Anda di halaman 1dari 3

Nama : Ahmad Khaidar Jupri

NIM : 2001046023
Mata Kuliah : Ekonomi Makro Islam
Kelas : ES A

Pertanyaan :

1. Mengapa pendapatan nasionaal secara konvensional ada perbedaan dengan


pendatpatan dilihat dari sisi syariah? Carilah perbedaannya
2. Apakah persamaan antara pendapatan konvensional dengan pendpatan syariah
3. Massalah apakah yang paling dominan dihadapid alam peningkatan pendapatan
4. Apakah teori pendaptan syariah dapat diterpakan diindonesia diera sekarang
5. Pada kepemimpinan siapakah hal tersebut dapat diterapkan? jelaskan

Pembahasan :

Pendapatan nasional pertama kali dicetuskan oleh Sir William petty dari inggris, yang
berusaha menaksir pendaptan nasional negaranya (Inggris) pada tahun 1665. Yang mana
dalam perhitungannya, ia menggunakan anggapan bahwa pendapatan nasional merupakan
penjumlahan biaya hidup (konsumsi) selama setahun. Namun, pendapatan tersebut tidak
disepakati oleh para ekonomi modern sebab menurut pandangan ilmu ekonomi modern,
konsumsi bukanlah satu-satunya unsur dalam perhitungan pendapatan nasional.

Dalam pendapatan nasional dikenal konsep GDP, GNP, NNP, NNI, PI, DI yang mana
dalam konsep tersebut bisa dibilang sumber pendapatan nasional dalam negara Indonesia.
Selain itu ada metode perhitungan pendapatan nasional, diantaranya melalui produksi,
pendapatan, dan yang terakhir pengeluaran. Dalam metode pengeluaran dikenal Y = C + I + G
+ (X-M) yang mana jumlah pengeluaran secara nasional untuk membeli barang dan jasa yang
dihasilakn selam satu tahun dengan cara menjumlahkan pengluaran rumah tangga keluarga
(C), rumah tangga perusahaan (I), rumah tangga pemerintah (G), dan rumah tangga luar
negeri (X dan M). diabaikannya sumbangsih ekonomi dalam sektor sosial merupakan
perbedaan besar diantara makroekonomi konvensional dengan makroekonomi syariah,
meskipun ada tetapi jumlahnya kecil dibandingkan dengan yang islami. Peran sosial dalam
makroekonomi konvensional tidak cukup jika disandingkan dengan peran makro ekonomi
syariah. Saya mengatakan begini karena dalam prkatik ekonomi syariah bisa dibilang seluruh
kegiatannya harus dalam tujuan pemerataan atau berlandaskan keadilan, tidak bisa satu pihak
atau segelintir oranng merasakan nikmat yang sudah diberikan kepadanya, di lain sisi ada
orang yang masih kekurangan dan tidak dalam kecukupan. Mungkins sudah familiar di telinga
kita bagaimana pentingnya zakat terlebih perintah untuk berzakat adalah perintah langsung dari
Allah yang mana merupakan solusi bagi segala jenis ketimpangan, dan sebetulnya tidak hanya
zakat saja, akan tetapi masih banyak lagi misalnya riba, riba dialarang dalam isalam, kemudian
ada solusi sebagai pengganti nya yakni profit sharing, atau bagi hasil.

Diantara perbedaan yang besar terhadap kedua prespektif makro ekonomi tadi, tidak
bisa dipungkiri persamaan tujuan keduanya adalah kesejahteraan bersama meskipun saya
menagtakan bahwa dalam praktik makroekonomi konvensional melenceng dari hal tersebut
karena tidak adanya landasan yang memperkuatnya. Di lain sisi adanya pajak merupakan hal
yang sama-sama ada dalam kedua makro ekonomi itu yang mana pajak merupakan pungutan
wajib dari rakyat untuk negara yang kemudian salah satunya digunakan dalam pembangunan
dan menjadi gaji pegawai negara.

Mungkin untuk saat ini di Indonesia masalah pengangguran menjadi pekerjaan rumah
yang perlu di atasi oleh pemerintah ditambah lagi keadaan yang membawa negara ini ke pada
resesi. Dari hal tersebut, banyak sektor yang tedampak dan masalah ketenaga kerjaan salaha
satunya. Ramai perusahaan melakukan PHK kepada beberapak pegawainya dan tentu angka
unemploynment semakin meningkat. Pada Februari 2021 saja jumlah pengangguran di
Indonesia mencapai 8,75 juta orang, yang mana pada periode yang sama tahun lalu jumlahnya
6, 93 juta orang. Akan tetapi jumlah per februari tadi menurun dibandingkan jumlah pada
agustus 2020 yang mana mencapai 9,77 juta orang.

Menurut saya pendapatan syariah merupakan solusi bagi permasalahan yang ada
sekarnag ini, dalam sektor syariah penekanan akan sektor riil merupakan fokus utama dalam
praktiknya, yang mana jika hal tersebut dilaksanakan maka suatu sirkulasi ekonomi akan
berjalan dengan baik. Pada makroekonomi syariah rumah tangga lebih banyak memberikan
summbangsih dalam perekonomian hal ini dibuktikan dari peran masyarakat, misalnya
sumbangan perorangan masyarakat, adanya kewajiban zakat. Dilihat dari hal tersebut, CSR
saja bisa di bawah daripada hal-hal yang telah disebutkan tadi, maka jika peran CSR dalam
mensosialkan kehidupan perekonomian lebih kecil dari peran peerorangan maka tidak dapat
dipungkiri, solusi yang lebih baik akan dipilih demi memajukan perekonomian dan pemerataan
yang mana model makroekonomi konvensional tidak dapat menjelaskan tentang hal ini.

Dalam praktiknya penerapan metode pendapatan nasional berbasis syariah sendiri


dapat berhasil apabila kandidat yang dipilih oleh masayrakatat dalam pemilihan wakil-wakil
rakyat itu tidak jauh dari yang namanya Al-Qur’an dan Sunnah, maksudnya kita wajib memilih
pribadi yang lebih dekat kepada al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW. Maka pada khalifah
siapakah penerpaan makroekonmi syariah ini berjalan baik?, menurut saya tadi, yang dekat
dengan al-Qur’an dan Sunnah.

Anda mungkin juga menyukai