Anda di halaman 1dari 5

BENTUK KERJASAMA PEMERINTAH SWASTA

http://ekonomitransportasi.blogspot.co.id/2009/07/bentuk-kerjasama-pemerintah-swasta.html

Bentuk kemitraan pemerintah dengan swasta yang banyak dikenal secara umum di Indonesia adalah
BOT atau build operate and transfer atau dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai Bangun –Kelola –
Alih Milik atau ada juga yang menyebutkan Bangun-Guna-Serah padahal sebenarnya masih banyak
bentuk yang masih bisa dilaksanakan termasuk pengoperasian dari suatu fasilitas yang dimiliki oleh
pemerintah yang disebut juga sebagai outsourcing. Suatu contoh yang menarik yang pernah
dilakukan di Indonesia adalah pengoperasian jembatan timbang oleh swasta yang dilaksanakan di
Sumatera Barat dan Aceh pada tahun 2002 dimana pengoperasian jembatan timbang dilakukan oleh
sektor swastanya sedangkan enforcement tetap dilaksanakan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil
(PPNS).

Pada gambar berikut ditunjukkan berbagai bentuk kemitraan pemerintah dengan swasta, mulai dari
outsourcing yang paling sederhana sampai dengan desain-bangun biayai dan operasikan yang
sepenuhnyan peranan swastanya maksimal.

Kemitraan seperti ditunjukkan dalam gambar diatas juga terjadi pada perusahaan swasta yang
mengerjasamakan operasi, perawatan ataupun mengoptimasikan asetnya dengan pihak ketiga
seperti yang juga terjadi pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti yang dilakukan di PT
Pelindo.

Bentuk KPS berdasarkan pengalaman diberbagai negara dapat berupa :

Operasi dan perawatan

Merupakan aset pemerintah yang dioperasikan atau dirawat oleh pihak mitra swasta dengan standar
pelayanan tertentu, disebut juga sebagai outsoursing pengoperasian atau perawatan. Contoh yang
paling sederhana adalah pengoperasian bus milik pemerintah oleh operator angkutan seperti yang
dilaksanakan oleh Bus Trans Jogja untuk bus-bus yang dibeli pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah. Salah satu contoh menarik lain yang baru saja dilaksanakan adalah operasi Jembatan Tol
Suramadu (lihat box)

Desain-Bangun-Serah

Merupakan proyek pemerintah yang didesain, dibangun oleh swasta dan kemudian setelah selesai
diserahkan kepada pemerintah atau disebut juga sebagai turn key project. Karena didesain oleh
swasta maka dapat dilakukan optimasi desain oleh kontraktor/swasta. Proyek yang seperti ini
memerlukan pengawasan yang ketat agar kualitas pekerjaan baik.

Sewa-Kembang-Operasi
Merupakan proyek swasta yang dibangun diatas lahan/aset pemerintah dan kemudian
mengoperasikannya. Proyek seperti ini memanfaatkan kepiawaian swasta untuk memanfaatkan aset
tersebut dan menjadikanya suatu usaha/bisnis.

Bangun-Biayai-Operasi-Serahkan

Merupakan bentuk yang biasa dikenal sebagai Build, Finance, Operate and Transfer atau disingkat
BOT. Bentuk ini merupakan paling populer dikenal masyarakat dalam proyek kemitraan pemerintah
swasta dimana proyek dibiayai dan dibangun oleh swasta, setelah selesai di operasikan serta dirawat
oleh swasta setelah masa konsesi selesai diserahkan kepada pemerintah. Contoh yang paling banyak
ditemukan di Indonesia adalah proyek jalan tol, terminal jalan raya, pengujian kendaraan bermotor.

Desain-Bangun-Biayai-Operasi

Merupakan proyek yang didesain, dibangun swasta, dan dioperasikan oleh swasta tanpa ada batasan
waktu atau dengan kata lain dimiliki oleh swasta, disebut juga sebagai Build-Operate-Own atau
disingkat BOO.

Referensi:

1. Andrew Shaw,Public Private Partnerships in the Transport Sector, Transport Policy Analyst,
Development Bank of Southern Africa
2. The National Council for Public-Private Partnerships, Types of Public-Private partnerships
http://www.ncppp.org/howpart/ppptypes.shtml
3. Government of India, Ministry of Finance, Department of Economic Affairs: Scheme and Guidelines
for Financial Support to Public Private Partnerships in Infrastructure, 2008
4. GAO Glossary, Terms Related to Building and Facility Partnerships, 1999
5. Trans Jogja, http://transjogja.net/
http://infradevma.blogspot.co.id/2011/09/kerjasama-
pemerintah-dan-swasta-dalam.html

Kerjasama Pemerintah dan Swasta dalam Pembangunan


Infrastruktur
Tidak tersedia definisi standar yang berlaku luas untuk menjelaskan istilah Kerjasama
Pemerintah dan Swasta (KPS) atau PPP (public private partnership).Grout (2005)
menitikberatkan sifat jangka panjang kontrak KPS dengan mengasosiasikannya pada skema
DBFO (design, build, finance, operate) di mana konsorsium perusahaan swasta (melalui
pemberian “konsesi” oleh Pemerintah) mendisain, membangun, membiayai, mengoperasikan
suatu fasilitas infrastruktur dan menjual layanan akhirnya kepada publik atau
masyarakat.Sementara model PFI (Private Finance Initiative) yang banyak dikembangkan di
Inggris sejatinya merupakan perluasan dari konsep KPS, yang memungkinkan layanan yang
dihasilkan oleh pihak swasta dibayar oleh pihak Pemerintah, atau tidak selalu oleh pengguna
akhir yang merupakan konsep tradisional dari KPS (Davies dan Eustice, 2005).

