Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

“DEFISIT PERAWATAN DIRI”

GUSTI AGUNG AYU WIDIYANI


201901009

PROGRAM STUDI NERS


STIKES WIDYA NUSANTARA PALU
2022
LAPORAN PENDAHULUAN
“DEFISIT PERAWATAN DIRI”

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannya guna mempertahankan kehidupannya,
kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien
dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan
perawatan diri.
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk
melakukan aktivitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting).
Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan
dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis..
Kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu
melakukan perawatan kebersihan dirinya.

2. Rentang Respon

Menurut Dermawan (2013), adapun rentang respon defisit perawatan


diri sebagai berikut :
Adaptif Maladaptif

Pola perawatan Kadang perawatan diri Tidak melakukan


diri seimbang kadang tidak perawatan diri pada
saat stress

a. Pola perawatan diri seimbang : saat klien mendapatkan stresor dan


mampu untuk berprilaku adaptif, maka pola perawatan yang
dilakukan klien seimbang, klien masih melakukan perawatan diri.
b. Kadang perawatan diri kadang tidak: saat klien mendapatkan
stresor kadang – kadang klien tidak memperhatikan perawatan
dirinya,
c. Tidak melakukan perawatan diri : klien mengatakan dia tidak
peduli dan tidak bisa melakukan perawatan saat stresor

3. Faktor predisposisi
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien
sehingga perkembangan inisiatif terganggu.
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu
melakukan perawatan diri.
c. Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas
yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan
termasuk perawatan diri.
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan
kemampuan dalam perawatan diri.

4. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah
kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas,
lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu
kurang mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes, faktor-faktor yang mempengaruhi personal hygiene
adalah:
a. Body image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga
individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
b. Praktik social
Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
c. Status sosial ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun,
pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya
memerlukan uang untuk menyediakannya.
d. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena
pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya
pada pasien menderita diabetes melitus ia harus menjaga
kebersihan kakinya.
e. Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak
boleh dimandikan.
f. Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu
dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain-
lain.
g. Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu/sakit kemampuan untuk merawat diri
berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.

5. Manifestasi Klinis
Defisit perawatan diri memiliki tanda dan gejala sebagai berikut:
a. Mandi/Hygiene
Pasien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan
badan, memperoleh atau mendapatkan sumber air, mengatur suhu
atau aliran air mandi, mendapatkan perlengkapan mandi,
mengeringkan tubuh, serta masuk dan keluar kamar mandi.
b. Berpakaian/ Berhias
Pasien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau
mengambil potongan pakaian, menanggalkan pakaian, serta
memperoleh atau menukar pakaian. Pasien juga memiliki
ketidakmampuan untuk mengenakan pakaian dalam, memilih
pakaian, menggunakan alat tambahan, menggunakan kancing tarik,
melepaskan pakaian, menggunakan kaos kaki, mempertahankan
penampilan pada tingkat yang memuaskan, mengambil pakaian
dan mengenakan sepatu.
c. Makan
Pasien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan
makanan, mempersiapkan makanan, menangani perkakas,
mengunyah makanan, mendapatkan makanan, mengambil
makanan dan memasukkan kedalam mulut, menggambil cangkir
atau gelas, serta mencerna makanan dengan aman.
d. Eliminasi
Pasien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam
mendapatkan kamar kecil, duduk ata bangkit dari closet,
memanipulasi pakaian untuk toileting, membersihkan diri setelah
BAB/BAK dengan tepat, dan menyiram toilet atau kamar kecil.
Menurut Depkes tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan
diri adalah :
a. Fisik
1) Badan bau, pakaian kotor.
2) Rambut dan kulit kotor.
3) Kuku panjang dan kotor.
4) Gigi kotor disertai mulut bau.
5) Penampilan tidak rapi.
b. Psikologis
1) Malas, tidak ada inisiatif.
2) Menarik diri, isolasi diri.
3) Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
c. Sosial
a. Interaksi kurang.
b. Kegiataan kurang.
c. Tidak mampu berperilaku sesuai norma.
d. Cara makan tidak teratur, BAK dan BAB di sembaraang tempat,
gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri.

