Anda di halaman 1dari 20

TUGAS KELOMPOK

LAPORAN KASUS

KEDOKTERAN LAHAN KERING KEPULAUAN

“BUDAYA PERNIKAHAN SEDARAH DI KAMPUNG

AEN’UT DESA BIKEKNENO TTS,

NUSA TENGGARA TIMUR”

OLEH :

Fretrien Jiliamarch Supardi, S. Ked (2008020042)

Gregorius Agung Kua, S.Ked (2008020048)

Eureka Yunisia Kause, S.Ked (2008020018)

Dian Agustini Samadara, S.Ked (1021010015)

Pembimbing :

dr. S. M. J. Koamesah, MMR., MMPK, FISPH,FISCM

DEPARTEMEN
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT & ILMU KEDOKTERAN
KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2021
BAB 1
LATAR BELAKANG

Perkawinan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia, yang merupakan

ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri

dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

berdasarkan ke Tuhanan Yang Maha Esa.(1) Negara telah menjamin hak warga

negara untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui

perkawinan yang sah, menjamin hak anak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan

berkembang yang diatur melalui hukum yang berlaku bagi seluruh masyarakat

Indonesia.(2,3) Perkawinan memiliki syarat-syarat tertentu yang akan menimbulkan

larangan-larangan perkawinan, seperti larangan perkawinan di antara dua orang

yang masih berhubungan darah, berhubungan sesusuan, berhubungan semenda,

atau hal hal lain yang dianggap tidak memenuhi syarat. (3) Di NTT ada beberapa

daerah yang memiliki kebudayaan pernikahan sedarah yang bertentang dengan

undang-undang yang berlaku.

Etnis Lio di Kabupaten Sikka dikenal memiiki sebuah tradisi lokal yang

unik, yakni tradisi lokal pernikahan sedarah yang sebagian besar masyarakat

menolaknya dan dianggap tidak sesuai nilai/etik tradisi lain. (4) Budaya pernikahan

sedarah juga ditemukan pada masyarakat Aen‟ut, Desa Bikekneno Kecamatan

Mollo Selatan , TTS, Nusa Tenggara Timur yang berjarak sekitar 10 km dari pusat

kota Soe. Kehidupan dari masyarakat sebagian besar bekerja sebagai petani dan

hampir seluruh anggotanya adalah rumpun keluarga yang terkait di dalamnya.

2
Sehingga tidak jarang terjadi perkawinan antar saudara.(5) Perkawinan sedarah

tersebut dilarang secara hukum, dan agama, karena alasan-alasan sosial dan

biologis serta resiko yang timbul akibat perkawinan tersebut.

Pernikahan sedarah memberi resiko kesehatan pada anak. Anak dari

perkawinan sedarah memiliki DNA yang sangat minim sehingga beresiko

mendapatkan penyakit langka. Inbreeding (perkawinan keluarga) akan mengubah

frekuensi gen resesif dalam populasi, sehingga secara relatif lebih banyak

dilahirkan individu-individu homozigot abnormal. Penelitian yang dilakukan

Zaman(2010) menemukan bahwa pada masyarakat pakistan yang melakukan

perkawinan antar sepupu dapat menyebabkan penyakit bawaan pada anak

misalnya penyakit jantung, talasemia, kecacatan pada anak, kematian pasca

neonatal, anemia sel sabit, fibrosis kistik pada anak-anak dll..(6)

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pernikahan menurut undang-undang

Kata “pernikahan” berasal dari kata “nikah”, menurut kamus besar bahasa

indonesia nikah adalah ikatan (akad) perkawinan yang dilakukan sesuai dengan

ketentuan hukum dan ajaran agama. Perkawinan menurut kamus besar bahasa

indonesia ialah membentuk keluarga dengan lawan jenis, melakukan hubungan

kelamin dan bersetubuh. Negara telah menjamin hak warga negara untuk

membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah,

menjamin hak anak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta

berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi sebagaimana

diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945.(2)