Konsep yang lebih lengkap disampaikan oleh Yescombe (2007), bahwa KPS memiliki elemen-
elemen utama: (1) Kontrak bersifat jangka panjang (“Kontrak KPS”) antara pihak publik
(dalam hal ini Pemerintah) dengan pihak swasta; (2) Untuk kegiatan perancangan,
pembangunan, pendanaan, dan pengoperasian (“Fasilitas”) yang dilakukan oleh pihak
swasta; (3) Di sepanjang periode kontrak, pihak swasta menerima pembayaran penggunaan
fasilitas oleh pihak Pemerintah atau masyarakat luas sebagai pengguna fasilitas; dan (4)
Kepemilikan fasilitas masih tetap berada pada pihak Pemerintah, atau akan
diserahkankepemilikannya kepada Pemerintah saat kontrak berakhir. Dengan demikian fitur
utama KPS adalah tentang penyediaan dan penjualan layanan, bukan sekedar aktifitas
membangun atau mengadakan aset/fasilitas fisik dan mengoperasikannya.

http://1.bp.blogspot.com/-rxnIN_WydZ0/Tn18pbzlZBI/AAAAAAAAACo/Q_o5-f-
NkMY/s1600/Resize+of+KPS.jpg
Seperti diilustrasikan pada gambar d atas, perbedaan utama antara KPS dengan metode
pengadaan sektor publik pada umumnya (tradisional) terletak pada mekanisme
pengembalian investasi bagi sektor swasta. Dengan KPS, pengembalian investasi sektor
swasta terkait dengan layanan yang dihasilkan dan kinerja aset selama masa kontrak
(concession period). Penyedia jasa sektor swasta bertanggung jawab tidak hanya untuk
penyediaan aset/fasilitas, tetapi untuk manajemen dan implementasi proyek secara
keseluruhan, dan pengoperasian untuk beberapa tahun setelahnya. Dalam hal ini waktu
pembayaran kepada sektor swasta untuk aktiva dan layanan yang diberikan sangat berbeda.
Meskipun tidak ada definisi yang berlaku luas mengenai pengadaan tradisional, tapi bisa
dikarakterisasi melalui hal-hal berikut (Davies dan Eustice, 2005): (1) sektor publik
mengadakan aset, bukan jasa yang umumnya disediakan oleh sektor swasta; (2) aset
ditentukan oleh input, dalam hal ini sektor publik melakukan disain sebelum pengadaan
(untuk pembangunan); (3) sektor swasta hanya bertanggungjawab untuk memberikan aset,
bukan untuk kinerja jangka panjang di luar periode standar garansi; dan (4) manajemen
proyek pengadaan biasanya tetap oleh sektor publik.

Peristilahan KPS sedang mencari bentuknya yang universal, sehingga istilah ini kadang
digunakan secara bergantian dengan “privatisasi”. Padahal, jika dipahami secara
komprehensif maka penggunaan istilah privatisasi (privatization) sesungguhnya hanya untuk
menjelaskan model-model partisipasi pihak swasta (private sector participation) dalam
pembangunan dan/atau pengelolaan infrastruktur publik. Dalam hal ini KPS dilihat sebagai
salah satu model partisipasi pihak swasta. Dalam hal ini privatisasi yang biasa diasosiasikan
dengan penjualan aset (asset sale) atau pengalihan aset (asset transfer) melalui program
divestasi (divestiture) tidak lagi menyisakan kendali pemerintah atas pengelolaan aset
infrastruktur yang dialihkan kepada pihak swasta (WPC, 2003). Dalam kontrak KPS, pihak
Pemerintah masih memiliki dan mengendalikan aset dan layanan (infrastruktur) serta
menetapkan harga penggunaannya (user rates). Selain itu, tujuan utama para pihak dalam
KPS adalah berbagi risiko dan tanggungjawab, dengan demikian kontrak merupakan jantung
dari setiap skema KPS, yang mengandung tugas-tugas dan kewajiban para pihak (Hardcastle,
2006).

hp.

Referensi:

Davies, P., dan Eustice, K. (2005) : Delivering the PPP Promise: A Review of PPP Issues and
Activity, PricewaterhouseCoopers.

Grout, P. (2005) : Value-for-Money Measurement in Public-Private Partnerships,EIB Papers, 10


(2), 32-56.

Hardcastle, C. (2006) : The Private Finance Initiative – Friend or Foe,Proceedings of the


International Conference in the Built Environment in the 21st Century (ICiBE 2006),
Selangor, Malaysia.
Water Partership Council (WPC). (2003) : Establishing Public-Private Partnerships for Water and
Wastewater Systems: A Blueprint for Success, Washington, D.C.

Yescombe, E.R. (2007) : Public-Private Partnerships: Principles of Policy and Finance, Elsevier
Ltd, London.

Anda mungkin juga menyukai