6. Mekanisme Koping
Mekanisme koping pada pasien dengan defisit perawatan diri
adalah sebagai berikut:
a. Regresi, menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku
kembali, seperti pada perilaku perkembangan anak atau
berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk
mengulangi ansietas.
b. Penyangkalan ( Denial ), melindungi diri terhadap kenyataan yang
tak menyenangkan dengan menolak menghadapi hal itu, yang
sering dilakukan dengan cara melarikan diri seperti menjadi “sakit”
atau kesibukan lain serta tidak berani melihat dan mengakui
kenyataan yang menakutkan.
c. Menarik diri, reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik
maupun psikologis, reaksi fisk yaitu individu pergi atau lari
menghindar sumber stresor, misalnya: menjauhi, sumber infeksi,
gas beracun dan lain-lain. Reaksi psikologis individu menunjukkan
perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak berminat, sering disertai
rasa takut dan bermusuhan.
d. Intelektualisasi, suatu bentuk penyekatan emosional karena beban
emosi dalam suatu keadaan yang menyakitkan, diputuskan, atau
diubah (distorsi) misalnya rasa sedih karena kematian orang dekat,
maka mengatakan “sudah nasibnya” atau “sekarang ia sudah tidak
menderita lagi”
7. Sumber Koping
Stuart (2016) menjelaskan gangguan jiwa adalah penyakit
menakutkan dan sangat menjengkelkan yang membutuhkan
penyesuaian oleh pasien dan keluarga. Sumber daya keluarga, seperti
pemahaman orang tua tentang penyakit, ketersediaan keuangan,
ketersediaan waktu dan tenaga, dan kemampuan untuk memberikan
dukungan yang berkelanjutan, memengaruhi jalan nya penyesuaian
setelah gangguan jiwa terjadi. Proses penyesuaian setelah gangguan
jiwa terjadi terdiri dari 4 tahap dan dapat berlangsung mungkin selama
3 sampai 6 tahun:
a. Disonansi kognitif
Disonansi kognitif melibatkan pencapaian keberhasilan
farmakologi untuk menurunkan gejala dan menstabilkan gangguan
jiwa aktif dengan memilih kenyataan dari ketidaknyataan setelah
episode pertama.
b. Pencapaian wawasan
Permulaan wawasan terjadi dengan kemampuan melakukan
pemeriksaan terhadap kenyataan yang dapat dipercaya.
c. Kognitif yang konstan
Kogniktif konstan termasuk melanjutkan hubungan
interpersonal yang normal dan kembali terlibat dalam kegiatan
yang sesuai dengan usia yang berkaitan dengan sekolah dan
bekerja.
d. Bergerak menuju prestasi kerja atau tujuan pendidikan
Tahap ini termasuk kemampuan untuk secara konsisten
terlibat dalam kegiatan harian yang sesuai dengan usia hidup yang
merefleksikan tujuan sebelum gangguan jiwa.
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dengan defisit perawatan diri menurut adalah
sebagai berikut :
a. Meningkatan kesadaran dan kepercayaan diri
b. Membimbing dan menolong klien perawatan diri
c. Ciptakan lingkungan yang mendukung
d. BHSP (bina hubungan saling percaya)

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Masalah Keperawatan Data Yang Perlu Dikaji
Defisit perawatan diri Subjektif :
 Klien mengatakan dirinya malas
mandi karena airnya dingin atau di
RS tidak tersedia alat mandi
 Klien mengatakan dirinya malas
berdandan
 Klien mengatakan inigin disuapi
makan
 Klien mengatakan jarang
membersihkan alat kelaminnya
setelah BAK mupun BAB

Objektif :
 Ketidakmampuan
mandi/membersihkan diri ditandai
dengan rambut kotor, gigi kotor,
kulit berdaki, dan berbau, serta
kuku panjang dan kotor
 Ketidakmampuan
berpakaian/berhias ditandai
dengan rambut acak-acakan.
Pakaian kotor dan tidak rapi,
pakaian tidak sesuai tidak
bercukur (laki-laki), atau tidak
berdandan (wanita)
 Ketidakmampuan makan secra
mandiri ditandai dengan
ketidakmampuan mengambil
makan sendiri, makan berceceran,
dan makan tidak pada tempatnya.
 Ketidakmampuan BAB/BAK
secara mandiri ditandai BAB/BAK
tidak pada tempatnya, tidak
membersihkan diri dengan baik
steleh BAB/BAK.

