Tentang KPBU
Penilaian VfM (Value for Money) dalam Penentuan Pemilihan Skema Penyediaan Infrastruktur di
Tujuan KPBU Indonesia
Kajian & Opini Publik Program pembangunan infrastruktur selalu menjadi topik dan prioritas utama bagi Pemerintah pada semua rezim Pemerintahan, mulai dari rezim orde
baru sampai dengan orde reformasi sekarang ini. Terakhir, Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla membuat program pembangunan infrastruktur
Meningkatkan Kualitas APBN dengan yang menjadi salah satu prioritas utama dari 9 agenda utama yang tertuang dalam program Nawa Cita1.
Skema KPBU
Program pembangunan infrastruktur ini juga menjadi program Pemerintah sebelumnya, dimana pada saat itu Pemerintahan SBY-Boediono membuat
Infrastruktur Alat Penerangan Jalan Daerah program MP3EI (Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia)2. Jika ditarik lebih jauh lagi, pada masa orde baru,
Pemerintahan pada masa itu membuat program pembangunan infrastrukturnya di dalam Repelita (Rancana Pembangunan Lima Tahun) yang rinci
Pemanfaatan Land Value Capture (LVC) memuat perencanaan pembangunan dalam kurun waktu lima tahunan3.
sebagai Pembiayaan Kreatif dan Inovatif
Tentu tiap dokumen perencanaan tersebut mempunyai ciri khas masing-masing sesuai dengan program dan jargon Pemerintahan yang menyusunnya
Penjaminan Pemerintah dalam Proyek serta tidak terlepas juga dari tantangan yang dihadapi pada masa Pemerintahan tersebut. Namun demikian, ada juga benang merah yang bisa ditarik
KPBU: Lessons Learnt, Prinsip, dan dari dokumendokumen perencanaan tersebut yang pada intinya adalah berupa daftar panjang (long list) proyek infrastruktur yang dibutuhkan dan
Implementasi perlu untuk dibangun untuk menopang pertumbuhan ekonomi dan melayani masyarakat. Namun pada umumnya dalam daftar tersebut, tidak disertai
dengan bagaimana cara Pemerintah untuk mengadakan dan mendanai infrastruktur-infrastruktur tersebut. Penggunaan APBN/D sebagai opsi
Yang Utama, tapi Seringkali Terlupa: pendanaan yang berada dalam kontrol Pemerintah jelas bukan jawaban mutlak, karena kapasitas anggaran publik sendiri yang sifatnya terbatas, jauh
Bankability jika dibandingkan dengan kebutuhan pendanaan pembangunan infrastruktur. Selain itu, isu lain yang juga hangat menjadi topik diskusi adalah
menyoal tingkat e siensi sektor publik dan sektor swasta dalam membangun dan mengoperasikan infrastruktur. Banyak ahli dan studi pada masa
Dampak Pandemi Terhadap Pembangunan sekarang ini yang berpendapat bahwa sektor swasta mempunyai keunggulan kompetitif dibandingkan dengan sektor publik dalam membangun dan
Infrastruktur
mengoperasionalkan infrastruktur, oleh karena itu keterlibatan mereka dalam pembangunan infrastruktur publik patut untuk dipertimbangkan.
Infrastruktur untuk Meraih Indonesia Secara umum, guna menjawab kebutuhan pengadaan infrastruktur publik tersebut, Pemerintah bisa menggunakan berbagai opsi skema pendanaan,
Merdeka antara lain anggaran publik (APBN/D), anggaran modal BUMN, dan partisipasi sektor swasta. Dalam hal ini, metodologi yang tepat harus digunakan
untuk memilih skema pendanaan mana yang paling sesuai untuk membiayai satu proyek infrastruktur. Hal ini krusial, bukan semata karena
Optimalisasi Pengelolaan Sampah di keterbatasan anggaran, tapi juga karena efektivitas dan e siensi dalam pembangunan infrastruktur sangat bergantung kepada pemilihan skema
Indonesia pendanaan. Di dalam praktek di negara-negara lain, metodologi yang dipakai dalam memilih skema pendanaan infrastruktur ini adalah VfM (Value for
Money).
