Anda di halaman 1dari 31

KEPERAWATAN HIV

DOSEN PENGAMPU

Ns. Puji Astuti, M.Kep,Sp.Kep.MB

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 4

1. Anastasya Lutfi 0432950319045


2. Dinda Permata Sari 0432950319002
3. Enka Mutiara Diraeni 0432950319013
4. Mawadatussobah 0432950319008
5. Nurlaila 0432950319016
6. Virgiani 0432950319043

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI KEPERAWATAN S-1

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANI SALEH

KOTA BEKASI

2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena berkat rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah keperawatan HIV ini dengan baik dan lancar.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan pembaca mengenai “HIV/AIDS”. Wawasan tersebut bisa didapatkan melalui
pendahuluan, pembahasan masalah dan penarikan kesimpulan. Makalah ini disusun dengan
konsep dan bahasa yang sederhana sehingga dapat membantu pembaca untuk lebih mudah
memahami isi dari makalah ini.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini dan kepada dosen yang telah memberikan kesempatan dan kepercayaan
kepada kelompok kami untuk membuat tugas makalah ini. Kami menyadari sepenuhnya bahwa
didalam makalah ini terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kami berharap adanya kritik, saran dan usulan yang membangun demi perbaikan maklah yang
telah kami buat.

Bekasi, April 2021

Tim Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Prevalensi pasien yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) di
indonesia mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun. Hal tersebut
berbeda dengan negara-negara lain dikawasan Asia-Pasifik, dengan perkiraan total pasien
HIV dari 5,849 di tahun 2004 menjadi 198,219 pada tahun akhir tahun 2015 (WHO,
2016; Depkes, 2016). Peningkatan jumlah tersebut diiringi dengan peningkatan jumlah
pasien dengan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) dari 4,973 di tahun 2004
menjadi 77,112 pada akhir tahun 2015. Berbeda dengan tren peningkatan jumlah pasien
HIV dan AIDS, angka kematian yang disebabkan AIDS mengalami penurunan serta
dramatis dari 13,86% pada tahun 2004 menjadi 0,2% di tahun 2015 (Depkes, 2006).
Dengan meningkatnya umur harapan hidup pasien HIV maka infeksi HIV mengalami
perubahan dan lebih mengarah pada penyakit kronik. Sehingga pelayanan kesehatan
untuk pasien HIV/AIDS harus mengalami penyesuaian dan berfokus pada peningkatan
kualitas hidup pasien.
Perawatan paliatif merupakan sebuah pendekatan yang terbukti efektif dalam
memperbaiki kualitas hidup pasien dengan HIV/AIDS (Huang, 2013). Pelaksanaan
perawatan paliatif harus di mulai dari awal diagnosa sampai menjelang kematian. Pada
tahap awal pasien di diagnosa HIV, pasien membutuhkan pelayanan suportif untuk
membantu dalam pelaksanaan tes HIV, memfasilitasi dalam membuka status HIV
terhadap teman dan keluarga, dan memberikan dukungan dalam beradaptasi sebagai
seseorang yang hidup dengan HIV (Consortium, 2013). Badan kesehatan dunia seperti
WHO sudah merekomendasikan untuk mengintegrasikan perawatan paliatif kedalam
pelayanan komprehensif HIV/AIDS (WHO, 2005). Pada tahun 2015, secara global
diperkirakan sebanyak 20,4 juta pasien membutuhkan perawatan paliatif dan 5,7% nya
adalah pasien dengan HIV/AIDS (WHO, 2016). Sebagai perbandingan, di Afrika sekitar
80% pasien dengan HIV/AIDS membutuhkan perawatan paliatif, jumlah tersebut lebih
tinggi dibandingkan kebutuhan perawatan paliatif untuk pasien kanker, (Harding et al.,
2005; Uwimana & Struthers, 2007)
Pelayanan perawatan paliatif untuk pasien dengan HIV di indonesia kurang
berkembang. Padahal, pemerintah indonesia sudah mengeluarkan kebijakan untuk
mengintegrasikan pelayanan perawatan paliatif ke dalam pelayanan komprehensif
HIV/AIDS sejak tahun 2011. Sampai tahun 2016, perawatan paliatif dirumah sakit masih
berfokus untuk pasien kanker (Depkes, 2016). Penelitian sebelumnya banyak berfokus
pada kajian kebutuhan perawatan paliatif saja terutama pada pasien kanker, sedangkan
kajian faktor yang mempengaruhi dan pada pasien HIV masih sangat jarang. Kajian
prioritas kebutuhan pelayanan perawatan paliatif untuk pasien dengan HIV/AIDS dan
faktor-faktor yang mepengaruhinya penting untuk dilakukan sebagai data dasar yang
dapat digunakan untuk perencanaan dan pelaksanaan perawatan paliatif yang efektif dan
sesuaidengan kebutuhan pasien HIV/AIDS di indonesia.

B. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengkaji faktor-faktor yang berhubungan
dengan kebutuhan perawatan paliatif pada pasien dengan HIV/AIDS di indonesia.
Penelitian ini dilaksanakan dengan metode cross sectional di salah satu Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) yang berfokus pada penanganan HIV/AIDS di bandung,
Indonesia. Instrumen yang di gunakan meliputi data pengkajian demografik pasien,
sosial-ekonomi informasi klinis dan pengkajian kebutuhan paliatif dengan kuesiner yang
sudah di terjemahkan kedalam Bahasa Indonesia yaitu Problems and Needs of Palliative
Care (PNPC). Sejumlah 215 pasien dengan HIV/AIDS berhasil di rekruit dalam
penelitian ini.
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINSI
HIV (Human ImmunodeficiencyVirus) merupakan virus yang menyebabkan
infeksi HIV, sedangkan AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrom) adalah tahap
infeksi HIV yang paling tinggi. Dengan kata lain, HIV adalah virus yang dapat
menyebabkan AIDS jika tidak diobati. Tidak seperti beberapa virus yang lain, tubuh
manusia tidak dapat menyingkirksn HIV sepenuhnya, bahkan dengan pengobatan
sekalipun. Jadi, jika seseorang sudah terinfeksi HIV, maka HIV tersebut akan selamanya
(seumur hidup) berada didalam tubuh.
HIV menyerang sistem kekebalan tubuh, khususnya sel CD4 (sel T) yang
membantu sistem kekebalan melawan infeksi. Jika tubuh tidak diobati, HIV akan
mengurangi jumlah sel CD4 (sel T) dalam tubuh sehingga membuat seseorang lebih
mungkin untuk terkena infeksi lain atau kanker terkait infeksi. Seiring berjalan nya
waktu, HIV dapat menghancurkan sel sel tubuh sehingga tubuh tidak dapat melawan
infeksi dan penyakit. Infeksi oportunistik atau kanker ini memanfaatkan sistem kekebalan
tubuh yang sangat lemah. Hal ini menjadi penanda bahwa seseorang tersebut mengidap
AIDS, yaitu tahap terakhir infeksi HIV.
Saat ini tidak ada pengobatan yang efektif untuk penyembuhan HIV, tetapi
dengan perawatan medis yang tepat, HIV dapat dikendalikan. Obat yang digunakan untuk
mengobati HIV disebut terapi antiretroviral atau ART. Jika diminum dengan cara yang
benar setiap hari, obat ini dapat memperpanjang kehidupan seseorang yang terinfeksi
HIV. Selain untuk memperpanjang umur, obat ini juga menjaga seseorang agar tetap
sehat, dan mengurangi kesempatan untuk menginfeksi orang lain.

