Anda di halaman 1dari 96

IN VITRO: PENGARUH DAUN BELIMBING WULUH (Avherroa bilimbi

L.) SECARA INFUSA DAN MASERASI TERHADAP JAMUR

Pityrosporum ovale

SKRIPSI

OLEH

SITI ROSITA WIJAYANTI


NIM 161335300021

PROGRAM STUDI D-IV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO
2020
IN VITRO: PENGARUH DAUN BELIMBING WULUH (Avherroa bilimbi

L.) SECARA INFUSA DAN MASERASI TERHADAP JAMUR

Pityrosporum ovale

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mengajukan Skripsi


Program Studi DIV Teknologi Laboratorium Medis pada Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

OLEH

SITI ROSITA WIJAYANTI


NIM 161335300021

Tanggal Lulus :

PROGRAM STUDI D-IV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO
2020

i
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI

IN VITRO: PENGARUH DAUN BELIMBING WULUH (Avherroa bilimbi

L.) SECARA INFUSA DAN MASERASI TERHADAP JAMUR

Pityrosporum ovale

Yang dipersiapkan dan disusun oleh

SITI ROSITA WIJAYANTI


NIM 161335300021

Disetujui Oleh :

Dosen Pembimbing,

Chylen Setiyo Rini, S.Si,M.Si


NIK. 215511

ii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

IN VITRO: PENGARUH DAUN BELIMBING WULUH (Avherroa bilimbi

L.) SECARA INFUSA DAN MASERASI TERHADAP JAMUR

Pityrosporum ovale

Yang dipersiapkan dan disusun oleh


SITI ROSITA WIJAYANTI
NIM 161335300021

Telah Dipertahankan Di Depan Dewan Penguji


Pada Tanggal

Disetujui Oleh :
Pembimbing Utama

(Chylen Setiyo Rini, S.Si, M.Si)


NIK. 215511
Penguji I Penguji II

Chylen Setiyo Rini, S.Si, M.Si Jamilatur Rohmah, S.Si, M.Si


NIK. 215511 NIK. 214486

Mengetahui
Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

S M Farida Hanum S.ST.,M.M.M.Kes.


NIK. 213374

iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN

Nama : Siti Rosita Wijayanti

Nim : 161335300021

Prodi : D-IV Teknologi Laboratorium Medis

Fakultas : Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-
benar merupakan hasil karya sendiri, bukan merupakan pengambilan karya orang
lain atau pikiran utuh orang lain yang saya akui sebagai hasil tulisan atau
pemikiran saya sendiri.

Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa skripsi ini
hasil plagiasi, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan di Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo atas perbuatan tersebut.

Sidoarjo, 21 Juni 2020

Yang Membuat Pernyataan,

Siti Rosita Wijayanti

iv
ABSTRAK
Penelitian ini memiliki tujuan yaitu untuk mengetahui suatu
pengaruh ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dengan
konsentrasi yang berbeda terhadap pertumbuhan jamur Pityrosporum
ovale, serta untuk mengetahui lebih efektif mana antara beberapa
konsentrasi dari metode maserasi dan infusa. penelitian ini dilakukan
secara experimental, perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan
terhadap beberapa konsentrasi yaitu 20%,40%, 60%, 80%, 100%, kontrol
negatif dan kontrol positif, hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa
konsentrasi yang lebih tinggi serta efektif dalam menghambat
pertumbuhan jamur pityrosporum ovale terdapat pada konsentrasi 100%
pada metode maserasi dengan zona hambat sekitar 28 mm, sedangkan
konsentrasi terendah terdapat pada konsentrasi 80% dengan metode infusa
dan memiliki zona hambat sekitar 17 mm, selanjutnya akuades yang
digunakan sebagai kontrol negatif tidak dapat menghambat pertumbuhan
jamur pityrosporum ovale, tetapi pada penggunaan ketokonazol 2% yang
digunakan sebagai kontrol positif dapat menghambat pertumbuhan jamur
pityrosporum ovale dengan zona hambat 30 mm secara in vitro.

v
ABSTRACT

This study aims to determine the effect of wuluh starfruit leaf extract
(Averrhoa bilimbi L.) with different concentrations on the growth of the fungus
Pityrosporum ovale, and to find out more effectively which of the several
concentrations of the maceration and infusion method. This research was
conducted experimentally, the treatment was carried out 3 times a repetition of
several concentrations namely 20%, 40%, 60%, 80%, 100%, negative control and
positive control, the results obtained showed that higher concentrations and were
effective in inhibiting Pityrosporum ovale fungus growth is at 100% concentration
in the maceration method with inhibition zone around 28 mm, while the lowest
concentration is at 80% concentration with infusion method and has inhibition
zone around 17 mm, then distilled water used as negative control cannot inhibit
fungal growth pityrosporum ovale, but the use of ketoconazole 2% which is used
as a positive control can inhibit the growth of pityrosporum ovale fungi with
inhibition zones of 30 mm in vitro.

