Anda di halaman 1dari 35

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN FISIOTERAPI PADA ANAK KASUS FLAT FOOT


DENGAN INTERVENSI STRENGTHENING EXERCISE
DAN NEUROMUSCULAR TAPING UNTUK
MENINGKATKAN KESEIMBANGAN

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Ahli Madya
Fisioterapi Program Studi Diploma III Universitas Abbdurrab

OLEH:

ANNASTY SRIMUTY RAHAYU


NIM: 1911401004

PROGRAM STUDI D-III FISIOTERAPI


FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ABDURRAB
PEKANBARU
2021
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia yang telah
dilimpahkan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini yang
diajukan guna melengkapi dan memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan
Pendidikan di Program Studi D-III Fisioterapi Universitas Abdurrab Pekanbaru
dengan judul “Asuhan Fisioterapi Pada Anak Kasus Flat Foot Dengan Intervensi
Strengthening Exercise Dan Neuromuscular Taping Untuk Meningkatkan
Keseimbangan”
Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini tidak lepas dari bantuan dan
bimbingan atas tersusunnya Karya Tulis Ilmiah ini, penulis mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Ibu Prof. Susi Endrini, S.Si.,M, Sc Ph.D selaku Rektor Universitas Abdurrab
Pekanbaru.
2. Isna Wardaniati,S. Farm., M.Farm, Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi dan
Ilmu Kesehatan Universitas Abdurrab Pekanbaru
3. Ibu Ayu Permata, SST. FT M. Fis selaku Kepala Program Studi D-III
Fisioterapi Universitas Abdurrab Pekanbaru.
4. Bapak Yose Rizal, SST.,MKM. F.Tr selaku pembimbing tugas akhir.
Terimakasih yang sebesar- besarnya atas waktu yang selalu bapak luangkan
untuk penulis, ilmu, semangat dan motivasinya yang luar biasa, perhatian dan
pengertian yang selalu diberikan ketika penulis membutuhkan.
5. Bapak dan Ibu dosen serta staf Prodi D-III Fisioterapi yang telah banyak
memberikan ilmu dan mendidik penulis selama mengikuti perkuliahan di
Program Studi D-III Fisioterapi Universitas Abdurrab Pekanbaru.
6. Teristimewa sekali penulis ucapkan terima kasih kepada kedua orang tua
tersayang Ayahanda Syafirman dan Ibunda Rita Srihandayani. Dan tidak lupa
juga untuk keluarga saya yang selalu memberikan semangat selama ini yang
senantiasa memberikan do’a dan dukungan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritikan dan saran-saran sifatnya
membangun demi kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini.

Pekanbaru, 8 Desember 2021

Annasty Srimuty Rahayu


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa anak-anak adalah masa yang aktifitas kerja ototnya lebih banyak

bergerak, seperti bermain, berlari-lari, melompat, menari, dan lain-lain.

Aktifitas anak-anak tersebut lebih banyak menggunakan kaki mereka. Kaki

merupakan bagian yang berfungsi untuk menompang berat badan. Salah satu

kondisi keterlambatan perkembangan dan pertumbuhan yang termasuk

gangguan musculoskeletal yaitu gangguan pada kaki berbentuk datar atau flat

foot (Sahabbudin,2016)

Flat foot adalah sebuah kondisi orthopedic klinis yang terjadi ketika

arcus longitudinal medial tidak muncul sejak lahir dan area tersebut tertimbun

jaringan lemak (Sahabuddin, 2016). Semua anak terlahir dengan kondisi flat

foot, namun secara perlahan seiring dengan bertambahnya usia pada masa

kanak-kanak, kondisi lengkung medial longitudinal telapak kaki tersebut akan

mulai terbentuk, yang mana biasanya terbentuk pada usia sekitar 5 atau 6 tahun

(Anggriani et al, 2018)

Prevalensi flat foot pada kelompok anak berusia 3 tahun adalah sebesar

54% dan pada kelompok anak berusia 6 tahun sebesar 24%. Sebagaian besar

anak akan menunjukkan perkembangan normal dari telapak kaki secara utuh

pada usia 10 tahun. World Health Organization (WHO) memberikan

pernyataan bahwa terdapat ratusan juta orang terganggu kehidupan akibat


gangguan musculoskeletal yang banyak dijumpai adalah kaki datar atau yang

biasa disebut flat foot. Menurut Evans sekitar 20-30% dari seluruh anak di

dunia mengalami flat foot dan menurut Pande ketut, sekitar 18% atau 6 dari 33

anak memiliki kecenderungan flat foot (Rodriguez dalam Utomo et al, 2018)

Telapak kaki yang rata atau dikenal dengan sebutan kaki datar atau flat

foot adalah salah satu kondisi yang paling umum ditemui oleh pediatris, yang

dialami oleh sekitar 20% dan 30% dari populsi di dunia. Flat foot disebut jug

apes planus, mengacu pada suatu kondisi medis dimana lengkungan kaki rata

atau datar. Seluruh bagian telapak kaki menempel atau hampir menempel pada

tanah (Matthew dalam Nugroho et al, 2017)

Keseimbangan merupakan suatu fungsi tubuh yang sangat vital bagi

manusia seperti halnya panca-indera. Dalam hal ini keseimbangan didukung

oleh sistem muskuloskeletal dan bidang tumpu. Salah satu faktor yang dapat

menyebabkan gangguan keseimbangan pada anak yaitu gangguan

muskuloskeletal berupa kelainan bentuk telapak kaki (flat foot) (Zaidah, 2019)

Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditunjukan kepada

individu atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara, dan memulihkan

gerak dan fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan dengan menggunakan

penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan pelatihan fungsi dan

komunikasi (PERMENKES RI, 2015).