Perkawinan menurut pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

1 Tahun 1974 yaitu “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga

(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Undang-undang ini menjadi syarat yang akan menjadikan sah nya suatu

perkawinan sacara yuridis. Dari pasal diatas daat ditarik kesimpulan bahwa

peraturan perundang-undangan di Indonesia menganut asas monogami.(3)

4
Pada pasal 8 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974

Bab II syarat-syarat perkawinan menjelaskan bahwa Perkawinan dilarang antara

dua orang yang:

a) Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas;

b) Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara

saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang

dengan saudara neneknya;

c) Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri menantu dan ibu/bapak tiri;

d) Berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan

dan bibi/paman susuan;

e) Berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari

isteri, dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang;

f) Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang

berlaku, dilarang kawin.(3)

2.2. Hukum Adat Pernikahan

Dalam setiap masyarakat mempunyai norma-norma atau aturan-aturan.

Norma-norma atau aturan-aturan yang telah ada kemudian menjadi suatu adat

(kebiasaan) dari suatu masyarakat tersebut. Norma-norma atau aturan-aturan

tersebut akan mengatur segala tingkah laku dalam kehidupan mereka.(7)

Perkawinan menjadi peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan

bermasyarakat sebab perkawinan tidak hanya menyangkut wanita dan pria yang

5
bakal menjadi suami istri bahkan kedua keluarga mempelai. Perkawinan adalah

suatu ikatan yang menyatukan hubungan perdata antara mempelai perempuan dan

mempelai laki-laki dan juga terhadap keluarga dari masing-masing mempelai dan

menimbulkan hak dan kewajiban bagi masing-masing. Perkawinan dalam arti

perikatan adat adalah perkawinan yang mempunyai akibat hukum terhadap hukum

adat yang berlaku dalam masyarakat bersangkutan.(8)

Pertalian perkawinan dan perkawinan adat membentuk suatu hukum adat

kekerabatan dalam masyarakat, yakni hukum adat yang mengatur tentang

bagaimana kedudukan pribadi seseorang sebagai anggota kerabat, kedudukan

anak terhadap orangtua dan sebaliknya, kedudukan anak terhadap kerabat dan

sebaliknya, dan masalah perwalian anak. sistem perkawinan menurut paham ilmu

bangsa- bangsa (Ethnology) dikategorikan sebagai berikut:

1. Exogami merupakan seorang pria harus mencari istri di luar marga dan

dilarang kawin dengan wanita yang berasal dari satu kelompok marga.

Sistem ini cenderung terjadi di sumatra utara (suku bata), maluku dan lain

sebagainya.

2. Endogami merupakan seorang pria harus mencari seorang istri di dalam

lingkungan kerabat (suku,klan,family) sendiri dan dilarang mencari di luar

kerabat. Sistem ini cenderung terjadi di toraja, dan kalangan masyarakat

kasta di Bali.

3. Eleutherogami merupakan sistem perkawinan yang tidak mengenal

larangan atau keharusan seperti halnya dalam sistim endogami dan

exogami. Larangan yang terdapat dalam sistem ini adalah larangan yang

6
bertalian dengan ikatan kekeluargaan yaitu larangan karena nasab (turunan

dekat) seperti kawin dengan nenek, ibu, anak kandung, cucu (keturunan

garis lurus keatas) juga dengan saudara kandung, saudara bapak dan juga

ibu. Dan juga larangan karena musyaharah (periparan) seperti kawin

dengan ibu tiri, menantu, mertua anak tiri.(5)

2.3. Pernikahan Sedarah

Berdasarkan register serta survei sipil dan medis setidaknya 10% manusia

adalah keturunan dari orang tua yang terkait sebagai sepupu kedua atau lebih

dekat. Peristiwa perkawinan sedarah seperti itu dapat terjadi karena alasan yang

berbeda: bisa karena kebiasaan sosial budaya, seperti yang digambarkan secara

simbolis untuk keluarga kerajaan Eropa, (kawin inbreeding pilihan), atau secara

kebetulan, misalnya jika ada terlalu banyak individu terkait dalam populasi,

seperti yang ditemukan dalam kelompok terisolasi yang cenderung memang

genom mereka mengandung banyak segmen kromosom identik.(9)

