Anda di halaman 1dari 4

sejarah manajemn ritel

Untuk mempertahankan keunggulan kompetitifnya, retailer akan beroperasi dengan bentuk


organisasi yang lebih ramping dan effisien. Pada masa datang retailer akan beroperasi dengan
gross margin yang lebih rendah, biaya operasional yang lebih kecil, lebih sedikit inventori
dengan perputaran barang yang lebih cepat.

Trend konsumen masa depan adalah Pay Less, Expect More, Get More. Konsumen masa
depan adalah konsumen yang memiliki ekpektasi yang lebih tinggi, meminta lebih banyak,
menginginkan kualitas yang lebih tinggi dan konsisten, lebih banyak pilihan, toko yang lebih
nyaman dan pelayanan yang lebih bernilai, namun dengan membayar lebih murah, waktu
lebih cepat, dengan usaha dan resiko lebih rendah. Dapat diperkirakan, kompetisi selanjutnya,
tidak hanya pada harga, namun menyangkut variable lain yang berkaitan dengan value atas
pengalaman berbelanja pelanggan.

Dalam millenium baru ini beberapa trend yang sudah dan akan terjadi di Indonesia dan
memberikan dampak bagi industri retail diantaranya :

Gelombang masuknya retailer asing.

- Evolusi ke Format Retail Baru

- Meningkatnya keluarga dengan double income (suami-istri bekerja).

- Pertumbuhan kota-kota satelit disekeliling kota besar.

- Mobilitas yang semakin tinggi dan waktu luang yang semakin sedikit.

- Pembantu rumah tangga menjadi semakin mahal.

- Perkembangan pemakaian PC rumah tangga dan internet yang semakin tinggi.

- Perkembangan teknologi dan pemakaian Handphone-PDA.

Evolusi perkembangan format retail di Indonesia dapat di bagi atas beberapa tahapan:

1. Sebelum 1960-an : Era perkembangan retail tradisional berupa retailer atau pedagang
pedagang independen.

2. Tahun 1960-an : Era perkenalan retail modern dengan format Department Store (Mass
Merchandiser), ditandai dengan dibukanya gerai retail pertama SARINAH di Jl. MH
Thamrin.

3. Tahun 1970-1980-an: Era perkembangan retail modern dengan format Supermarket dan
Department Store, ditandai dengan berkembangnya retailer modern (Mass Merchandiser dan
Grocery) seperti Matahari, Hero, Golden Truly, Pasar Raya dan Ramayana. Pada masa ini
juga berkembang format Drug Store, yang lebih dikenal dengan nama apotik.

4. Tahun 1990-an : Era perkembangan Convenience Store (C-Store), High Class Departmet
Store, Branded Boutique (High Fashion) dan Cash and Carry. Perkembangan C-store ditandai
dengan maraknya pertumbuhan Indomaret dan AMPM. Perkembangan High Class
department Store dan High Fashion Outlet, ditandai dengan masuknya SOGO, Metro,
Seibu,Yaohan, Mark & Spencer dan berbagai outlet high fashion lainnya. Pekembangan
format Cash and Carry ditandai dengan berdirinya Makro, diikuti oleh retailer lokal dengan
format serupa misalnya GORO, Indogrosir dan Alfa.

5. Tahun 2000 - 2010 : Era perkembangan Hypermarket, Factory Outlet, Category Killer dan
perkenalan dengan e-retailing. Era Hypermarket ditandai dengan berdirinya Continent
Hypermarket dan Paserba Carrefour di tahun 1998. Pada tahun 2002 akan dibuka
Hypermarket GIANT, dan beberapa gerai hypermarket lainnya. Adanya kebutuhan akan
barang bagus/bermerek dengan harga miring akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan
mendorong perkembangan Category Killer dan Factory Oulet. Di beberapa tahun ke depan,
akan bermunculan category killer di berbagai kategori produk seperti Family Apparel,
Consumer Electronic, Auto Aftermarket, Home/Bed/Bath, Home Improvement, Pet Supply,
Craft/Hobby, Computer, Sporting Goods, melengkapi category killer yang telah berkembang
saat ini seperti Department Store, Book Stores, Electronic, Office Supply dan Toy Stores.
Berbagai factory outlet kini mulai menjamur di kota Bandung dan Jakarta, misalnya Millenia
dan Metro Factory Outlet. Multipolar Group dengan LIPPOSHOP-nya berjasa dalam
memperkenalkan e-retailing di Indonesia, contoh retailer yang berbasis internet misalnya
sanur, click and drag dan gramedia on-line.