Strengthening Exercise adalah gerakan tubuh, postur, atau aktivitas fisik

yang dilakukan secara sistematis dan terencana guna memberi manfaat bagi

pasien untuk memperbaiki atau mencegah gangguan, meningkatkan dan

mengembalikan, atau menambah fungsi fisik, mencegah atau mengurangi


faktor resiko terkait kesehatan, dan mengoptimalkan kondisi kesehatan,

kebugaran,atau rasa sejahtera secara keseluruhan (Ismaningsih et al,2021)

Neuromuscular Tapping adalah salah satu metode terapi biomekanikal

stimulasi kompresi dan dekompresi untuk menghasilkan efek yang positif pada

sistem saraf, vascular dan limfatik. Efek neuromuscular tapping pada level

sensoris dapat menstimulasi cutaneous, otot, reseptor sendi dan mengontrol

nyeri. Neuromuscular Tapping dengan aplikator tape menciptakan kekuatan

eksentrik yang diterapkan pada kulit dan berperan dalam mengatur sensorik

dan system propioseptif. Neuromuscular Tapping memodifikasi input sensorik

yaitu diintegrasikan oleh system saraf pusat dan digunakan untuk membantu

proses motor yang dikenal dengan integrasi sensomotoris. Neuromuscular

Tapping memiliki fungsi menormalkan fungsi otot (Ismaningsih dan Pramata,

2020)

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik mengangkat topik dan

melakukan penelitian dalam bentuk karya tulis ilmiah dengan judul “asuhan

fisioterapi pada anak kasus flat foot dengan intervensi strengthening exercise

dan neuromuscular taping untuk meningkatkan keseimbangan”.

1.2 Identifikasi masalah

Flat foot adalah kelainan kompleks yang sering terjadi dan sering ditemui

dilahan dengan bermacam-macam gejala dengan derajat deformitas dan

disability yang bermacam-macam, ada beberapa tipe kaki dasar yang semuanya

dilihat dari keadaan arkus yang hilang baik sebagian maupun keseluruhan.

Arkus adalah celah antara bagian dalam dari kaki dan permukaan tanah, kaki
datar adalah kondisi dimana kaki tidak memiliki lengkungan telapak kaki yang

normal, kondisi ini bisa mengenai satu atau kedua kaki, seseorang dengan

arkus rendah atau tidak memiliki arkus biasanya mengarah untuk kondisi yang

disebut kaki datar (Flat feet, atau fallen arches) (Wardianie dalam Utomo et

al,2018)

Permasalahan yang timbul pada kasus flat foot adalah mencakup

beberapa hal: (1) anatomical impairment pada kasus flat foot adanya

kelemahan pada otot fleksor jari kaki, otot gastrocnemius dan otot soleus. (2)

functional impairment adanya nyeri pada telapak kaki, mudah merasa lelah,

gangguan pola jalan, valgus deformity. (3) functional limition adanya

penurunan keseimbangan tubuh. (4) restriction of participant keterbatasan saat

melakukan aktivitas social seperti bermain bersama teman dilingkungan

sekitar. (Zaidah, 2019)

Strengthening Exercise adalah kemampuan otot untuk menahan beban

baik secara eksternal dan internal. Kekuatan otot sangat berhubungan dengan

sistem neuromuscular yaitu seberapa kemampuan system saraf mengaktifasi

otot untuk melakukan kontraksi. Tujuan akhirnya adalah meningkatkan

kekuatan, ketahanan dan menjaga meningkatkan lingkup gerak sendi (Kisner &

Colby, 2012)

NeuroMuscular Taping adalah aplikasi spesifik dari pita perekat elastis

ke permukaan kulit dengan teknik stimulasi eksentrik menghasilkan

dekompresi dan dilatasi pada daerah yang tertutupi yang digunakan untuk

tujuan terapeutik. Neuromuscular Taping bertujuan untuk mengurangi

sumbatan dari cairan tubuh, meningkatkan sirkulasi pembuluh darah dan


kelenjar getah, menurunkan kelebihan panas, dan memperbaiki homoestasis

jaringan, mengurangi peradangan dan hipersensitivitas reseptor nyeri (Ayu

Permata dan Ismanigsih, 2020)

Keseimbangan bisa diukur menggunakan Sixteen Balance Ttest (SBT)

yaitu rangkaian test sebanyak 16 pengukuran keseimbangan untuk anak DS

yang telah mampu berjalan sendiri dan mampu mengikuti instruksi sederhana

Central of Gravity (COG) dari setiap peserta diukur dengan empat tes statis.

Keempat tes tersebut seperti tes berdiri pada permukaan lunak dengan mata

terbuka dan tertutup kemudian berdiri di permukaan keras dengan mata terbuka

dan tertutup (Meidian,2015)

1.3 Rumusan Masalah

Apakah intervensi Strengthening Exercise dan NeuroMuscular Taping

dapat meningkatkan keseimbangan pada anak kondisi flat foot?

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh

Strengthening Exercise dan NeuroMuscular Taping dapat meningkatkan

keseimbangan pada anak kondisi flat foot.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Peneliti

Memberi pengalaman dan pengetahuan mengenai pengaruh

intervensi Strengthening Exercise dan NeuroMuscular Taping dapat

meningkatkan keseimbangan pada anak kondisi flat foot.


1.5.2 Bagi Pendidikan

Penelitian karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi

institusi pendidikan dalam membuat sumber keputusan tentang

penanganan fisioterapi yang efektif bagi anak kondisi flat foot, dapat

dijadikan bacaan di perpustakaan atau sebagai bahan referensi bagi yang

memerlukan hal-hal yag berkaitan dengan kondisi flat foot.

1.5.3 Bagi Pembaca

Sebagai referensi dalam melakukan penelitian lanjutan mengenai

pengaruh intervensi Strengthening Exercise dan NeuroMuscular Taping

untuk meningkatkan keseimbangan pada anak kondisi flat foot .Selain

itu, juga dapat memberikan motivasi dan gambaran umum kepada

pembaca dalam menentukan intervensi yang tepat pada anak penderita

flat foot.

