PROPOSAL SKRIPSI
BELYANA
NPM. 1806198534
i
Universitas Indonesia
UNIVERSITAS INDONESIA
PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk melaksanakan desk evaluation sebagai bagian
persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
ii
Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Belyana
Program Studi : S-1 Geologi
Judul : Evaluasi Potensi dan Kualitas Batuan Induk Pada Formasi Kujung, Cekungan
Jawa Timur Utara Berdasarkan Analisis Geokimia
Pembimbing : Twin Hosea Widodo Kristyanto, S.T., M.T.
Daerah penelitian terletak di lapangan “FW1807”, Cekungan Jawa Timur Utara yang termasuk
ke dalam wilayah operasional PT. Pertamina Hulu Energi Abar. Penelitian ini difokuskan
kepada batuan induk pada Formasi Kujung dan hidrokarbon yang terdapat pada daerah tersebut.
Prospektivitas hidrokarbon dari Formasi Kujung di Cekungan Jawa Timur Utara telah
dibuktikan sejak 1970, namun signifikansi kemungkinan Formasi Kujung sebagai batuan induk
penghasil minyak belum diteliti lebih lanjut. Berumur Oligo-Miocene, Formasi Kujung tersusun
atas batu serpih, batupasir, batugamping, serta sedimen konglomeratan dengan sisipan batubara.
Batu serpih ini dikenal sebagai batuan induk yang efektif membentuk hidrokarbon. Pada
penelitian dilakukan identifikasi menggunakan metode geokimia hidrokarbon sebagai langkah
awal untuk mengetahui apakah batuan tersebut termasuk batuan induk yang dapat berpotensi
menghasilkan hidrokarbon atau tidak. Suatu batuan dapat dikatakan sebagai batuan induk
apabila mempunyai kuantitas material organik, kualitas untuk menghasilkan hidrokarbon, dan
kematangan termal. Dalam penelitian ini, data batuan induk yang dievaluasi berasal dari sumur
YZD-1, YY-1 dan DZN-1. Metode yang dilakukan adalah analisis laboratorium meliputi
analisis Total Organic Carbon (TOC), Rock-Eval Pyrolysis dan Vitrinite Reflectance yang
masing-masing berperan dalam menentukan aspek kuantitas, kualitas, tingkat kematangan, dan
lingkungan pengendapan batuan induk. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi batuan
khususnya batu serpih pada Formasi Kujung menggunakan parameter geokimia untuk
mengetahui kekayaan material organik, kematangan, serta tipe kerogen dari setiap contoh
batuan.
Kata kunci:
Batuan induk, Formasi Kujung, Cekungan Jawa Timur Utara, analisis geokimia
iii
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name : Belyana
Study Program: S-1 Geology
Title : Evaluation of the Source Rock Potential and Quality of the Kujung
Formation, North East Java Basin Based on Geochemical Analysis
Counsellor : Twin Hosea Widodo Kristyanto, S.T., M.T.
The research area is located in the field “FW1807”, North East Java Basin which is in the
operational area of PT. Pertamina Hulu Energi Abar. This research is focused on the source rock
of the Kujung Formation and the hydrocarbons found in the area. The hydrocarbon prospectivity
of the Kujung Formation in the North East Java Basin has been proven since 1970, but the
possible significance of the Kujung Formation as an oil-producing source rock has not been
studied further. The Oligo-Miocene Kujung Formation is composed of shale, sandstone,
limestone, and conglomerate sediments with coal. The shale is known as a source rock which is
effective in forming hydrocarbons. In this study, identification using the hydrocarbon
geochemical method was carried out as a first step to determine whether the rock is a source
rock that has the potential to produce hydrocarbons or not. A rock can be said to be a source
rock if it has the quantity of organic material, the quality to produce hydrocarbons, and thermal
maturity. In this study, the source rock data is evaluated from wells YZD-1, YY-1 and DZN-1.