B. ETIOLOGI
Penyebab AIDS adalah infeksi oleh HIV. HIV merupakan retrovirus manusia dan
termasuk dalam keluarga lentivirus. Saat ini, terdapat 5 retro manusia yang telah
terdeteksi: HTLV-1, HTLV-2, HTLV-5, HTLV-1, HTLV-2, HTLV-2 belum di pastikan
memiliki hubungan dengan penyakiy pada manusia. HTLV-1 dan HTLV-5 berhubungan
dengan leukemia sel T dan limfoma pada manusia yang di tandai dengan poliferasi sel T4
helper CD4+, HIV-1 dan HIV-2 keduanya menyebabkan penurunan sel T4 helper., yang
menyebabkan hilangnya imunitas selular, yang ditandai dengan AIDS, HIV-1 merupakan
penyebab dominan AIDS di Amerika Serikat.
Walaupun semua jenis pasien AIDS ditemukan menderita sarkoma Kaposi (baik
heteroseksual, homoseksual, dan IVDU), insiden terbesar terdapat pada laki-laki
homoseksual dengan HIV positif. KS merupakan neoplasma multifokal, yang mampu
terjadi pada banyak tempat secara serempak. Di curigai bahwa KS-AIDS bukan
merupakan akibat sekunder dari HIV, tetapi sebenarnya, merupakan penyakit menular
seksual yang tersendiri, Sito Megalovirus merupakan suatu virus yang telah lama di
curigai sebagai penyebab KS. Status imunodefisiensi lainnya seperti imunosupesi yang
terinduksi secara iatrogenis, seperti yang terlihat pada pasien transplantasi ginjal,
merupakan suatu kemungkinan terjadi KS.

C. FAKTOR RESIKO
1. Infeksi HIV Akut
Infeksi akut atau primer merupakan tahap awal penyakit HIV yang dapat
menyebabkan gejala demam dan ruam, hal ini terjadi karena virus menggandakan diri
secara cepat di dalam tubuh dan menulari sel kekebalan. Sebagian penderita
mengalami gejala mirip dengan flu, demam, ruam, sakit tenggorokan, dan
pembengkakan kelenjar getah bening serta batuk. Pada tahap ini umumnya bertahan
beberapa minggu.

2. Jarum Suntik
Jarum suntik berperan dalam penyebaran virus HIV/ AIDS dari tubuh penderita ke
tubuh manusia lain. Hal ini dikarenakan penggunaan jarum suntik yang tidak hanya
sekali pakai. Sebaiknya, jarum suntik digunakan hanya untuk sekali pakai.
D. TANDA DAN GEJALA
KS-AIDS (juga disebut KS epidemis) biasanya ditandai dengan lesi multifokal
yang menyebar pada tahap permulaan penyakit. Penyakit ini memiliki rentang virulensi
yang besar pada pasien HIV, mulai dari penyakit stabil yang terbatas sampai penyakit
yang parah dengan pembentukkan lesi-lesi baru yang sangat cepat dan terus menerus.
KS-AIDS biasanya di klasifikasikan menurut tempat lesi. KS noduler di tandai dengan
lesi nodular subkutan yang bervariasi ukurannya dari diameter beberapa milimeter
sampai dengan beberapa sentimeter. KS limfadenopati terutama menyerang kelenjar
getah bening perifer. Lesi KS oral dapat menyebabkan perdarahan pada tempat lesi,
pergeseran gigi dan rasa nyeri. KS viseral pada umumnya menyerang paru dan saluran
pencernaan. Menurut KPA (2007) gejala klinis terdiri dari 2 gejala yaitu gejala mayor
(umum terjadi) dan gejala minor (tidak umum terjadi):

Gejala mayor:

a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan


b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
d. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
e. Demensia/ HIV ensefalopati

Gejala minor:

a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan


b. Dermatitis generalisata
c. Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang
d. Kandidias orofaringeal
e. Herpes simpleks kronis progresif
f. Limfadenopati generalisata
g. Retinitis virus Sitomegalo
Menurut Mayo Foundation for Medical Education and Research (MFMER) (2008),
gejala klinis dari HIV/AIDS dibagi atas beberapa fase.

a. Fase awal
Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan gejala dan tanda-tanda infeksi.
Tapi kadang-kadang ditemukan gejala mirip flu seperti demam, sakit kepala, sakit
tenggorokan, ruam dan pembengkakan kelenjar getah bening. Walaupun tidak
mempunyai gejala infeksi, penderita HIV/AIDS dapat menularkan virus kepada orang
lain.
b. Fase lanjut
Penderita akan tetap bebas dari gejala infeksi selama 8 atau 9 tahun atau lebih. Tetapi
seiring dengan perkembangan virus dan penghancuran sel imun tubuh, penderita
HIV/AIDS akan mulai memperlihatkan gejala yang kronis seperti pembesaran
kelenjar getah bening (sering merupakan gejala yang khas), diare, berat badan
menurun, demam, batuk dan pernafasan pendek.
c. Fase akhir
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah terinfeksi,
gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir pada penyakit
yang disebut AIDS.

