapkan.

Karena tempat atau ruangan merupakan salah satu komponen

penting dalam kegiatan literasi. Pemilihan tempat yang tepat dan

nyaman akan membuat proses kegiatan berjalan dengan baik.

Melihat dari nama sekolah yang merupakan sekolah

umum tentu didalamnya tidak hanya satu agama saja namun

menaungi berbagai agama dengan tujuan yang sama yaitu

belajar. SMA Negeri 2 Kediri ini terdiri dari 4 agama

diantaranya agama Islam, Kristen, Katholik dan Hindu.

Dalam pelaksanaan kegiatan literasi agama tidak

mungkin disatukan. Maka dari itu, bagi siswa muslim kegiatan

literasi agama berada didalam kelas masing-masing, untuk siswa

yang beragama Kristen dan Katholik berada diruang keagamaan

dengan didampingi guru kerohanian dan untuk siswa yang

beragama Hindu karena melihat jumlah siswanya yang sedikit

maka kegiatan literasinya berada di gazebo sekolahan.

Maka dari itu tempat literasi membaca religius harus

dibedakan sesuai dengan kebutuhan. Dan hari kegiatan literasi

membaca disesuai dengan hari efektif sekolah yaitu hari Senin

sampai Jum’at.

4) Penentuan Target Literasi Membaca Religius


76

Menentukan target dalam kegiatan literasi sangat penting

kaarena pencapaian sebuah target dapat dijadikan sebagai bahan

ukur dalam pelaksanaan suatu kegiatan. Berhasil tidaknya suatu

program atau kegiatan dapat dilihat dari target yang telah

dicapai.

Target yang ingin dicapai dalam kegiatan literasi agama

di SMA Negeri 2 Kediri yaitu siswa dapat membaca kitab al-

Qur’an dengan tartil dan benar. Selain itu, target membaca kitab

al-Qur’an dalam sehari yaitu empat halaman (dua lembar). Yang

astinya kurang lebih dalam seminggu siswa mampu

menyelesaikan satu juz. Harapan pihak sekolah yaitu siswa

mampu mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari.

5) Penyediaan Fasilitas

Fasilitias merupakan salah satu faktor pendukung

terlaksananya literasi keagamaan di SMA Negeri 2 Kediri yang

meliputi media, sarana dan prasarana yang memadai. Dengan

tersedianya fasilitias yang memadai maka kegiatan literasi akan

dapat berjalan dengan baik.

Fasilitas yang disediakan untuk kegiatan literasi agama

berupa speaker yang menghubungkan suara dari pusat ke setiap

kelas dan ruangan. Dalam pelaksanaan literasi agama, siswa

tidak diberatkan untuk membawa kitab al-Qur’an, cukup dengan

menggunakan aplikasi al-Qu’an dari gawainya masing-masing.


77

Selain itu, sekolah juga menyediakan beberapa kitab, tafsir, dan

beberapa hadis yang berjilid.

6) Pembentukan Tim Literasi Sekolah

Tim Literasi Sekolah (TSL) merupakan kumpulan dari

beberapa individu yang bertanggungjawab dan mengatur

jalannya kegiatan literasi. Pembentukan tim literasi sekolah ini

termasuk salah satu hal penting yang harus dilakukan oleh

sekolah. SMA 2 Negeri Kota Kediri membentuk 2 Tim Literasi

Sekolah (TSL), diantaranya tim literasi guru dan tim literasi

siswa.

Tim literasi guru mempunyai tanggungjawab besar

dalam pelaksanaan kegiatan literasi agama. Tim literasi ini

terdiri dari guru PAI, guru kerohanian dan guru yang mengajar

pada jam pertama. Selama kegiatan literasi agama berlangsung,

tim literasi ini bertugas untuk mengatur jalannya literasi,

mengawasi, mendampingi serta melaporkan perkembangan

literasi peserta didik. Hasil laporan dari tim literasi guru sangat

dibutuhkan karena akan dijadikan sebagai bahan evaluasi untuk

memperbaiki pelaksanaan kegiatan literasi.

Tim literasi selanjutnya yaitu tim literasi siswa. Tim

literasi ini dibentuk oleh guru keagamaan dengan memilih

siswa yang unggul dikelas guna membantu guru keagamaan

dalam meningkatkan minat baca siswa terhadap kitab suci al-


78

Qur’an. Tim literasi di SMA Negeri 2 Kediri disebut dengan

Tutor Sebaya. Tim inilah yang akan menjadi pionir literasi

dimasing-masing kelas.

Dari pembentukan kedua Tim Literasi Sekolah (TLS)

diatas secara garis besar mempunyai tujuan yang sama yaitu

untuk mengatur jalannya program literasi serta membantu

meningkatkan kemampuan membaca peserta didik terhadap

kitab suci.

c. Perilaku

Berkenaan dengan perilaku antara lain perilaku antar pribadi

dalam organisasi, gaya kepemimpinan, dan penggunaan kekuasaan.

Dalam hal ini hubungan antara kepala sekolah dan guru atau

sebaliknya di SMA Negeri 2 Kediri berjalan dengan baik. Kegiatan

literasi agama ini tidak hanya dilakukan oleh guru keagamaan,

namun guru lainnya ikut serta dan mendukung penuh kegiatan ini.

Karena didalam institusi ataupun suatu organisasi untuk mencapai

suatu tujuan bersama maka diperlukan sebuah kekompakan atau tim

yang solid.

2. Evaluasi Gerakan Literasi di SMA Negeri 2 Kediri

Evaluasi strategi merupakan tahapan akhir dalam sebuah strategi.

Evaluasi strategi adalah proses yang ditunjukkan untuk memastikan

apakah tindakan-tindakan strategik yang telah di lakukan sudah sesuai


79

dengan perumusan strategi yang telah dibuat atau ditetapkan.71 Tujuan

dari evaluasi ini adalah untuk mengukur dan mengetahui seberapa besar

pencapaian pelaksanaan kegiatan literasi di SMA Negeri 2 Kediri.

Evaluasi akan menghasilkan suatu informasi yang sangat berguna untuk

pengambilan keputusan dan kebijakan lanjutan dari kegiatan, karena dari

masukan hasil evaluasi maka para pengambil keputusan akan

menentukan tindak lanjut dari kegiatan literasi yang telah dilaksanakan.

Evaluasi dalam kegiatan literasi ini mengambil model evalausi

yang dikembangkan oleh Daniel L. Stufflebeam, yaitu model evaluasi

CIPP (Context, Input, Process, Product),72 yang akan dipaparkan sebagai

berikut:

a. Evalusi Konteks Program Literasi (Context Evaluation)

Evaluasi konteks merupakan gambaran kondisi dan situasi

atau latar belakang yang mempengaruhi jenis-jenis tujuan dan

strategi pendidikan yang akan dikembangkan dalam sistem yang

bersangkutan, seperti contoh masalah pendidikan, keadaan ekonomi

negara, pandangan hidup masyarakat dan lain-lain.73 Dengan adanya

kegiatan literasi sekolah mengharapkan kegiatan ini mampu

meningkatkan minat baca siswa serta mampu menambah wawasan

bagi siswa. Disisi lain, untuk literasi agama ini mampu

71
Musa Hubies dan Muhammad Najib, Manajemen Strategik dalam Pengembagan Daya
Saing Organisasi (Jakarta, PT. Alex Medi Computindo, 2014), h. 28.
72
Diana Nurus Sa’adah, “Evalausi Program Pembelajaran Kitab Kuning di MA
Perguruan Islam Mathali’ul Falah Kajen Pati”, (Skripsi, Institut Agama Islam Negeri Walisongo,
Semarang, 2014), h.40.
73
Suharismi Arikunto dan Cepi Safrudin Abdul Jabar, Evaluasi Program Pendidikan
Edisi Kedua Cet.5, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2014), h.2.
80

meningkatkan minat baca siswa terhadap ayat suci al-Qur’an dan

siswa mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini

sudah dijelaskan, bahwa evaluasi konteks ini menggambarkan secara

jelas tujuan kegiatan yang akan dicapai. Menurut tinjauan dalam

evaluasi konteks di SMA Negeri 2 Kediri didalamnya mencakup

latar belakang dan dukungan sekolah, yang akan dijelaskan sebagai

berikut :