The method used is laboratory analysis including analysis of Total Organic Carbon (TOC),
Rock-Eval Pyrolysis and Vitrinite Reflectance, each of which plays a role in determining aspects
of quantity, quality, maturity level, and depositional environment of the source rock. This study
aims to evaluate rocks, especially shale in the Kujung Formation using geochemical parameters
to determine the richness of organic material, maturity, and kerogen type of each rock sample.
Key words:
Source rock, Kujung Formation, North East Java Basin, geochemical analysis
iv
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
1. PENDAHULUAN ................................................................................................................. 9
1.1 Latar Belakang .................................................................................................................. 9
1.2 Perumusan Masalah .......................................................................................................... 9
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian........................................................................................ 10
1.4 Kegunaan Penelitian ....................................................................................................... 10
1.5 Batasan Penelitian ........................................................................................................... 10
1.6 Kebaharuan ..................................................................................................................... 10
v
Universitas Indonesia
DAFTAR REFERENSI .......................................................................................................... 32
vi
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka fase tektonik dan konfigurasi Cekungan Jawa Timur .......................... 12
Gambar 2.2 Kolom Stratigrafi Cekungan Jawa Timur Utara ................................................... 14
Gambar 2.3 Model penyebaran sembulan karbonat terumbu Formasi Kujung-Tuban ............ 15
Gambar 2.4 Tuban Uplift Zone ................................................................................................. 16
Gambar 2.5 Sistem petroleum charts dari Cekungan Jawa Timur Utara ................................. 19
Gambar 2.6 Diagram Van Krevelen yang menunjukkan empat tipe kerogen .......................... 25
Gambar 2.7 Klasifikasi vitrinite reflectance ............................................................................. 27
Gambar 3.1 Diagram alir penelitian.......................................................................................... 29
Gambar 3.2 Peta lokasi daerah penelitian ................................................................................. 30
vii
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
viii
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.6 Kebaharuan
Penelitian sebelumnya telah melakukan analisis geokimia terhadap potensi batuan induk di
Cekungan Jawa Timur Utara. Namun, hingga saat ini interval batuan induk yang aktif
menggenerasi minyak pada Cekungan Jawa Timur Utara diketahui dan diasumsi hanya pada
10
Universitas Indonesia
Formasi Ngembang sebagai batuan induk aktif. Melalui penelitian ini, diharapkan ada
pembaharuan ilmu terhadap kemungkinan potensi batuan induk lainnya yang terdapat pada
Cekungan Jawa Timur, terkhususnya pada Formasi Kujung. Selain itu, studi analisis
geokimia pada batuan dari Formasi Kujung belum sepenuhnya dipublikasikan secara luas.
11
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.1 Kerangka fase tektonik dan konfigurasi Cekungan Jawa Timur (Latief et al.,
1990)
12
Universitas Indonesia
Berdasarkan Pringgoprawiro (1982), Cekungan Jawa Timur Utara
dibagi menjadi tiga bagian besar. Tiga pembagian tersebut berturut-turut
dari selatan ke utara adalah sebagai berikut:
1) Jalur Kendeng
Terletak langsung di sebelah utara deretan gunung api, terdiri dari endapan
kenozoikum muda yang pada umumnya terlipat kuat disertai dengan sesar-
sesar sungkup dengan kemiringan keselatan. Panjang jalur Kendeng sekitar
250 km dengan lebar maksimumnya adalah 40 km.
2) Jalur Randublatung
Merupakan suatu depresi fisiografi akibat gejala tektonik yang terbentang
diantara Jalur Kendeng dan Jalur Rembang, terbentuk pada kala Pleistosen
dengan arah barat–timur dan disebut sebagai Jalur Randublatung. Beberapa
antiklin pendek dan kubah-kubah berada pada depresi ini. Sepanjang dataran
ini mengalir sungai utama yakni sungai Bengawan Solo.