E. KLASIFIKASI
Ada 2 klasifikasi yang sampai sekarang sering digunakan untuk remaja dan dewasa yaitu
klasifikasi menurut WHO DAN Centers for Dsease Control and Prevetonin (CDC)
Amerika Serikat. Dinegara berkemabng mengguakan sistem klasifikasi WHO dengan
memakai data klinis dan laboratorium. Klasifikasi menurut WHO digunakan pada
beberapa negara yang pemeriksan limfosit CD4+ tidak tersedia. Klasifikasi stadium klinis
HIV/AIDS WHO dibedakan menjadi 4 stadium, yaitu :
1. Stadium 1 : tidak aa penurunan berat badan, tanpa gejala atau hanya Limfagenopati
Generalisa Persisten.
2. Stadium II : penurunan berat badan <10%, ISPA berulang : sinusitis, otitis media, dan
faringitis. Herpes zooster dalam 5 tahun terakhir. Luka disekitar bibir (Kelitis
Angularis). Ulkus mulut berulang. Ruam kulit yng gatal (seboroik atau prurigo).
Dermatitis Seboroik. Infeksi jamur pada kuku.
3. Stadum III : Penurunan berat badan >10%, diare, demam yang tidak diketahui
penyebabnya >1 bulan. Knadidiasis Oral atau Oral Hairy Leukoplakia. TB Paru
dalam 1 tahun terkahir, Limfadenitis TB, Infeksi bakterial yang berat : Penumonia,
Piomiosis. Anemia (<8 gr/dl). Trombositopeni Kronik (<50x109 perliter).
4. Stadium IV : Sindroma Wasting (HIV), Penumonia Pneumocystis, Pneumonia
bakterial yang berat berulang dalam 6 bulan, Kandidiasis esofagus, Herpes Simpleks
Ulseratif >1 bulan, Limfoma, Srkoma Kaposi, Knker Serviks yang infasif, Retinitis
CMV, TB Extra paru, Toksoplasmosis, Ensefalopati HIV, Meningitis Kriptokokus,
Infeksi mikrobakteria non-TB meluas, Lekoensefalopati multifokal progresif,
Kriptosporidiosis kronis, mikrosis meluas.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostik HIV dapat ditegakan dengan menggunakan 2 metode
pemeriksaa, yaitu pemeriksaan serologis dan virologis.
a. Metode pemeriksaan serologis
Antibodi dan antigen dapat dideteksi melalui pemeriksaan serologis. Adapun
metode pemeriksaan serologis yang sering digunakan adalah :
- Rapid immunochroatography test (tes cepat)
- EIA (enzyme immunoassay)
Secara umum tujua pemeriksaan tes cepat dan EIA adalah sama, yaitu mendeteksi
anti bodi saja (generasi pertama) atau antigen dan antibodi (generasi ketiag dan
keempat). Metode wetern blot sudah tidak digunaakn sebagai standar konfirmasi
diagnosis HIV lagi di Indonesia. (Keputusan Mentri Kesehatan Republik
Indonesia, 2019).
b. Metode pemeriksaan Virologis
Pemeriksaan virologis dilakukan dengan pemeriksaan DNA HIV dan RNA HIV.
Saat ini pemeriksaan DNA HIV secara kualitatif di Indonesia lebih banyak
digunakan untuk diagnosis HIV pada bayi. Pada daerah yang tidak memiliki
sarana pemeriksaan DNA HIV, untuk menegakan diagnosis dapat menggunakan
pemeriksaan RNA HIV yang bersifat kuantitatif atau merujuk ke tempat yang
mempunyai sarana pemeriksaan DNA HIV dengan menggunakan tetes darah
kering (dried blood spot(DSB)).
Pemeriksaan virologis digunakan untuk mendiagnosis HIV pada :
1. Bayi berusia dibawah 18 bulan
2. Infeksi HIV primer
3. Kasus terminal dengan hasil pemeriksaan antibodi negatif namun gejala klinis
sangat mendukung ke arah HIV/AIDS
4. Konfirmasi hasil inkonklusif atau konfirmasi untuk dua hasil laboratorium yang
berbeda.

G. PATOFISIOLOGI
HIV masuk ke dalam darah dan mendekati sel T-helper dengan melekatkan dirinya
pada protein CD4. Sekali ia berada didalam, materi viral (jumlah virus dalam tubuh
penderita) turunan yang disebut RNA (ribonuclcic acid) berubah menjadi viral DNA
(deoxyribonuclcicacid) dengan suatu enzim yang disebut reverse transcriptase. Viral
DNA tersebut menjadi bagian dari DNA manusia, yang mana daripada menghasilkan
lebih banyak sel jenisnya, beda tersebut mulai menghasilkan virus-virus HI.
Enzim lainnya, protease, mengatur viral kimia untuk membentuk virus-virus yang
baru. Virus-virus baru tersebut keluar dari sel tubuh dan bergerak bebas dalam aliran
darah, dan berhasil menulari lebih banyak sel. Ini adalah sebuah proses yang sedikit demi
sedikit dimana akhirnya merusak sistem kekebalan tubuh dan meninggalkan tubuh
menjadi mudah diserang oleh infeksi dan penyakit-penyakit yang lain. Dibutuhkan waktu
untuk menularkan virus tersebut dari orang ke orang.
Respon tubuh secara alamiah terhadap suatu infeksi adalah untuk melawan sel-sel
yang terinfeksi dan menggantikan sel-sel yang telah hilang. Respon tersebut mendorong
virus untuk menghasilkan kembali dirinya. Jumlah normal dari sel-sel CD4+T pada
seseorang yang sehat adalah 800-1200 sel/ml kubik darah. Ketika seorang pengidap HIV
yang sel-sel CD4+T-nya terhitung dibawah 200, dia menjadi semakin mudah diserang
oleh infeksi-infeksi oportunistik.
Infeksi-infeksi oportunistik adalah infeksi-infeksi yang timbul ketika sistem
kekebalan tertekan. Pada seseorang dengan sistem kekebalan yang sehat infeksi-infeksi
tersebut tidak biasanya mengancam hidup mereka tetapi bagi seorang pengidap HIV hal
tersebut dapat menjadi fatal (Wirya, 2003).