1.5.4 Bagi Pasien dan Masyarakat

Diharapkan pasien mendapatkan intervensi yang tepat dan efektif

serta menambah pengetahuan dan wawasan terhadap masyarakat

mengenai pengaruh Strengthening Exercise dan NeuroMuscular Taping

untuk meningkatkan keseimbangan pada anak kondisi flat foot.


BAB 2

KAJIAN TERIORITIS

2.1 Variabel Studi Kasus

2.1.1 Definisi Flat Foot

Flat foot merupakan suatu keadaan dimana arcus kaki atau

lengkungan kaki berbentuk datar atau rata sehingga seluruh telapak kaki

hampir menempel pada permukaan tanah. Flat foot adalah kondisi yang

paling sering dijumpai pada kasus pediatric, terjadi hampir sekitar 20%

sampai 30% dari populasi di dunia (Utomo et al., 2018).

Flat foot merupakan deformitas kompleks pada kaki yang

kejadiannya sangat umum ditemukan terutama pada anak-anak yang

sedang dalam masa pertumbuhan. Penelitian tentang flat foot masih terus

berlanjut dan flat foot sebagai sebuah kondisi dimana terjadi ganguan pada

arcus longitudinal medial (Jasrin et al., 2016)

Menurut Zaidah (2019), derajat flat foot terbagi menjadi 3 derajat

yaitu:

Tabel 2.1 Derajat Flat Foot

Derajat Flat Foot Keterangan

Derajat 1 Kaki masih punya arkus mesti sangat

sedikit

Derajat 2 Kaki sudah tidak punya arkus sama

sekali

Derajat 3 Pada derajat ini, kaki tak hanya punya


arkus, namun juga terbentuk sudut di

pertengahan kaki yang arahnya keluar

Sumber Zaidah,2019

Gambar 2.1 Derajat Flat Foot

Sumber: Pourghasem et al dalam Zaidah, 2019)

2.1.2 Klasifikasi Pada Flat Foot

Terdapat dua tipe pada kondisi flat foot, yaitu tipe fleksible flat foot

dan rigid flat foot (Zaidah, 2019)

a. Fleksibel flat foot adalah kondisi yang sebagian besar terjadi

karena factor fisiologis, dan untuk penanganannya tidak

memerlukan pembedahan

b. Rigid flat foot adalah kondisi kelainan yang sifatnya structural.

2.1.3 Permasalahan Keseimbangan Pada Anak Kondisi Flat Foot

Ketika seseorang mengalami flatfoot hal yang menjadi masalah

adalah apabila kedudukan tapak kaki bergeser atau hilangnya

kesejajarannya karena ia akan mempengaruhi struktur tubuh. Ketika

kesejajaran tubuh berubah maka center of gravity dari tubuh akan berubah.

Fungsi dari Center of gravity adalah untuk mendistribusikan massa benda

secara merata, pada manusia beban tubuh selalu ditopang oleh titik ini,
maka tubuh dalam keadaan seimbang. Tetapi jika terjadi perubahan postur

tubuh maka titik pusat gravitasi pun berubah, maka akan menyebabkan

gangguan keseimbangan (Unstable). Jika flat foot dialami oleh seseorang

maka seseorang tersebut mengalami sukar berjalan tetapi juga dapat

mengalami gangguan keseimbangan (Syafi’l et al,2016)

Deformitas pada sendi sualar menyebabkan ketidakstabilan dan

posisi eversi berlebihan mengakibatkan anak yang memiliki flat foot grade

1, 2, dan 3 kurang mampu untuk mempertahankan keseimbangan berdiri

dengan satu kaki dalam jangka waktu yang cukup lama. Flat foot adalah

keadaan struktur penyokong arkus longitudinal pedis, yaitu otot-otot

pendek pada kaki. Keterampilan dan kemampuan motoric seorang

dipengaruhi faktor internal dan eksternal mencakup beberapa jenis reseptor

kulit, otot, sendi, ligament guna memberikan tubuh untuk mengenal

lingkungan sekirar. Teori biomekanika dari komponen musculoskeletal

kaki saling bekerjasama mensupport tubuh pada saat foot strike dan push

off untuk meredam benturan dan menyiapkan level rigid. Bentuk flat foot

yang lebar tanpa adanya lengkung mengakibatkan komponen pengungkit

tubuh kaku untuk proses berjalan dan berlari yang menyebabkan gangguan

keseimbangan dan cepat lelah. Anak yang memiliki normal foot dikatakan

lebih stabil karena tekanan dari berat badan dibagi secara merata keseluruh

telapak kaki (Antara et al, 2017)

2.2 Kajian yang Terkait


2.2.1 Anatomi dan Fisiologi Kaki dan Pergelangan Kaki

a. Tulang pada kaki

Tulang yang membentuk kaki terdiri 26 tulang yang terdiri dari 7

tulang tarsal, 5 tulang metatarsal, dan 14 tulang phalanges. Tulang-tulang

tersebut tersusun menjadi tiga bagian kaki belakang (hindfoot), bagian kaki

tengah (midfoot), dan bagian kaki depan (forefoot). Bagian kaki

belangkang terdiri os calcaneus dan os talus. Bagian kaki tengah terdiri

dari os cuneiforme, dan os naviculare. Sedangkan bagian kaki depan

dibentuk oleh lima os metatarsal dan 14 os phalanges. Susunan ke tiga

bagian kaki ini yang memberikan gambaran telapak kaki (Saadah,2019)

Gambar 2.2 Tulang Ankle

Sumber : Paulsen and Waschke, 2018

b. Arkus pada plantar pedis


Integritas kaki dipertahankan oleh dua arkus longitudinal (medialis

dan lateralis) dan satu arkus transversal. Semua arkus ini dipersatuakan

oleh kombinasi faktor-faktor tulang, ligamentum, dan muskular sehingga

berat badan saat berdiri ditahan oleh bagian posterior calcaneus dan kaput

metatarsal akibat integritas arkus. (Utomo et al,2018)