3) Jalur Rembang-Madura
Jalur Rembang terbentang sejajar dengan Jalur Kendeng yang dipisahkan
oleh depresi Randublatung, merupakan suatu dataran tinggi terdiri dari
antiklinorium yang berarah barat–timur sebagai hasil gejala tektonik Tersier
Akhir yang membentuk perbukitan dengan elevasi yang tidak begitu tinggi,
rata-rata kurang dari 500 m. Arah memanjang perbukitan tersebut mengikuti
sumbu-sumbu lipatan yang pada umumnya berarah barat – timur. Di beberapa
tempat sumbu-sumbu ini mengikuti pola en-echelon yang menandakan adanya
sesar geser lateral. Zona Rembang merupakan zona patahan antara paparan
karbonat di utara (Laut Jawa) dengan cekungan yang lebih dalam di selatan
(Cekungan Kendeng). Litologi penyusunnya adalah campuran antara karbonat
laut dangkal dengan klastika, serta lempung dan napal laut dalam.
Jawa Timur bagian utara merupakan suatu daerah yang mengalami
struktur pembalikan (inversion structure) mulai dari Miosen sampai sekarang.
Pada fase inversi ini dibagian utara dari cekungan ini mengalami
pengangkatan (Zona Rembang) sedangkan pada bagian selatannya masih
berupa cekungan laut dalam (Zona Kendeng). Dua sesar turun diamati di
barat daya Lapangan Kawengan membentuk suatu terban (graben). Daerah
tinggian terdapat di daerah Tuban–Paciran karena adanya sesar besar yang
mengangkat daerah ini ke atas.
13
Universitas Indonesia
2.1.2 Stratigrafi Daerah Penelitian
Cekungan sedimentasi Jawa Timur Utara mengandung urut-urutan
endapan kaenozoikum yang tebal, tak terputus dan berumur mulai dari Eosene
hingga Pleistosene. Tebal keseluruhan dari endapan cekungan tersebut tidak
diketahui secara pasti akan tetapi diduga melebihi 6000 m. Pada pusat
(depocenter) cekungan ini terdapat lebih dari 6000 meter sedimen tersier yang
diendapkan secara tidak selaras diatas batuan beku dan metasediment berumur
mesozoikum yang merupakan economic basement (Budiyani, 1994). Oleh
Martodjojo (1986) disimpulkan bahwa batuan tertua yang merupakan batuan
dasar di Cekungan Jawa Timur Utara adalah batuan metasediment dan batuan
beku asam (granit). Batuan dasar ini diperkirakan berumur kapur jura atau Pra-
Tersier.
Pringgoprawiro (1983) membagi stratigrafi Zona Rembang atas beberapa
formasi yang diurutkan dari tua ke muda, yaitu Formasi Ngimbang, Formasi
Kujung, Formasi Prupuh, Formasi Tuban, Formasi Tawun, Formasi Ngrayong,
Formasi Wonocolo, Formasi Ledok, Formasi Mundu, Formasi Kawengan, dan
Formasi Lidah
Gambar 2.2 Kolom Stratigrafi Cekungan Jawa Timur Utara (Kusumastuti et al., 1999)
15
Universitas Indonesia
Tuban berkembang sebagai batuan karbonat klastik dan batuan epiklastik (serpih
dan batulanau) namun proporsi batuan epiklastiknya lebih dominan.
Setelah Formasi Tuban selesai diendapkan, terjadi aktifitas tektonik yang
bersifat compressional (Mid Miocene tectonic), akibat gaya kompresi yang
arahnya utara – selatan tersebut terjadi perlipatan berarah barat – timur yang
mengangkat Formasi Tuban hingga sebagian muncul ke permukaan. Sumbu
pengangkatan yang paling tinggi berada disebelah utara Kawengan, arahnya barat
– timur memanjang dari daerah Jatirogo-Kujung-Suci. Jalur tersebut merupakan
bagian depocenter dari Kening Trough, jalur ini dikenal sebagai Sakala Zone.