Pertama, adanya latar belakang kegiatan literasi ini untuk

mengetahui sejarah awal mula terbentuknya literasi dan tujuan yang

ingin dicapai sekolah dengan adanya kegiatan literasi. Kegiatan

literasi di SMA Negeri 2 Kediri ternyata sudah ada sebelum

Kemendikbud mengeluarkan peraturan tentang Gerakan Literasi

Sekolah (GLS), namun kegiatannya masih hanya tahap

membiasakan siswa membaca belum sampai tahap pembelajaran.

Setelah adanya Permendikbud No.23 tahun 2015 tentang adanya

Gerakan Literasi Sekolah (GLS) maka SMA Negeri 2 Kediri mulai

menata kembali kegiatan literasi ini. Setelah 3 tahun berjalan, siswa

mampu menerbitkan sebuah buku hasil karya-karya siswa. Selain itu,

muncul beberapa small group atas inisiatif siswa sendiri dengan

kegiatan rutinnya yaitu diskusi. Melihat perkembangan minat

membaca siswa yang mulai meningkat dan adanya guru agama yang

resah terkait minat baca siswa terhadap kitab suci yang dikategorikan

masih sangat rendah. Untuk itu, program kegiatan literasi di SMAN


81

2 Kediri yang awalnya membaca buku non pelajaran, untuk saat ini

diarahkan kepada literasi membaca berbasis agama sesuai dengan

kebutuhan pihak sekolah.

Kedua yakni dukungan sekolah. Dukungan sekolah tentu

menjadi faktor penting terhadap keberhasilan kegiatan literasi.

Kegiatan literasi agama di SMA Negeri 2 Kediri mendapatkan

dukungan penuh dari sekolah. Meskipun tidak ada dana khusus dari

pemerintah namun sekolah selalu mengusahakan untuk memenuhi

fasilitas yang dibutuhkan. Sekolah juga rutin melakukan sosialiasi ke

semua warga sekolah baik guru, pegawai dan siswa. Sekolah juga

melakukan sosialisasi kepada walimurid ketika pengambilan rapot.

Dari kegiatan sosialisasi inilah walimurid ikut serta mendukung

penuh serta membantu demi terwujudnya kegiatan literasi agama di

SMA Negeri 2 Kediri ini.

b. Evaluasi Input Program Literasi (Input Evaluation)

Evalausi input atau evaluasi masukan bisa dikatakan sebagai

evaluasi sarana/modal/bahan dan rencana strategi yang ditetapkan

untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan.74 Komponen evaluasi

input meliputi sumber daya manusia, sarana dan peralatan

pendukung, dana atau anggaran dan berbagai prosedur atau aturan

74
Suharismi Arikunto dan Cepi Safrudin Abdul Jabar, Evaluasi Program Pendidikan,
(Jakarta: Sinar Grafika Offdet, 2014), h. 8
82

yang diperlukan.75 Evaluasi input dalam kegiatan literasi di SMA

Negeri 2 Kediri mencakup tiga aspek yaitu :

Pertama yakni Sumber Daya Manusia. Sumber Daya

Manusia (SDM) dalam kegiatan literasi agama di SMA Negeri 2

Kediri mempunyai tugas, tanggungjawab dan peranan masing-

masing antara kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru, pegawai,

siswa dan orangtua, sehingga dapat tercapai tujuan kegiatan literasi

secara maksimal.

Kedua yaitu Sarana dan Prasarana. Sarana dan Prasarana

merupakan faktor penunjang keberhasilan kegiatan literasi ini. Di

SMA Negeri 2 Kediri dalam kegiatan literasi yang paling utama

adalah tempat, karena siswa terdiri dari beberapa agama tentu dalam

pelaksanaan kegiatan literasi harus dipisahkan. Pengaturan tempat

literasi terlihat sudah tepat. Mayoritas siswa beragama Islam, maka

dari itu siswa muslim tetap berada didalam kelas masing-masing

dengan didampingi oleh guru yang mengajar pada jam pertama.

Sedangkan untuk siswa non muslim berada di ruang keagamaan

masing-masing dengan didampingi oleh guru kerohanian. Peralatan

lainnya yang dibutuhkan yaitu pengeras suara dan speaker yang

sudah tersedia di setiap ruangan. Maka dari itu sarana dan prasarana

yang menunjang kegiatan literasi di SMA Negeri 2 Kediri bisa

dikatakan baik.

75
Eko Putro Widoyoko, Evaluasi Program Pembelajaran : Panduan Praktis Bagi
Pendidik dan Canlon Pendidik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h.29
83

Ketiga yaitu Dana atau Anggaran. Sekolah sudah

menyiapkan dana atau anggaran yang akan dialokasikan untuk

kegiatan literasi agama. Disisi lain, dukungan penuh dari Kepala

Sekolah untuk kegiatan literasi agama ini membantu memudahkan

proses jalannya kegiatan literasi.

c. Evaluasi Proses Program Literasi (Process Evaluation)

Dalam kegiatan literasi agama, evaluasi proses digunakan

untuk mengukur rancangan implementasi selama pelaksanaan

literasi, memberikan informasi dan sebagai rekaman atau arsip pada

kegiatan yang telah terjadi. Pada dasarnya evalausi proses digunakan

untuk mengukur atau mengetahui sejauh mana rencana telah

diterapkan dan hal apa yang harus diperbaiki.76

Menurut George Terry, evaluasi proses meliputi POAC

(Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling)

1) Planning (Perencanaan)

Perencanaan bertujuan untuk mempertahankan tujuan

organisasi, menjelaskan bagaimana tugas harus dilaksanakan,

dan memberi indikasi kapan harus dikerjakan. 77 Perencanaan

pada kegiatan literasi di SMA Negeri 2 Kediri ditemukan bahwa

proses perencanaannya cukup baik. Dimana kegiatan literasi

sudah menghasilkan sebuah karya dari siswa yang diterbitkan

menjadi sebuah buku. Namun untuk literasi agama belum


76
Widoyoko, h.29.
77
Erni Trisnawati Sule, Pengantar Manajemen, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2010),
h. 8.
84

terlihat karya tulisan siswa melainkan perubahan tingkah laku

siswa. Karena sekolah mengarahkan literasi menjadi literasi

agama dengan tujuan untuk membentuk karakter siswa menjadi

siswa yang unggul spiritual.

2) Organizing (Pengorganisasian)

Langkah selanjutnya setelah perencanaan yaitu

pembentukan struktur organisasi. Di SMA Negeri 2 Kediri

dalam kegiatan literasi agama tidak ada struktur secara resmi

seperti Badan Pengurus Harian (BPH) dan lain sebagainya.