1. Arkus longitudinal medialis

Arcus ini dibentuk oleh os.calcaneus,os.talus, os naviculare, ketiga

os cuneiforme, dan ketiga ossa metatarsalia yang pertama. Penyanggah

otot nya yaitu bagian medial musculi flexor digitorum brevis, musculus

abductor hallucis, musculus flexor hallucis longus, bagian medial

musculus flexor digitorum longus, dan musculus flexor hallucis brevis,

musculus tibialis anterior, pelebaran tendo insersi musculus tibialis

posterior. Dan penyanggah pada ligament yaitu ligamentum plantare dan

dorsale termasuk ligamentum calcaneonaviculare plantare yang penting;

ligamentum mediaie articulatio talocruralis, dan aponeurosis plantaris

(Snell, 2012 403:404)


Gambar 2.3 Arkus Longitudinalis Medialis

Sumber : Snell, 2012 :403

2. Arkus longitudinal lateral

Arcus ini dibentuk oleh os .calcaneus,os. cuboideum, dan os

metatarsale keempat dan kelima. Penyanggah otot yaitu musculus

abductor digiti minimi, bagian lateral musculus flexor digitorum longus

dan brevis, serta musculus peroneus longus dan brevis. Dan penyanggah

ligament yaitu ligament plantaria yang panjang dan pendek serta

aponeurosis plantaris. (Snell, 2012 403:404)

Gambar 2.4 Arkus Longitudinalis Lateralis

Sumber : Snell, 2012:403

3. Arkus transversus

Arcus ini dibentuk oleh basis ossa metatarsalia dan os cuboideum

dan ketiga os cuneiforme. Penyanggah otot yaitu musculi interossei


dorsales, caput transversum muscuius adductor haliucis, muscnlus

peroneus longus dan musculus peroneus brevis. Dan penyanggah ligament

yaitu ligament transversa profunda, ligament plantaria yang sangat kuat.

(Snell,2012:404)

Gambar 2.5 Arkus Transversus

Sumber : Snell, 2012:403

c. Ligament pada plantar pedis

Menurut Ceal (2017) beberapa ligament pada plantar pedis yaitu:

1. Ligament Spring ( Calcaneonavikular Plantar)

Menggabungkan tulang calcaneus dan tulang navicular, membantu

untuk menyokong arkus medial kaki.

2. Ligament Bifurkasi

Berbentuk Y,berasal pada tulang calcaneus kemudian terbagi untuk

melekat pada tulang cuboid dan tulang navicular

3. Ligament Plantar Longum

Menghubungkan tulang calcaneus tulang panjang cuboid telapak

kaki.

4. Ligament Plantar Brevis


Lebih dalam terhadap ligament plantar panjang dan

menghubungkan tulang calcaneus pada tulang kuboid

5. Ligament Medial dan Lateral (Talocalcaneum)

Memperkuat kapsula articulasio talocalcanealis

6. Ligament Talocalcaneus Interoseum

Berjalan dalam sunus tarsi,suatu terowongan yang dibentuk oleh

sulkus profunda talus dan calcaneus.

Gambar 2.6 Plantar Pedis

Sumber : Paulsen and Waschke,2018

d. Otot Plantar Pedis

1. Dorsum pedis
Pada dorsum pedis (punggung kaki) terdapat musculus extensor

digitorum brevis berorigo pada dasar sinus tarsal dan retinaculum

musculorum extensorum inferior, serabutnya bercabang empat dan

masing-masing berinsersio pada jari pertama sampai keempat bersama-

sama musculus extensordigitorum longus. Tendonya yang menuju ibu

jari kaki kadang-kadang dinamakan musculus extensor halluces brevis

dan berinsersio pada basis phalang pertama ibu jari. Otot ini

dipersarafi oleh nervus peroneus profundus (Snell, 2012)

2. Plantar pedis

Menurut Snell (2012) otot-otot plantar pedis (telapak kaki) dapat

dibagi dalam empat lapisan, yaitu:

a. Lapisan pertama (lapisan luar)

Otot plantar pada lapisan pertama yaitu musculus abductor

digiti minimi, musculus abductor hallucis, dan musculus flexor

digitorum brevis.

Gambar 2.7 Otot Plantar Lapisan Pertama

Sumber : Snell, 2012

b. Lapisan kedua
Otot plantar pada lapisan kedua yaitu musculus lumbricalis

dan musculus quadratus plantae ( flexor accessories).

Gambar 2.8 Otot Plantar Lapisan Kedua

Sumber : Snell, 2012

c. Lapisan ketiga

Otot plantar pada lapisan ketiga yaitu musculus adductor

hallucis ( caput oblique), musculus adductor halluces ( caput

transversal), musculus digiti minimi brevis dan musculus flexor

hallucis brevis.