Proses perlipatan tersebut diikuti oleh proses erosi terhadap batuan-batuan
Formasi Tuban yang muncul ke permukaan.
Proses tersebut pada akhirnya akan menghasilkan pola tinggian-rendahan baru
(Mid Miocene paleogeography) yang disebut Tuban Uplift yang ditunjukkan pada
Gambar 2.4, yang mengontrol pengendapan sedimen berikutnya yaitu Formasi
Ngrayong. Formasi Ngrayong mulai diendapkan pada Miosen Akhir, dikontrol oleh
pola rendahan-tinggian Tuban Uplift dan konfigurasi sembulan karbonat Kujung-
Tuban diatas tinggian Cepu yang tidak terpengaruh oleh Tuban Uplift.
Setelah pengendapan Formasi Ngrayong berakhir terjadi transgresi yang
mengontrol pengendapan Formasi Wonocolo (Miosen Akhir), Formasi ini
didominasi oleh batulempung-batulanau dengan sisipan batugamping-pasiran.
Akhir pengendapan Formasi Wonocolo ditandai dengan adanya proses regresi
sehingga puncak sedimen Wonocolo berada dekat permukaan.
Pada kondisi yang lebih dangkal tersebut mulai diendapkan sedimen Formasi
Ledok (Pliosen). Secara umum sedimen Formasi Ledok berupa batulanau dan
16
Universitas Indonesia
batupasir-karbonatan dan di beberapa tempat yang dangkal dan berkembang
sebagai batugamping terumbu.
Setelah Formasi Ledok selesai diendapkan terjadi proses susut laut yang besar
sehingga menghasilkan pola cekungan dan tinggian yang baru, akibat proses ini
sebagian Formasi Ledok muncul ke permukaan membentuk suatu tinggian,
sedangkan bagian lainnya berada dibawah muka air laut membentuk suatu
cekungan atau rendahan. Pola tinggian-rendahan tersebut yang akan mengontrol
proses sedimentasi formasi berikutnya yaitu Formasi Mundu (akhir Pliosen) bagian
bawah formasi mundu ini memperlihatkan pola onlapping ke Formasi Ledok,
sedangkan bagian atas Formasi Mundu memperlihatkan pola perlapisan yang
sejajar dengan Formasi Ledok, secara keseluruhan Formasi Mundu didominasi oleh
endapan batulanau dan batulempung yang diendapkan dalam sistem transgresif.
Pada tempat-tempat yang relatif dangkal, berkembang sembulan karbonat
meneruskan pertumbuhan sembulan karbonat Ledok. Kelompok sembulan
karbonat Ledok-Mundu ini dsebut sebagai Karren Limestone(Formasi Kawengan).
Diatas Formasi Mundu secara selaras diendapkan Formasi Lidah (Pleistosen)
sebagai sedimen Tersier terakhir di Cekungan Jawa Timur. Litologi penyusun
formasi ini didominasi oleh napal dan sisipan batpasir-napalan.
Pada akhir Tersier, setelah Formasi Lidah terendapkan, aktifitas tektonik
kembali menguat dan menyebabkan seluruh formasi yang ada, terlipat dan
terpatahkan. Aktifitas tektonik ini menyebabkan terbentuknya perlipatan dan
patahan naik besar mengikuti jalur Tuban Uplift, memanjang dengan arah barat-
timur memotong daerah Jatirogo-Tawun-Dermawu-Kembangbaru-Kujung dan
selatan Suci atau Sakala Zone.