Dalam literasi ini semua pihak saling membantu, terlebih guru

keagamaan dan guru yang mengajar pada jam pertama. Struktur

seperti ini bisa dikatakan baik apabila semua pihak sadar akan

tanggungjawabnya, namun bisa dikatakan kurang maksimal

karena tidak ada struktur yang jelas akan peran, tugas dan

tanggungjawab masing-masing individu.

3) Actuating

Actuating adalah bentuk pelaksanaan kerja dari apa yang

sudah direncanakan. Untuk pelaksanaan kegiatan literasi agama

di SMA Negeri 2 Kediri dikatakan cukup baik namun belum

maksimal, hal ini dikarenakan untuk literasi agama yang muslim

masih dalam tahap pengembangan, sedangkan yang non muslim


85

sudah sampai tahap pembelajaran. Jadi dalam pelaksanaan

kegiatannya belum maksimal karena smeuanya belum berjalan

sesuai apa yang direncanakan.

4) Controlling (Pengawasan)

Pengontrolan dilakukan agar program dapat berjalan

sesuai dengan tujuan. Dalam kegiatan literasi agama di SMA

Negeri 2 Kediri, pengontrolan dalam kegiatan literasi ini

dikatakan cukup baik karena pengontrolan dilakukan setiap hari

selama kegiatan literasi berlangsung. Selain itu, sekolah juga

melakukan rapat evaluasi guna memperbaiki kekurangan dari

kegiatan yang telah dilaksanakan. Rapat evaluasi ini dilakukan

seminggu sekali.

d. Evaluasi Produk

Evaluasi produk digunakan untuk membantu keputusan

selanjutnya, baik mengenai hasil yang telah dicapai atau apa yang

akan dilakukan setelah kegiatan berjalan. Dapat dikatakan evaluasi

produk dilakukan untuk melihat berhasil tidaknya peserta mencapai

tujuan yang telah ditetapkan.78

Hasil evaluasi produk pada kegiatan literasi agama di SMA

Negeri 2 Kediri dapat dikatakan baik, seperti yang sudah dijelaskan

sebelumnya bahwa kegiatan literasi bertujuan untuk membentuk

karakter siswa menjadi pribadi yang unggul spiritual. Hal ini terbukti

78
Munir, Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komuniaksi, (Bandung:Alfabeta,
2010), h.88.
86

dengan semakin ramainya Masjid sekolah ketika jam istirahat dan

setelah jama’ah dhuhur, sebagaian dari mereka menyempatkan

waktu untuk membaca al-Qur’an di Masjid. Selain itu, semakin besar

rasa keingintahuan siswa tentang hukum bacaan dan tajwid. Tidak

hanya disekolah, kegiatana literasi agama ini juga berdampak

terhadap kehidupan siswa dirumah, tak sedikit walimurid yang

melapor jika anaknya semakin semangat belajar al-Qur’an bahkan

sampai mengundang guru mengaji privat.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan paparan data dan pembahasan tentang implementasi

literasi membaca berbasis agama di SMA Negeri 1 Kota Kediri dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Implementasi kegiatan literasi agama di SMA Negeri 2 Kediri meliputi:

a) Persiapan kegiatan literasi di SMA Negeri 2 Kediri dilakukan oleh

seluruh pihak, baik guru ataupun siswa, b) Tempat kegiatan literasi

agama, c) Struktur organisasi, d) Target baca dalam kegiatan literasi

agama, e) Fasilitas yang disediakan, f) Pembentukan Tim Literasi

Sekolah.

2. Evaluasi kegiatan literasi agama di SMA Negeri 2 Kediri sebagai berikut:

pertama yaitu Evaluasi konteks yang meliputi latar belakang berdirinya

literasi agama dan dukungan sekolah., kedua yaitu Evaluasi input yang

meliputi Sumber Daya Manusia (SDM), sarana dan prasarana serta dana

atau anggaran. Ketiga yaitu Evaluasi proses, dalam hal ini dilihat dari 4

aspek yaitu planning, organizing, actuating dan controlling. Dan terakhir

yaitu Evaluasi produk.

87
88

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang strategi

sekolah dalam menerapkan literasi berbasis agama, peneliti menyarankan:

1. Dalam pelaksanaan kegiatannya seharusnya lebih diperhatikan, karena

untuk literasi agama non muslim sudah sampai tahap pembelajaran

sedangkan untuk literasi agama siswa yang muslim masih dalam tahap

pembelajaran.

2. Struktur Organisasi dalam literasi agama hendaknya dibuat secara

struktrual dan jelas agar tugas dan tanggungjawab bisa dijalankan lebih

maksimal dan tidak saling menggantungkan.

3. Untuk tindaklanjut dari kegiatan ini, alangkah lebih baiknya jika sekolah

memberikan jam tambahan atau kelas tambahan yang berisi pendalaman

materi tentang apa yang sudah dibaca.

4. Bagi siswa yang belum bisa membaca, hendaknya sekolah memberikan

pendampingan dan bimbingan yang lebih, agar kegiatan literasi agama

bisa terlaksana dengan baik.


89

DAFTAR PUSTAKA

Afif, Faisal. Strategi Menurut Para Ahli. Bandung : Angkasa, 1984


Aminah, “Strategi Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan
Agama Islam Di SMA Negeri 1 Dompu”. Tesis, Progam Pascasarjana
Universitas Muhammadiyah, Malang, 2018.
Hasan, Hamid. Evaluasi Kurikulum, Cetakan Kedua, Bandung : Remaja
Rosdakarya, 2009.

Antasari, Indah Wijaya. “Implementasi Gerakan Literasi Sekolah Tahap


Pembiasaan di MI Muhammadiyah Gandatapa Sumbang Banyumas”, Jurnal
(2017), vol. 9/1: 13-26.
Arifin, Zainal. Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya Offset, 2012.
Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta,
2010.
Arikunto, Suharismi dan Cepi Safrudin Abdul Jabar. Evaluasi Program
Pendidikan Edisi Kedua Cet.5. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2014.
Arikunto, Suharismi. dan Cepi Safrudin Abdul Jabar. Evaluasi Program
Pendidikan, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2014.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Kualitatif Pendekatan Suatu Praktek.
Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010.
Azis, Moh. Saiful “Implementasi Kultur Literasi dalam Meningkatkan
Kemampuan Membaca, Menulis dan Berfifkir Kritis Siswa SD Plus Al-
Kautsar Malang”. Skripsi, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan keguruan, 2018.
Bungin, Burhan. Analisis Data Peneltiian Kualitatif. Jakarta: Rajagrafindo
Persada, 2007.
Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Sosial. Surabaya: Airlangga Universitas
Press, 2001.
Chntya, Siska Eka “Implementasi Gelrakan Literasi Sekolah (GLS) di SD Negeri
Lempuyangwangi dan SD Negeri 1 Ungaran Kota Yogyakarta”, Tesis,
Yogyakarta: Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta, 2018.
Dirjen Dikdasmen Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Buku Saku Gerakan
Literasi Sekolah, Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah Kemdikbud RI, 2017.
90

