Anda di halaman 1dari 5

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan pertanian diartikan sebaga i rangkaian berbagai


upaya untuk meningkatkan pendapatan petani, menciptakan lapangan
kerja, mengentaskan kemiskinan, memantapkan ketahana n pangan
dan mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah.
Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting dalam
perekonomian. Peranan pertanian antara lain adalah
Ada beberapa kelembagaan kemitraan yang aktivitasnya berkaitan
dengan usaha perkebunan kelapa sawit rakyat, seperti pola PIR - BUN.
Pola ini pada awalnya merupakan strategi dan upaya pengintegrasian
struktur usaha perkebunan besar dan perkebunan rakyat (petani kecil),
yang disebut Nucleus Estate Smallholder (NES). Kemudian istilah
tersebut berubah menjadi Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan (PIR-
BUN), dan disusul PIR-Transmigrasi. Dalam SK Mentan tentang
Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian dikemukakan tentang pola-pola
kemitraan usaha yang dapat dilaksanakan, antara lain pola: (1) pola inti-
plasma, (2) pola kemitraan sub- kontrak, (3) pola dagang umum,(4) pola
kemitraan keagenan, dan (5) bentuk lain seperti : pola kerjasama
operasional agribisnis (KOA).

(1) menyediakan kebutuhan pangan yang diperlukan masyarakat


unt untuk menjamin ketahanan pangan,
(2) menyediakan bahan baku industri,
(3) sebagai pasar potensial bagi produk-produk yang dihasilkan
oleh industri
(4) sumber tenaga ke rja dan pembentukan modal
yang diperlukan bagi pembangunan sektor lain
(5) sumber perolehan devisa
(Kuznet, 1989 dalam Diyan, 2005)
(6) mengurangi kemiskinan dan
peningkatan ketahanan pangan, dan
(7 ) menyumbang pembangunan perdesaan
dan pelestarian lingkungan hidup
Kesimpulan
Sesuai dengan tujuan yang ingin diharapkan dalam
penelitian ini dari berbagai analisis yang telah dikemukakan
sebelumnya maka secara umum dapat disimpulkan bahwa
kelembagaan kemitraan yang efektif dan berkelanjutan pada]
model kelembagaan kemitraan usaha kebun kelapa sawit belum
terwujud dengan baik. Hal ini dapat disimpulkan dibawah
kelembagaan kemitraan usaha kebun kelapa sawit desa
teridentifikasi dalam dua bentuk pengeloaan yakni model
kepanitian desa dan model koperasi.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan :

1. Menganalisis perbedaan pendapatan petani yang memasarkan


hasilpertaniannya ke Sub Terminal Agri bisnis (STA) dengan
petani yang memasarkan hasil pertaniannya ke selain Sub
Terminal Agribisnis (STA) di Kota Payakumbuh.

2. Menganalisis pelaksanaan Sub Terminal Agribisnis (STA) dalam


memecahkan persoalan pemasaran produk pertanian di Kota
Payakumbuh.

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan suatu analisis yang dapat


bermanfaat untuk :

1. Memberikan informasi dan masukan kepada Pemerintah Daerah


Kota Payakumbuh dalam merancang ke bijakan yang berhubungan
dengan pengembangan Sub Terminal Agribisnis (STA) di Kota
Payakumbuh

2. Dapat dijadikan bahan referensi bagi penelitian selanjutnya yang


berhubungan dengan penulisan yang berkaitan dengan pengembang
Sub
Terminal Agribisnis (STA)
Perumusan Masalah
Dalam system agraria di pulau jawa lahan garapan milik desa
dikena dengan istilah Tanah bengkok, tanah bengkok tidak dapat
diperjual belikan tanpa persetujuan seluruh warga desa namun boleh
disewakan oleh mereka yang diberi hak mengelolanya. Menurut
Soedjero (2001), Soedjito (1994) menyatakan bahwa penggunaan,
tanah bengkok dibagi menjadi dua kelompok ;
(1) Tanah lungguh, menjadi hak pamong desa untuk menggarapnya
sebagai kompensasi gaji yang tidak mereka terima
(2) Tanah kas desa, dikelola oleh pamong desa aktif untuk mendanai
pembangunan infrastruktur atau keperluan desa

Anda mungkin juga menyukai