KPBU dan Perencanaan
Metodologi Value for Money
Apakah Penjaminan Infrastruktur telah
Mendukung Bankability Proyek KPBU Jalan Di dalam teorinya, VfM merupakan ukuran ekonomis, e siensi dan efektivitas pembangunan infrastruktur yang dilakukan melalui satu skema
Tol? pembiayaan dibandingkan dengan skema pembiayaan yang lain. Penerapan penilaian VfM dilakukan dengan beberapa metode, baik kuantitatif,
kualitatif, maupun gabungan keduanya. Dilihat dari sudut pandang kuantitatif, metode penilaian VfM menggunakan konsep Public Sector Comparator
Governance dalam Pelaksanaan Fasilitas (PSC)5. PSC merupakan ukuran kuantitatif yang menghitung keuntungan (bene t) yang diperoleh dikurangi biaya yang dikeluarkan (cost) oleh sektor
PDF publik (cost bene t analysis), apabila pembangunan dan atau pelayanan infrastruktur dibiayai, dilakukan, dan dioperasikan oleh Pemerintah. Dari sudut
pandang kualitatif, VfM mengukur dari sudut pandang kelayakan proyek (viability), tingkat kebutuhan/ urgensi proyek (desirability), dan tingkat
Rerangka Umum Pengembangan Struktur kemungkinan ketercapaian/keberhasilan proyek (achievability) 6.
Finansial (khususnya Model Keuangan)
Proyek KPBU Sektor Perumahan melalui Di dalam realisasinya, infrastruktur yang terbangun dan kemudian melayani kepentingan publik harus sesuai dengan output spesi kasi/pelayanan
Optimalisasi Manfaat Barang Milik Negara yang direncanakan dengan cara yang paling ekonomis, efektif dan e sien, terlepas dari skema pembiayaan yang dipilih untuk membangunnya. Konsep
pencapaian inilah yang disebut sebagai VfM7. Indikator ekonomis sebagai pencapaian costs of inputs yang paling minimal, sedangkan e siensi
Peran APBN sebagai Penggerak Utama digambarkan sebagai pengaturan inputs yang paling minimal untuk mencapai outputs yang telah ditentukan, dan efekti tas mengacu kepada tingkat
dalam Mewujudkan Infrastruktur Hijau keberhasilan output dalam mencapai outcome dari sebuah program/proyek. Secara ringkas, pemahaman ini menjadi dasar bagi Burger dan
(Green) dan Resilient
Hawkesworth (2011)8 dan National Audit O ce (2009)9, yang menyimpulkan bahwa VfM merupakan tingkat pencapaian maksimal dari sebuah
outcome proyek dari setiap biaya input yang dikeluarkan. VfM ini berguna sebagi sumber informasi yang akan digunakan Pemerintah sebagai bahan
Penguatan Pengelolaan Sampah melalui
dalam pengambilan keputusan mengenai skema pembiayaan mana yang akan diambil guna menyediakan infrastruktur tertentu10.
Pendekatan Reduce Reuse Recycle (“3R”)
menuju Indonesia Bersih Pelaksanaan VfM di Indonesia dan Perbandingan di beberapa Negara
People- rst PPP: Alat untuk Meningkatkan Di beberapa negara maju, khu-susnya di eropa yang dikenal sebagai pencetus proyek kerja sama Pemerintah dan swasta (Inggris, Belanda, Jerman),
Dampak Manfaat Infrastruktur kepada uji VfM dilakukan sebelum penentuan skema pengadaan proyek. Di uji VfM dimaksud, akan dianalisa apakah proyek tertentu memang menawarkan
Masyarakat VfM, dan kemudian sesuai untuk dikerja samakan dengan pihak swasta dengan kondisi bahwa VfM yang ditawarkan memberikan VfM lebih tinggi
dibandingkan pengadaan tradisional yang risiko dan pembiayaannya ditanggung sepenuhnya oleh Pemerintah. Penghitungan riil dari VfM kemudian
Penjaminan Pemerintah sebagai bentuk dilakukan setelah proyek selesai konstruksi dan mulai melayani masyarakat. Data historis yang ada menyebutkan bahwa di Inggris, hasil survei
Credit Enhancing Product untuk Proyek National Audit O ce (2009)11 menyebutkan bahwa dari proyek yang berdasarkan uji VfM diputuskan menggunakan skema pelibatan swasta (Private
Infrastruktur Skema KPBU
Finance Initiative-PFI), pada kenyataannya 69% dari proyek-proyek tersebut diselesaikan tepat waktu dan 65% diantaranya tepat biaya. Studi yang lain
(Raisbeck, Du eld, dan Xu, 2010) juga menegaskan konklusi yang sama untuk Australia: proyek-proyek KPS rerata 3,4% lebih cepat dari rencana
Mengapa Proyek KPBU Harus Memenuhi
sementara non KPS 23,5% lebih lambat dari rencana12.