Gunawan, Imam. Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik. Jakarta: Bumi
Aksara, 2013.
Habibah, Maimunatun. “Pengembangan Budaya Literasi Agama di SMA Negeri 2
Kediri”, Indonesian Journal of Islamic Education Studies, (2019), Vol.2/2:
203-215.
Hadi, Sutrisno. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset, 1994.
Hasan, M. Iqbal. Pokok-pokok Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta:
GhaliaIndonesia, 2002.
Kemendikbud, Desain Gerakan Literasi Sekolah. 2016.
Mardalis. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara,
1999.
Margono, S. Metodelogi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 2010.
Meleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya Offset, 2006.
Munir. Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung:
Alfabeta, 2010.
Nasution, S. Metodologi Riset (Penelitian Ilmiah). Bandung: Jemmars, 1991.
Nopilda, Lisa dan Muhammad Kristiawan. “Gerakan Literasi Sekolah Berbasis
Pembelajaran Multiliterasi Sebuah Paradigma Pendidikan Abad Ke-21”.
Jurnal Manajemen, Kepemimpinan, dan Supervisi Pendidikan, (2018), vol.
3/2: 149-279.
Novita, Francisca. “PISA dan Literasi Indonesia”. http://www.kompasiana.com/
frncscnvt/5c1542ec677ffb3b533d6105/pisa-dan-literasi-indonesia,diakses
25 September 2019.
Patricia, Mayaagustina, dkk. “Budaya Literasi Siswa Dalam Mendukung Program
Ecoschool di SMPN 23 Surabaya”, Jurnal Mahasiswa (2017), Vol.4/2.
Pemerintah Kota Kediri “Wali Kota Dorong Guru Tingkatkan Baca Anak”
https://www.kedirikota.go.id/p/dalamberita/1599/wali-kota-dorong-guru-
tingkatkan-minat-baca-anak, 05 Juni 2020.
Prasika, Dinda. “Strategi Kepala Madrasah dalam Meningkatka Mutu Pendidikan
di MTS Al-Islam Jamsaren Surakarta Tahun Pembelajaran 2017/2018”.
Skripsi, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, 2018.
Prastowo, Andi. Metodologi Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan
Penelitian. Yogyakarta:Ar-Ruzz Media, 2012.
91

Pratiwiningtyas, Bekti Nanda dan Endang Susilaningsih, I Made Sudana,


“Pengembangan Instrumen Penilaian Kognitif untuk Mengukur Literasi
Membaca Bahasa Indonesia Berbasis Model Pirls pada Siswa Kelas IV SD”,
Jurnal Universitas Negeri Semarang, (2017). Vol. 1/6: 1-9.
Sa’adah, Diana Nurus. “Evalausi Program Pembelajaran Kitab Kuning di MA
Perguruan Islam Mathali’ul Falah Kajen Pati”. Skripsi, Institut Agama Islam
Negeri Walisongo Semarang, 2014.
Sugiyono, Metodologi Penelitian (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D).
Bandung: Alfabeta, 2012.
Sukmadinata, Nana Syaodih. Metodelogi Penelitian Pendidikan. Bandung: PT.
Remaja Rosda Karya, 2011.
Sule, Erni Trisnawati. Pengantar Manajemen. Jakarta: Kencana Prenada Media,
2010.
Teguh, Mulyo. Gerakan Literasi Sekolah Dasar, 2017
Utama, dkk, Panduan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Dasar,
Jakarta:Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar Direktorat Jenderal Pendidikan
Dasar Dan Menengah Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2016
Wandasari, Yulisa. “Implementasi Gerakan Literasi Sekolah (GLS) Sebagai
Pembentuk Pendidikan Berkarakter” Jurnal Manajemen, Kepemimpinan,
dan Supervisi Pendidikan, (2017), Vol. I/1: 325-342.
Widayoko, Agus, Supriyono Koes H dkk, “Analisis Progam Implementasi
Gerakan Literasi Sekolah (GLS) dengan Pendekatan Goal-Based
Evalution”. Jurnal Pemikiran dan Penelitian Pendidikan, (2018), vol. 16/1:
78-92.
Widoyoko, Eko Putro. Evaluasi Program Pembelajaran : Panduan Praktis Bagi
Pendidik dan Canlon Pendidik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
Wulanjani, Arum Nisma dan Candradewi Wahyu Anggraeni, “Meningkatkan
Minat Membaca melalui Gerakan Literasi Membaca bagi Siswa Sekolah
Dasar”, Jurnal Universitas Negeri Jakarta, (2019). Vol. 3/1: 26-31.
92

Gambar 1. Suasana Kegiatan Literasi Agama untuk siswa beragama Islam

Gambar 2. Suasana Kegiatan Literasi Agama Kristen

Gambar 3. Suasana Kegiatan Literasi Agama Katholik


93

Gambar 4. Ketika wawancara dengan Kepala Sekolah SMAN 2 Kediri

Gambar 5. Ketika wawancara dengan Waka Humasi SMAN 2 Kediri


94

Gambar 5. Ketika wawancara dengan Kordinator Literasi Agama

Gambar 6. Suasana khidmat di SMAN 2 Kediri ketika mendengar Lagu Indonesia


Raya semua aktifitas diberhentikan
95
96
97
98
99
100

TRANSKIP WAWANCARA

Informan : Drs. Abdul Karim, M.Pd.I


Tanggal : 28 Januari 2020
Tempat : Masjid SMAN 2 Kediri

Peneliti : Literasi teng mriki berdiri sejak kapan nggih pak?


Informan : Literasi disini kurang lebih sudah berjalan 3 tahun yang lalu mbak.
SMA 2 ini merupakan sekolah rujukan. Dari berbagai kota di
Indonesia kurang lebih hanya 200 sekolah yang dipilih menjadi
sekolah rujukan dan di kota Kediri hanya satu yang dijadikan
sekolah rujukan yaitu SMA 2 Negeri ini.
Peneliti : Oh berarti kulo mboten salah pilih tempat penelitian teng mriki
pak karena disini merupakan sekolah rujukan (sambil ketawa
ringan). Tapi kalau untuk sekarang yang diterapkan literasi nopo
nggih pak?
Informan : Disini literasi sekarang itu literasi keagaman, katakanlah untuk
yang muslim itu membaca al-Qur’an disentralkan dipimpin oleh
gantian kelas, satu kelasnya ada 3 orang nanti digilir. Kalau
literasi pertama dulu itu membaca buku selain buku pelajaran terus
dengan berbagai masukan akhirnya ada kebijakan baru, literasi
membaca buku non pelajaran diganti dengan literasi membaca
religius, siswa membaca kitabnya masing-masing dengan tempat
yang berbeda
Peneliti : Sebelumnya ada sosialiasi ke siswa terkait literasi mboten pak?
Informan : Ada mbak, sosialisasinya itu kita lakukan bersamaan dengan
upacara hari senin, karena pas upacara kan semua siswa
berkumpul semua mbak.
Peneliti : Oh nggih pak... Kalau untuk pelaksanaan kegiatan literasi agama
ini sendiri pripun pak?
Informan : Perkelas kan guru sudah ada mbak, masuknya itu kan untuk jam
101