H. CARA PENULARAN

HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang berpotensial
mengandung HIV adalah darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu (KPA,
2007). Penularan HIV dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu : kontak seksual, kontak
dengan darah atau sekret yang infeksius, ibu ke anak selama masa kehamilan, persalinan
dan pemberian ASI (Air Susu Ibu). (Zein, 2006)

1. Seksual
Penularan melalui hubungan heteroseksual adalah yang paling dominan dari
semua cara penularan. Penularan melalui hubungan seksual dapat terjadi selama
senggama laki-laki dengan perempuan atau laki-laki dengan laki-laki. Senggama
berarti kontak seksual dengan penetrasi vaginal, anal (anus), oral (mulut) antara
dua individu. Resiko tertinggi adalah penetrasi vaginal atau anal yang tak
terlindung dari individu yang terinfeksi HIV.
2. Melalui transfusi darah atau produk darah yang sudah tercemar dengan virus HIV.
3. Melalui jarum suntik atau alat kesehatan lain yang ditusukkan atau tertusuk ke
dalam tubuh yang terkontaminasi dengan virus HIV, seperti jarum tato atau pada
pengguna narkotik suntik secara bergantian. Bisa juga terjadi ketika melakukan
prosedur tindakan medik ataupun terjadi sebagai kecelakaan kerja (tidak sengaja)
bagi petugas kesehatan.
4. Melalui silet atau pisau, pencukur jenggot secara bergantian hendaknya
dihindarkan karena dapat menularkan virus HIV kecuali benda-benda tersebut
disterilkan sepenuhnya sebelum digunakan.
5. Melalui transplantasi organ pengidap HIV
6. Penularan dari ibu ke anak Kebanyakan infeksi HIV pada anak didapat dari
ibunya saat ia dikandung, dilahirkan dan sesudah lahir melalui ASI.
7. Penularan HIV melalui pekerjaan: Pekerja kesehatan dan petugas laboratorium.

Terdapat resiko penularan melalui pekerjaaan yang kecil namun defenitif, yaitu
pekerja kesehatan, petugas laboratorium, dan orang lain yang bekerja dengan
spesimen/bahan terinfeksi HIV, terutama bila menggunakan benda tajam (Fauci, 2000).
Tidak terdapat bukti yang meyakinkan bahwa air liur dapat menularkan infeksi baik
melalui ciuman maupun pajanan lain misalnya sewaktu bekerja pada pekerja kesehatan.
Selain itu air liur terdapat inhibitor terhadap aktivitas HIV (Fauci,2000). Menurut WHO
(1996), terdapat beberapa cara dimana HIV tidak dapat ditularkan antara lain:

1. Kontak fisik
Orang yang berada dalam satu rumah dengan penderita HIV/AIDS, bernapas
dengan udara yang sama, bekerja maupun berada dalam suatu ruangan dengan
pasien tidak akan tertular. Bersalaman, berpelukan maupun mencium pipi, tangan
dan kening penderita HIV/AIDS tidak akan menyebabkan seseorang tertular.
2. Memakai milik penderita
Menggunakan tempat duduk toilet, handuk, peralatan makan maupun peralatan
kerja penderita HIV/AIDS tidak akan menular.
3. Digigit nyamuk maupun serangga dan binatang lainnya.
Mendonorkan darah bagi orang yang sehat tidak dapat tertular HIV.

I. PENATALAKSANAAN TERAPI FARMAKOLOGI


Menurut Pusat Informasi Obat Nasional, Badan POM (2015). Obat yang digunaak
untuk infeksi HIV adalah Zidovudin, suatu penghambat reverse transkriptase nukleosida
(NRTIs) atau (analo nukleosid) merupakan obat pertama yang digunakan untuk HIV.
Obat lain dari golongan ini antara lain didanosin, lamivudin, stavudin dan zalsitabin.
Stavudin, terutama bersama dengan didanosin, memberi risiko lipodistrofi yang lebih
besar dan laktat asidosis, sehingga hanya bisa digunakan bila tidak ada regimen lain yang
efektif.
Penghambat protease, atazanavir, indinavir, ritonavir dan saquinavir sudah mulai
digunakan. Ritonavis dosis rendah dapat meningkatkan aktivitas atazanavir, indinavie
dan saquinavir sehingga kadarnya dalam plasma tetap tingi. Pada dosis rendah tersebut,
ritonavir tidak memberikan aktivitas antiretroviral.
Obat antiretroviral penghambat protease dimetabolisme oleh enzim sitokrom
P450, karena itu mempunyai potensi interaksi obat yang bermakna. Penghambat protease
menyebabkan lipodistrofi dan efek metabolik.
Penghambat reverse transkriptase non – nukleosida (NNRTIs) evafirenz dan
nevarapin aktif aktif terhadap subtipe HIV-1, bukan HIV-2 (subtipe yang banyak
ditemukan di Afrika). Obat ini dapat berinteraksi dengan obat yang dimetabolisme di
hati. Nevirapin menyebabkan gejala ruam (termasuk sindrome Stevens-Jhonson) yang
menyebabkan hepatitis fatal. Gejala ruam kulit juga terjadi pada penggunaan efavirenz
namun lebih ringan. Efavirenz juga dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam plasma.

J. PEMERIKSAAN OBJEKTIF
1. Aktivitas/istirahat
Gejala yang tmbul adalah yaitu mudah lelah, intoleran, progesi malaise, dan
perubahan pola tidur, yang ditandai dengan kelemahan otot, menurunnya massa
otot, respon fisiologi aktivitas seperti perubahan TD, frekuensi jantung, dan
pernafasan.
2. Integritas dan Ego
Gejala yang timbul yaitu stress yang berhubungan dengan kehilangan,
kekhawatiran penampilan, mengingkari diagnosis, dan putus asa, yang ditandai
dengan cemas, depresi, ingkar, takut, dan marah.
3. Sirkulasi
Gejala yang timbul yaitu penyembuhan anemia yang lambat, dan pendarahan lama
pada cedera, yang ditandai dengan perubahan tekanan TD postural, menurunnya
volume nadi perifer, pucat, dan perpanjangan pengisian kapiler.
4. Eliminasi
Gejala yang timbul yaitu diare intermiten secara terus menerus, nyeri panggul, dan
rasa terbakar saat mixi, yang ditandai dengan feses encer dengan atau tanpa darah,
sering diare pekat, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rektal, perineal,
perubahan jumlah, warna, dan karakteristik urine.
5. Cairan atau Makanan
Gejala yang timbul yaitu mual muntah, disfagia, dan anoreksia, yang ditandai
dengan lesi rongga mulut, kesehatan gigi dan gusi, edema, dan turgor kulit yang
buruk.
6. Higiene
Gejala yang timbul yaitu tidak dapat menyelasikan aktivitas kehidupan sehari –
hari, yang ditandai dengan penampilan tidak rapih dan kurang perawatan diri.
7. Pernafasan
Gejala yang timbul yaitu batuk, sesak, nafas pendek, dan ISK sering atau
menetap, yang ditandai dengan takipnea, distress pernafasan, perubahan bunyi
nafas, dana danya sputum.
8. Penyuluhan atau Pembelajaran
Gejala yang timbul yaitu kegagalan dalam perawatan, perilaku seks,
penyalahgunaan obat – obatan, merokok, dan mengonsumsi alkohol.
9. Kenyamanan atau Nyeri
Gejala yang timbul yaitu nyeri umum taua lokal, sakit kepala, nyeri dada pleuritis,
dan rasa terbakar, yang ditandai dengan bengkak pada bagian sendi, pincang,
nyeri tekan, nyeri kelenjar, dan penurunan rentan gersk.
10. Interkasi sosial
Gejala yang timbul yaitu maslaah diagnosis, isolasi, kesepian dan trauma AIDS,
yang ditandai dengan perubahan interaksi.
11. Keamanan
Gejala yang timbul yaitu adanya riwayat jatuh, pingsan, terbakar, tranfusi darah,
penyakit defisiensi imun, demam berulang, dan keringat malam, yang ditandai
dengan erubahan integritas kulit, luka perineal atau abses, timbulnya nodul,
pelebaran kelenjar limfe, menurunnya kekuatan umum, dan tekanan umum.
12. Neurosensori
Gejala yang timbul yaitu sakit kepala, pusing, perubahan status mental, kerusakan
indra, tremor, dan kelemahan otot, yang ditandai dengan perubahan status mental,
ide paranoid, kejang, hemiparesis, anxietas, dan gerak refleks tidak normal.
13. Seksualitas
Gejala yang timbul yaitu riawayat perilaku seks, menurunnya libido, dan
penggunaan alat atau obat pencegah kehamilan yang ditandai dengan kehamilan
dan herpes genitalia.