Di bagian selatan yaitu didaerah rendahan Ngimbang Basin maupun bagian
selatan Kening Through, aktivitas tektonik ini menghasilkan komplek struktur
antiklonorium dengan sumbu berarah barat – timur. Sedimen Kuarter yang
terbentuk setelah tektonik Plio-Pleistosen merupakan hasil proses erosional pada
daerah tinggian, mengisi dan menutupi bagian rendahan. Hasil seluruh proses
geologi tersebut diatas pada akhirnya menghasilkan kondisi geologi dan morfologi
daerah cekungan Jawa Timur sekarang ini
17
Universitas Indonesia
2.2 Geokimia Minyak dan Gas Bumi
Ilmu geokimia petroleum atau geokimia minyak bumi adalah ilmu yang
menerapkan prinsip kimia untuk mempelajari asal-mula, migrasi, akumulasi, dan
alterasi petroleum yang dikaitkan dengan eksplorasi minyak dan gas bumi (Hunt,
1996).
Dengan menggunakan ilmu ini, akan dapat diketahui secara pasti komposisi dan
berbagai faktor yang mengontrol pembentukan, proses kematangan, biodegradasi,
akumulasi minyak bumi, serta volume hidrokarbon yang telah digenerasikan,
termigrasi dan terakumulasi pada suatu cekungan. Pada eksplorasi minyak bumi,
analisis geokimia minyak bumi bertujuan untuk:
a) Mengidentifikasi batuan induk dan menentukan jumlah, tipe, dan tingkat
kematangan material organik.
b) Mengevaluasi perkiraan kapan migrasi minyak dan gas bumi dari batuan induk.
c) Memprediksi jalur migrasi.
d) Korelasi komposisi minyak dan gas bumi yang berada di dalam reservoir,
rembesan (seeps) untuk mengetahui keberadaannya.
18
Universitas Indonesia
3. Adanya mekanisme migrasi sebagai jalan bagi hidrokarbon (minyak dan gas) dari
batuan induk kebatuan waduk.
4. Adanya pemerangkapan, yaitu suatu bentuk geometri atau bentuk tinggian dari
batuan waduk yang memungkinkan hidrokarbon terakumulasi dan terperangkap
di geometri tersebut.
Kelima faktor dari sebuah sistem petroleum ini biasanya ditampilkan dalam
sebuah chart (Gambar 2.5) yang memperlihatkan hubungan antara umur geologi dan
kelima elemen dalam sistem petroleum.
Sistem petroleum ini akan sangat berpengaruh dalam melakukan analisa
keberadaan akumulasi hidrokarbon, dari hasil pemboran eksplorasi, telah terbukti
bahwa keberhasilan terjadi ketika kelima faktor tersebut diatas terpenuhi sedangkan
kegagalan disebabkan oleh tidak terpenuhinya salah satu atau lebih, faktor-faktor
tersebut diatas (Budiyani 1994). Berikut ini pembahasan mengenai kelima aspek
penting dalam sistem petroleum di Cekungan Jawa Timur Utara
Gambar 2.5 Sistem petroleum charts dari Cekungan Jawa Timur Utara (modifikasi dari
Pertamina, 2002)
19
Universitas Indonesia
induk berasal dari batu sedimen klastik yang mengandung material organic
dengan ukuran butir halus (serpih dan/atau batulumpur) berwarna gelap. Batuan
induk dikatakan kaya akan material organik ketika memiliki kandungan TOC
>1%.
Berdasarkan Hunt (1996), batuan induk dibedakan menjadi 2 yaitu
potential source rock dan effective source rock. Keduanya dibedakan berdasarkan
tingkat kematangan, dimana potential source rock belum cukup matang untuk
menghasilkan hidrokarbon, sedangkan jika batuan induk telah menghasilkan dan
mengeluarkan hidrokarbon disebut effective source rock. Batuan induk efektif
dikatakan aktif apabila batuan dapat mengenerasikan atau memproduksi minyak
dan gas bumi hingga saat ini. Dan disebut sebagai batuan tidak efektif apabila
batuan sudah tidak mampu memproduksi minyak atau gas bumi.
2.4.2 Karakteristik Batuan Induk
Dalam menentukan batuan induk, terdapat beberapa karakteristik yang perlu
diperhatikan. Karakteristik tersebut berupa kuantitas, kualitas, dan tingkat
kematangan dari material organik pada batuan yang berasosiasi dengan produksi
petroleum (Hunt, 1996).