Gambar 2.9 Otot Plantar Lapisan Ketiga

Sumber : Snell, 2012

d. Lapisan keempat
Otot plantar pada lapisan empat yaitu musculus dorsal

interossei dan musculus plantar interossei

Gambar 2.10 Otot Plantar Lapisan Keempat

Sumber : Snell, 2012

Tabel 2.2 Otot Plantar Pedis

Nama Otot Origo Insersio Fungsi


Lapisan pertama
M. Abductor digiti minimi Tuberculum Sisi lateral falang Fleksi dan abduksi
calcanei medialis proksimal jari ke lima jari kaki:
dan lateralis (jari kelingking memperkuat arcus
longitudinalis
lateralis
M. Abductor hallucis Prosesus medialis falang proksimal ibu Fleksi dan abduksi
tuberosis calcanei jari kaki ibu jari kaki;
dan apponeurosis memperkuat arcus
plantaris longitudinalis
medialis
M. Flexor digitorum brevis Prosessus medialis Empat tendo M Fleksi bagian tengah
tuberculum Fleksor Digitorum dan dasar jari kaki 2-
calcanei Longus sampai pada 5: memperkuat arcus
falang tengah jari kaki longitudinalis
2-5 medialis dan lateralis
Lapisan Kedua
M. Lumbricalis Tendo M. flexor Tendo M. extensor Ekstensi jari-jari
digitorum longus digitorum longus : kaki pada
falang proximalis articulation
empat jari kaki lateral interphalangeal
M. Quadratus plantae Dua caput Sisi lateral tendo M. Membantu M. flexor
permukaan plantar flexor digitorum digitorum longus
calcaneus dan longus dalam
ligamentum plantar mengfleksikan
logum empat jari kaki
lateral
Lapisan Ketiga
M. Adductor hallucis Os. Cuboideum, Os. Sesamoideum Abduksi, fleksi ibu
(caput oblique) ligament plantare laterale basis falang jari kaki
longum, os pertama ibu jari kaki
cuneformis 3, basis
ossium
metatarsalium
2,3,4
M. Adductor hallucis Sendi artikulasio Os, sesamoideum Abduksi, fleksi ibu
(caput transversal) metatarso laterale basis falang jari kaki
falangeae 2.3.4,dan pertama ibu jari kaki
5
M. Flexor digiti minimi Bagian deoan Bagian falang Abduksi, fleksi
brevis ligament plantar proksimal kelingking kelingking,
longum basis ossis
metatarsalis
M. Flexor hallucis brevis Permukaan plantar Dua caput os Fleksi interfalang ibu
ossa cuneiformis sesamoid dan falang jari kaki
mediale, proksimal ibu jari kaki
intermedium, dan
lateral ligamentum
plantar longus
Lapisan keempat
M. Dorsal interossei Permukaan tengah Sisi medial dasar Abduksi dan fleksi
tulang kaki falang distal 2-5 falang 2-5 ke lateral,
sampai apponeurosa falang ke 2 ke
medial, dan ekstensi
jari kaki
M. Plantar interossei Sisi bagian tengah Sisi medial falang Fleksi dasar sendi
3-5 distal 3-5 sampai dan adduksijari
apponeurosa ekstensi falang 3-5, ekstensi
jari kaki jari kaki

2.2.2 Fisiologi Keseimbang

Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan keseimbagan

tubuh ketika ditempatkan di berbagai posisi. Keseimbangan juga bisa diartikan


sebagai kemampuan relatifuntuk mengontrol pusat massa tubuh (center of

massa) atau pusat gravitasi (center of gravity) terhadap bidang tumpu (base of

support). Keseimbangan melibatkan berbagai gerakan disetiap segmen tubuh

dengan di dukung oleh sistem muskuloskletal dan bidang tumpu. (Mekayanti et

al, 2015)

Kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan dan kestabilan

postur oleh aktivitas motoric tidak dapat dipisahkan dari faktor lingkungan dan

sistem regulasi yang berperan dalam pembentukan keseimbangan. Pusat

keseimbangan terletak di dekat telinga, sensasi kinestetik dan mata yang

berfungsi menjaga keseimbangan

Tujuan dari tubuh mempertahankan keseimbangan adalah menyangga

tubuh melawan gravitasi dan mempertahankan pusat massa tubuh agar sejajar

dan seimbang dengan bidang tumbuh, serta menstabilisasi bagian tubuh ketika

bagian tubuh ketika bagian tubuh lain bergerak (Munawwarah & Rahman,

2015).

Faktor – faktor yang mempengaruhi keseimbangan terdiri dari:

1. Pusat gravitasi ( Center of gravity-COG)

Pusat gravitasi terdapat pada semua objek, pada benda, pusat

gravitasi terletak tepat di tengah benda tersebut. Pusat gravitasi adalah

titik utama padatubuh yang akan mendistribusikan massa tubuh secara

merata. Bila tubuh selalu ditopang oleh titik ini, tubuh dalam keadaan

seimbang. Pada manusia pusat gravitasi berpindah sesuai dengan arah

atau perubahan berat. Pusat gravitasi manusia ketika berdiri tegak adalah

tepat di atas pinggang diantara depan dan belakang vertebra sacrum ke


dua. Derajat stabilisasi tubuh dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu ketinggian

dari titik pusat gravitasi dengan bidang tumpu, ukuran bidang tumpu,

lokasi garis gravitasi dengan tumpu dan berat badan.

2. Garis gravitasi (Line of gravity-LOG)

Garis gravitasi merupakan garis imajiner yang berada vertical

melalui pusat gravitasi dengan pusat bumi. Hubungan antara garis

gravitasi, pusat gravitasi dengan bidang tumpu adalah menentukan

derajat stabilitas tubuh.

3. Bidang tumpu (Base of support-BOS)

Bidang tumpu merupakan bagian dari tubuh yang berhubungan

dengan permukaan tumpuan. Ketika garis gravitasi tepat berada di bidang

tumpu, tubuh dalam keadaan seimbang. Stabilitas yang baik terbentuk

dari luasnya tubuh dalam keaadan seimbang. Stabilitas yang baik

terbentuk dari luasnya area bidang tumpu. Semakin besar bidang tumpu,

semakin tinggi stabilitas. Misalnya berdiri dengan kedua kaki akan lebih

stabil disbanding berdiri dengan satu kaki. Semakin dekat bidang tumpu

dengan pusat gravitasi, maka stabilitas tubuh makin tinggi.

2.3 Patologi

2.3.1 Etiologi

Penyebab utama dari kaki data (arkus rendah) adalah ketidak

normalan struktur tulang sehingga pada kondisi kaki datar menyebabkan

otot, tendon, dan ligament bekerja lebih berat. (Lendra,2009)

Menurut Zaidah (2019) faktor penyebab terjadinya flat foot antara

lain adalah:
a. Usia

Banyaknya kondisi flat foot pada anak dengan usia yang lebih

muda diprediksi merupakan faktor utama terjadinya flat foot. Hal

ini terjadi karena bantalan lemak pada telapak kaki anak masih

sangat tebal dan kondisi tersebut akan berkurang seiring dengan

bertambahnya usia. Berkurangnya kondisi flat foot pada anak

umur 7-10 tahun terjadi karena sebagian besar anakanak

mengalami perkembangan lengkung longitudinal kaki yang baik

pada saat memasuki usia 3-5 tahun dan pada usia 6 tahun

merupakan masa emas pembentukan arkus kaki.

b. Jenis kelamin

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa flat foot lebih banyak

terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan yaitu

sebanyak 68 (23,78%) dari 143 anak, sedangkan anak perempuan

sebanyak 61 (16,67%) dari 183 anak. Bantalan lemak kaki pada

anak laki-laki lebih tebal dibandingkan dengan anak perempuan.

Selain itu, laki-laki juga memiliki nilai arch index yang lebih

tinggi sehingga memiliki permukaan plantar yang lebih banyak

kontak dengan tanah. Besarnya prevalensi flat foot pada anak

laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan juga diduga

karena adanya perbedaan bentuk anatomis tubuh, dimana


rearfoot angle (nilai rata-rata valgus) pada anak laki-laki lebih

besar dibandingkan dengan anak perempuan.

c. Kongenital

Kongenital merupakan suatu kelainan bawaan sejak lahir

yang terjadi karena beberapa faktor penyebab salah satunya

berupa genetik (diturunkan dari keluarga) . Seperti yang

dijelaskan oleh Dr. Hermawan salah satu spesialis anak dari RS

Eka Hospital Jakarta, beliau menyebutkan bahwa penyebab flat

foot adalah dari faktor genetik yang diturunkan orangtua. Hal

tersebut di sebabkan karena adanya kelemahan otot telapak kaki

yang menyebabkan turunnya otot dan ligamen pada saat berjalan.

d. Ruptur tendon

Adanya ruptur pada tendon tibialis posterior juga dapat

menyebabkan kelainan pada kaki yang disebabkan karena

overuse atau aktivitas yang berlebih. Jika tidak ditangani dengan

baik, maka akan merusak struktur jaringan pada kaki. Kajian

yang dilakukan di Taiwan didapatkan, 8700 individu dewasa

berumur 30 tahun ke atas mengalami masalah akibat komplikasi

pada kaki. Hal ini terjadi karena kelainan pada kaki yang

merusak secara perlahan hingga akhirnya terjadi deformitas.

e. Post-trauma
Masalah muncul apabila kedudukan telapak kaki bergeser

atau hilang kesejajarannya, seperti fraktur pada ankle dengan

malunion (gagal menyambung), karena hal tersebut akan

mempengaruhi struktur badan. Perubahan struktur badan dapat

berdampak pada struktur kelengkungan tulang telapak kaki

sehingga menyebabkan seseorang mengalami masalah flat foot.

f. Penyakit inflamasi

Penyakit inflamasi seperti arthritis dapat menjadi salah satu

faktor penyebab ataupun hasil akhir dari adanya kondisi

deformitas berat yang kronik. Perubaha kekuatan reaksi sendi

menyebabkan terjadinya beban abnormal pada sendi subtalar,

tibiotalar, dan tarsal transversal sehingga hal ini dapat

menimbulkan arthritis.

g. Obesitas

Pada penelitian yang dilakukan oleh anak dengan status gizi

overweight (13,69%) dan paling sedikit terjadi pada anak dengan

status gizi underweight (6,25%). Obesitas dan status gizi

overweight pada anak dapat menambah tekanan pada lengkung

kaki yang terjadi secara terus-menerus saat berjalan. Selain itu,

obesitas menunjukkan tingginya area kontak, rendahnya medial

longitudinal arch, dan lebih besarnya tekanan pada kaki yang

mengakibatkan banyaknya jumlah kondisi flat foot pada anak

2.3.2 Tanda dan Gejala


Keseimbangan, tidak stabil, keluhan lelah bila berjalan lama, cedera

berlebihan dan rasa nyeri. Kondisi-kondisi demikian tentu akan

mengganggu aktifitas fisik yang berhubungan dengan kelincahan yang

bukan merupakan komponen fisik tunggal yang berdiri sendiri, tetapi

tersusun dari komponen koordinasi, yaitu reaksi, kekuatan, kecepatan,

keseimbangan, daya ledak, perubahan arah dan perubahan posisi (Sahri et

al, 2017)

2.3.3 Faktor Resiko

Tingginya kondisi flat foot pada anak dengan kondisi overweight

dapat berhubungan dengan bertambahnya tekanan pada lengkung kaki

yang terjadi secara terus-menerus saat seseorang berjalan. Selain itu, status

gizi overweight dan obesitas menunjukkan tingginya area kontak,

rendahnya medial longitudinal arch, dan lebih besarnya tekanan pada kaki

yang mengakibatkan banyaknya jumlah kondisi flat foot pada anak dengan

status gizi overweight maupun obesitas (Fadillah et al,2017)

2.3.4 Patofisiologi

Arkus adalah celah bagian dari kaki dan permukaan tanah, kaki datar

adalah kondisi kaki tidak memiliki lengkungan telapak kaki yang normal,

kondisi ini bisa mengenai satu atau kedua kaki, seseorang dengan memiliki

arkus rendah atau tidak memiliki arkus biasanya mengarah untuk kondisi

yang disebut kaki datar (flat feet, atau fallan arches). Ciri-ciri klinis yang

utama dari pronasi yang berlebihan, sehingga menyebabkan anak merasa

tidak nyaman saat berjalan, cepat lelah dan sol sepatu selalu habis setelah.

Kaki yang normal adalah memiliki lengkungan kaki yang cukup. Jika
dilihat dari arah belakang tendon Achlilesnya membentuk garis lurus

dengan sudut 90 derajat dengan landasan pijakan. Saat berjalan kaki akan

melakukan heel strike dan jatuh menginjak landasan pada tumit bagian

luar, dilanjutkan dengan putaran ke dalam agar dapat meredam benturan

saat berjalan. Pada kaki datar tidak terjadi seperti pada kaki orang normal

sehingga mudah menjadi lelah ( Lendra, 2009)

Tidak seperti penderita adanya taji di tulang tumit (inferior calcanea

spur) yang merasakan nyeri di telapak kaki saat berjalan/berlari, penderita

flatfoot umumnya hanya mengeluh mudah lelah. Meskipun pada beberapa

kasus ditemukan pasien yang merasakan nyeri di ankle dan knee karena

kaki yang tidak lurus. Resiko terjadinya nyeri di knee atau telapak kaki,

persoalan pada ankle (ankle weakness), atau kerusakan tulang rawan akibat

flat foot ini akan semakin besar bila di tunjang oleh kegemukan, cedera

telapak kaki atau ankle (Wibowo, 2019)

2.4 Pemeriksaan dan Pengukuran

2.4.1 Pemeriksaan pada Flat foot

Pemeriksaan pada flat foot menggunakan wet test. Wet test

merupakan jejak kaki yang di basah pada lantai yang kering, menunjukkan

apakah kaki datar atau tidak. Jika kakinya datar maka penampang kaki

pada lantai akan lebar dan tidak memiliki lengkungan, jika normal maka

aka nada lengkungan pada bagian medial kaki, sedangkan jika arkus

terlalu berlebihan dimana dapat memisahkan antara bagian kaki depan dan

belakang. Penampang pada lantai dilakukan pada kedua sisi kaki dan

seharusnya penampang kaki saa pada kedua sisi kaki (Lendra,2009)


2.4.2 Pengukuran pada Flat foot

Menurut Villamonte (2009) menjelaskan bahwa, Sixteen Balance

Test (SBT) adalah rangkaian test sebanyak 16 pengukuran keseimbangan

untuk anak Down Sindrom (DS) yang telah mampu berjalan sendiri dan

mampu mengikuti instruksi sederhana. Central of Gravity (COG) dari

setiap diukur dengan empat tes statis. Keempat tes tersebut kemudian

berdiri pada permukaan lunak dengan mata terbuka dan tertutup kemudian

berdiri di permukaan keras dengan mata terbuka dan tertutup. Nilai

Central of Gravity (COG) akan dihitung per detik yang dapat diketahui

ketika peserta mampu bertahan selama sepuluh detik. Menurut Villamonte

(2009) mengemukakan bahwa pada penelitianya merekomendasikan dari

16 test pengukuran keseimbangan ini hanya lima penilian keseimbangan

yang dapat dilakukan dengan benar. Keuntungan menggunakan lima test

adalah alat yang diperlukan sederhana dan dalam melakukannya tidak

harus fisioterapi atau tenaga kesehatan, tetapi orang tua juga bisa

melakukan test tersebut (Meidian,2015)

2.5 Metode dan Teknik Intervensi

2.5.1 Strengthening Exercise

Strengthening Exercise merupakan gerakan tubuh, postur, atau

aktivitas fisik yang dilakukan secara sistematik dan terencana guna

memberi manfaat bagi pasien untuk memperbaiki atau mencegah

gangguan, meningkatkan dan mengembalikan, atau menambah fungsi

fisik, mencegah atau mengurangi faktor resiko terkait kesehatan, dan


mengoptimalkan keseluruhan (KISNER, 2017). Jenis latihan yang

diberikan ada 2 antara lain Short-foot exercise dan Heel-Raise Exercise.

a. Short-foot exercise

Short-foot atau biasa disebut toe grasp exercise merupakan

program latihan untuk memperbaiki morfologi pada arkus longitudinal

medial dengan mengaktifkan otot-otot instrinsik pada kaki.latihan ini

dilakukan dengan cara memperpendek kaki yaitu membawa jari-jari

kearah tumit tanpa adanya gerakan fleksi kaki atau seperti

mencengkeram (Ismaningsih et al,2021)

Gambar 2.11 Short foot exercise

Sumber : ( Syafirman, 2018)

b. Heel-Raise Exercise

Heel -raise merupakan program latihan penguatan otot kaki dengan

mengangkat tumit pada posisi berdiri atau dalam keadaan “berjinjit”.

Tujuan latihan ini untuk meningkatkan kekuatan otot plantar fleksor

kaki dan gastrocnemius (Amsdorff, et al, 2011). pada saat berjinjit


os.calcaneus dalam posisi vertical,tegak lurus dengan caput metatarsal

yang horizontal.metatarsal tetap berada sejajar dengan lantai,karena

memiliki fungsi untuk menopang berat tubuh. (Ismaningsih et al,2021)

Gambar 2.12 Heel-Raisa Exercise

Sumber : (Saebo, 2015)