K. MITOS SEPUTAR HIV


1. HIV dapat menular melalui gigitan nyamuk?
Salah, HIV tidak menyebar melalui gigitan nyamuk atau gigitan serangga lainnya
2. HIV dapat menyebar melalui sentuhan biasa?
Salah, HIV tidak dapat ditularkan oleh kontak sehari – hari dalam kegiatan sosial,
disekolah ataupun ditempak kerja. HIV juga tidak dapat ditularkan melalui jabat
tangan, pelukan, penggunaan toilet umum atau minum dari gelas yang sama dengan
seorang yang terinfeksi HIV, atau terpapar batuk atau bersin penyandang infeksi HIV.
3. HIV hanya menjangkiti kaum homoseksual dan pengguna narkotik
Tidak, setiap orang yang melakukan hubungan seks yang tak terlindungi, berbagi
pengunaan obat suntikan, atau diberi transfusi darah dengan darah yang
terkontaminasi dapat terinfeksi HIV.
4. Seorang yang terkena HIV dapat dilihat dari penampilannya
Tidak, kita tidak dapat mengetahui apakah seornag penyandang HIV atau AIDS hany
dengan penampilan mereka. Seorang yang terinfeksi HIV bisa saja nampak sehat dan
merasa baik – baik saja, namun mereka tetap dapat menularkan virus.

L. KOMPLIKASI HIV/AIDS

Menurut Komini Penanggulangan AIDS Nasional tahun 2003. Komplikasi yang


terjadi pada pasien HIV/AIDS adalah sebagai berikut :

1. Kandidiasis bronkus, trakea, atau paru – paru.


2. Kandidiasis Esofagus
3. Kriptokokosis extra paru.
4. Kriptosporidiosis intestinal kronis >1 bulan
5. Rinitis CMV ( gangguan pengelihtan)
6. Herpes simpleks, ulus kronik >1 bulan
7. Mycobacterium tuberculosis di paru atau etxtra paru
8. Ensefalitistoksoplasma

M. PEMERIKSAAN FISIK
- Gambaran umum : biasanya ditemuka pasien tampak lemah
- Kesadaran pasien : compos mentis cooperatif, sampai terjadi penurunan kesadaran,
apatis, somnolem, stupor bahkan coma.
- Tekanan darah : tidak ada perubahan/ditemukan dalam batas normal.
- Pernafasan : biasanya ditemuka frekuensi nafas meningkat.
- Suhu : biasanya ditemukan suhu tubuh meningkat karena demam/terjadinya infeksi
- Berat badan : biasanya ditemukan penurunan berat badan (bahan hingga 10%)
- Tinggi badan : tidak terjadi peningkatan jumlah tinggi badan (tetap)
- Kepala : biasanya ditemukan kulit kepala yang kering karena terjadi dermatitis
seboreik.
- Mata : biasanya ditemukan konjungtiva anemis, sclera unikterik, pupil isokor,
refleks pupil terganggu.
- Hidung : biasanya ditemukan adanya pernafasan cuping hidung.
- Gigi dan mulut : biasanya ditemukan ulserasi dan adanya bercak – bercak putih
seperti krim yang menunjuka kandidiasi.
- Leher : kaku kuduk (penyebab kelainan neurologic karena infeksi jamur
cryptococcus neoformans), biasanya terjadi pembesaran getah bening.
- Jantung : biasanya tidak ditemukan kelaianan
- Paru – paru : biasanya terdapat nyeri dada, retraksi dinding dada pada pasien AIDS
yang disertai dengan TB Paru, nafas pendek (kusmaul), dipsnea.
- Abdomen : biasanya terdengar bunyi bising usus hiperaktif.
- Kulit : biasanya ditemukan turgor kulit jelek,terdapat tanda – tanda lesi (lesi
sarkoma kaporsi).
- Ekstremitas : biasanya terjadi kelemahan otot, tonus otot menurun, akral teraba
dingin.

N. EDUKASI
Menurut Permenkes No.21 Tahun 2013 yang mengatur mengenai penanggulanga
HIV/AIDS di Indonesia, promosi kesehatan ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan
yang benar dan komperhensif mengenagi pencegahan penulara HIV dan menghilangkan
stigma serta diskriminasi. Upaya edukasi dan promosi kesehatan ini perlu diberikan untuk
seluruh lapisan masyarakat, terutama pada populasi kunci, yaitu :
- Pengguna NAPZA suntik
- Pekerja Seks Komersial (PSK) langsung maupun tidak langsung
- Pelangan/ pasangan PSK
- Homoseksual, waria, laki – laki pelanggan/pasangan seks dengan sesama laki – laki.
- Warga binaan pemasyarakatan.

Pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual dilakukan melalui upaya :

- A (Absentinence) : absen seks atau tidak melakukan hubunan seks bagi yang belum
menikah
- B (Be Faithful) : bersikap saling setia kepada satu pasangan (tidak berganti ganti
psangan)
- C (Condom) : mencegah penularan HIV melalui hubungan seksual dengan
mengunakan kondom
- D (Drug no) : tidak menggunakan narkotika
- Meningkatkan kemampuan pencegahan melaui edukasi termasuk mengobati infeksi
menular seksual (IMS) sedini mungkin.