Kemampuan relatif dari batuan induk untuk memproduksi petroleum
didefinisikan oleh kuantitas (Total Organic Carbon/TOC) dan kualitas kerogen.
Kuantitas material organik umumnya dinilai dengan melakukan pengukuran
terhadap karbon organik total (total organic carbon) yang terkandung dalam
batuan. Kualitas ditentukan dengan mengetahui tipe kerogen yang terkandung
dalam material organik. Tingkat kematangan material organik umumnya
diperkirakan dengan menggunakan pengukuran reflektansi vitrinit dan data
dari analisis pirolisis.
20
Universitas Indonesia
Waples membuat skala standar untuk interpretasi batuan induk berdasarkan nilai
TOC (Tabel 2.2). Batuan yang memiliki nilai TOC kurang dari 0.5% dikelompokan
sebagai sumber potensial hidrokarbon yang buruk, atau tidak berpotensi. Jumlah
hidrokarbon yang terbentuk akan sedikit dan jarang terjadi pelepasan (explosion).
Batuan induk dengan nilai TOC 0.5% hingga 1,0% dianggap berpotensi kecil. Batuan
tidak berfungsi sebagai batuan induk efektif. Namun, dapat berpotensi untuk
melepaskan sejumlah kecil hidrokarbon. Batuan dengan nilai TOC lebih dari 1.0%
memiliki potensial yang besar.
Tabel 2.1 Indikasi potensi batuan induk berdasarkan TOC (Waples, 1985)
21
Universitas Indonesia
bebas (bitumen) dan komponen organik yang masih terikat dalam batuan induk
(Armstrong, 1992).
Pada rock evaluation pyrolysis, dikenal tiga jenis puncak, yaitu S1, S2,
dan S3 dalam satuan miligram hidrokarbon/gram batuan.
Berdasarkan Law (1999), S1 menyatakan hidrokarbon bebas dalam sampel, S2
merupakan volume hidrokarbon yang terbentuk
selama pirolisis termal dari sampel, dan S3 merupakan CO2
yang dihasilkan selama pemecahan termal kerogen.
Tabel 2.2 Klasifikasi material organik dalam batubara dan batuan sedimen (Hunt, 1996)
Sapropelic Humic
Fluorescent Nonfluorescent
Amorphous Amorphous
Kerogen I II III IV
Types
22
Universitas Indonesia
H/C 1.9 – 1.5 – 1.0 – 0.5 0.6 –
1.0 0.8 0.1
O/C 0.1 – 0.2 – 0.4 – 0.3 –
0.02 0.02 0.02 0.01
Tidak menghasilkan
apapun (umumnya
IV Darat
tersusun atas vitrinit
atau material inert)
Tipe kerogen yang hadir dalam batuan menentukan kualitas batuan induk.
Kerogen tipe I berasal dari material organik yang kaya akan lipid/lemak
(kandungan hidrogen tinggi dan sedikit kandungan sulfur). Didominasi oleh tipe
23
Universitas Indonesia
maseral liptinite yang berasal dari material organic kelas alga dan plankton yang
ditemukan di lingkungan lacustrine. Menghasilkan hidrokarbon dengan tipe cair
(oil), karena memiliki senyawa alifatik yang panjang dan senyawa aromatik yang
sedikit.
Kerogen tipe II dihasilkan dari lingkungan aquatic yang ditemukan
material organic seperti polen, alga, spora. Memiliki senyawa alifatik yang sedang
dan terkadang ditemukan unsur sulfur. Hidrokarbon yang dihasilkan berbentuk oil
dan condensate.
Kerogen tipe III berasal dari lingkungan terrestrial yang berasosiasi
dengan material organic yang bersifat woody. Memiliki atom kerogen yang lebih
kecil dibanding tipe I dan II. Didominasi oleh rantai senyawa aromatic dan bentuk
dari hidrokarbon yang dihasilkan didominasi oleh tipe-tipe gas.