pertama jam 7 kurang seperempat atau jam 06.45 itu guru sudah di
kelas, pertama menyanyikan Indinesia Raya dulu baru nanti
membaca al-Qur’an. Ya alhamdulilah akhirnya motivasi guru juga
ingin belajar ngaji.
Peneliti : Kalau untuk agama selain non muslim pripun pak?
Informan : Kalau non muslim sama, sebelum jam 7 harus sudah dikelas.
Kalau yang katholik ya di kelas Katholik, yang Kristen ya di kelas
Kristen.
Peneliti : Oh disini berarti ada kelas sendiri nggih pak?
Informan : Iya mbak ada sendiri jadi mereka kumpul di ruangan kelas
keagamaan dan dibina oleh guru kerohanian masing-masing.
Kalau yang dulu kan memang semua buku yang penting buku non
pelajaran. Itupun ada kelas yang akhirnya juga diisi al-Qur’an gitu
lho akhirnya ya ini ada kebijakan disamakan ngaji seperti itu tapi
masih hanya sebatas membaca, inshaAllah nanti kedepan dalam
15 menit itu 10 menitnya untuk ngaji dan 5 menitnya ya untuk
menjelaskan beberapa hal, itu rencananya. Kan masih dalam
proses ini mbak.
Peneliti : Kira-kira ada target khusus mboten pak dalam membaca al-
Qur’an?
Informan : 4 lembar, eh empat apa ya itu namanya mbak?
Peneliti : 4 halaman pak
Informan : Nah nggih 4 halaman mbak. Bacanya kan pelan, yang penting
tartil.dan juga anak yang dikirim itu memang program saya mbak.
Nanti kedepannya itu tim pembaca harus disamakan lagnya, tapi
kan dini jalan dulu aja jadi nanti kalau sudah berjalan kan lagunya
tidak berubah-ubah. Ini kana da yang pake ummi, ada yang biasa
tempo dulu ya yang jelas ada peningkatan yang jelas Bapak Ibu
guru akhirnya juga tertarik ingin belajar ngaji.
Peneliti : Tujuan utama literasi diarahkan menjadi literasi agama niku nopo
pak?
102

Informan : Ya itu anu, malah itu justru tujuannya dari pak Son, alasan
mendasar itu karena pak Son kan orangnya religius mbak, menurut
pak Son kalau membaca buku tanpa disuruh pun pasti anak-anak
juga akan membaca tapi kalau Al-Qur’an belum tentu anak mau
membaca kalau tidak dipaksa. Makanya biar anak mau membaca
Al-Qur’an maka harus sedikit memaksa dengan adanya perintah
langsung dari atas. Dengan pertimbangan kalau agamanya bagus
yang lainnya itu kata pak Son juga akan ikut bagus. Kalau setiap
amal sudah diawali dengan kalam Allah, inshaAllah gerakannya
tidak akan terlepas dari itu, dengan diawali membaca al-Qur’an.
Jadi bahasanya itu mencuci pelan-pelan, agak sedikit memaksa
lah. Kalau rencana itu tidak dapat dukungan dari atas kan kita
berat mbak, nah ini kan malah permintaan Kepala Sekolah jadi
kita tidak ada masalah. Minimal kan ada perintah ini gitu, jadi
saya ya Alhamdulillah apalagi saya berjuang kan sudah lama,
udah lama ingin seperti itu maka kalau saya pasa ngajar agama itu
selalu seperempat jam saya pake ngaji tapi itu dulu. Alhamdulillah
semenjak ada literasi al-Qur’an kan setiap hari anak-anak sudah
minimal membuka al-Qur’an meskipun lewat aplikasi di hp, itu
kan sudah lumayan sih. Makanya ada strategi yaitu disentralkan
semuanya membaca al-Qur’an jadi pagi nuansanya seperti nuansa
pondok pesantren
Peneliti : Berarti membacanya tidak langsung memakai al-Qur’an nggih
pak?
Informan : Sekarang itu justru rata-rata pakai aplikasi semua mbak, di hp
anak-anak kan sudah punya semua aplikasi al-Qur’an dan di hp itu
sudah lengkap dengan warna tajwidnya, jadi kalau masih belajar
tajwid kan tahu ohh ini bacaannya apa gitu hehe (sambil ketawa
kecil)

Peneliti : Ini masih tahap pembiasaan membaca nggih pak?


103

Informan : Makanya kan itu tadi, ini kan tahap awal jadi pertama baca dulu,
kedua kita sampaikan lagunya, selanjutnya muatan-muatan kita
kasih berapa gitu supaya nanti juga ya sama itu pendidikan
karakter. Makanya kita seorang agama itu kan harus memikirkan
yang lain. Jadi kita kan yakin to (beliau membacakan dalil al-
Qur’an tapi bacaannya kurang jelas) artinya iman taqwa kan akan
nyaman, aman nah itu. Makanya Alhamdulillah bapak Kepala
Sekolah malah minta seperti itu. Padahal dua tiga tahun dulu
sudah kita umumkan nggak mempan dengan berbagai teknis,
ternyata kalau yang memerintah langsung dari yang atas itu tidak
ada masalah.
Peneliti : Untuk strateginya sendiri itu bagaimana pak?
Informan : Ya itu jadi sementara itu masih ya manual itu maksudnya ya kita
membaca bersama-sama itu nanti untuk peningkatan yang lain-lain
mengikuti. Ya kita itu tidak bisa terlalu cepat ya mbak, jadi kan
maklum sekolah kita kan sekolah umum bukan sekolah agama
makanya kalau berbuat agama kan cukup berat. Kalau di sekolah
umum itu satu ada yang agamanya kuat, menengah pas-pasan
bahkan ada yang cuek dia tidak mau tahu juga ada. Meskipun
notabennya dia KTPnya Islam. Tapi ya Alhamdulillah dengan
berjalannya waktu untuk guru yang muslim semuanya sudah
ebrkerudung, yang gak berkerudung itu memang beliau non
muslim. Itu untuk guru. Kalau yang pegawai amsih ada satu yang
belum berkerusung. mungkin itu jugas ebagian dakwah kita juga
ya adri pakaian kan nggak apa-apa to dari apa yang diapakai,
meskipun dirumah ndak, yan enting dikolah. nah penanaman
seperti itu
Peneliti : Berarti tujuan literasi agama ini mengarah ke pendidikan karakter
ya pak?
Informan : Iya mbak. Meskipun awalnya kita membaca dulu kan tidak ada
salahnya to?
104

Peneliti : Nggih pak..


Informan Dari baca dulu, nanti dari baca jadi dipahamkan lewat terjemahan,
nanti dengan pengamalan. Kan ada konsep 24 adab sopan santun
dalam al-Qur’an to, nah nanti ke depan ya akan saya sampaikan
seperti itu. Karena sekolah ini kan sekolahan umum jadi harus
pelan-pelan. Tapi Alhamdulillah dengan ada guru PAI yang
menjadi Waka akhirnya juga memudahkan kegiatan literasi ini
mbak. Akhirnya apa? Ternyat kalau pimpinan kita itu orang-orang
kita sendiri inshaAllah kebijakan-kebijakan akan terwarnai dengan
kita. Jadi saya bangga untuk di Kediri kabupaten ada salah satu
guru PAI menjadi kepala sekolah, kalau Waka di SMA rata-rata
sudah guru PAI, jadi sudah dianggap sama. Tapi kalau kegiatan
keagamaan yo lambat-lambat butuh proses mbak.
Disini juga kebetulan Kepala Sekolahnya beragama Islam nggih
pak?
Iya beliau ini agamanya sudah kuat. Yang dulu sebenarnya kuat
semua. Tapi keberanian untuk mengadakan kegiatan seperti ini
kan tantangannya berat. Tapi yang ini beliau dengan gigih
akhirnya terlaksana, jadi memang penting sekali kalau punya
pejabat yang gitu. Jadi akan memudahkan rencana yang sudah
disusun. Rencana ini sudah lama, empat lima tahun sudah
direncana ingin literasi qur’an. Kalau SD mungkin literasinya
dengan asma’ul husna, TK dengan asma’ul husna. Dulu kan disini
sebatas jum’at baca Yasin.
Peneliti : Trus kalau untuk strukturnya pak? Wonten mboten struktur dari
GLS sendiri?
Informan : Ya kemarin sebenarnya ada untuk literasi secara umum ada, mulai
dari kepala sekolah dan seterusnya itu ada. Tapi hanya untuk yang
ini itu langsung guru PAI. Saya bertugas untuk tiap hari yaa bukan
saya yang baca karena sudah ada dari siswa sendiri. Itu tadi kalau
struktur literasi secara umum ada tapi untuk literasi al-Qur’an
105

