Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

KHIYAR

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Ekonomi Syari’ah

Dosen Pengampu : Dr. Suwandi, M.H

Disusun oleh Kelompok 5:

Annisa’ Nur Fadhillah 19210087

Putri Kharidatun Nisa 19210175

Alya Aulia Arisca 19210168

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2021

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur disampaikan kepada pemilik alam semesta yang hakiki
yaitu Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah tentang Lembaga Negara ini. Shalawat dan
salam tidak lupa kami haturkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai seorang yang telah
menyampaikan setiap sisi keilmuan kepada seluruh umatnya. Semoga setiap keilmuan yang
beliau sampaikan dapat tetap diamalkan oleh umatnya.

Pada kesempatan kali ini izinkan kami dari Kelompok 5 untuk mengutarakan ucapan
terimakasih kepada bapak dosen Hukum Ekonomi Syariah kami yaitu Bapak Dr. Suwandi, M.H
yang telah membimbing kami. Ucapan terima kasih yang sangat khusus dari kami kepada orang
tua yang setia mendoakan kami.

Tidak ada kesempurnaan yang dihasilkan oleh seorang makhluk begitu pula dengan karya
tulis ini. Kami hanya ingin berbagi keilmuan sehingga kritik dan saran para pembaca sangat
kami harapkan agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Malang, 20 Oktober 2021

Penyusun Kelompok 5

2
DAFTAR ISI

COVER…………………………………………………………………………………………....1

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………….2

DAFTAR ISI…………………………..…………………………………………………………..3

BAB I PENDAHULUAN………………...……………………………………………………….4

A. Latar Belakang………………………………………………...…………………………..4
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………………4
C. Tujuan Masalah……………………………………………………………………...…….5

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………………….…6

A. Definisi Khiyar…………………………………………………………………………….6
B. Dasar Hukum Khiyar……………………………………………………………………...7
C. Macam-Macam Khiyar……………………………………………………………………8
D. Hikmah Khiyar…………………………………………………………………………...11

BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………...13

A. Kesimpulan………………………………………………………………………………13
B. Saran……………………………………………………………………………………..13

DARTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………....14

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagai makhluk sosial, manusia harus memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-
hari, baik berupa kebutuhan sandang, pangan maupun papan (tempat tinggal). Salah satu
cara pemenuhan kebutuhan tersebut adalah dengan bermuamalah. Muamalah adalah
semua akad yang membolehkan manusia menukar manfaatnya, sedangkan dalam
pengertian yang lain, muamalah adalah tukar menukar barang atau sesuatu yang
bermanfaat dengan cara-cara yang telah ditentukan. Dari pengertian di atas contoh akad
yang dapat kita ambil adalah akad jual beli.
Dalam sebuah transaksi jual beli konsumen memiliki hak untuk melanjutkan atau
membatalkan transaksi tersebut atau yang disebut khiyar. Mengadakan khiyar agar kedua
belah pihak dapat memikirkan lebih jauh kemaslahatan masing-masing dari akad jual
belinya. Khiyar juga berguna supaya tidak ada penyesalan dan kekecewaan dikemudian
hari apabila salah satu kecacatan pada barang, serta tidak adanya penipuan.
Dengan adanya konsep hak khiyar, maka pembeli tidak perlu takut akan adanya
penipuan dengan barang yang diperjual belikan, juga penjual akan mendapatkan
keuntungan selain materil juga moral yang mana penjual tersebut dipercaya oleh pembeli
sehingga pembeli tidak beralih kepada pedagang yang lain, selain itu penjual juga
terhindar dari fitnah adanya kecurangan di dalam jual beli yang bisa merugikan. Oleh
karena itu perlu kiranya untuk kita ketahui segala sesuatu yang berhubungan dengan
khiyar tersebut.

B. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan khiyar?
b. Apa dasar hukum khiyar?
c. Apa saja macam-macam khiyar?
d. Apakah hikmah adanya khiyar?

4
C. Tujuan Masalah
a. Untuk mengetahui apa itu khiyar
b. Untuk mengetahui dasar hukum khiyar
c. Untuk mengetahui apa saja macam-macam khiyar
d. Untuk mengetahui hikmah adanya khiyar

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Khiyar
Khiyar adalah hak untuk meneruskan atau membatalkan perjanjian jual beli.
Dengan kata lain, khiyar merupakan pilihan untuk melanjutkan jual beli atau
membatalkannya, karena terdapat cacat terhadap barang yang dijual, atau ada perjanjian
pada waktu akad, atau karena sebab yang lain. Pada jual beli dalam Islam mengenal
adanya hak khiyar yang dimiliki oleh pihak yang bertransaksi. Dalam khiyar
memungkinkan sebuah kesepakatan jual beli dapat dibatalkan atau diteruskan
transaksinya dengan perjanjian tertentu. Tujuan diadakannya khiyar tersebut adalah untuk
mewujudkan kemaslahatan bagi kedua belah pihak sehingga tidak ada rasa menyesal
setelah akad selesai, karena mereka sama-sama rela dan setuju.1 Adanya hak khiyar
supaya orang-orang yang melakukan akad jual beli atau orang yang mempunyai hak
khiyar mengetahui harga dan barang yang dihargakan sehingga jual beli tersebut tidak
merugikan salah satu pihak dan mereka selamat dari penipuan serta menolak
kemudaratan yang dapat ditimbulkan dari akad tersebut.2
Pada prinsipnya khiyar berlaku pada jual beli, karena pada dasarnya meskipun
barang- barang konsumsi yang diperjualbelikan itu dapat secara langsung dilihat dengan
jelas wujudnya oleh konsumen atau pembeli, namun masih ada pertimbangan yang harus
disepakati bersama oleh kedua belah pihak (penjual dan pembeli). Menurut ulama
syafi'iyah: melihat barang itu cukup dengan membau atau mencium dan merasakannya
bila salah satu benda yang dipertukarkan atau diperjual-belikan termasuk barang dapat
dicium dan dirasakan seperti madu, buah-buahan dan sesamanya. Secara terminologi,
para ulama fiqih telah mendefenisikan al-khiyar, antara lain:
1. Menurut Sayid Sabiq: Khiyar adalah mencari kebaikan dari dua perkara,
melangsungkan atau meninggalkan (jual-beli).
2. Menurut Muhammad bin isma’il al-Kahlani: Khiyar adalah meminta yang terbaik
dari dua perkara, meneruskan jual beli atau membatalkannya.

1
NT Masruri, Konsep Khiyar Menurut Islam, http://eprints.walisongo.ac.id , 2014.
2
A Asror, http://repository.radenfatah.ac.id/6552/2/Bab%202.pdf , diakses pada tanggal 19 Oktober 2021.

6
Para ulama berselisih pendapat tentang pihak yang bertanggung jawab terhadap
barang yang dijual selama masa khiyar. Imam Malik dan para pengikutnya berpendapat
bahwa kerusakan tersebut menjadi tanggung jawab penjual, sedangkan kedudukan
pembeli adalah sebagai penerima titipan, baik hak khiyar untuk keduanya bersama atau
salah satunya. Namun, dalam mazhab ini juga diriwayatkan bahwa apabila barang
tersebut rusak ditangan pembeli, maka kedudukannya sama seperti gadai dan barang
pinjaman, yaitu pembelilah yang bertanggung jawab. Imam Abu hanifah berpendapat
bahwa jika syarat khiyar untuk kedua belah pihak atau untuk penjual saja, maka
tanggungannya dari penjual dan barang yang dijual adalah atas miliknya. Tetapi jika
khiyar hanya disyaratkan oleh pembeli, maka barang tersebut telah keluar dari pemilikan
penjual dan tidak termasuk dalam pemilikan pembeli dan tidak jelas kedudukannya
sampai selesai masa khiyar. Sedangkan Imam syafi’i mempunyai dua pendapat dan
pendapat yang terkenal adalah bahwa tanggungan dari penjual dalam segala keadaan
berpegang pada jual beli khiyar merupakan suatu akad jual beli yang tidak lazim dan
pemilikan belum berpindah dari khiyar. Namun demikian jika salah satu pihak yang
melakukan akad jual beli meninggal dunia sedangkan masa khiyar belum selesai, maka
dalam memandang hal ini fuqaha berbeda pendapat. Imam Maliki dan syafi’i berpendapat
bahwa khiyar tersebut dapat diwariskan kepada ahli warisnya. Sedangkan Abu hanifah
berpendapat bahwa hak khiyar menjadi batal dengan meninggalnya pemilik khiyar, dan
jual belinya menjadi sempurna.3

B. DASAR HUKUM KHIYAR


Berdasarkan prinsip wajib menegakkan kejujuran dan kebenaran dalam
perdagangan, maka haram bagi penjual menyembunyikan cacat barang. Apabila dalam
barang yang akan dijual itu terdapat cacat yang diketahui oleh pemilik barang (penjual),
maka wajiblah dia menerangkan hal itu dan tidak boleh menyembunyikannya.
Menyembunyikan cacat barang dengan sengaja termasuk penipuan dan kecurangan.
Khiyar hukumnya boleh berdasarkan sunnah Rasulullah saw. Diantara sunnah
tersebut adalah hadis yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Abdullah bin Al-Harits:

3
Dewi Sri Indrianti, Penerapan Khiyar Dalam Jual Beli, Jurnal Ilmiah: Al-Syir’ah IAIN Manado, Vol.2 No.2, 2004.

7
Dari Abdullah bin al-harits ia berkata: saya mendengar Hakim bin Hizam r.a dari Nabi
saw beliau bersabda: “ penjual dan pembeli boleh melakukan khiyar selama mereka
berdua belum berpisah. Apabila mereka berdua benar dan jelas, maka mereka berdua
diberi keberkahan didalam jual beli mereka, dan apabila mereka berdua berbohong dan
merahasiakan, maka dihapuslah keberkahan jual beli mereka berdua.” ( HR. Al-
Bukhari).

Disamping itu ada hadis lain yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Ibnu Umar:

Dari Ibnu Umar r.a ia berkata: Telah bersabda Nabi SAW: Penjual dan pembeli boleh
melakukan khiyar selagi keduanya belum berpisah, atau salah seorang mengatakan
kepada temannya: Pilihlah. Dan kadang-kadang beliau bersabda: atau terjadi jual beli
khiyar. (HR. Al-Bukhari)

Dari hadis tersebut jelaslah bahwa khiyar dalam akad jual beli hukumnya
dibolehkan. Apalagi apabila dalam barang yang dibeli terdapat cacat yang bisa merugikan
kepada pihak pembeli. Hak khiyar ditetapkan oleh syariat Islam bagi orang-orang yang
melakukan transaksi perdata agar tidak dirugikan dalam transaksi yang mereka lakukan,
sehingga kemaslahatan yang dituju dalam suatu transaksi tercapai dengan sebaik-baiknya.
Status khiyar, menurut ulama fiqih adalah disyariatkan atau dibolehkan karena masing-
masing pihak yang melakukan transaksi supaya tidak ada pihak yang merasa tertipu.4

C. MACAM-MACAM KHIYAR

Syariat bertujuan melindungi manusia dari keburukan-keburukan, maka syariat


menetapkan adanya hak khiyar dalam rangka tegaknya keselamatan, kerukunan dan
keharmonisan dalam hubungan antar manusia.5 Berdasarkan dari hal tersebut ada
beberapa macam khiyar yang perlu untuk diketahui. Adapun macam khiyar tersebut
antar lain:

1. Khiyar Majlis

4
Masruri, konsep khiyar menurut islam, Repository UIN Walisongo, 2014. Hlm 20
5
Hamzah Ya’qub, Kode Etik Dagang Menurut Islam (Pola Pembinaan Hidup dalam Berekonomi), Bandung:
CV.Diponegoro, 1992, hlm. 101.

8
Majlis secara bahasa adalah bentuk masdar mimi dari julus yang berarti
tempat duduk, dan maksud dari majlis akad menurut kalangan ahli fiqih adalah
tempat kedua orang yang berakad berada dari sejak mulai berakad sampai sempurna,
berlaku dan wajibnya akad. Dengan begitu majlis akad merupakan tempat berkumpul
dan terjadinya akad apapun keadaan pihak yang berakad.
Adapun menurut istilah khiyar majelis adalah khiyar yang ditetapkan oleh syara’
bagi setiap pihak yang melakukan transaksi, selama para pihak masih berada di
tempat transaksi. Khiyar majelis berlaku dalam berbagai macam jual beli, seperti jual
beli makanan dengan makanan, akad pemesanan barang (salam), syirkah.6
Pada prinsipnya khiyar majlis berakhir dengan adanya dua hal:
1) Keduanya memilih akan terusnya akad
2) Di antara keduanya terpisah dari tempat jual beli.

Tidak ada perbedaan di antara kalangan ahli fiqih yang mengatakan bolehnya
khiyar majlis, bahwa akad dengan khiyar ini adalah akad yang boleh, dan bagi
masing-masing pihak yang berakad mempunyai hak untuk mem-fasakh atau
meneruskan selama keduanya masih dalam majlis dan tidak memilih meneruskan
akad.

2. Khiyar Syarat
Menurut Sayyid Sabiq khiyar syarat adalah suatu khiyar dimana seseorang
membeli sesuatu dari pihak lain dengan ketentuan dia boleh melakukan khiyar pada
masa atau waktu tertentu, walaupun waktu tersebut lama, apabila ia menghendaki
maka ia bisa melangsungkan jual beli dan apabila ia mengendaki ia bisa
membatalkannya. Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa khiyar syarat adalah
suatu bentuk khiyar dimana para pihak yang melakukan akad jual beli memberikan
persyaratan bahwa dalam waktu tertentu mereka berdua atau salah satunya boleh
memilih antara meneruskan jual beli atau membatalkannya.

Khiyar syarat disyari‟atkan untuk menjaga kedua belah pihak yang berakad,
atau salah satunya dari konsekuensi satu akad yang kemungkinan di dalamnya

6
Wahbah Zuhaili, Al-Fiqhu As-Syafi‟i Al-Muyassar, Terj. Muhammad Afifi, Abdul Hafiz, “ Fiqih Imam Syafi‟i”,
Jakarta: Almahira, Cet. Ke-1, 2010, hlm. 676.

9
terdapat unsur penipuan dan dusta. Oleh karena itu, Allah SWT memberi orang yang
berakad dalam masa khiyar syarat dan waktu yang telah ditentukan satu kesempatan
untuk menunggu karena memang diperlukan. Kalangan ulama fiqih sepakat bahwa
khiyar syarat sah jika waktunya diketahui dan tidak lebih dari tiga hari dan barang
yang dijual tidak termasuk barang yang cepat rusak dalam tempo ini.7

3. Khiyar Aib
yaitu hak untuk membatalkan atau melangsungkan jual beli bagi kedua belah
pihak yang berakad apabila terdapat suatu cacat pada obyek yang diperjual belikan.
Adakalanya seseorang membeli barang yang cacatnya baru diketahui beberapa waktu
kemudian setelah akad jual bei itu berlangsung. Apabila terjadi hal semacam itu,
maka pihak pembeli berhak mengembalikan barang dan menerima kembali uangnya
dari pihak penjual. Itulah yang disebut "khiyar'aib".
Ketika barang yang cacat itu sudah diterangkan oleh pihak penjual sebelum
transaksi terjadi, lalu pembeli ridha, maka sudah tentu hak khiyar aib itu sudah
terhapus. Tetapi apabila barang yang cacatnya baru diketahui setelah akad jual beli
terjadi. Maka ada tiga alternatif bagi pembeli:
a. Apabila pembeli ridha, maka barang itu terus ditangan danjual beli itu dipandang
sah.
b. Membatalkan akad jual beli segera setelah cacat itu diketahui.
c. Menuntut ganti rugi dari pihak penjual, seimbang dengan cacat barang atau
menerima potongan harga barang sebanding dengan cacatnya.8

4. Khiyar at- Ta’yin


Yaitu hak pilih bagi pembeli dalam menentukan barang yang menjadi objek
kontrak. Khiyar at-Ta’yin berlaku apabila objek aqad (kontrak) hanya satu dari sekian
banyak barang yang berbeda kualitas dan harganya dan satu pihak pembeli, misalnya
diberi hak menentukan mana yang akan dipilihnya. Khiyar ta’Yin dibolehkan apabila
identitas barang yang menjadi objek kontrak belum jelas. Oleh sebab itu, khiyar at-

7
Masruri, konsep khiyar menurut islam, Repository UIN Walisongo, 2014.
8
Dewi Sri Indriati, Penerapan Khiyar Dalam Jual Beli, Journal IAIN Manado, 2016.

10
Ta’yin berfungsi untuk menghindarkan agar aqad (kontrak) tidak terjadi terhadap
sesuatu yang tidak jelas (majhul).9

5. Khiyar ar- Ru’yah atau hak pilih melihat


Yakni hak pilihan untuk meneruskan akad atau membatalkannya, setelah
barang yang menjadi objek akad dilihat oleh pembeli. Hal ini terjadi dalam kondisi
dimana barang yang menjadi objek akad tidak ada di majelis akad, kalaupun ada
hanya contohnya saja, sehingga pembeli tidak tahu apakah barang yang dibelinya itu
baik atau tidak. Setelah pembeli melihat langsung kondisi barang yang dibelinya,
apabila setuju, ia bisa meneruskan jual belinya dan apabila tidak setuju, ia boleh
mengembalikannya kepada penjual, dan jual beli dibatalkan, sedangkan harga
dikembalikan seluruhnya kepada pembeli.10

6. Khiyar Kammiyah
Yaitu suatu bentuk khiyar di mana seseorang membeli sesuati dalam wadah
dan penjual tidak tahu apa dan berapa isi dari wadah tersebut. Dalam hal ini penjual
setelah membuka wadah tersebut berhak memilih antara melanjutkan jual beli atau
membatalkannya.11

D. HIKMAH KHIYAR

Agar tidak terjadi penyesalan ataupun kerugian dalam melakukan transaksi jual-
beli antara penjual dan pembeli maka akad khiyar memiliki peranan penting di dalam
transaksi jual-belin tersebut. Hal ini menjadi penting karena dengan adanya khiyar
kerelaan antar kedua belah pihak terjamin. Kemudian dengan adanya khiyar ini pihak
pembeli juga tidak merasa dirugikan atau tertipu jika suatu saat menemukan cacat pada

9
Abdul Manan, Hukum ekonomi Syariah Dalam Perspektif kewenangan Peradilan Agama, Jakarta:Kencana, 2012.
Hlm 101.
10
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat., Jakarta: Amzah, hal: 236
11
Ibid, hal: 219.

11
barang yang telah dibeli. Adapun hikmah yang dapat dipetik dari adanya akad khiyar
dalam jual-beli antara lain sebagai berikut ini,12

1. Membuktikan serta mempertegas adanya kerelaan kedua pihak dalam akad jual-beli
2. Menghindarkan terjadinya penipuan dalam jual-beli
3. Agar antara pihak penjual dan pembeli saling merasa puas (tidak ada yang merasa
dirugikan)
4. Kejujuran pihak penjual dan pembeli terjamin
5. Meminimalisir terjadinya unsur ketidakjelasan, penipuan, atau unsur lain yang dapat
menyebabkan kerugian bagi pihak yang melakukan transaksi jual-beli.

12
Fahmi Sajid, Pengertian, Macam-Macam, dan Hikmah Khiyar, diakses dari
http://kabelkreatif.blogspot.com/2016/12/pengertian-dan-macam-macam-khiyar.html, pada tanggal 19 Oktober
2021, pukul 19.15.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Sebagai pihak pembeli tentunya tidak mau merasa tertipu ataupun mengalami
kerugian akibat transaksi jual-beli yang dilakukan bersama pihak penjual. Maka untuk
meminimalisir kejadian – kejadian yang tidak di inginkan seperti diatas maka syariat
Islam menetapkan beberapa ketentuan dan aturan saat melakukan transaksi jual-beli.
Salah satu ketentuan yang Allah tetapkan yaitu dengan melakukan khiyar. Khiyar sendiri
memiliki pengertian hak untuk meneruskan atau membatalkan perjanjian jual beli.
Dengan kata lain, khiyar merupakan pilihan untuk melanjutkan atau membatalkan
transaksi jual-beli tersebut. Adapun penyebab di batalkan suatu transaksi itu bisa
dikarenakan terdapat cacat terhadap barang yang dijual, atau ada perjanjian pada waktu
akad, atau karena sebab yang lain. Dalam khiyar juga memungkinkan sebuah
kesepakatan jual beli dapat dibatalkan atau diteruskan transaksinya dengan perjanjian
tertentu. Kemudian tujuan diadakannya khiyar itu sendiri adalah untuk mewujudkan
kemaslahatan bagi kedua belah pihak sehingga tidak ada rasa menyesal setelah akad
selesai, karena sama-sama rela dan setuju atas akad jual-beli yang kedua belah pihak
lakukan sebelumnya. Oleh karenanya khiyar ini menjadi penting sifatnya dalam akad
jual-beli.

A. Saran

Demikianlah pokok bahasan makalah yang dapat kami sampaikan. Besar harapan
kami makalah ini dapat bermanfaat untuk teman-teman semua. Karena keterbatasan
pengetahuan dan referensi, kami sangat menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan
agar makalah ini dapat disusun menjadi lebih baik lagi. Sekian dan terimakasih.

13
DAFTAR PUSTAKA

Masruri, NT. 2014. “Konsep Khiyar Menurut Islam”, http://eprints.walisongo.ac.id , diakses


pada 18 Oktober 2021 pukul 18.30.

Asror, A. http://repository.radenfatah.ac.id/6552/2/Bab%202.pdf , diakses pada tanggal 19


Oktober 2021 pukul 15.20.

Masruri, NT. “Konsep Khiyar Menurut Islam” http://eprints.walisongo.ac.id , diakses pada 18


Oktober 2021 pukul 19.15.

Ya’qub, Hamzah. “Kode Etik Dagang Menurut Islam” (Pola Pembinaan Hidup dalam
Berekonomi), Bandung: CV.Diponegoro.

Zuhaili, Wahbah. “Al-Fiqhu As-Syafi’i Al-Muyassar”, Terj. Muhammad Afifi, Abdul Hafiz, “
Fiqih Imam Syafi‟i”. Jakarta: Almahira.

Masruri, NT. “Konsep Khiyar Menurut Islam” http://eprints.walisongo.ac.id , diakses pada 19


Oktober 2021 pukul 11.15

Indrianti, Dewi Sri. 2004. “Penerapan Khiyar Dalam Jual Beli”, Jurnal Ilmiah: Al-Syir’ah IAIN
Manado, Vol.2 No.2.

Manan, Abdul. (2012). ”Hukum ekonomi Syariah Dalam Perspektif kewenangan Peradilan
Agama”, Jakarta: Kencana.

Muslich, Ahmad Wardi. “Fiqh Muamalat”, Jakarta: Amzah.

Sajid, Fahmi, Pengertian, Macam-Macam, dan Hikmah Khiyar. Diakses dari


http://kabelkreatif.blogspot.com/2016/12/pengertian-dan-macam-macam-khiyar.html

14

Anda mungkin juga menyukai