Kriteria ESG?
Di Indonesia, konsep VfM masih merupakan konsep baru dalam konteks studi mengenai pembangunan dan penyelenggaraan infrastruktur publik. VfM
Penerapan Quality Infrastructure belum menjadi basis dasar untuk membangun justi kasi dan rasionalitas terhadap pemilihan skema penyediaan infrastruktur. Praktek yang selama ini
Investment dalam Proyek Infrastruktur di
terjadi, kebijakan stakeholder untuk memutuskan penggunaan suatu skema pembangunan, lebih didorong karena stigma yang melekat kepada
Indonesia
masing-masing skema tersebut. Sebagai contoh, proyek yang diajukan dengan skema kerja sama Pemerintah dan swasta, akan dilatarbelakangi
semata karena keterbatasan pendanaan Pemerintah (APBN/D), sehingga swasta diminta untuk terlibat. Studi sekarang belum banyak menyentuh isu-
Implementasi Skema Pemanfaatan Barang
isu VfM, atau setidaknya e siensi atau penghematan keseluruhan biaya siklus hidup proyek. Kelemahan basis dasar ini akan membuat pembahasan
Milik Negara dalam Proyek KPBU Sektor
proyek pada tahap-tahap berikutnya akan cukup menghadapi tantangan dan mengancam tujuan penyediaan infrastruktur yang efektif dan e sien.
Perumahan
Berdasarkan hasil dari proses tersebut, sektor publik kemudian menyusun spesi kasi keluaran layanan (output speci cation) dan rencana matrik
Pentingnya Peran PDF dalam Skema KPBU
alokasi dan pembagian risiko proyek, dimana didalamnya terdapat unsur-unsur sebagai berikut:
Lesson Learned Pemberian Dukungan 1. Risiko yang bisa ditransfer ke swasta (transferable risk); berupa risiko proyek yang ditransfer ke sektor swasta.
Kelayakan pada Proyek KPBU (Sektor Air) 2. Risiko yang tetap ditanggung Pemerintah (retained risk); berupa risiko proyek yang diambil oleh sektor publik.
di Indonesia 3. Faktor kompetitif yang harus di netralkan (competitive neutrality; penyesuaian keunggulan kompetitif (competitive advantage) maupun
kelemahan komparatif (competitive disadvantage) yang dimiliki oleh sektor publik dalam pembangunan infrastruktur. Keunggulan kompetitif
Prospek KPBU AP dalam Menjaga pemerintah dapat berupa kebebasan pajak, sedangkan kelemahan sektor publik terkait dengan mekanisme pelaporan kepada masyarakat dan
Kesehatan APBN
parlemen.
4. Biaya Konstruksi (Raw PSC base costing); berupa biaya pembangunan proyek dengan skema pendanaan Pemerintah, yang terdiri dari biaya
E siensi KPBU dalam Penyediaan
modal dan biaya operasional, baik langsung maupun tidak langsung yang terkait dengan pembangunan, pemilikan, pemeliharaan, dan
Infrastruktur
pelayanan kepada masyarakat dalam jangka waktu tertentu sesuai acuan waktu konsesi, dan sesuai dengan persyaratan kinerja (performance
standard) yang telah diatur di dalam spesi kasi keluaran layanan (output speci cation).
Mewaspadai Risiko Fiskal dari Perjanjian
KPBU
Untuk lebih jelas dalam memahami konsep PSC dan VfM, Department of Treasury and Finance14 memberikan gambaran sebagaimana terdapat pada
Tabel 1.
Project Finance - Konsep, Aplikasi dan
Evaluasi
Risiko Fiskal KPBU Lebih lanjut, Tabel 1 memberikan data bahwa terdapat investor A, B, dan C yang mempunyai NPC sebesar 125, 145, dan 135 secara berurutan dan
dapat menerima alokasi risiko dari design and conctruction, operations dan maintenance. VfM proyek ini bagi Pemerintah masing-masing sebesar,
Event investor A = 27 (152-125), investor B = 7 (152-145) dan investor C = 17 (152-135). Dari perbandingan ini, penawaran dari Investor A memberikan nilai
VfM yang paling maksimal, diikuti oleh Investor C dan Investor B.
Pengaduan
Metode VfM Kualitatif
Orang Juga Bertanya Sebagaimana telah diuraikan, metode kuantitatif memberikan ukuran yang cukup jelas dalam VfM dilihat dari tolok ukur harga (monetary value).