yang sekarang itu langsung saya sendiri dari Pembina GMA atau
Pembina agama. Kepala sekolah terus pembina agama jadi tidak
seperti struktur literasi secara umum yang ini ini itu nggak. Jadi
nggak tau apa istilahnya ya.. ya ini itu apa ya.. Modinnya ini
(sambil ketawa ringan) Secara umum ada, tapi tidak membawahi
yang ini.
Peneliti : Berarti yang terlibat hanya guru PAI nggih pak?
Informan : Iya mbak semua guru PAI, tapi juga ada guru kerohanian untuk
yang non muslim.
Peneliti : Kalau untuk dana sendiri pripun pak? Ada dana khusus dari
pemerintah mboten?
Informan : Loh kalau rujukan itu ada tp bukan diperuntukkan untuk yang ini
melainkan untuk pembuatan cerpen, lomba untuk penulisan-
penulisan atau apa tapi hanya dia bukan untuk literasi qur’an.
Karena kalau literasi qur’an ndak, karena guru agama nek njelasne
mestine kan gratis. Yang religius yo nek ngerti wonge mesti lillahi
ta’ala to mbak.
Peneliti : Teng nopo kok mboten wonten dana khusus untuk kegiatan literasi
agama niki pak?
Informan : Ini kan masih tahap pembiasaan membaca al-Qur’an mbak, bagi
saya diberi kesempatan untuk mengenalkan al-Qur’an itu saya
sudah sangat bersyukur. Sebenarnya untuk pendanaan kegiatan
keagamaan itu inshaAllah ada. Pendanaan dari infaq setiap jum’at
itu kan ngumpul banyak mbak. Kalau pengen beli apapun untuk
kegiatan agama bisa memakai itu.
Peneliti : Kalau untuk fasilitasnya pripun pak?
Informan : Alhamdulillah fasilitas sudah sangat tercukupi mbak karena
disetiap kelas sudah ada speaker yang menghubungkan suara dari
pusat ke setiap kelas untuk kegiatan membaca al-Qur’an,
sedangkan untuk tafsir-tafsir juga banyak, hadis yang berapa jilid
pun juga ada, dan kalaupun guru agama ingin tafsir apa aja pasti
106

dibelikan.
Peneliti : Untuk sistem pembacaannya dan targetnya sendiri pripun pak?
Informan : Kalau untuk yang membaca itu bergantia mbak setiap kelas 3
anak, dan untuk targetnya sehari 4 apa itu mbak namanya, oh iya 4
halaman sama seperti 2 lembar mbak. Kita kan tidak banyak-
banyak karena target kita itu anak-anak bisa membaca al-Qur’an
dengan tartil dan benar.
Peneliti : Kalau tanggapan guru selain guru PAI dengan diterapkannya
literasi agama niki pripun mbak?
Informan : Ya Alhamdulillah hampir semua guru mendukung mbak, tidak
hanya guru PAI saja. Banyak kok mbak guru-guru yang bukan
PAI itu senang dan juga mendukung kegiatan membaca al-Qur’an
ini, katanya ngeneki yo karo belajar ngaji.
Peneliti : Oh nggih pak bagus kalau saling mendukung ngoteniku pak..
Berarti tidak ada masalah nggih untuk guru sendiri?
Informan : Alhamdulillah nggak ada mbak, malah guru-guru itu bersyukur
karena dengan kegiatan ini mereka jadi tertarik untuk belajar ngaji.
Wis to mbak pokok nek kita yakin, niate apik inshaAllah yo
berkah mbak. Bener to mbak?
Peneliti : Hehe nggih leres pak.. Lah kalau untuk sanksi bagi siswa yang
tidak mengikuti kegiatan literasi niku pripun pak?
Informan : Untuk siswa yang tidak mengikuti kegiatan literasi ini kan sama
dengan telat, nah kalau telat sudah ada yang bertugas untuk
menghukumnya. Kalau untuk siswa yang tidak mengikuti kegiatan
keagamaan, sanksinya kadang menulis surat Yasin, membuat
khotbah dan ditulis dengan tangan.
Peneliti : Lha teng nopo kok hukumane ngoten pak?
Informan : Karena hukuman menurut saya tidak harus dengan fisik namun
bisa dengan pengetahuan, jadi tujuannya agar anak-anak
mendapatkan ilmu dari hukuman tersebut dan kenapa hasilnya
ditulis dengan tangan kok tidak diketik saja, karena kalau diketik
107

pasti mereka tinggal copy paste saja sedangkan kalau ditulis


tangan secara tidak langsung sama halnya dengan mereka belajar.
Peneliti : Kalau komunikasi antara pihak sekolah dengan wali
siswa/orangtua terkait proses pelaksanaan GLS niki wonten
mboten pak?
Informan : Ada mbak, biasanya kita sosialiasinya itu pas bersamaan dengan
pembagian rapot siswa. Kalau pembagian raport itu kan wali
murid kumpul semua. Disitu kita sosialisasi terkait kegiatan ini
mbak. Ngunu iku yo akeh lho mbak wong tuo sing sueneng mergo
nek omahe bak e arek e angel nek di kon ngaji. Lah ngeneki
sebagai guru kan yo melu seneng to mbak, Alhamdulillah iso
nyenengne wali murid.
Peneliti : Kalau tanggapan dari wali murid/orangtua sendiri pripun pak?
Informan : Alhamdulillah banyak orangtua yang mendukung dan senang
dengan adanya kegiatan ini mbak. Mungkin orangtua yakin kalau
anak mengerti agama inshaAllah akan menjadi baik
Peneliti : Kalau untuk hasil dari kegiatan literasi agama ini sendiri apa pak
yang sudah dirasakan kaleh njenengan?
Informan : Banyak mbak, diantaranya saya merasakan adanya perubahan
perilaku dari siswa itu sendiri. Yang biasanya nek istirahat itu kan
Masjid sepi mbak, sekarang sudah mulai banyak siswa yang
mengisi jam istirahatnya dengan sholat dhuha. Trus juga setalah
jama’ah sholat dhuhur banyak siswa yang membaca al-Qur’an.
Kadang pas pelajaran juga banyak yang menanyakan tentang
hukum bacaan, tajwid serta kandungan isi. Kemarin juga
Alhamdulillah berhasil mengundang penghafal al-Qur’an
Muzammil Hasbullah. Itu kan yang terlihat pas nde sekolahan
mbak. Kalau diluar sekolahan juga banyak walimurid yang
melapor ke saya atau guru-guru lainnya nek anake dirumah mulai
seneng ngaji, bahkan ada yang sampai memanggil guru privat.
Ngeneki sebagai guru agama kan yo seneng to mbak.
108

TRANSKIP WAWANCARA

Informan : Luwi Adi Basuki, S.Pd.