PITC (Provider Initiated Counseling and Testing) pemberi pelayanan kesehatan dan
konseling harus dianjurkan sebagai bagian dari standart pelayanan :

- Setiap orang dewasa, remaja dan anak – anak yang datang kefasilitas layanan
kesehatan dengan tanda dan gejala atau kondisi medis yang mengidentifikasikan atau
patut diduga telah terinfeksi HIV terutama pasien dengan riwayat penyakit
tuberculosis dan IMS.
- Asuhan antenatal pada ibu hamil dan ibu bersalin
- Bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan infeksi HIV
- Anak – anak dengan pertumbuhan suboptimal atau malnutrisi diwilayah epidemi
luas, atau anak dengan manutrisi yang tidak menunjukan respon baik dengan
pengobatan nutrisi yang adekuat.
- Laki – laki dewasa yang meminta sirkumsisi sebagai tindakan pencegahan HIV.

O. DAMPAK
Menurut Jurnal Buletin Studi Ekonomi, Vol. 19 (2014). Indikator sosial yang mengalami
perubahan setelah responden terkena penyakit HIV /AIDS adalah intensitas keikutsertaan
rapat, intensitas berkunjung ke rumah keluarga atau kerabat, intensitas keikutsertaan
gotong – royong dilingkungan sekitar tempat tinggal, dan intensitas menghadiri undangan
adat. Sedangkan indikator sosial yang tidak mengalami perubahan setelah reponden
terkena HIV/AIDS adalah variable komunikasi, intensitas sembahyang/ibadah bersama
keluaga atau masyarakat , dan interaksi dengan keluarga. Indikator ekonomi yang
mengalami perubahan setelah responden tekena penyakit HIV/AIDS adalah variable jam
kerja, artinya ada perbedaan jam kerja, sebelum dan sesudah terkena HIV/AIDS .
Sedangakn indikator yang tidak mengalami perubahan adalah variable keadaan bekerja
atau tidak , lapagan pekerjaan, status pekerjaan, dan pendapatan. Perbedaan keadaan
psikologis reponden yaitu stress, frustasi, kecemasan, kemarahan, penyangkalan,
berduka, dan rasa malu sebelum dan sesudah terkena penyakit HIV/AIDS.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PADA TN.Y DENGAN DIAGNOSIS HIV

KASUS

Bapak W umur 28 tahun dirawat diruang medikal bedah karena diare sudah sebulan tak sembuh-
sembuh meskipun sudah berobat ke dokter. Pekerjaan bapak W adalah supir truk dan dia baru
saja menikah dua tahun yang lalu dan isterinya sedang hamil 7 bulan . Bapak W mengatakan
bahwa dia diare cair ±15 x sehari dan BB menurun 7 kg dalam satu bulan serta sariawan mulut
tak kunjung sembuh meskipun telah berobat dan tidak nafsu makan dan kulit tampak kemerahan.

Hasil foto thorax ditemukan pleural effusi kanan, hasil laboratorium sebagai berikut: Hb 11
gr/dL, leukosit 20.000/Ul, trombosit 160.000/UL, LED 30mm, Na 8 mmol/L, K 2,8 mmol/L, Cl
110 mmol/L, protein 3,5. Tanda-tanda vital: TD=120/80mmHg, N=120x/mnt, P=28x/menit,
S=390C, konjungtiva anemis, sklera tdk ikterik, paru-paru :ronchi +/+ dan wheezing +/-, dari test
Elisa dan Western Blot Tn W terdiagnosis HIV positif. Klien mempunyai seorang isteri dan 2
orang anak, Pasien tidak tahu kalua dia menderita HIV. Pasien mengatakan masih berhubungan
suami isteri dengan isterinya. Saat ini pasien mendapatkan terapi antivirus HIV dan saat akan
memberikan obat antibiotik tanpa sengaja seorang perawat terkena ujung jarum sampai
menyebabkan sarung tangannya ikut berlobang

PENGKAJIAN KEPERAWATAN

I. IDENTITAS KLIEN
Nama : Tn. W
Usia : 28 Tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Pendidikan :-
Pekerjaan : Supir Truck
Status : Menikah
Agama :-
Alamat :-
Diagnosa Medis : HIV Positif
Tanggal Masuk RS :-
Tanggal Pengkajian :-

II. IDENTITAS KELUARGA KLIEN


Nama : Ny. Y
Status : Menikah
Hub. Dengan pasien : Istri
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat :-
III. RIWAYAT KESEHATAN

1.Alasan Masuk RS :

Pasien datang dengan alasan sudah sebulan tak kunjung sembuh meskipun sudah berobat
kedokter.

2.Keluhan Utama :

Data subjektif

 Diare sudah sebulan tak kunjung sembuh


 Diare dengan konsistensi cair ±15 x sehari
 BB menurun sebanyak 7 kg dalam satu bulan
 Sariawan tak kunjung sembuh walau sudah berobat
 Tidak nafsu makan
 Pasien masih berhubungan badan dengan sang istri

Data Objektif

 Kulit pasien tampak kemerahan


 Hasil foto thorax : efusi pleural kanan
 Hasil laboratorium :
i. Hb : 11gr/ dL
ii. Leukosit : 20.000/Ul,
iii. Trombosit : 160.000/UL
iv. LED : 30mm
v. Na : 8 mmol/L
vi. K : 2,8 mmol/L
vii. Cl : 110 mmol/L
viii. Protein : 3,5
 Tanda – tanda vital :
ix. TD : 120/80 mmHg
x. Nadi : 120x/menit
xi. Pernafasan : 28x/menit
xii. Suhu : 39°C
xiii. Konjungtiva : Anemis
xiv. Paru – paru : ronchi +/+ dan wheezing +/-
xv. test Elisa dan Western Blot Tn W terdiagnosis HIV positif.

3.Riwayat Kesehatan Sekarang :

Pasien tidak tahu bahwa dia menderita penyakit HIV Positif.