Kawin sedarah biasanya didefinisikan sebagai perkawinan antar individu

terkait atau kerabat yang menyebabkan peningkatan homozigositas pada

keturunan dari perkawinan itu. Keturunan dari kawin sedarah mewarisi dua

salinan gen leluhur yang sama (autozigositas). Karena semua anggota suatu

spesies terkait sampai tingkat tertentu, semua individu juga “berkawin sedarah”

sampai tingkat tertentu, tetapi ada variasi antar individu dalam seberapa dekat atau

jauh kekerabatan orang tua mereka. Secara luas diamati di seluruh spesies bahwa

keturunan dari pasangan yang berkerabat dekat cenderung memiliki karakter

kebugaran dan kebugaran yang lebih rendah Efek ini, yang disebut '' depresi

7
kawin sedarah''. Dalam populasi manusia, perkawinan antara kerabat atau sedarah

yang diketahui jarang terjadi.(10)

Indonesia sendiri masi banyak daerah yang memiliki budaya kawin

sedarah. Suku Polahi, suku primitif di pedalaman Gorontalo memiliki budaya

sistem kawin sedarah, atau sistem perkawinan incest. Mereka terbiasa melakukan

sistem perkawinan sedarah dimana perkawinan ini yang memungkinkan setiap

anggota keluarga bebas untuk menikah dengan sesama anggota keluarga yang

memiliki ikatan darah. Sistem perkawinan ini sudah berlangsung begitu lama

sejak zaman kolonial Belanda. Dan meskipun itu dianggap tidak biasa atau

bahkan aneh, tetapi budaya itu masih ada sampai hari ini dan mungkin akan tetap,

selama masih belum ada perubahan dalam pola pikir masyarakatnya. (11) tidak

terkecuali beberapa daerah di NTT juga masi banyak ditemukan budaya kawin

sedarah.

Dalam tradisi lokal perkawinan sedarah masyarakat Lio yang sudah

dikenal banyak kalangan masyarakat di Sikka. Masyarakat menganggap bahwa

warisan leluhur harus dilesatarikan. Dilain sisi pernikahan sedarah tersebut juga

menitikberatkan pada beberapa alasan menjadi pembanding untuk menjaga

kekerabatan etnis mereka. Meskipun mendapat banyak sekali pertentangan dari

berbagai lapisan masayarakat warisan tersebut masih dijalankan sampai saat ini.

Tradisi kebudayaan seperti ini juga dijalankan di masyarakat Kampung Aen‟ut,

Desa Bikekneno Kecamatan Mollo Selatan , TTS, Nusa Tenggara Timur yang

berjarak sekitar 10 km dari pusat kota Soe.(4,5) Masyarakat Aen’ut melakukan

8
perkawinan dalam satu merga yang berarti masih sedarah atau kerabat dekat.

Kebiasaan budaya ini sudah ada sejak lama dan hingga sekarang tetap

dipertahankan meskipun ditentang oleh banyak pihak.

2.4. Dampak Pernikahan sedarah bagi Kesehatan

Efek berbahaya dari perkawinan sedarah pertama kali didokumentasikan

dan diukur secara rinci oleh Charles Darwin, yang melakukan percobaan pada 57

spesies tanaman yang melibatkan pembuahan sendiri (perkawinan sedarah) yang

menyebabkan depresi dalam pertumbuhan dan daya tahan tanaman tersebut.

Charles Darwin sendiri menikahi sepupu pertamanya, Emma Wedgwood, mereka

memiliki 10 anak, tiga di antaranya meninggal saat masih anak-anak. Tiga dari

lainnya menikah tetapi tetap tidak memiliki anak, menunjukkan masalah

infertilitas. Dan Darwin sendiri, yang menderita sakit tak kunjung sembuh.(12)

Perkawinan sedarah di antara manusia mengakibatkan penyimpangan

dalam genetik, berupa variasi genetik yang lebih rendah yang dapat menyebabkan

ekspresi alel resesif, atau hilangnya kekuatan hibrida, yang merusak dan

mengurangi kebugaran dalam hal hilangnya heterozigositas atau peningkatan

homozigositas. penurunan kebugaran populasi ini dikenal sebagai depresi

perkawinan sedarah.(13)

9
Gambar 2.1 Charles Darwin dan anaknya

Bukti efek merusak dari perkawinan sedarah telah ditemukan pada sifat

dan penyakit termasuk kecerdasan manusia seperti skizofrenia, gangguan bipolar,

hipertensi dan penyakit jantung lainnya. Beberapa laporan memberikan bukti

bahwa keragaman genetik yang rendah dan perkawinan sedarah dapat

meningkatkan risiko kanker. Misalnya, kasus kanker tiroid telah ditemukan jauh

lebih tinggi pada perkawinan sedarah dan leukemia akut telah ditemukan terkait

dengan rendahnya tingkat keragaman genetik dan perkawinan sedarah.(10,14)

Keragaman genetik yang rendah akibat perkawinan sedarah

mempengaruhi kapasitas adaptif individu tersebut dalam menanggapi tantangan

yang disebabkan oleh parasit/patogen dan perubahan iklim global. varian genetik

gen interferon tidak hanya dikaitkan dengan resistensi patogen (termasuk infeksi

cacing karsinogenik) tetapi juga telah terbukti mempengaruhi perkembangan

melanoma dan kelangsungan hidup pada manusia. (14)

10
Gambar 2.2 Hemofilia Pada Ratu Victoria

Kekerabatan orang tua (perkawinan sedarah) juga dikaitkan dengan

peningkatan risiko prenatal yang membahayakan seperti lahir mati, berat badan

lahir rendah, kelahiran prematur, aborsi, kematian bayi dan anak, cacat lahir

bawaan, gangguan kognitif, malformasi dan banyak gangguan kompleks lainnya.

Sebuah penelitian telah mengungkapkan bahwa insiden malformasi kongenital

secara keseluruhan adalah 2,5 kali lebih tinggi pada anak-anak dari keluarga

sedarah dibandingkan dengan anak-anak dari keluarga yang tidak sedarah.(13)

2.5. Gambaran Lokasi dan masyarakat Kampung Aen’Ut, Mollo Selatan,

TTS

Gambar 2.3 Peta lokasi Kampung Aen’Ut, Mollo Selatan, TTS

11
Aen’Ut adalah sebuah kampung yang terletak di Desa Bikekneno,

Kecamatan Mollo Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan. Kampung ini

terletak disebalah utara dari kota Soe dan berjarak ±12 Km dari Kota Soe.

Masyarakat Aen’Ut terdiri dari 68 kepalah keluarga, dengan jumlah jiwa 288

orang yang terdiri dari 147 laki-laki dan 141 perempuan. Hampir sebagian besar

tamatan sekolah rakyat (SR) dan sekolah dasar (SD). Sebagian kecil yang sadar

untuk melanjutkan pendidikannya sampai ke pendidikan menengah dan tinggi.

Hal ini disebabkan karena ketersediaan fasilitas pendidikan yang sangat terbatas.

Untuk pendidikan SMP dan SMA, anak-anak usia sekolah mereka harus

menempuh jarak lebih dari 7 km dan ini masih menjadi masalah bagi mereka.

Gambar 2.4 Masyarakat Kampung Aen’Ut

Masyarakat Aen‟Ut sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani.

Selain sebagai petani, mereka juga menjadi peternak, tukang bangunan atau

buruh bangunan. Hal itu disebabkan karena tingkat pendidikan yang rendah dan

juga kemampuan memiliki keterampilan yang terbatas. Mereka melakukannya

12
secara musiman. Ada juga yang berprofesi sebagai PNS. Namun jumlahnya

sangat terbatas yaitu dari 288 orang, hanya 5 orang yang berprofesi PNS.

13
BAB 3
FILOSOFI DI MASYARAKAT

Salah satu fakta menarik dari kehidupan masyarakat Aen‟Ut adalah

hampir semua mereka merupakan saudara bersaudara. Hal itu dapat dilihat dari

system perkawinan yang terjadi pada masyarakat di desa Aen’Ut yang tidak

jarang ada perkawinan antar saudara. Hal ini sebenarnya bertentangan dengan

dengan adat dan budaya tetapi karena sistem kekerabatan yang dibangun sehingga

tidak menjadi masalah. Perkawinan sedarah yang terjadi pada masyarakat di desa

Aen’Ut dipengaruhi oleh budaya leluhur yang sudah diwarisi secara turun

temurun yang dianggap sebagai warisan kekayaan. Masyarakat di Desa Aen’Ut

yang melakukan perkawinan semarga menganggap bahwa perkawinan bersaudara

adalah salah satu kebiasaan yang membuat sistem kekerabatan mereka tetap asli

dan tidak terpecah belah. Karena jika mereka menikah dengan suku lain maka

akan terjadi beda pemikiran dan tidak saling mendengar satu dengan yang lain.

Pada masyarakat ini juga menganggap bahwa warisan mereka hanya bisa

diturankan kepada saudara-saudaranya saja dan tidak boleh ada orang luar yang

boleh masuk untuk mengusai harta warisan mereka. Masyarakat di sana juga

percaya bahwa pernikahan itu guna untuk tetap menjalin tali persaudaraan antara

mereka.

Masyarakat Aen‟Ut sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani.

Selain sebagai petani, mereka juga menjadi peternak, tukang bangunan atau buruh

bangunan. Hal itu disebabkan karena tingkat pendidikan yang rendah dan juga

14
kemampuan memiliki keterampilan yang terbatas. Dari latar belakang ini

membuat masyarakat setempat juga pada akhirnya memilih untuk melakukan

perkawinan sedarah dikarenakan karena tuntutan adat dari daerah lain yang

menurut mereka sangat berat untuk dipenuhi sehingga masyarakat di desa Aen’Ut

lebih memilih menikahi saudara mereka.

Masyarakat Nusa Tenggara Timur terlebih suku Timor pada umumnya

ketika menikah ada budaya, keluarga dari lelaki wajib memberikan belis. Belis

adalah suatu upacara dimana pihak laki-laki memberi mas kawin barang berupa

hewan, uang dan kain kepada pihak perempuan. Belis merupakan unsur yang

penting dalam sebuah pernikahan, hal ini bukan hanya mencakup tradisi yang

memiliki nilai – nilai luhur dan bentuk penghargaan terhadap perempuan tetapi

sebagai pengikat tali kekeluargaan dan symbol untuk mempersatukan laki – laki

dan perempuan sebagai suami – istri. Selain itu, belis memiliki arti dalam

hubungan kekeluargaan adalah sebagai tanda terima kasih kepada wanita yang

rela pindah untuk membangun sebuah keluarga yang baru dan belis juga

menentukan sahnya perkawinan sebagai imbalan atau jerih paya orang tua. Belis

adalah hak mutlak mempelai wanita dan kewajiban mempelai pria untuk

memberikannya sebelum akad nikah dilangsungkan. Daerah Aen”ut memiliki

kepercayaan akan tuntutan belis di daerah lain itu mahal atau nilainya lebih tinggi

sehingga masyarakat di sana lebih memilih menikah dengan keluarga mereka

sendiri. Mereka percaya bahwa keluarga atau saudara mereka sendiri tidak akan

menuntut hal yang memberatkan atau hal yang tidak mungkin mereka sanggupi.

15
BAB 4

DISKUSI DAN PEMBAHASAN

Masyarakat Aen‟ut memiliki dua rumpun marga yaitu marga Opat dan

Marga Kase.28 Kedua marga tersebut mempunyai peran masing-masing. Marga

Opat berperan sebagai yang berada dan mengurus hal-hal di dalam rumah (atoin

amaf) sedangkan marga Kase berperan sebagai yang mengurus hal-hal di luar

rumah (Atoin mon‟ne). Ketika ada dalam suatu acara adat maka marga Opat lah

yang berhak untuk bertutur adat, sedangkan Marga Kase tidak diperbolehkan

untuk bertutur adat. Marga Kase hanya berperan di luar rumah misalnya

menyiapkan makanan bagi para undangan, membuat tenda dan lain sebagainya.29

Marga sangat penting dalam kehidupan masyarakat Timor. Jika tidak adanya

marga maka perkawinan tidak memiliki kejelasan.

Proses perkawinan di kampung Aen‟ut diawali dengan pinangan atas

bantuan seorang juru bicara. Seorang yang ditunjuk sebagai juru bicara biasanya

harus pandai mengetahui adat setempat, pandai berbicara pantun atau natoni,

melihat apakah wanita yang dipinang sudah cukup umur atau tidak. Kalau semua

syarat. sudah terpenuhi maka pinangan dapat segera dilakukan. Perkawinan di

Aen‟ut merupakan perkawinan ke dalam. Walaupun dalam satu keluarga memilki

beberapa anak tetapi salah satu dari anak mereka diharuskan menikah dengan

saudaranya sendiri. Adapun manfaat dari perkawinan masuk ini yaitu agar

keturunan mereka tetap asli dan tidak berubah. Sebenarnya ada larangan baik dari

pihak tokoh masyarakat maupun pemerintah untuk perkawinan satu darah ini

16
tetapi karna sudah terjadi sejak dahulu dan melekat dalam kehdupan mereka maka

kebiasaan ini menjadi hal yang sulit untuk di rubah.

Dipandang dari perspektif budaya setempat, pernikahan bersaudara

merupakan tradisi yang diwariskan oleh para leluhur mereka. Didalam benak

masyarakat setempat pernikahan sedarah dilangsungkan demi menjaga sistem

kekerabatan yang ada dalam masyarakat setempat. Kekeluargaa dari masyarakat

setempat tetap terjaga keasliannya. Adapun alasan lain yaitu jika mereka menikah

keluar maka mereka tidak mendapatkan sedikitpun harta kekayaan yang

diwariskan. Semua yang sudah diatur oleh para leluhur mereka tidak dapat

dilanggar. Artinya bahwa tradisi ini akan melekat dalam alam bawa sadar mereka.

Hal ini merupakan suatu tatanan nilai yang sangat berarti untuk dilakukan bagi

masyarakat setempat. Budaya menikah sedarah ini bukan hanya urusan adat

setempat tetapi jua menyangkut urusan keluarga, kerabat, komunitas, martabat,

pribadi, dan juga urusan agama.

Dalam sudut pandang kesehatan sendiri sudah ditemukan bukti adanya

efek merusak pada sifat dan penyakit termasuk kecerdasan manusia seperti

skizofrenia, gangguan bipolar, hipertensi dan penyakit jantung serta meningkatkan

risiko kanker.(14) Pernikahan sedarah juga dikaitkan dengan peningkatan risiko

prenatal seperti lahir mati, berat badan lahir rendah, kelahiran prematur, aborsi,

cacat lahir bawaan dan gangguan kognitif. Masyarakat Kampung Aen”Ut

memiliki tingkat pendidikan yang rendah kebanyakan masyarakat disana hanya

menempuh pendidikan SD. Masih belum ada penelitian disana terkait tingkat

17
kognitif masyarakat, apakah dikarenakan faktor budaya kawinn sedarah atau

karena tidak bersekolah.

Tingkat pendidikan yang rendah dan juga kemampuan memiliki

keterampilan yang terbatas membuat masyarakat setempat juga pada akhirnya

memilih untuk melakukan perkawinan sedarah. dikarenakan karena tuntutan adat

dari daerah lain yang menurut mereka sangat berat untuk dipenuhi sehingga

masyarakat di desa Aen’Ut lebih memilih menikahi saudara mereka. Hal ini

menjadi lingkaran tanpa ujung yang saling terkait.

18
BAB 5

SARAN DAN KESIMPULAN

5.1. SARAN

Pertama untuk keseluruhan masyarakat umum jangan melihat secara

sepihak atau dari sudut pandang negatifnya saja mengenai tradisi lokal

perkawinan sedarah di Kampung Aen’Ut, tradisi lokal tersebut merupakan

warisan dari leluhur mereka. Kita harus melakukan pendekatan secara bertahap.

Hasil perkawinan sedarah berpengaruh pada keturunan mereka sebagaimana

pengamatan di lapangan tidak terdapat keturunan yang cacat fisik, tetapi secara

psikologi belum diteliti. secara medis tetap harus ada upaya untuk memberi

pemahaman pengetahuan kepada warga suku Aen’Ut agar tidak berpengaruh

kepada keturunan selanjutnya. Dan bisa dilakukan penelitian masalah kesehatan

apa saja yang dialami masyarakat disana dihubungkan dengan adat kawin sedarah.

5.2. KESIMPULAN

Tradisi pernikahan sedarah bagi masyarakat Kampung Aen’Ut, Mollo

Selatan, TTS memiliki nilai-nilai adat isti-adat yang begitu kuat dan merupakan

hal yang sakral, dalam menjaga keutuhan nilai dan etik adat mereka, Hal ini sudah

diajarkan dari para leluhur mereka secara turu-temurun. Tradisi lokal tesebut

ditakutkan berpengaruh pada Kesehatan keturunan mereka, walaupun keturunan

yang cacat fisik belum dilaporkan,. hingga saat ini masyarakat disana masih

menjalankan tradisi lokal mereka walaupun sudah mendapatkan banyak

pertentangan dan penolakan.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Erwinsyahbana T. Sistem Hukum Perkawinan Pada Negara Hukum


Berdasarkan Pancasila. 1974;3(1):1–29.
2. Menteri Hukum dan HAK asasi manusia Republik Indonesia. Undang-
undang Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2019. In 2019.
3. Indonesia R. Undang-Undang Tentang Perkawinan Nomor 1. 1974;2.
4. Libertus Y. Praktik perkawinan sedarah (incest) dalam tradisi lokal
masyarakat Lio (Studi Etnografis Pada Masyarakat Di Desa Paga,
Kecamatan Paga, Kab. Sikka). 2020. 1–38 p.
5. Tubulau E. Studi sosio teoligis terhadap perkawinan satu marga di jemaat
syalom aen’ut. 2019;1–24.
6. Raaph S. Perlindungan Hukum Terhadap status anak dari hasil perkawinan
sedarah di daerah kalimantan timur balikpapan. 2020;
7. Supono NS. Perkawinan Adat. skripsi perkawinan adat peminangan di
dusun waton, Kec mantup, kabupaten Lamongan provinsi Jawa Timur.
2008;1.
8. Kleden D. Belis dan Harga Seorang Perempuan Sumba (Perkawinan Adat
Suku Wewewa, Sumba Barat Daya, NTT). Stud Budaya Nusant.
2017;1(1):18–27.
9. Marchi N, Mennecier P, Georges M, Lafosse S, Hegay T, Dorzhu C, et al.
Close inbreeding and low genetic diversity in Inner Asian human
populations despite geographical exogamy. Sci Rep. 2018;8(1):1–10.
10. Verweij KJH, Abdellaoui A, Veijola J, Sebert S, Koiranen M, Keller MC,
et al. The association of genotype-based inbreeding coefficient with a range
of physical and psychological human traits. PLoS One. 2014;9(7).
11. Tilome A. Makna Perkawinan Sedarah bagi Warga Suku Polahi di
Indonesia. 2020;123–34.
12. Morton NE. Effect of inbreeding on IQ and mental retardation. Proc Natl
Acad Sci U S A. 1978;75(8):3906–8.
13. Fareed M, Afzal M. Estimating the Inbreeding Depression on Cognitive
Behavior : A Population Based Study of Child Cohort. 2014;9(10).
14. Ujvari B, Klaassen M, Raven N, Russell T, Vittecoq M, Hamede R, et al.
Genetic diversity, inbreeding and cancer. Proc R Soc B Biol Sci.
2018;285(1875).

20

Anda mungkin juga menyukai