Tanggal : 21 Februari 2020
Tempat : Depan Kantor SMAN 2 Kediri

Peneliti : Pak untuk literasi di SMA 2 ini sekarang lebih diarahkan ke


keagamaan nggih?
Informan : Iya mbak, literasi disini lebih diarahkan ke keagamaan yaitu
membaca kitab suci masing-masing. Tapi ini baru dimulai mbak,
jadi masih dalam tahap pembiasaan. Jadi sistemnya itu
disentralkan mbak, ya catatannya disini ya sudah sampai surat
berapa gitu aja mbak. Ini kan yang bertugas juga masih menclong-
menclong. Meskipun sudah ada jadwalnya tapi ada kelas yang
tidak begitu percaya diri untuk jadi petugas akhirnya ya loncat ke
petugas yang sudah siap gitu mbak.
Peneliti : Oh nggih pak.. kalau untuk kelanjutannya setelah membaca ini apa
pak? Ini kan masih dalam tahap pembiasaan pak..
Informan : Yah jadi nanti pak son itu menyerahkan kepada guru keagamaan
masing-masing, ya itu nanti berupa tagihan maksudnya menerapka
dalam kehidupan sehari-harinya itu bagaimana.
Peneliti : Berarti menjelaskan kandungan isinya terlebih dahulu ya pak?
Informan : Yaa disitu, jadi kemarin itu rencananya untuk yang muslim itu
juga kalau kita ada acara keagamaan itu itu jadinya kan mereka
mengupas ada beberapa surat yang dibahas bareng terutama
tentang surat-suratnya anak muda, surat tentang wanita dan
sebagainya itu. Lah ini maunya begitu selesai ini guru agamanya
nanti dari laporan ini juga mencuplik yang mana kira-kira yang
bisa dibahas untuk dilanjut. Mulai dari terjemahannya, makna
sesungguhnya apa trus menerapkan dalam kehidupan sehari-
109

harinya itu bagaimana gitu mbak.


Peneliti : Kalau tadi untuk yang Kristen dan Katholik kan ada guru
pembimbingnya masing-masing perkelasnya nggih pak, lha kalau
untuk yang muslim?
Informan : Nah kalau untuk yang muslim ini kan tetap dikelasnya masing-
masing mbak jadi yang menemani mereka ya guru agamanya, nah
makanya saya tadi kan pas berdo’a saya itu mengumumkan untuk
bapak ibu guru dikelas, itu perintahnya bapak kepala sekolah ada
guru pada jam pertama yang menemani untuk mendampingi dan
membimbing siswa yang muslim. Guru kita untuk agama non
muslim itu cuma satu-satu mbak, untuk nasrani satu, untuk
katholik satu, yang Hindu malah pinjaman itu karena kita tidak
punya guru Hindu sendiri. Biasanya untuk hindu itu disitu diruang
rapat itu. Tapi kalau tidak ada yang menemani biasanya mereka
memilih untuk di gazebo.
Peneliti : Oh nggih pak.. Kalau untuk evaluasinya sendiri itu bagaimana
pak?
Informan : Biasanya pak son itu sidak mendadak mbak. Tapi setiap hari ada
pengontrolan kegiatan literasi. nanti biasanya beliau melihat
catatan-catatan, maksudnya kok suratnya, bacaan-bacaannya,
kelasnya kok menclong-menclong tidak urut dan sebagainya itu
beliau koreksi biasanya. Dulu biasanya setiap hari jum’at rapatnya
karena jum’at itu kita bikin evaluasi. Untuk sekarang tidak
ditentukan harinya, tapi setiap minggu kita mengadakan rapat
evaluasi.
Peneliti : Kalau untuk evaluasi sendiri ini yang mengikuti siapa aja pak?
Informan : Karena kita ini kan literasi agama, jadi ya lebih diwajibkan untuk
guru-guru agama karena kita kordinasinya kan dengan guru
agama, tapi nanti hasilnya di sampaikan ke semua guru ketika
rapat umum, rapat umumnya terutama tentang keterlibatan bapak
ibu yang mengajar jam pertama itu. Kalau tadi lihat kan tidak ada
110

ya mbak, hampir sebagian besar tidak ada.


Peneliti : Maksudnya karena keterlambatan bapak ibu guru atau bagaimana
nggih pak?
Informan : Mungkin sebenarnya sudah ada paling mbak, Cuma kalau tadi kan
yang kita lihat kelas XII itu kan TMP masuk jam 6, jadi mungkin
malah gurunya turun sarapan dulu. Padahal setelah TMP itu rata-
rata beliau jam pertama. Nah itu mungkin ada beberapa yang perlu
di evaluasi.
Peneliti : Oh nggih pak… tadi sebelum literasi dimulai pas waktu
menyanyikan lagu Indonesia raya saya melihat siswa yang sedang
berjalan kok langsung tiba-tiba berhenti gitu pak, kayak bener-
bener menghormati?
Informan : Yaa itu pembiasaan yang lumayan lama bentuknya itu mbak,
menurut saya itu hampir sama kalau di ismlam itu seperti
keimanan kita itu naik turun gitu mbak. Kalau kita biarin ya
mereka mulai agak goyang lagi, kita ingatkan lagi, selalu
diingatkan. Terutama ada cctv kan mbak, cctv itu bagian kontrol
luar biasa bagi kami terutama anak yang baru dating dan tergesa-
gesa karena mereka ingin segera masuk ke kelas, itu biasanya kita
tegur untuk berhenti dulu. Itu memang terus menerus diingatkan.
Itu prosesnya lumayan lama mbak, trus evaluasi mulai dari
pemanggilan untuk kelas-kelas yang kurang tertib. Apalagi
sekarang oleh pak son semua cctv dikelas diperbaiki sehingga
nampak jelas apapun yang mereka lakukan. Biasanya gerakan
diluar dari menyayikan lagu Indonesia Raya itu kan keliatan nah
itu biasanya kita panggili kelasnya.
Peneliti : Berarti pemanggilan itu melalui nama kelas ya pak bukan nama
anaknya? Jadi kalau nama kelas ada rasa malu satu kelas sehingga
ada rasa kompak untuk lebih baik lagi ngoten nggih pak?
Informan : Iya mbak, betul betul.. jadi pak nuryani dari kesiswaan itu punya
tugas yang namanya the best class, the best class itu salah satunya
111

apabila kamu termasuk salah satu yang dipanggil pada saaat


menyanyikan itu mengurangi point kelasmu. Nah itu juga (beliau
ketawa)
Peneliti : Emm ngoten nggih pak (sambil ketawa)
Informan : Lah itu dampaknya banyak mbak, antara lain itu keterlambatan,
kesalah-kesalahan individu itu mempengaruhi nilai kelasnya
jadinya. Nah akhirnya dia kan sama temennya “hmm ojo ngunu to
awake dewe ngko marai elek nilai kelase, hmm nganu nganu”
Naah kita kan memberikan reward bagi kelas-kelas terbaik 1, 2,
dan 3 terbaik itu dapat gratis tidak membayar dana sumbangan
pendidikan selama satu bulan.
Peneliti : Satu itu kelas semuanya itu pak?
Informan : Emm.. dipilih mbak, jadi 3 kelas, 3 bulan, 3 orang, 9 jadinya 27.
Peneliti : Kalau penghargaan untuk literasi sendiri ada mboten pak?
Informan : Kita kalau penghargaan itu kita menghasilkan kayaknya. Yaa kita
besok itu diundang ke Solo terkait GSMB itu namanya Gerakan
Sekolah Menulis Buku itu kan penggagasnya pa Presiden otomatis
trus ada bu Najwa Sihab, ada pak Nadhim Makarim juga termasuk
yang nanti akan diundang untuk memberi penghargaan kita ada 3
orang masuk final.
Peneliti : Dari Kediri hanya SMA 2 pak yang ikut?
Informan : InshaAllah hanya kita aja yang ikut. Memang itu mbak agak berat
waktu itu karena mempersyaratkan minimal 100 karya. Mungkin
bagi sekolah lain ya nek gelem repot pasti ada sebenarnya, kan
kalau untuk kelas X itu menulis puisi dan untuk kelas XI itu
menulis carpen. Nah waktu itu kan mendadak lah kebetulan Ibu
Mardiah sebagi ketua penggerak literasi disekolah itu bersama
saya bersikukuh untuk ikut kita. Akhirnya bu Mardiah itu dikelas
yang dia ajar dia bilang “cah iki nek awakmu melu positif nilaimu
diatas KKM wes” udah dapet janji gitu. Kalau karyamu bisa
masuk dibuku ini berarti nilaimu diatas sekian, naah itu kan anak-
112

anak jadi seneng. Wes gak patek mumet-mumet ikut pelajaran.