Namun demikian, penerapan VfM ini menurut beberapa studi juga sebaiknya memperhatikan kepada dimensi tolak ukur kuantitatif berupa pembagian
alokasi risiko proyek yang sesuai dan penyusunan standar pelayanan infrastruktur (output speci cation) yang tepat. Jadi, di dalam analisis VfM, harga
bukan satu-satunya parameter yang dilihat, namun juga diperhatikan pembagian alokasi proyek yang ideal dan standar pelayanan yang dijanjikan.
Berangkat dari kebutuhan ini, maka dikembangkan studi kualitatif VfM yang meliputi asesmen aspek kelayakan proyek (viability), tingkat
kebutuhan/urgensi proyek (desirability), dan tingkat kemungkinan ketercapaian atau keberhasilan proyek (achievability)15. Studi dilakukan dengan
penekanan aspek kualitatif, dimana dibangun dengan wawancara dan pendalaman melalui focus group discussion, serta metode kualitatif lainnya.
Dimensi aspek kelayakan proyek (viability) yang dirumuskan adalah seberapa besar kelayakan proyek ini dilaksanakan dengan suatu modalitas
penyediaan infrastruktur. Apakah ada perbedaan tingkat kelayakan apabila proyek dibangun dengan skema public atau dengan skema pelibatan
swasta. Sedangkan aspek tingkat kebutuhan/urgensi proyek (desirability) dibangun dengan ruang lingkup untuk mengetahui seberapa besar keinginan
seluruh stakeholders terhadap suatu modalitas penyediaan infrastruktur dalam suatu proyek tertentu dan tingkat kebutuhan dan urgensi ketersediaan
layanan infrastruktur. Aspek kemungkinan ketercapaian atau keberhasilan proyek (achievability), melihat seberapa besar tujuan proyek dapat dicapai
dengan suatu modalitas penyediaan infrastruktur guna mencapai?16
Studi VfM di Indonesia
Di Indonesia, framework pengujian VfM dalam pemilihan modalitas sudah dikembangkan oleh Komite Percepatan Pembangunan Infrastruktur
Prioritas (KPPIP) untuk proyek-proyek prioritas. Metode Uji VfM dilakukan dengan menitikberatkan pada risiko yang ditransfer kepada swasta, dimana
proyek yang punya VfM tinggi adalah proyek yang bisa optimal mentransfer risiko kepada badan usaha. Dimensi pengukuran yang dipakai antara lain,
persyaratan teknologi proyek, persyaratan e siensi operasional, persyaratan tingkat layanan pelanggan dan persyaratan inovasi komersial. Sebuah
daftar periksa kualitatif telah disusun oleh KPPIP untuk mengindikasikan adanya nilai tambah apabila menggunakan modalitas penyediaan
infrastruktur yang melibatkan badan usaha.
Konsep ini dilanjutkan untuk disempurnakan oleh IIGF Institute, dimana di dalam risetnya, VfM di de nisikan sebagai nilai kemanfaatan maksimum
dan berkelanjutan yang dapat dihasilkan oleh biaya-siklus hidup proyek tertentu atau nilai kemanfaatan tertentu yang dihasilkan dari biaya-siklus-hidup
proyek terendah. Sedangkan Uji VfM adalah suatu metode analisis untuk menilai apakah biaya siklus hidup proyek yang telah ditetapkan dapat
memberikan kemanfaatan yang maksimum dan berkelanjutan atau apakah suatu kemanfaatan yang telah ditetapkan dapat dihasilkan dari biaya
siklus hidup proyek yang terendah17. Studi tersebut berhasil memetakan faktor pendorong kunci konsep VfM di Indonesia yang dapat dilihat pada
Tabel 2.
Kesimpulan yang didapat dari studi tersebut menyebutkan bahwa aspek desirability adalah kriteria yang memiliki tingkat kepentingan tertinggi dengan
bobot 42,15 % diikuti dengan achievability dengan bobot 34,67 % dan viability dengan bobot 23,18 %. Hal ini memberikan gambaran bahwa Aspek
Tingkat Kebutuhan (desirability) suatu modalitas penyediaan infrastruktur dalam suatu proyek merupakan faktor terpenting dalam memilih modalitas.
Sedangkan Aspek Kelayakan (viability) suatu modalitas penyediaan infrastruktur merupakan kriteria yang memiliki bobot kepentingan terendah.