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT berkat Rahmat, Hidayah, dan Karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi judul “In Vitro: Pengaruh Daun
Belimbing Wuluh Secara Infusa Dan Maserasi Terhadap Jamur Pityrosporum
ovale”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat skripsi pada program studi D-
IV Teknologi Laboratorium Medis, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas
Muhammadiyah Sidoarjo.
Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini tidak akan selesai
tanpa bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Sri Mukhodim Farida Hanum S.ST., M.M., M.Kes. Selaku Dekan
Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.
2. Ibu Puspitasari S.ST., M.PH. Selaku Kaprodi D-IV Teknologi
Laboratorium Medis.
3. Ibu Chylen Setiyo Rini, S.Si., M.Si. Selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan serta saran yang membantu dalam penelitian ini.
4. Ibu Jamilatur Rohmah S.Si., M.Si. Selaku dosen penguji yang memberikan
bimbingan serta saran yang membantu dalam penyusunan tugas akhir ini.
5. Ibu Galuh Ratmana Hanum S.Si., M.Si. Selaku dosen wali yang selalu
mengingatkan dan memberikan semangat.
6. Bapak H. Muhammad Rodhi Sholeh dan Ibu Hj. Sundani Nuril Widad
selaku orang tua kandung saya, serta Ahmad Solihin yang selalu
mendukung, memberikan doa dan semangat dalam menyelesaikan tugas
akhir ini.
7. Sahabat seperjuangan (Vifin, Rifki, dan Dani) dan seluruh sahabat yang
telah memberikan doa, semangat, bantuan moral serta finansial dalam
penyusunan penelitian ini.
8. Semua dosen dan staff Fakultas Ilmu kesehatan yang memberikan Ilmu
dan membantu kelancaran dalam kegiatan belajar dan mengajar

vii
9. Semua teman-teman seperjuangan angkatan 2016 Fakultas Ilmu Kesehatan
yang telah memberikan semangat dan dukungan dalam penelitian ini.

Semoga skripsi ini dapat dipahami dan bermanfaat bagi pembaca.


Sekiranya skripsi yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis maupun
pembaca. Akhir kata semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada
semua.

Sidoarjo, Januari 2020

Penulis

viii
ix
DAFTAR ISI

x
DAFTAR TABEL

x
DAFTAR GAMBAR

xi
DAFTAR LAMPIRAN

xii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang masyarakatnya

banyak bermasalah dengan ketombe. Menurut International Data Base, US

Sensus Bureau (2004) prevalensi masyarakat Indonesia yang mengalami

ketombe yaitu 43.833.262 dari 238.452.952 jiwa. Indonesia menduduki

urutan ke empat dari China, India, maupun US (Sutrisno, 2012). Dalam

data statistik telah diperoleh lebih dari 70% masyarakat mengalami

ketombe (Sinaga, 2012).

Menurut Khusnul dan Suhartati (2018), Indonesia merupakan daerah

tropis yang bersuhu lembab, sehingga masyarakat mudah terkena jamur.

Jamur Pityrosporum ovale dapat mengakibatkan terjadinya ketombe pada

kulit kepala (Sinaga et al., 2012). Jamur Pityrosporum ovale adalah jamur

yang berasal dari genus Malassezia sp, termasuk dalam famili

Cryptococcaceae (Anwar et al., 2019). Ketombe terjadi karena jumlah

peningkatan jamur Pityrosporum ovale (Daniswara et al., 2008).

Ketombe yaitu dikenal sebagai dandruff, pitiriasis sika, maupun

pitiriasis simpleks (Nugroho, 2008). Diakibatkan oleh berlebihnya sekresi

minyak terhadap kelenjar sebacea (Sutrisno, 2012). Ketombe yang muncul

dapat mengakibatkan jamur Pityrosporum ovale tumbuh dengan subur

(Oktaviani, 2012). Ketombe ditandai dengan mengelupasnya sel stratum

korneum, dan berupa skuama halus berwarna abu-abu maupun putih

1
2

(Utami et al, 2018). Ketombe terjadi pada semua usia maupun ras. Jamur

ketombe dapat menular pada seseorang yang tidak dapat menjaga

kebersihan kulit rambutnya (Oktaviani, 2012).