Lalu dia bisa melakukan hal yang lain kita memperbolehkan mbak
begitu. Jadi K13 itu apabila dia sudah tuntas atau tagihan-tagihan
dari gurunya sudah selesai dia boleh melakukan kegiatan-kegiatan
diluar itu asalkan tidak membuat gaduh dan menggangu kelas lain.
Kita itu sudah punya 222 karya akhirnya dijadikan 2 buku mbak,
ya mungkin 100 an dalam satu buku itu. Didalamnya itu karya
anak-anak semua, ada 3 anak ditulis puisi juara, trus kemarin bu
Mardiah sudah di chat sama panitianya “bu yang kami tulis puisi
juara itu yang kami undang ke Solo 3 orang” Alhamdulillah
mudah-mudahan dia nanti ntah bagaimaan penilaiannya kan belum
tentu dia menulis puisi juga bisa membacanya.
Peneliti : Berarti untuk literasi baca tulis sudah termasuk maju nggih pak,
kalau untuk literasi agama sebenarnya ada dana khusus untuk
kegiatannya nopo mboten pak?
Informan Iya mbak sudah termasuk maju karena siswa sudah mempunyai
karya sendiri. Ini juga tindaklanjut dari literasi baca tulis itu mbak
“One B One C” atau “One Book One Class”, jadi satu buku satu
kelas. Kalau untuk dana kegiatan literasi agama itu sekolah sudah
mempersiapkan mbak, apa saja yang dibutuhkan jika untuk
kegiatan literasi pasti sekolah selalu mengusahakan. Disini kan
ada sumbangan pendidikan dari siswa mbak, jadi uang yang
terkumpul ya dibuat untuk kegiatan siswa.
Peneliti : Alhamdulillah pak.. kalau untuk fasilitas bagaimana pak?
Informan : Alhamdulillah fasilitas sudah sangat tercukupi mbak karena
disetiap kelas sudah ada speaker yang menghubungkan suara dari
pusat ke setiap kelas untuk kegiatan membaca al-Qur’an,
sedangkan untuk tafsir-tafsir juga banyak, hadis yang berapa jilid
pun juga ada, dan kalaupun guru agama ingin tafsir apa aja pasti
dibelikan.
Peneliti : Disini mayoritas muslim nggih pak, makanya untuk literasi baca
113

qur’an kok tetep dikelasnya masing-masing..


Informan : Disini sebagian besar siswa beragama muslim mbak, jadi untuk
yang muslim kegiatan literasinya tetap berada dikelas masing-
masing, sedangkan untuk siswa yang beragama Katholik dan
Kristen berkumpul dikelas keagamaan dengan didampingi guru
Kerohaniannya dan masih ada satu lagi, nah ini untuk yang
beragama Hindu itu berada di gazebo. Sebenarnya kita sudah
menyediakan tempat disamping ruang lab itu mbak tapi ternyata
mereka melilih di gazebo, katanya lebih nyaman disana.
Peneliti : Oh nggih pak.. kalau untuk strukturnya sendiri bagaimana pak?
Informan : Untuk literasi ini struktur mulai dari Kepala Sekolah langsung ke
guru keagamaan mbak, karena ini literasi membaca mengarah ke
kitab suci jadi Kepala Sekolah memberi tanggungjawab pada guru
agama masing-masing. Sedangkan guru pada jam pertama
membantu untuk mengkondisikan siswa dan kelas.
Peneliti : Untuk pelaksaan literasi agama ini dilakukan berapa hari nggih
pak?
Informan : Disini kegiatan literasi keagamaan dilakukan setiap hari mbak,
karena hari Sabtu libur jadi hanya sampai hari Jum’at saja. Literasi
agama untuk yang non muslim sudah sampai tahap pembelajaran
mbak, karena setiap Jum’at siswa non muslim mengumpulkan
hasil tulisan yang didapatkan selama seminggu membaca. Namun
untuk yang muslim kita masih dalam tahap pembiasaan trus
pengembangan mbak, jadi anak-anak masih diajarkan cara
membaca yang tartil dan benar, serta diajarkan tajwid. Jadi mereka
belum sampai tahap pembelajaran.
114

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Lilis Ani Rifatin Ningsih
NPM : 16.0.10.8415
NIRM : 2016.4.008.0101.1.005640
Jurusan/Progam Studi : Pendidikan Agama Islam (PAI)
Fakultas : Tarbiyah

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini


benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil
alihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya aku sebagai hasil tulisan dan
pikiran saya sendiri.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil
plagiat, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Kediri. 20 Juni 2020


Yang membuat pernyataan

Materai 6000
Tanda tangan

Lilis Ani Rifatin Ningsih


NPM. 16.01.0.8415
115

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Lilis Ani Rifatin Ningsih lahir di Ngajuk pada tanggal 10 Januari 1996.
Merupakan putri ketiga dan terakhir (ragil) dari bapak Ali Mustofa dan Ibu
Khurotin. Memiliki 2 kakak laki-laki. Beralamatkan di Dsn. Pagak, Ds. Cengkok,
Kec. Ngronggot, Kab. Nganjuk. Sekarag telah menyelasaikan (S-1) Jurusan
Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Tribakti (IAIT)
Kediri.

Riwayat pendidikan formal yaitu MI Nurul Huda Cengkok Ngronggot


tamat tahun 2008; MTsN Tanjungtani Prambon Nganjuk tamat 2011; MA Al-
Manar Prambon Nganjuk tamat 2014; gelar sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) S1
Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) tamat tahun 2020 IAIT Kediri. Riwayat
pendidikan non formal yaitu Pondok Pesantren Putri Tahfidzil Qur’an Lirboyo
(P3TQ) 2014-2015; Pondok Pesantren Al-Baqarah Lirboyo 2015-2016.

Riwayat Organisasi yaitu Bendahara Umum OSIS MTsN Tanjungtani


tahun 2009-2010; Sekretaris I OSIS MA Al-Manar tahun 2011-2012; Sekretaris
Umum OSIS MA Al-Manar tahun 2012-2013. Dan untuk organisasi intra dan
ekstra kampus yaitu di intra kampus menjabat sebagai Bendahara BEM Fakultas
Tarbiyah tahun 2017-2018, Gubernur BEM Fakultas Tarbiyah tahun 2018-2019,
dan Menteri Keuangan Kampus (Menkeukam) BEM-I tahun 2019-2020.
Sedangkan di organisasi ekstra kampus menjabat sebagai pengurus Bidang
Pengkaderan Rayon Brantas PMII Komisariat Tribakti tahun 2017-2019 dan
Kordinator Kopri PMII Komisariat Tribakti tahun 2019-2020.

Anda mungkin juga menyukai