Tipe kerogen yang hadir dalam batuan menentukan kualitas batuan induk.
Penentuan tipe kerogen pada batuan induk dapat dilakukan dengan memasukkan
indeks hidrogen dan oksigen (HI dan OI) pada diagram van Krevelen (Gambar
2.6)
24
Universitas Indonesia
Gambar 2.6 Diagram Van Krevelen yang menunjukkan empat tipe kerogen (Hunt, 1996)
25
Universitas Indonesia
menentukan jumlah total oksigen yang hadir dalam sampel berdasarkan rumus
berikut.
26
Universitas Indonesia
Gambar 2.7 Klasifikasi vitrinite reflectance (Dow, 1977 dan Senftle, et al., 1991)
Tabel 2.4 Klasifikasi kematangan minyak dan gas bumi berdasarkan vitrinite reflectance
(Law, 1999)
Sampel batuan yang telah dihancurkan (tidak terlalu halus) diberi larutan
asam klorida (HCl) untuk menghilangkan kandungan karbonatnya, kemudian
setelah dilakukan pencucian dan netralisasi, maka diberi larutan asam fluorida
(HF) untuk menghilangkan kandungan silikanya. Dengan menggunakan larutan
27
Universitas Indonesia
ZnBr2, maka akan terpisahkan antara kerogen dengan yang bukan kerogen.
Selanjutnya kerogen diambil dan dibilas, kemudian dicetak dalam resin dan
dipoles. Pengukuran besarnya sinar pantul vitrinit dilakukan dengan
menggunakan mikroskop refleksi Leitz-MPV2 yang dikombinasikan dengan
digital counter untuk mengukur nilai sinar pantul vitrinit pada sampel.
28
Universitas Indonesia
BAB 3
METODE PENELITIAN
29
Universitas Indonesia
Gambar 3.2 Peta lokasi daerah penelitian (Yudantoro, 2005)
30
Universitas Indonesia
Pada tahap interpretasi data, data yang telah diolah dan dianalisis kemudian
diinterpretasikan untuk mencapai tujuan penelitian.
31
Universitas Indonesia
DAFTAR REFERENSI
Doust, H., Noble, R. 2008. Petroleum systems of Indonesia. Marine and Petroleum
Geology - MAR PETROL GEOL. 25. 103-129.
https://doi.org/10.1016/j.marpetgeo.2007.05.007
Hunt, J. M. 1996. Petroleum Geochemistry and Geology. 2nd Edition, W.H.
Freeman, San Francisco.
Law, C. A.1999. Evaluating Source Rocks. AAPG Special Volumes. Volume
Treatise of Petroleum Geology/Handbook of Petroleum Geology: Exploring
for Oil and Gas Traps, P. 3-1 - 3-34.
Satyana, A.H., Djumlati, M. 2003. Oligo-Miocene Carbonates of the East Java
Basin, Indonesia: Facies Definition Leading to Recent Significant Discoveries.
AAPG International Conference Barcelona Spain.
Susilohadi. 1995. Late tertiary and quarternary geology of the East Java Basin,
Indonesia. Doctor of Philosophy thesis. School of Geoscience: University of
Wollongong. http://ro.uow.edu.au/theses/1973
Triwibowo, B., Santoso, D. K. 2021. POTENSI DAN KUALITAS BATUAN
FORMASI KUJUNG SEBAGAI BATUAN INDUK, PADA LINTASAN KALI
WUNGKA
Van Bemmelen, R. W. 1949. The Geology of Indonesia, Government Printing
office, Nijhoff, The Hague.
Yudantoro, R.P. 2005. Review G&G terhadap formasi Ngimbang, Sembulan
karbonat Kujung-Tuban dan batupasir Ngrayong. Laporan task force DOH-
JBT daerah rendahan kening trough dan tinggian cepu Cekungan Jawa Timur.
Pertamina Internal Report
32
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia