Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Suatu Perekonomian yang ideal merupakan suatu perekonomian yang dapat


terus menerus bertumbuh, tanpa ada satu tahun atau bahkan satu triwulan pun
mengalami penurunan. Pertumbuhan tersebut disertai stabilitas harga dan
kesempatan kerja yang terbuka luas neraca perdagangan dan neraca pembayaran
pun mengalami surplus yang baik. Perekonomian seperti ini dipercaya akan
mampu memberikan kemakmuran dan keadilan bagi rakyatnya dari generasi ke
generasi.

Sayangnya, perekonomian tersebut tidak ada pada kenyataannya. Dalam dunia


nyata, perekonomian umumnya mengalami gelombang pasang surut.
Gelombang naik turun tersebut relatif teratur dan terjadi berulang-ulang dengan
rentang waktu yang bervariasi. Ada yang berdurasi pendek, panjang dan sangat
panjang. Dalam ilmu ekonomi, gerak naik turun tersebut dikenal dengan siklus
ekonomi (business cycle).

Kegiatan dalam perekonomian berfluktuasi dari tahun ke tahun. Selain itu juga
dalam perekonomian mempunyai siklus ekonomi. Di era modernisasi ini
produksi barang dan jasa meningkat oleh karena itu berpengaruh juga semakin
meningkatnya jumlah tenaga kerja, meningkatnya jumlah modal dan berbagai
kemajuan teknologi. Pertumbuhan ekonomi ini membuat semua orang dapat
hidup dengan standar yang lebih tinggi. Pada saat itu perusahan gagal menjual
seluruh barang dan jasa yang harus mereka tawarkan, sehingga produksi harus
dikurangi. Dampaknya, para pekerja dirumahkan, angka pengangguran
meningkat, dan pabrik-pabrik terpaksa berhenti beroperasi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu Fluktuasi Ekonomi?
2. Apakah sesuai antara teori dan kenyataan mengenai Fluktuasi Ekonomi?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui mengenai fluktuasi ekonomi
2. Mengetahui fakta antara teori dan kenyataan mengenai fluktuasi ekonomi
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Fluktuasi Ekonomi


Fluktuasi Ekonomi adalah kenaikan dan penurunan aktivitas ekonomi secara relatif
dibandingkan dengan tren pertumbuhan jangka panjang dari ekonomi. Fluktuasi ini
atau business cycle (siklus bisnis), bervariasi dalam intensitas dan jangka waktunya.
Kenaikan dan penurunan biasanya meliputi negara bahkan dunia serta mempengaruhi seluruh
dimensi dari kegiatan ekonomi, tidak hanya tingkat  pengangguran dan produksi. 3 poin
penting dalam Fluktuasi Ekonomi ini adalah Permintaan dan Penawaran Agregat, Pengaruh
Kebijakan Moneter dan Fiskal terhadap Permintaan Agregat, serta Tradeoff Jangka Pendek
antara Inflasi dan Pengangguran.

Ekspansion atau ekspansi suatu keadaan dimana penyehatan perekonomian telah


terjadi dari kondisi sebelumnya yaitu resesi atau bahkan depresi. Dalam ekonomi makro,
resesi adalah kondisi ketika produk domestik bruto (GDP) menurun atau ketika pertumbuhan
ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal atau lebih dalam satu tahun. Resesi dapat
mengakibatkan penurunan secara simultan pada seluruh aktivitas ekonomi seperti lapangan
kerja, investasi, dan keuntungan perusahaan. Resesi sering diasosiasikan dengan turunnya
harga-harga (deflasi), atau, kebalikannya, meningkatnya harga-harga secara tajam (inflasi)
dalam proses yang dikenal sebagai stagflasi. Resesi ekonomi yang berlangsung lama disebut
depresi ekonomi. Penurunan drastis tingkat ekonomi (biasanya akibat depresi parah, atau
akibat hiperinflasi) disebut kebangkrutan ekonomi (economy collapse). Kolumnis Sidney J.
Harris membedakan istilah-istilah atas dengan cara ini: “sebuah resesi adalah ketika
tetanggamu kehilangan pekerjaan; depresi adalah ketika kamu yang kehilangan pekerjaan.”

Tahap ini ditandai dengan meningkatnya kesempatan kerja, meningkatnya


pendapatan, dan pengeluaran konsumsi masyarakat. Sektor perusahaan mengalami kenaikan
produksi barang dan jasa, kenaikan penjualan, dan laba perusahaan. Iklim investasi berubah
dari pesimisme menjadi optimis. Karena permintaan konsumen mengalami kenaikan produksi
barang dan jasa juga mengalami kenaikan. Sehingga terjadi kenaikan kapasitas produksi dan
pengurangan pengangguran tenaga kerja.
Bagian puncak dari siklus bisnis menunjukkan tingkat pemanfaatan kapasitas
perekonomian yang tinggi baik untuk faktor produksi tenaga kerja maupun bahan mentah
untuk kegiatan produksi barang-barang. Pada titik ini terjadi beberapa persoalan antara lain:
kenaikan output perekonomian akan terjadi dengan peningkatan investasi. Kenaikan investasi
ini akan menimbulkan kenaikan harga dari faktor-faktor produksi. Selanjutnya kenaikan
harga faktor produksi menjadi penyebab kenaikan harga-harga umum. Pada titik ini kenaikan
output perekonomian diikuti oleh kenaikan tingkat inflasi.

Faktor Penyebab Terjadinya Fluktuasi

1. Faktor Pemerintah

Penyebab terjadinya fluktuasi ini juga sangat berpengaruh pada unsur pemerintah. Di
karenakan setiap kebijakan maupun keputusan yang diambil oleh pemerintah dapat
mempengaruhi pada naik atau turunnya suatu harga pada barang. Dari hal inilah arti
fluktuasi ini dapat menimbulkan goncangan pada perekonomian dan juga pada bisnis
yang sedang berjalan.

Namun selain itu pengaruh pemerintah dalam terjadinya fluktuasi tentu sangat besar.
Hal ini dikarenakan kebijakan fiskal dan moneter yang diambil pemerintah dapat
memberikan efek yang signifikan terhadap pasar keuangan. Dua kebijakan tersebut juga
dapat bertujuan untuk mengatur perekonomian dan juga mengatasi situasi ekonomi
negara jika terjadi krisis ekonomi atau inflasi yang tinggi.

2. Adanya Faktor Ekspektasi

Dalam sistem keuangan, jelas ekspektasi sangatlah berkaitan dengan ekonomi.


Ekspektasi sendiri yaitu harapan di masa depan yang bergantung pada tindakan saat ini
dan membentuk fluktuasi di waktu yang akan datang. Namun dengan adanya ekspektasi
tersebut maka akhirnya pemerintah mengeluarkan kebijakan dengan harapan apa yang
menjadi ekspetasi bersama bisa terwujud. Sebaiknya ekspektasi ini tidaklah dilakukan
dengan sangat menonjol. Sebab bisa saja ekspetasi Anda tidak terwujud dan tidak sesuai
dengan apa yang diharapkan.

3. Transaksi internasional

Faktor transaksi internasional bukanlah suatu hal yang asing untuk kita temui dalam
dunia perekonomian. Sebab semakin banyak sekarang ini perdagangan yang terjadi secara
lintas dunia seperti halnya kegiatan ekspor maupun impor. Dari transaksi internasional ini
sudah tentu akan turut berpengaruh pada fluktuasi sebab naik turunnya harga barang
sangat bergantung pada transaksi yang terjadi di pasar. Maka dalam transaksi ini juga
menjadi salah satu faktor yang berpengaruh pada perubahan harga barang

4. Penawaran dan Permintaan

Dengan adanya faktor penawaran dan permintaan suatu barang, mata uang ataupun
investasi lainnya dapat memicu terjadinya naik turunnya suatu harga. Namun di sisi lain,
faktor penawaran dan permintaan yang ada juga akan mengubah suku bunga seiring
berjalannya waktu.

Dapat digambarkan apabila penawaran dam permintaan berkurang, maka harga pada
barang akan semakin meningkat, namun sebaliknya apabila penawaran mengalami
kenaikan melebihi permintaan, maka harga pada barang akan mengalami penurunan.
Namun apabila suatu penawaran cenderung stabil, maka harga dapat berfluktuasi entah
itu naik atau turun seiring dengan perubahan permintaan di pasaran.

Cara Mengatasi

1. Menerapkan kebijakan makro ekonomi


2. Mempertahankan nilai mata uang
3. Mempertahankan tingkat inflansi
4. Merencanakan jumlah supply dan demand

Investasi (Pergerakkan IHSG)


7000

6000

5000

4000
RUPIAH

3000

2000

1000

0
98 99 00 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
19 19 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

TAHUN

Sumber : IDX (https://www.bolasalju.com/artikel/sejarah-kinerja-ihsg-10-tahun/)


Suku Bunga
40
35
30
25
PERSEN (%)

20
15
10
5
0
98 99 00 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
19 19 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

TAHUN

Sumber : BI dan BPS (https://mjurnal.com/skripsi/data-bi-rate-lengkap/)

Pengangguran
35
30
25
20
JUTA JIWA

15
10
5
0
98 00 02 04 06 08 10 12 14 16 18 20
19 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Axis Title
Sumber : Badan Pusat Statistik
(https://www.bps.go.id/pressrelease/2020/11/05/1673/agustus-2020--tingkat-pengangguran-
terbuka--tpt--sebesar-7-07-persen.html)

Pajak
2500000

2000000
MILYAR RUPIAH

1500000

1000000

500000

0
9 8 0 0 0 2 0 4 0 6 0 8 1 0 1 2 1 4 1 6 1 8 2 0
19 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

TAHUN

Sumber :
https://www.dpr.go.id/doksetjen/dokumen/apbn_Tinjauan_penerimaan_perpajakan20130129
122144.pdf

https://www.bps.go.id/indicator/13/1070/1/realisasi-pendapatan-negara.html

Tiga Fakta Utama mengenai Fluktuasi Ekonomi

Fluktuasi Ekonomi memiliki tiga fakta utama, yaitu :

1. Fluktuasi dalam Perekonomian Sifatnya Tidak Teratur dan Tidak Dapat Diramalkan

Fluktuasi Ekonomi sesuai dengan perubahan kondisi bisnis. Ketika PDB Riil tumbuh
pesat, bisnis baik. Selama periode ekspansi ekonomi seperti itu, sebagian besar
perusahaan menemukan bahwa pelanggan berlimpah dan laba tumbuh. Ketika PDB
Riil turun selama resesi, bisnis mengalami kesulitan. Selama periode kontraksi
ekonomi seperti itu, sebagian besar perusahaan mengalami penurunan penjualan dan

Pertumbuhan PDB
10
PERSEN(%)

5
0
-5 99 8 00 02 04 06 08 10 12 14 16 18 20
1 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
-10
-15
TAHUN
penurunan laba. Faktanya, fluktuasi ekonomi sama sekali tidak teratur, dan hampir
tidak mungkin untuk diprediksi dengan akurat. Pada grafik pertumbuhan PDB dapat
dilihat bahwa tidak selamanya pertumbuhannya mengalami peningkatan, terkadang
mengalami resesi, dari grafik yang ditujukan pada tahun 2000,2005,2008,2011-2014,
dan 2019.

Sumber : Buku Statistik 1999,2003,2005,2011,2015,2018,2021

2. Kebanyakan Besaran Ekonomi Makro Berfluktuasi Bersama-sama

PDB merupakan variable yang biasanya digunakan dalam memantau perubahan


dalam perekonomian. Ketika PDB jatuh dalam resesi, begitu juga pendapatan pribadi,
keuntungan perusahaan, pengeluaran konsumen, pengeluaran investasi, produksi
industry, penjualan ritel, penjualan rumah, penjualan mobil, dan seterusnya. Meskipun
banyak variable makroekonomi berfluktuasi bersama, mereka berfluktuasi dengan
jumlah yang berbeda. Pada grafik investasi, ketika pertumbuhan PDB mengalami
resesi pada tahun 2019, investasi pun menurun dan jumlah fluktuasinya berbeda, ini
Investasi (Pergerakkan IHSG)
7000

6000

5000

4000
RUPIAH

3000

2000

1000

0
98 99 00 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
19 19 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

TAHUN

Sumber : IDX (https://www.bolasalju.com/artikel/sejarah-kinerja-ihsg-10-tahun/)

3. Saat Hasil Produksi Turun, Tingkat Pengangguran Naik

Perubahan output barang dan jasa dalam perekonomian berkorelasi kuat dengan
perubahan dalam pemanfaatan tenaga kerjanya dalam perekonomian. Dengan kata
lain, ketika PDB mengalami resesi atau penurunan, tingkat pengangguran meningkat.
Fakta ini tidak mengejutkan : Ketika perusahaan memilih untuk memproduksi barang
dan jasa dalam jumlah yang lebih kecil, mereka memberhentikan pekerja, memperluas
kumpulan pengangguran. Contoh pada grafik yang dimana pada tahun 2019
pertumbuhan PDB mengalami penurunan akibat pandemi Covid-19 dan pada saat itu
pengangguran pun juga meningkat.

Pengangguran
35
30
25
JUTA JIWA

20
15
10
5
0
98 00 02 04 06 08 10 12 14 16 18 20
19 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Axis Title
Sumber : Badan Pusat Statitik

2.2 Kurva Permintaan Agregat


Kurva Permintaan Agregat merupakan kurva yang menunjukkan jumlah barang dan
jasa yang ingin dibeli oleh rumah tangga, perusahaan, pemerintah, dan pelanggan di luar
negeri pada setiap tingkat harga. Kurva permintaan agregat miring ke bawah. Artinya, jika
hal lain tetap sama, penurunan tingkat harga keseluruhan dalam perekonomian (misal dari P1
ke P2) cenderung meningkatkan jumlah barang dan jasa yang diminta (dari Y1 ke Y2).
Alasan mengapa Kurva Permintaan Agregat miring ke bawah, yaitu :

1. Tingkat Harga dan Konsumsi: Efek Kekayaan


Ketika tingkat harga menurun maka uang akan menjadi lebih berharga dengan
demikian orang akan meningkatkan pengeluarannya kemudian meningkatkan
permintaan agregat dan sebaliknya juga ketika tingkat harga meningkat. Contoh pada
grafik pada saat tingkat inflasi tahun 1998-1999 menurun maka hal ini akan
meningkatkan permintaan agregat bisa dilihat pada grafik IHK pada tahun tersebut
mengalami peningkatan.
2. Tingkat Harga dan Investasi: Efek Suku Bunga
Tingkat Harga yang lebih rendah akan menurunkan tingkat suku bunga dan akan
mendorong lebih besar belanja pada barang investasi sehingga meningkatkan jumlah
permintaan barang dan jasa. Bisa dilihat Pada grafik pada tahun 1998-1999 tingkat
inflasi menurun dengan demikian juga pada grafik suku Bunga pada tahun tersebut
juga mengalami penurunan.
3. Tingkat Harga dan Ekspor Neto: Efek Nilai Tukar
Seperti yang sudah dijelaskan tadi bahwa Ketika tingkat harga yang lebih rendah akan
menurunkan tingkat suku bunga dengan menurunnya tingkat suku Bunga ini akan
membuat investor lokal akan berinvestasi ke luar negeri, dan mengakibatkan mata
uang lokal terdepresiasi dan selanjutnya akan membuat mata uang lokal terdepresiasi,
terdepresiasinya mata uang lokal membuat menurunkan impor meningkatkan ekspor
neto. Pada grafik tahun 2005-2007 tingkat inflasi mengalami penurunan dan juga
ekspor lebih mengalami peningkatan dibandingkan dengan impor.

Sumber : Buku Statistik 1998,2002,2004,2007,2008,2012,2017,2020, dan 2021

Data Inflasi
80

60
PERSEN (%)

40

20

0
9 8 0 0 0 2 0 4 0 6 0 8 1 0 1 2 1 4 1 6 1 8 2 0
19 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

TAHUN
Bentuk Kurva Permintaan Agregat yang miring ke bawah menunjukkan bahwa
penurunan tingkat harga akan meningkatkan keseluruhan jumlah permintaan barang dan jasa.
Banyak faktor lain, walau bagaimanapun, memengaruhi jumlah permintaan barang dan jasa
pada tingkat harga tertentu. Ketika satu dari ketiga faktor ini berubah, kurva permintaan
agregat akan bergeser. Pergeseran ini disebabkan oleh :

1. Pergeseran yang Berasal dari Konsumsi : Peristiwa yang membuat konsumen


mengeluarkan uang lebih banyak pada tingkat harga tertentu (pemotongan pajak,
meledaknya pasar saham) menggeser kurva permintaan agregat ke kanan. Peristiwa
yang menyebabkan konsumen mengurangi pengeluarannya pada tingkat harga
tertentu (kenaikan pajak, kelesuan pasar saham) menggeser kurva permintaan agregat
ke kiri.
2. Pergeseran yang Timbul dari Investasi : Peristiwa yang menyebabka perusahan
melakukan lebih banyak investasi pada tingkat harga tertentu (optimisme mengenai
masa depan, penurunan suku bunga akibat kenaikan jumlah uang yang beredar)
menggeser kurva permintaan agregat ke kanan. Peristiwa yang menyebkan
perusahaan mengurangi investasinya pada tingkat harga tertentu dan menggeser kurva
ke kiri.
3. Pergeseran yang Timbul dari Belanja Pemerintah : Peningkatan pembelanjaan
pemerintah untuk barang dan jasa (pengeluaran lebih besar untuk pembanguna jalan
raya atau untuk pertahanan) menggeser kurva permintaan agregat ke kanan.
Penurunan jumlah pembelanjaan pemerintah untuk barang dan jasa menggeser kurva
ke kiri.
4. Pergeseran yang Berasal dari Ekspor Neto : Peristiwa yang meningkatkan
pengeluaran atas ekspor neto pada tingkat harga tertentu (terjadinya ledakan di pasar
luar negeri, depresiasi nilai tukar) menggeser kurva permintaan agregat ke kanan.
Peristiwa yang mengurangi pengeluaran atas ekspor neto pada tingkat harga tertentu
menggeser kurva ke kiri.

Konsumsi
1600000
1400000
1200000
MILIAR RUPIAH

1000000
800000
600000
400000
200000
0
98 00 02 04 06 08 10 12 14 16 18 20
19 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

TAHUN

Sumber : Buku Statistik 1998, 2002, 2004, 2007, 2008, 2012, 2017, 2020, 2021
Data APBN (Belanja Negara)
3000
2500
TRILIUN RUPIAH

2000
1500
1000
500
0
9 8 0 0 0 2 0 4 0 6 0 8 1 0 1 2 1 4 1 6 1 8 2 0
19 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

TAHUN

Sumber : https://www.kemenkeu.go.id/dataapbn

Eksport
MILIAR RUPIAH

200
100
0
9 8 0 0 0 2 0 4 0 6 0 8 1 0 1 2 1 4 1 6 1 8 2 0
19 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

TAHUN

Sumber : Buku Statistik 1999, 2003, 2005, 2011, 2015, 2018, 2021

2.3 Tradeoff Jangka Pendek antara Inflasi dan Pengangguran


Inflasi dan Pengangguran merupakan masalah jangka pendek dalam suatu
perekonomian. Secara umum, Inflasi adalah suatu keadaan dimana terjadi kenaikan harga-
harga barang dan jasa. Sedangkan, pengangguran adalan Angkatan kerja yang belum
mendapat kesempatan bekerja, sedang mencari pekerjaan, atau orang yang tidak mencari
pekerjaan karena merasa tidak mungkin memperoleh pekerjaan. Kedua permasalahan ini
merupakan penyakit yang sudah tentu ada dan dialamin oleh setiap negara, khususnya negara
berkembang. Sehingga, tidak heran jika kedua permasalahan tersebut sering dijadikan sebagai
komoditas politik pemerintahan. Kedua permasalahan tersebut menjadi suatu indicator dalam
keberhasilan suatu pemerintahan.
Berdasarkan data dari Global Economic Data, Indicators, Charts and Forecasts
(CEIC), angka pengangguran di Indonesia pada tahun 2018 tercatat masih tertinggi kedua
jika dibandingkan dengan delapan negara lainnya di kawasan Asia Tenggara. Tingginya
tingkat pengangguran ini memiliki beberapa dampak buruk terhadap kegiatan perekonomian
maupun terhadap individua atau masyarakat secara umum. Dampak penggangguran terhadap
kegiatan perekonomian antara lain : 1) Pengangguran menyebablan tidak maksimalnya
tingkat kemakmuran yang mungkin dapat tercapai, 2) Pengangguran menyebabkan
pendapatan pajak pemerintah berkurang, serta 3) Pengangguran tidak menggalakkan
pertumbuhan ekonomi. Sedangkan, terhadap individu atau masyarakat itu sendiri,
penganggutan memiliki dampak antara lain 1) Pengangguran menyebabkan masyarakat
kehilangan mata pencaharian dan pendapatan, 2) Pengangguran dapat menyebabkan
masyarakat kehilangan keterampilan, serta 3) Pengangguran dapat menyebabkan
ketidakstabilan social dan politik.

Tingginya tingkat inflasi menimbulkan beberapa dampak, antara lain : 1) Menurunnya


tingkat kesejahteraan masyarakat melalui penurunan daya beli masyarakat, serta 2)
Memperburuk distribusi pendapatan antara golongan yang berpendapatan tetap dengan para
pemilik kekayaan tetap. Selain itu, inflasi juga menyebabkan terganggunya stabilitas
ekonomi. Sangat diperlukan upaya pemerintah yang lebih optimal lagi dalam menjaga
kestabilan tingkat inflasi dan penurunan tingkat pengangguran di Indonesia. Namun, upaya
untuk mengontrol kedua masalah ekonomi tersebut ternyata memiliki sifat yang saling
bertentangan. Hal ini dijelaskan oleh sebuah fenomena yang menyatakan adakalanya pada
suatu periode pertumbuhan ekonomi berjalan dengan pesat sehingga mengurangi masalah
pengangguran, tetapi harus menghadapi masalah inflasi. Dengan kata lain, pemerintah
mengalami suatu tradeoff dalam menangani kedua masalah tersebut. Fenomena ini kemudian
lebih dikenal dengan istilah Teori Kurva Phillips.

Kurva Phillips merupakan kurva yang mengilustrasikan tradeoff antara inflasi dan
pengangguran. Kurva Phillips menggambarkan hubungan negative antara inflasi dan
penggangguran. Dengan memperluas permintaan agregat, para pembuat kebijakan dapat
memilih titik pada kurva Phillips dengan inflasi yang lebih tinggi dan pengangguran yang
lebih rendah. Dengan menurunkan permintaan agregat, para pembuat kebijakan dapat
memilih titik di kurva Phillips dengan inflasi yang lebih rendah dan pengangguran yang lebih
tinggi. Kurva Phillips membuktikan bahwa antara stabilitas harga dan kesempatan kerja yang
tinggi tidak mungkin terjadi secara bersamaan karena adanya tradeoff. Tradeoff tersebut
terjadi karena ketika tingkat pengangguran tinggi maka pekerja (buruh) tidak mempunyai
daya tawar gaji yang tinggi, akibatnya biaya (upah) yang akan dibayarkan oleh pengusaha
menjadi rendah, sehingga dapat menekan terjadinya inflasi karena tidak adanya kenaikan
harga produk yang dilakukan oleh perusahaan. Sebaliknya ketika tingkat pengangguran
rendah artinya posisi tawar tenaga kerja (buruh) menjadi lebih tinggi, sehingga pengusaha
harus membayar lebih tinggi biaya upah atau gaji, kenaikan upah tersebut akan meningkatkan
harga produk perusahaan.

Tradeoff antara inflasi dan penganggutan yang digambarkan oleh Kurva Phillips
hanya terjadi pada jangka pendek. Pada jangka panjang, inflasi yang diharapkan
menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan pada inflasi aktualnya, sedangkan kurva
Phillips jangka pendek bergeser. Akibatnya, Kurva Phillips jangka panjang menjadi vertical
pada tingkat pengangguran alamiah.

Teori Kurva Phillips ini dijadikan acuan bagi para ekonom dalam menentukan
kebijakan-kebijakan perekonomian di suatu negara. Namun, hasil penelitian-penelitian
terdahulu menunjukkan hal yang tidak sesuai dengan Teori Kurva Phillips. Hasil penelitian
yang telah dilaksanakan oleh Putra (2019) yang menunjukkan bahwa di Indonesia, Malaysia,
dan Filiphina tidak terdapat tradeoff antara inflasi dan pengangguran. Kemudian hasil
penelitian ini didukung pula oleh penelitian 5 dari Hamidah (2010) yang juga menunjukan
bahwa Trade-off antara inflasi dan Penganguran di Indonesia terbukti tidak ada. Penelitian
yang dilakukan olehRahmat (2018), Ahmad (2007), Hadiyan (2018), dan Maichal (2012)
juga menunjukan bahwa di Indonesia tidak ditemukan adanya trade-off antara inflasi dan
pengangguran.

Data Inflasi
80

60
PERSEN (%)

40

20

0
98 00 02 04 06 08 10 12 14 16 18 20
19 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

TAHUN

Sumber : Buku Statistik 1998, 2002, 2004, 2007, 2008, 2012, 2017, 2020, 2021

Pengangguran
35
30
25
JUTA JIWA

20
15
10
5
0
98 00 02 04 06 08 10 12 14 16 18 20
19 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Axis Title

Sumber : Badan Pusat Statistik


Hubugan terbalik (tradeoff) antara penganguran dan inflasi disebut kurva phillips.
Semakin tinggi tingkat pengangguran maka semakin rendah tingkat inflasi upah. Dalam hal
ini pengangguran sebagai output dan menerjemahkan inflasi sebagai perubahan harga.
Kondisi dimana secara simultan pengangguran tinggi dan diikuti inflasi yang tinggi disebut
sebagai stagflasi. Adapun gambar kurva phillips adalah sebagai berikut: Gambar 1. Kurva
Phillips A.W. Phillips menggambarkan bagaimana sebaran hubungan antara inflasi dengan
tingkat pengangguran didasarkan pada asumsi bahwa inflasi merupakan cerminan dari adanya
kenaikan permintaan agregat. Dengan naiknya permintaan agregat, maka sesuai dengan teori
permintaan, jika permintaan naik maka harga akan naik. Dengan tingginya harga (inflasi)
maka untuk memenuhi permintaan tersebut produsen meningkatkan kapasitas produksinya
dengan menambah tenaga kerja (asumsinya tenaga kerja merupakan satu-satunya input yang
dapat meningkatkan output). Akibat dari peningkatan permintaan tenaga kerja maka dengan
naiknya harga-harga (inflasi), pengangguran berkurang. Masalah utama dan mendasar dalam
ketenagakerjaan di Indonesia adalah masalah upah yang rendah dan tingkat pengangguran
yang tinggi.

Pengangguran di Indonesia menjadi masalah yang terus menerus membengkak. Sebelum


krisis ekonomi tahun 1997, tingkat pengangguran di Indonesia pada umumnya di bawah 5 persen.
Pada tahun 1998 tingkat pengangguran mulai di atas 5% hingga tahun 2014. Peningkatan angkatan
kerja baru yang lebih besar dibandingkan dengan lapangan kerja yang tersedia terus menunjukkan
jurang (gap) yang makin membesar. Kondisi tersebut semakin membesar setelah krisis ekonomi.
Dengan adanya krisis ekonomi tidak saja jurang antara peningkatan angkatan kerja baru dengan
penyediaan lapangan kerja yang rendah terus makin dalam, tetapi juga terjadi pemutusan hubungan
kerja (PHK). Sehingga tingkat pengangguran di Indonesia dari tahun ke tahun terus semakin tinggi
hingga tahun 2005 kemudian mulai menurun hingga tahun 2014.

Inflasi Indonesia dari tahun 1986 hingga 2014 mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Inflasi
tertinggi terjadi pada tahun 1998 yaitu sebesar 77,63% dan inflasi terendah pada tahun 1999 sebesar
2,01%. Tingkat inflasi yang tinggi merupakan indikasi awal memburuknya perekonomian suatu
negara. Tingkat inflasi yang tinggi dapat mendorong bank sentral menaikkan tingkat suku bunga
sehingga menyebabkan kontraksi atau pertumbuhan negatif di sektor riil. Lebih jauh lagi akan
menyebabkan pengangguran yang makin meningkat. Dalam jangka pendek kenaikan inflasi
menunjukkan pertumbuhan perekonomian namun dalam jangka panjang kenaikan inflasi yang tinggi
dapat memberikan dampak buruk. Tingginya tingkat inflasi menyebabkan harga barang domestik
relatif lebih mahal dibandingkan dengan harga barang impor. Masyarakat terdorong untuk membeli
barang impor dibandingkan barang domestik. Hal ini berakibat nilai ekspor cenderung turun dan nilai
impor naik. Kurang bersaingnya harga produk domestik menyebabkan rendahnya permintaan produk
dalam negeri. Produksi menjadi berkurang karena sejumlah pengusaha akan mengurangi produksi.
Produksi berkurang menyebabkan sejumlah pekerja kehilagan pekerjaannya sehingga pengangguran
meningkat.
2.4 Pengaruh Kebijakan Moneter dan Fiskal Terhadap Permintaan
Agregat
Teori Preferensi Likuiditas adalah teori Keynes yang menyatakan bahwa suku bunga
akan bergerak untuk menyeimbangkan jumlah uang beredar dan jumlah permintaan uang. 

Keseimbangan dalam Pasar Uang 

Menurut teori preferensi likuiditas, suku bunga akan mnyesuaikan diri untuk
menyembangkan jumlah uang beredar. Jika suku bunga berada di atas keseimbangan (seperti
pada r1) jumlah uang yang ingin dipegang oleh masyarakat (M1 d) lebih sedikit daripada yang
diciptakan oleh The Fed, dan kelebihan uang ini menurunkan suku bunga. Sebaliknya, jika
suku bunga berada di bawah keseimbangan seperti pada r2, jumlah uang yang ingin dipegang
oleh masyarakat (M2d) lebih besar dari pada jumlah yang telah diciptakan oleh The Fed,
sehingga kekurangan uang ini akan menaikkan suku bunga. Oleh karena itu, kekuata
penawaran dan permintaan uang dalam pasar uang akan mendorong suku bunga kea rah
tingkat keseimbangannya, yang membuat masyarakat cukup dengan jumlah yang mereka
pegang sekarang, yaitu sejumlah yang telah The Fed ciptakan. 
Uang Beredar (M1)
2000000
1800000
1600000
1400000
MILIAR RUPIAH

1200000
1000000
800000
600000
400000
200000
0
98 00 02 04 06 08 10 12 14 16 18 20
19 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

TAHUN

Uang Beredar (M2)


8000000
7000000
6000000
MILIAR RUPIAH

5000000
4000000
3000000
2000000
1000000
0
98 00 02 04 06 08 10 12 14 16 18 20
19 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

TAHUN

Sumber : Buku Statistik 1998, 2002, 2004, 2007, 2008, 2012, 2017, 2020, 2021
Suku Bunga
40
35
30
25
PERSEN (%)

20
15
10
5
0
98 00 02 04 06 08 10 12 14 16 18 20
19 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

TAHUN

Sumber : BI dan BPS (https://mjurnal.com/skripsi/data-bi-rate-lengkap/)

2.5 Fluktuasi Ekonomi di Indonesia

Anda mungkin juga menyukai