2. Diagnosa Keperawatan
Defisit perawatan diri

3. Rencana Asuhan Keperawatan


Diagnosa : Defisit Perawatan Diri
Tujuan Kriteria evaluasi Intervensi
Pasien mampu : Seteleh ..…..x SP 1
 Melakukan pertemuan, pasien  Identifikasi kebersihan
kebersihan diri dapat menjelaskan diri, berdandan, makan,
sendiri secara pentingnya : dan BAB/BAK
mandiri  Kebersihan diri  Jelaskan pentingnya
 Melakukan  Berdandan/berhias kebersihan diri
berhias/berdand  Makan  Jelaskan alat dan cara
a secara baik  BAB/BAK kebersihan diri
 Melakukan  Dan mampu  Masukkan dalam jadwal
makan dengan melakukan cara kegiatan pasien
baik merawat diri
 Melakukan SP 2
BAB/BAK  Evaluasi kegiatan yang
secara mandiri lalu (SP1)
 Jelaskan pentingnya
berdanda
 Latih cara berdandan
- Untuk pasien laki-laki
meliputi cara :
- Berpakaian
- Menyisir rambut
- Bercukur
- Untuk pasien
perempuan
- Berpakaian
- Menyisir rambut
- Berhias
 Masukkan dalam jadwal
kegiatan pasien
SP 3
 Evaluasi kegiatan yang
lalu (SP 1 dan 2)
 Jelaskan cara dan alat
makan yang benar
- Jelaskan cara
menyiapkan makanan
- Jelaskan cara
merapikan perlatan
makan setelah makan
dan sesudah makan
- Praktek makan sesuai
tahapan makan yang
baik
 Latih kegiatan makan
 Masukkan dalam jadwal
kegiatan pasien
SP 4
 Evaluasi kemampuan
pasien yang lalu (SP 1, 2,
dan 3)
 Latih cara BAB dan BAK
yang baik
 Menjelaskan tempat
BAB/BAK yang sesuai
 Menjelaskan cara
membersihkan diri setelah
BAB/BAK
Keluarga mampu Setelah …….x SP 1
merawat anggota pertemuan, keluarga  Identifikasi masalah
keluarga yang mampu meneruskan keluarga dalam merawat
mengalami masalah melatih pasien dan pasien dengan masalah
kurang perawatan mendukung agar kebersihan diri,
diri kemampuan pasien berdandan, makan,
dalam perawatan BAB/BAK
dirinya meningkat  Jelaskan defisit perawatan
diri
 Jelaskan cara merawat
kbersihan diri, berdandan,
makan dan BAB/BAK
 Bermain peran cara
merawat
 Rencana tindak lanjut
keluarga/jadwal keluarga
untuk merawat pasien
SP 2
 Evaluasi SP1
 Latih keluarga merawat
langsung ke pasien,
kebersihan diri, dan
berdandan
 RTL keluarga/jadwal
keluarga untuk merawat
pasien

SP 3
 Evaluasi kemampuan SP
2
 Latih keluarga merawat
langsung ke pasien cara
makan
 RTL keluarga/jadwal
keluarga untuk merawat
pasien
SP 4
 Evaluasi kemampuan
keluarga
 Evaluasi kemapuan
pasien
 Rencan tindak lanjut
keluarga
- Follow up
- Rujukan

DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA

Balitbang. 2012. Workshop Standar Proses Keperawatan Jiwa. Bogor


Direja Surya Herman Ade. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Nuha Medika
Direktorat kesehatan jiwa, Ditjen. 2013. Teori dan tindakan keperawatan jiwa.
Jakarta: Yankes RI Keperawatan Jiwa
Fitria, Nita. 2013. Aplikasi Dasar Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan da
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta:
Salemba Medika
Keliat, B.A. 2013. Proses Kesehatan Jiwa.Edisi 1. Jakarta
Marimas, F, W. 2014. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga
University Press.
Tim Direktorat Keswa. 2013. Standar Asuhan Keperawatan Jiwa. Edisi 1.
Bandung: RSJP

Anda mungkin juga menyukai