2.5.2 Neuromuskular Taping

a. Definisi Neuromuskular Taping

Neuromuscular Taping merupakan salah satu metode terapi

biomekanikal yang inovatif dengan stimulasi compressi dan

decompressi untuk menghasilkan efek yang positif pada sistem

musculoskeletal, neurologi, vascular dan limfatik. Teknik koreksi otot

dalam decompressi, dengan teknik ini kulit diatas area yang nyeri dan

inflamasi diangkat untuk mengurangi hypersensitivitas receptor, hal ini

juga dapat memulihkan ketegangan otot, memfasilitasi perluasan otot,

dan menormalisasi elastisitas otot, mengurangi kelelahan otot dan

meningkatkan kontraksi pada otot (Blow dalam Muawanah & Selviani,

2018)

b. Efek Neuromuskular Taping

Penerapan neuromuscular taping mampu merangsang

mechonoceptors kulit. Reseptor ini mengaktifkan implus saraf. Ketika

beban mekanik (sentuhan, tekanan, getaran, peregangan dan gatal)

membuat deformasi. Aktivasi oleh stimulus yang memadai


menyebabkan depolarisasi lokal, yang memicu implus saraf di

sepanjang seraput aferen lalu ke sistem saraf pusat. Efek terapeutik

neuromuscular taping dengan menggunakan ransangan decompressi

untuk mendapatkan efek positif dalam musculoskeletal, pembuluh

darah, limfatik dan system saraf, meningkatkan sirkulasi darah, dan

menghilang rasa sakit. Aplikasi yang benar juga dapat membantu

untuk memperbaiki keselarasan sendi, otot, dukungan selama gerakan

dan meningkatkan stabilitas dan postur tubuh. Neuromuscular taping

mempunyai tujuan yaitu meringankan rasa sakit, menormalkan

ketegangan otot, menghilangkan kongesti limfatik dan vena,

meningkatkan vaskularisasi darah , mengoreksi keselarasan bersama

dan meningkatkan postur tubuh (Blow dalam Muawanah &

Selviani,2015)

c. Fungsi Dasar Neuromuscular Taping

Menurut Hargiani (2019) pengguna neuromuscular taping

berfungsi pada kulit, otot, sistem vena dan linfatik dan sendi.

Neuromuscular taping mempunyai enam tujuan utama yaitu

meringankan rasa sakit, menormalkan ketegangan otot, menghilangkan

kongesti limfatik dan vena, meningkatkan vaskularisasi darah,

mengoreksi keselarasan bersama dan meningkatkan postur tubuh. oleh

karena itu, neuromuscular taping bertingdak pada tingkat yang

berbeda:

1) Sensory
Untuk merangsang reseptor kutaneus, otot, dan sendi serta

mengontor rasa sakit.

2) Muscular

Mengurangi kelelahan otot, meningkatkan kontraksi otot,

mengurangi relaksasi otot yang berlebihan dan mengurangi

kontraksi otot yang berlebihan.

3) Limfatik dan hematic

Mengurangi peradangan lokal, meningkatkan sirkulasi darah

dan meningkatkan drainase limfatik.

4) Articular

Mengstabilkan pada tingkat fasciae, meningkatkan jangkauan

gerak (ROM) dang mengurangi rasa sakit.

d. Mekanisme Neuromuscular Taping

Pengaplikasian neuromuscular taping dengan teknik

decompressi akan membentukan lipatan-lipatan pada kulit. Sehingga

memberikan efek yang dapat rasa nyeri, menormalkan ketegangan otot,

meningkatkan sirkulasi darah dengan memperbesarkan ruang intestinal

dalm jaringan dengan lipatan-lipatan dari efek decompressi (Hargiani,

2019)

2.6 Kerangka Berfikir

Flat foot adalah kondisi dimana tidak adanya arkus longitudinal medial

kaki, yang menyebabkan bagian telapak kaki menempel dengan tanah.


Perkembangan telapak kaki normal pada usia 2-6 tahun merupakan masa

pembentukan arkus. Anak dengan usia 6 tahun merupakan masa kritis untuk

pembentukan arkus. Flat foot terbagi 3 tingkatan dejarat, dibedakan dari garis

yang ditarik antara jari kedua kaki dengan ujung dalam tumit. Pada derajat 1

dimana tumpuan pada lateral kaki lebih setengah dari tumpuan metatarsal,

derajat 2 kaki sudah tidak memiliki arkus sama sekali dan derajat kaki sudah

terbentuk sudut di bagian medial kaki yang arahnya ke lateral (Antara et

al,2017)

Permasalahan yang ada pada kasus flat foot berupa anatomi impairment

yaitu adanya kelemahan pada otot fleksor jari kaki, gastrocnemius dan otot

seoleus. Functional impairment adanya nyeri pada telapak kaki, mudah merasa

lelah, gangguan pila jaln, valgus derformity. Functional limitation adanya

penurunan keseimbangan tubuh. Disability participation keterbatasan saat

melakukan aktivitas bermain bersama teman dilingkungan sekitar.

Intervensi fisioterapi yang digunakan pada kondisi ini yaitu dengan metode

Strengthening Exercise dan Neuromuscular Taping dapat meningkatkan

keseimbangan pada flat foot.

Evaluasi yang digunakan untuk mengetahui peningkatan keseimbangan

pada kondisi flat foot yaitu dengan menggunakan Sixteen Balance Test (SBT)
2.7 Skema Kerangka Fikir

Faktor Usia Faktor Jenis Kelamin Faktor Kongenital Faktor Obesitas Faktor Inflamasi

Flat Foot

Anatomical Functional Functional Limitation Participation


impairment impairment restriction
Adanya penurunan
Adanya kelemahan Adanya nyeri pada keseimbangan tubuh Keterbatasan saat
pada otot fleksor jari
telapak kaki, mudah melakukan aktivitas
kaki, otot
gastrocnemius dan merasa lelah, bermain bersama
otot soleus gangguan pola jalan, teman dilingkungan
valgus deformity sekitar

Gangguan Keseimbangan

Strengthening Exercise Neuromuscular Taping

1. Meningkatkan kekuatan Evaluasi : Sixteen Balance 1. Meningkatkan kontraksi


otot-otot intrinsik pada kaki Test pada otot
2. Meningkatkan stabilitas 2. Memulihkan ketegangan
ankle pada saat berjalan, otot, memfasilitasi perluasan
berlari, dan menaiki tangga otot

Peningkatan Keseimbangan

Skema 2.1 Kerangka Fikir

Anda mungkin juga menyukai