6. Tahun 2010-2020 : Era perkembangan Hard Discounter Store dan Catalog Services.
Persaingan harga yang semakin sengit akan mengarahkan retailer mencari alternatif format
retail yang lebih effisien. Sehingga pada masa ini akan menjamur format Hard Discounter
menggantikan format Hypermarket. Format hardiscounter menawarkan produk sejenis
dengan harga 15-30% lebih murah dibandingkan format retail lainnya. Pada masa ini private
label akan semakin populer. Selain itu untuk barang-barang tahan lama misalnya pakaian,
appliances dan elektonik, akan berkembang melalui format Catalog Services. Format ini
memungkinkan retailer untuk menjual dengan harga lebih murah karena tidak mengeluarkan
biaya investasi dan operasional toko secara fisik. Semakin memasyarakatnya kepemilikan PC
dan akses internet akan mendorong pertumbuhan format catalog melalui e-retailing.

7. Setelah tahun 2020 : Era perkembangan e-retailing dan Toko Spesialisasi. Tingkat
kepemilikan PC dan akses internet akan semakin merata di Indonesia, sehingga mendorong
ke arah perkembangan e-retailing yang sesungguhnya. Pemesanan dan pembayaran produk
dilakukan melalui internet, bahkan pada masa tersebut kita dapat menggunakan handphone-
PDA atau handheld terminal yang disediakan retailer untuk melakukan pembelian produk
saat berkunjung ke supermarket. Cukup scan barang yang akan kita beli dengan Handphone-
PDA atau handheld, selanjutnya kita boleh langsung membayar dengan credit card secara on-
line lewat peralatan tersebut atau dengan cash di cashier. Kecenderungan berikutnya yang
mungkin terjadi adalah toko spesialisasi akan menjamur, sehingga untuk membeli rokok
misalnya, orang lebih senang pergi ke toko khusus yang menjual berbagai jenis rokok
(Ciggarette Outlet), dengan harga yang tentu saja lebih bersaing.

PERATURAN-PERATURAN RETAIL DAN HUBUNGANNYA DENGAN UU NO. 5


TAHUN 1999

Dalam kajian ini yang menjadi pokok kajian adalah untuk mengetahui peraturan-peraturan
yang berlaku di bidang usaha retail apakah bertentangan atau tidak dengan UU No.5 tahun
1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Peraturan yang
berlaku untuk wilayah Jabotabek dalam bidang retail adalah pada tiga produk hukum yaitu
(1) Keputusan Bersama Menteri Perindustrian dan Perdagangan Dan Menteri Dalam Negeri
Nomor 145/MPP/Kep/5/1997 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar dan Pusat Pertokoan;
(2) Perda DKI No.2 tahun 2002 tentang Perpasaran Swasta Di Propinsi DKI Jakarta, dan (3)
Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 44 tahun 2003 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Perpasaran Swasta Di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

Keputusan bersama Menteri Perindustrian dan Perdagangan Dan Menteri Dalam Negeri tsb
di atas pada intinya memberikan syarat-syarat bagi pasar modern untuk tidak merugikan
pengusaha kecil yang melakukan usaha retail tradisional.

Pasal 10 Perda DKI No. 2 tahun 2002 mengatur luas dan jarak tempat penyelenggaraan
Usaha sbb: (a) usaha perpasaran swasta yang luas lantainya 100 m2 s.d 200 m2 harus
berjarak radius 0,5 km dari pasar lingkungan dan terletak disisi jalan
Lingkungan/Kolektor/Arteri; (b) usaha perpasaran swasta di atas 200 m2 s.d 1000 m2 harus
berjarak radius 1,0 km dari pasar lingkungan dan terletak disis jalan Kolektor/Arteri, 1000
m2 s.d 2000 m2 berjarak radius 1,5 km dari pasar lingkungan dan terletak disisi jalan
Kolektor/Arteri, dan (c) usaha perpasaran yang luas lantainya di atas 2000 m2 s.d 4000 m2
harus berjarak radius 2 km dari pasar lingkungan dan terletak disisi jalan Kolektor/Arteri.

Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 44 tahun 2003 pada pokoknya mengatur perlindungan
bagi warung dan toko atau usaha kecil dari usaha perpasaran swasta skala besar.

Dari ketiga ketentuan yang mengatur kegiatan usaha retail tersebut di atas, maka yang
significant mengendalikan persaingan antara usaha retail tradisional dengan usaha retail
modern di Jabotabek adalah Perda adalah No 2 tahun 2002.

Dengan berlakunya Perda No 2 tahun 2002 membawa konsekwensi sbb. Pertama, dalam area
2 km hanya ada satu pasar, yaitu pasar tradisional yang dikelola oleh PD Pasar Jaya yang di
dalamnya terdapat beberapa pelaku usaha retail tradisional. Dengan demikian Perda ini
menciptakan hambatan untuk masuk ke ‘pasar’ bagi usaha retail modern skala besar.
Substansi dari Perda DKI tersebut jika dilihat dari aspek praktis maka dapat menciptakan
pasar tradisional tsb potensial melakukan ‘penguasaan pemasaran barang’ yang dapat
melahirkan praktek monopoli, karena pasar tradisional yang dikelola oleh PD Pasar Jaya
menjadi pelaku usaha tunggal yang menguasai lebih dari 75%. Kedua, dalam usaha Mini
Market, Pasar Swalayan harga jual barang-barang sejenis yang dijual tidak boleh jauh lebih
rendah dengan yang ada di warung dan toko sekitarnya. Ketiga, ketentuan ini jika
dihubungkan dengan tujuan pembentukan UU No.5 tahun 1999 bertentangan Pasal 3 huruf b
bahwa tujuan UU No 5 thn 1999 adalah untuk mewujudkan iklim usaha yang kondusif
melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian
kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menegah dan pelaku
usaha kecil.
Diposkan oleh DANIEL SAERANG di 20.52
SEJARAH PERKEMBANGAN INDUSTRI RITEL

Dalam perkembangan saat ini, pusat pembelanjaan semakin modern hal ini ditandai dengan
cantiknya penampilan bentuk fisik yang lebih mewah dan modern apabila dibandingkan
dengan pasar tradisionsl yang sudah kita kenal yang terkesan tidak rapi dan kotor. Sarinah
Building (1964) yang berada dikawasan Thamrin Jakarta merupakan pelopor pusat industri
ritel paling modern di dekade 1960-an. Sarinah sebenarnya sudah muncul sejak tahun 1962
dan merupakan gagasan dari Presiden Soekarno.

Tahun 1979 masyarakat di Jakart mulai diperkenalkan kembali kepada pola pasar modern
dengan berdirinya Aldiron Plaza di kawasan Blok-M. Pusat pembelanjaan kini tinggal terisi
262 toko karena musibah kebakaran pada Mei 2004, kemudian berturut-turut muncul Duta
merlin, Ratu Plaza, Pasaraya Young & Trendy dan Hayam Wuruk Plaza di tahun 1980-an.
Bersamaan dengan hal itu kemudian bermunculan pula supermarket yang sudah dirintis sejak
era 1970-an oleh Gelael dan Hero supermarket yang kemudian diikuti oleh Golden Truly,
Grasera, Tomang Tol, Pertama dan lain-lain. Dengan semakin berkembang pesat
pertumbuhan ekonomi di Jakarta, disertai pengembangan wilayah pemukiman ke arah
pinggiran kota, maka pusat-pusat pembelanjaan mulai merambah ke daerah-daerah baru,
yang merupakan lokasi persilangan sejumlah wilayah pemukiman baru.
Diposkan oleh fi_na di 05.55

Anda mungkin juga menyukai