4.Riwayat Kesehatan Dahulu : -


A. DESKRIPSI RESUME KASUS (ANALISA DATA)

NO. DATA ETIOLOGI MASALAH

1. Data subjektif : Adanya skeret yang Gangguan pola


 pasien mengatakan sesak nafas mengental serta nafas/pola nafas tidak
dan sulit berbicara
cairan dibagian paru efektih
Data objektif :
 batuk tidak efektif/tidak – paru kanan
mampu batuk
 Hasil foto thorax : efusi pleural
kanan
 Paru – paru : ronchi +/+ dan
wheezing +/-
 Frekuensi nafas berubah
 Pola nafas berubah
 TD : 120/80 mmHg
 Nadi : 120x/menit
 Pernafasan : 28x/menit

2. Data subjektif : Diare Defisit volume cairan

 Diare sudah sebulan tak


kunjung sembuh
 Diare dengan konsistensi cair
cair ±15 x sehari
 BB menurun sebnayk 7 kg
dalam satu bulan
Data objektif :

 Feses lembek/cair
 Kulit kemerahan
 Frekuensi peristaltik
meningkat
 Bising usus hiperaktif
 Hb : 11gr/ dL
 Leukosit : 20.000/Ul,
 LED : 30mm
 Na : 8 mmol/L
 K : 2,8 mmol/L
 Cl : 110 mmol/L
 Protein : 3,5

3. Data subjektif : Nafsu makan Defisit pemenuhan

 Sariawan tak kunjung sembuh menurun nutrisi kurang dari


 Tidak nafsu makan kebutuhan
 BB menurun sebanyak 7 kg
dalam satu bulan
Data objektif :

 Berat badan menurun dibawah


10% rentan ideal
 Bising usus hiperaktif
 Sariawan
 Membran mukosa pucat
 Serum albumin turun
 Diare
 Na : 8 mmol/L
 K : 2,8 mmol/L
 Cl : 110 mmol/L
 Protein : 3,5

3. Data subjektif : - Peyakit kronis atau Risiko ifeksi


Data objektif : peningkatan paparan
organisme patogen
 Kulit pasien tampak
kemerahan lingkungan
 test Elisa dan Western Blot Tn
W terdiagnosis HIV positif.
B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN

NO. DIAGNOSA KEEPRAWATAN

DX 1 Gangguan pola nafas atau pola nafas tidak efektif b/d adanya skeret yang
mengental serta cairan dibagian paru – paru kanan

DX 2 Defisit volume cairan b/d diare

DX 3 Defisit nutrisi atau nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d nafsu makan
menurun

DX 4 Risiko infeksi b/d Peyakit kronis atau peningkatan paparan organisme


patogen lingkungan

C. TINDAKAN KEPERAWATAN

NO Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional


Keperawatan Kriteria Hasil

DX Gangguan pola nafas Setelah dilakukan Observasi 1. Mengetahui dan


1 atau pola nafas tidak tindakan memastikan
1. Monitor pola
efektif b/d adanya keperawatan kepatenan jalan
selama 1X24 nafas (frekuensi,
skeret yang nafas dan
jam,pasien dapat kedalaman,
mengental serta pertukaran gas
diharapkan usaha nafas)
cairan dibagian paru – yang adekuat
paru kanan d/d : bersihan jalan nafas 2. Monitor bunyi 2. Mengumpulkan
efektif dengan nafas tambahan
dan menganalisa
Data subjektif : kriteria hasil : (mengi, ronchi,
data pernafasan
 pasien wheezing)
1. Batuk efektif dan suhu tubuh
mengatakan 3. Monitor sputum
sedang untuk
sesak nafas
2. Ronchi dan Teurapetik menentukan dan
dan sulit
wheezing cukup mencegah
berbicara 1. Pertahankan
membaik komplikasi
Data objektif : kepatenan jalan
3. Sesak nafas 3. Menghindari
 batuk tidak nafas dengan
cukup membaik penekanan pada
efektif/tidak head tilt dan chin
4. Sulit berbicara jalan nafas untuk
mampu batuk lift
cukup membaik meminimalkan
 Hasil foto 2. Lakukan
5. Frekeunsi nafas penyempitan
thorax : efusi penghisapan
sedang jalan nafas
pleural kanan lendir kurang
4. posisi tegak
 Paru – paru : 6. Pola nafas dari 15 detik memungkinkan
ronchi +/+ dan sedang 3. Posisikan fowler ekspansi paru
wheezing +/- atau semi fowler lebih baik
 Frekuensi serta berikan 5. pemberian
nafas berubah oksigen tambahan
 Pola nafas oksigen
Kolaborasi
berubah mengurangi
 TD : 120/80 1. Kolaborasi beban kerja otot
mmHg pemberian – otot
 Nadi : bronkodilator, pernafasan.
120x/menit ekspektoran,
 Pernafasan : mukolitik, jika
28x/menit perlu

DX Defisit volume cairan Setelah dilakukan Observasi 1. Menunjukan


2 b/d proses diare d/d : tindakan kehilangan cairan
1. Monitor status
keperawatan atau dehidrasi
Data subjektif : selama 1X24 hidrasi (mis,
2. Menujukan
jam,pasien dapat frekuensi nadi,
 Diare sudah informasi tentang
diharapkan kekuatan nadi,
sebulan tak keseimbangan
peningkatan akral, pengisian
kunjung cairan agar dapat
keseimbangan kapiler
sembuh diperbaiki
cairan dengan membrran
 Diare dengan keseimbangan
kriteria hasil : mukosa, turgor
konsistensi cairan
kulit, tekanan
cair cair ±15 x 1. Asupan cairan 3. Memberikan
cukup membaik darah)
sehari informasi
2. Kelembapan 2. Monitor berat
 BB menurun kebutuhan diet
membran badan harian
sebnayk 7 kg yang diperlukan
mukosa cukup 3. Monitor hasil
dalam satu atau keefektifan
membaik pemeriksaan
bulan terapi
3. Asupan laboratorium
4. Memastikan
Data objektif : makanan (mis, Na, K,Cl,
keefektifan
sedang dll)
 Feses 4. Berat badan proses
lembek/cair sedang Teurapetik pencernaan,
 Kulit protein perlu
1. Catat intake –
kemerahan untuk integritas
output
 Frekuensi jaringan
2. Berikan asupan
peristaltik cairan
meningkat 3. Berikan cairan
 Bising usus intravena, jika
hiperaktif perlu
 Hb : 11gr/ dL
Kolaborasi
 Leukosit :
20.000/Ul, 1. Kolaborasi
 LED : 30mm pemberian
 Na : 8 mmol/L diuretik, bila
 K : 2,8 perlu
mmol/L
 Cl : 110
mmol/L
 Protein : 3,5

DX Defisit nutrisi atau Setelah dilakukan Observasi 1. Mengidentifikas


3 nutrisi kurang dari tindakan i
keperawatan 1. Monitor asupan
kebutuhan tubuh b/d ketidakseimban
selama 1X24 makanan, berat
nafsu makan menurun gan nutrisi
jam,pasien dapat badan, dan hasil
d/d : pasien
diharapkan laboratorium
2. Mengetahui
Data subjektif : peningkatan 2. Identifikasi
defisit nutrisi
keseimbangan makanan yang
 Sariawan tak pasien agar
cairan dengan disukai
kunjung dapat dilakukan
kriteria hasil : 3. Identifikasi
sembuh intervensi dalam
status nutrisi
 Tidak nafsu 1. Nafsu makan pemberian
makan sedang Teurapetik asupan pada
 BB menurun 2. Bsiisng usus pasien.
1. Sajikan makanan
sebanyak 7 kg sedang 3. Membantu
yang menarik
dalam satu 3. Frekuensi dalam
dan suhu yang
bulan makan cukup identifikasi
sesuai
membaik malnutrisi
Data objektif : 2. Berikan
4. Membran protein-
makanan tinggi
 Berat badan mukosa cukup kalori,khususny
kalori tinggi
menurun membaik a bila berat
protein
dibawah 10% 5. Saraiawan badan pasien
3. Berikan
rentan ideal cukup membaik kurang dari
suplemen
6. Diare cukup normal
 Bising usus makanan, bila
membaikporsi 4. Buat waktu
hiperaktif perlu
makan yang makan pasien
 Sariawan
dihabiskan Kolaborasi lebih
 Membran
sedang menyenangkan,
mukosa pucat 1. Kolaborasi
agar dapat
 Serum denga ahli gizi
albumin turun untuk meningkatkan
 Diare menentukan nafsu makan
 Na : 8 mmol/L jumlah kalori pasien
 K : 2,8 dan jenis nutrien
mmol/L yang dibutuhkan
 Cl : 110
mmol/L
 Protein : 3,5

DX4 Risiko infeksi b/d Setelah dilakukan 1. monitor tanda 1. adanya


Peyakit kronis atau tindakan dan gejala peningkatan
peningkatan paparan keperawatan infeksi sistemik suhu
organisme patogen selama 1X24 dan lokal menunjukan
lingkungan d/d : jam,pasien dapat 2. monitor hitung adanya tanda –
diharapkan granulosit WBC tanda infeksi
Data subjektif : - pengurangan resiko 3. monitor 2. angak leukosit
infeksidengan
Data objektif : kerentangan yang tinggi
kriteria hasil :
terhadap infeksi melebihi jumlah
 Kulit pasien
1. kemerahan 4. batasi normal
tampak
pada kulit pengunjung menunjukan
kemerahan
cukup 5. inspeksi kulit adanya tanda –
 test Elisa dan membaik dan membran tanda infeksi
Western Blot 2. pasien dapat mukosa 3. menurunkan
Tn W terbebas dari terahadap tingkat
terdiagnosis tanda dan kemerahan, terjadinya
HIV positif. gejala infeksi panas dan penyebabran
3. mendeskripsik drainase organisme
an proses 6. instruksikan
penularan pasien
penyakit, meminum
faktor yang antibiotik sesuai
mempengaruhi resep
dan 7. ajarkan cara
penatalaksanaa menghindari
nnya infeksi serta
4. menunjukan lapor
kemampuan kecurigaan
untuk infeksi
mencegah
timbulnya
infeksi
5. jumlah
leukosit dalam
batas normal

D. IMPLEMENTASI

NO Hari/Tanggal Jam Implementasi TTD

DX 1 Senin, 12/04/2021 09.00 WIB 1. Monitor pola nafas, bnyi


nafas tamabah serta
sputum.

09.25 WIB 2. Lakukan penghisapan


lendir kurang dari 15 detik
3. Posisikan fowler atau semi
fowler serta berikan
oksigen(bila perlu)

10.00 WIB 4. Kolaborasi pemberian


bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu

DX 2 Senin, 12/04/2021 11.30 WIB 1. Monitor status hidrasi


serta berat badan harian.

13.45 WIB 2. Catat inatke-output serta


berikan cairan melalui
intravena

DX 3 Selasa,13/04/2021 08.10 WIB 1. Monitor asupan makanan,


berat badan, dan hasil
laboratorium dan
Identifikasi makanan yang
09.00 WIB disukai
2. Sajikan makanan yang
menarik, tinggi protein
tinggi kalori serta berikan
suplemen makan.

DX 4 Rabu, 14/04/2021 09.00 WIB 1. Monitor tanda dan gejala


sistemik mauupun lokal

10.00 WIB 2. inspeksi kulit dan membran


mukosa terahadap
kemerahan, panas dan
drainase serta instruksikan
pasien meminum antibiotik
sesuai resep

10.15 WIB
3. ajarkan cara menghindari
infeksi serta lapor
kecurigaan infeksi

E. EVALUASI

NO Hari/Tanggal Jam Evaluasi TTD

DX 1 Senin,12/04/2021 14.00 WIB S : Pasien mengatakan nafas


terasa lebih lega saat
diberikan posisi

O : Pasien masih kesulitan


dalam bernafas

A :Masalah pola nafas belum


dapat teratasi sepenuhnya

P : Rencana tindakan
dilanjutkan yaitu
penghisapan lendir dan
kolaborasi

DX 2 Senin,12/04/2021 14.00 WIB S : Pasien mengatakan masih


lemas dan BAB masih cair

O : Turgor kulit mulai


membaik, keadaan umum
lemah, mukosa bibir
membaik.

A : Masalah defisit volume


cairan masih belum teratasi

P : intervensi dilanjutkan

DX 3 Selasa, 13/04/2021 14.00 WIB S : Pasien mengatakan masih


sakit untuk mengunyah
makanan karena sriawan

O : Pasien makan dibantu


dengan air, tampak kesulitan
untuk mengunyah

A : Masalah nutrisi pasien


belum dapat teratasi

P : Rencana tindakan yaitu


mengatur posis pasien saat
makan,anjurkan makanan
yang berkuah, dan
mengajurkan makan sedikit
tapi sering
DX 4 Rabu,14/04/2021 14.00 WIB S:-

O : kemerahan pada kulit


pasien sedikit berangsur
membaik

A : masalah resiko infeksi


teratasi sebagian

P : dilanjutkan intervensi
yaitu minum obat sesuai
dengan resep dan lapor
kecurigaan infeksi

Anda mungkin juga menyukai