Pengobatan secara tradisional dalam mengatasi ketombe bisa

ditemukan pada masyarakat (Nitihapsari, 2010). Belimbing Wuluh

digunakan sebagai obat tradisional dengan cara maserasi (Hasim et al.,

2019). Dengan ditemukannya bermacam-macam senyawa obat baru,

sehingga dapat menjadi peranan penting terhadap metabolit sekunder

(Hayati et al., 2010).

Tanaman belimbing wuluh sebagai bahan herbal, berfungsi untuk

antijamur (Wilujeng et al., 2019). Berdasarkan Sakinah et al (2015), bahwa

ekstrak etanol buah belimbing wuluh mampu menghambat pertumbuhan

jamur Pityrosporum ovale dengan diameter zona hambat 10,80 mm pada

konsentrasi ekstrak sebesar 20%. Dengan adanya senyawa metabolit

sekunder yang juga terdapat pada daun belimbing wuluh, maka penulis

tertarik untuk melakukan penelitian pada pengaruh ekstrak etanol daun

belimbing wuluh terhadap jamur ketombe (Pityrosporum ovale).

Manfaat dari buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) yaitu

sebagai obat penyakit kulit, jerawat, diabetes, malaria, diare, dan lain

sebagainya. Buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) mengandung

beberapa senyawa meliputi senyawa alkoloid, saponin, flavonoid dan tanin

serta tingginya kandungan antioksida pada buah (Rahayu, 2013).

Sedangkan pada ekstrak daun belimbing wuluh mengandung senyawa

flavonoid, saponin, maupun tanin (Hayati et al., 2010). Ekstraksi yaitu


3

suatu proses pengambilan zat-zat aktif pada tumbuhan dan hewan, yang

digunakan untuk campuran bahan obat serta penghambatan pada

pertumbuhan mikroba, biasanya pada proses ekstraksi menggunakan

pelarut yang bermacam-macam dalam setiap bahan (Ummanah, 2017).

Metode ekstraksi maserasi yaitu metode sederhana yang sering digunakan,

Dengan cara memasukkan serbuk tanaman dan pelarut yang sesuai

(Mukhriani, 2014). Menurut Puspitasari dan Ardiansyah (2017), bahwa

daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) memiliki konsentrasi hambat

minimal (KHM) terdapat pada konsentrasi 12,5% pada jamur Candida

albicans. Metode ekstrak infusa merupakan ekstraksi yang menggunakan

pelarut dengan pemanasan suhu 90°C (Isnawati, 2018). Menurut Sari dan

Suryani (2014), ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dapat

menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans secara In vitro pada

konsentrasi paling tinggi 80%.

Oleh karena itu diperlukan penelitian tentang pengaruh daun

belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) secara infusa dan maserasi

terhadap jamur Pityrosporum ovale: in vitro.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah pada penelitian


ini

yaitu:

Bagaimana pengaruh daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.)

terhadap jamur Pityrosporum ovale pada konsentrasi 20%, 40%, 60%,

80%, 100% dengan metode infusa dan maserasi?


4

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini


adalah:
Mengetahui pengaruh daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.)

terhadap jamur Pityrosporum ovale pada konsentrasi 20%, 40%, 60%,

80%, 100% dengan metode infusa dan maserasi.

1.4 Manfaat

Berdasarkan tujuan di atas maka manfaat dari penelitian ini yaitu:

1. Bagi masyarakat

Untuk memberikan informasi tentang pengaruh daun belimbing

wuluh (Averrhoa bilimbi L.) penyebab ketombe, sehingga masyarakat

dapat mengetahuidan memanfaatkan belimbing wuluh sebagai obat

tradisional untuk pengobatan ketombe terhadap kulit kepala.

2. Bagi Institusi

Hasil dari penelitian ini sebagai acuan dalam menambah informasi

tentang pengaruh daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) terhadap

jamur Pityrosporum ovale, serta harapan untuk penelitian selanjutnya

dapat digunakan sebagai data pendukung.

3. Bagi peneliti lain

Diharapkan dari hasil penelitian ini berguna untuk menambah ilmu

pengetahuan dan wawasan yang lebih luas terhadap masyarakat, bahwa

bahan alami berupa daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) memiliki

manfaat dalam menghambat pertum buhan jamur Pityrosporum ovale.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.)

2.1.1 Taksonomi Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.)

Berdasarkan Yuliandari (2015), taksonomi belimbing wuluh

(Averrhoa bilimbi L.) yaitu:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Geraniales

Famili : Oxalidaciae

Genus : Averrhoa

Spesies : Averrhoa bilimbi L.