Sedangkan dilihat dari faktor pendorong kunci secara individu, dapat dilihat pada tabel 3, bahwa dukungan politis yang kuat menjadi faktor terpenting
guna menentukan VfM kuantitatif, diikuti dengan alokasi risiko, dan kerangka peraturan.
Faktor individu-individu tersebut dapat menjadi parameter kuantitatif untuk mengukur dan menentukan skema pendanaan yang paling tepat untuk
membangun suatu proyek infrastruktur dengan cara mengatribusikan faktor-faktor tersebut pada masing-masing skema pendanaan, baik APBN/D,
BUMN, atau Swasta. Isian atribusi faktor tersebut kemudian disebarkan kepada pemangku kepentingan terkait untuk kemudian selanjutnya dapat
diolah datanya untuk melihat preferensi para pemangku kepentingan tersebut dalam melihat skema pendanaan yang paling tepat untuk satu proyek
infrastruktur.
Kesimpulan
Penentuan skema yang paling tepat untuk pembangunan infrastruktur menjadi hal krusial yang menjadi tanggung jawab Pemerintah. Hal ini
dikarenakan, keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan infrastruktur tersebut terpengaruh dari skema yang dipilih. Salah satu metode untuk
memilih skema tersebut adalah dengan menggunakan metodologi VfM, baik kuantitatif maupun kualitatif. Konsep VfM ini dapat diadopsi oleh
Indonesia di dalam proses pengambilan keputusan penetapan skema pembangunan infrastruktur. Metode ini akan membantu para pengambil
keputusan untuk mempertimbangkan dan memilih skema yang tepat untuk membangun infrastruktur yang sesuai dengan konteks di Indonesia.
Dengan demikian, diharapkan kebijakan yang diambil akan berkualitas, dan berimplikasi positif pada pelaksanaan pembangunan dan operasionalisasi
proyek infrastruktur, sehingga dapat mencapai tujuannya yaitu melayani masyarakat dengan manfaat yang sebesar-besarnya.
Catatan kaki:
1. http://nasional.kompas.com/ read/2014/05/21/0754454/.Nawa.Cita.9.Agenda.Prioritas.JokowiJK
2. http://news.liputan6.com/ read/336442/presiden-sbyluncurkan-masterplan-mp3ei
3. http://soeharto.co/ jejak-presiden-soehartodalam-peresmian-proyekpembangunan
4. http://www.politik.lipi. go.id/kolom/kolom-1/politiklokal/1107-hubungan-kerja sama-Pemerintah-denganpihak-swasta-dalampembangunan-
infrastruktur-diindonesia
5. http://www.dtf.vic.gov.au/ Publications/InfrastructureDelivery-publications/ Partnerships-Victoria/PartnershipsVictoria-public-
sectorcomparator-Technical-note
. http://www.pppi.ru/sites/all/themes/pppi/img/Value%20For%20 Money%20assessment%20guide. pdf
7. Diamond, J. (2005). Establishing a performance management framework for government, Presupuesto y Gasto Pu´blico, 40: 159–183
. Burger, P. and Hawkesworth, I. (2011). “How to attain value for money: Comparing PPP and raditional infrastructure public procurement.” OECD
Journal of Budgeting, Vol.2011/1, 1-56.
9. https://www.nao.org.uk/report/ examining-the-value-for-moneyof-deals-under-the-private nance-initiative/
10. Raisbeck, P., Du eld, C., and Xu, M. (2010). “Comparative performance of PPPs and traditional procurement in Australia.” Construction
Management and Economics, Vol.28, No. 4, 345-359.
11. Idem
12. Idem
13. Jagger, Norm. (2012). PPP : The best option for Queensland social infrastructure?. Public Infrastructure Bulletin. Vol.1 Issue 8. Article
14. http://www.dtf.vic.gov.au/ Publications/InfrastructureDelivery-publications/ Partnerships-Victoria/ Partnerships-Victoria-publicsector-
comparator-Technicalnote
15. http://www.pppi.ru/sites/ all/themes/pppi/img/ Value%20For%20Money%20 assessment%20guide.pdf
1 . Laporan Riset VfM Kuantitatif, IIGF Institute, 2015
17. Idem
1 . Idem
Kembali
Tags
Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha - Direktorat Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur (PDPPI) - Direktorat Ikuti Kami
Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko - Kementerian Keuangan Republik Indonesia
Gedung Frans Seda. Jalan Dr. Wahidin Raya No. 1 Ps. Baru Jakarta Pusat 10710 Indonesia
Tel. (62-21) 3865330. Email: pppindonesia@kemenkeu.go.id