2.1.2 Morfologi Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi L.)

Buah belimbing wuluh adalah tanaman yang tidak asing lagi di

Indonesia. Setiap tahun tanaman ini berbuah (Parikesit dan Sandiantoro,

2011). Tanaman belimbing wuluh memiliki tinggi sekitar 10 meter, batang

yang sedang, daunnya berbentuk majemuk dan menyirip (terdapat 21-45

daun). Serta terdapat panjang anak daun (2-10 cm), lebar 1-3 cm

(Wijayakusuma et al., 2006).

5
6

a b

c d

Gambar 2.1 Tanaman Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.). (a)


Bunga, (b) Batang (c) Buah, dan (d) Daun (Dokumen pribadi, 2020).

Buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) memiliki rasa yang

asam dan berair, buahnya berbentuk elips dan hampir mirip dengan

torpedo, memiliki panjang 4-10 meter pada saat buah mentah maka akan

berwarna hijau, sedangkan jika masak maka akan berwarna kuning,

kulitnya tipis dan memiliki biji yang kecil (Nugraha, 2017). Akarnya

memiliki bentuk tunggang, letak akar sekitar 1,5-2 meter (Purwaningsih,

2007).

2.1.3 Kandungan Kimia Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.)

Daun belimbing wuluh memiliki senyawa flavonoid, saponin, dan

tanin (Dayani, 2018). Senyawa tersebut tergolong dari senyawa fenol. Sifat

efektif untuk menghambat pertumbuhan virus, bakteri, maupun jamur

dimiliki oleh senyawa fenol (Liantari, 2014). Tanin, saponin maupun

triterpenoid yakni terdapat pada metabolit sekunder berupa senyawa non


7

nutrisi, serta dapat melindungi tanaman dari serangga, bakteri, jamur dan

patogen yang lainnya. Senyawa ini terletak pada daun, buah, bunga,

batang, akar, serta biji (Kumar et al., 2013).

2.1.4 Manfaat Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.)

Buah belimbing wuluh memiliki manfaat yaitu dapat digunakan

sebagai obat tradisional, manfaat lain yaitu digunakan sebagai manisan,

maupun penambah rasa minuman, menghilangkan bau amis dan lain-lain

(Ardananurdin et al., 2004). Pada beberapa penelitian menyebutkan bahwa

potensi terhadap suatu tanaman dapat dijadikan sebagai obat untuk suatu

penyakit serta sebagai antibakteri. Namun pada bahan antimikroba

merupakan produk yang sudah terkenal di masyarakat, mulai dari

keefektifan dan harga yang terjangkau (Rahmah, 2018).

2.2 Jamur

2.2.1 Pengertian Jamur

Jamur merupakan organisme yang membutuhkan energi, berasal dari

organisme lain, serta memerlukan senyawa organik yang digunakan untuk

nutrisi, sumber karbon, serta energi. Sifat jamur yakni menumpang

terhadap makhluk hidup lain. Pada saat sumber nutrisi berasal dari bahan

organik yang mati, maka jamur saprofit akan mendeskomposisi serta

menguraikan hewan maupun tumbuhan menjadi sederhana mungkin.

Keuntungan dari jamur yaitu digunakan untuk elemen daur ulang yang

vital maupun bisa diolah sebagai makanan, seperti cendawan, sedangkan

untuk kerugian jamur memiliki sifat parasit (Pratiwi, 2015).


8

2.2.2 Morfologi Dan Fisiologi Jamur

Khamir mempunyai berbagai macam ukuran, lebar sekitar 1-5 µm,

panjangnya sekitar 5-30 µm. Khamir serupa dengan bentuk telur,

memanjang, serta mirip bola. Ketika dilakukan biakan, maka akan terdapat

berbagai macam ukuran maupun bentuk sel, hal tersebut disebabkan oleh

faktor lingkungan dan usia. Khamir belum memiliki alat gerak berbentuk

cambuk pada seumlah organisme yang bersel satu. Terdapat 2 macam tubuh

kapang, yakni meliputi miselium serta spora, Miselium merupakan suatu

kelompok yang terdapat pada 16 filamen, yakni dinamakan hifa, sedangkan

hifa memiliki lebar sekitar 5-10 µm (Wibisono, 2017).

Masa perkembangan jamur memerlukan oksigen, tempat yang tropis,

adanya persediaan bahan organik, dan pengaruh dari lingkungan. Khamir

hidup dengan melakukan metabolisme terhadap bantuan oksigen maupun

tidak dengan bantuan oksigen, sedangkan kapang hanya hidup secara aerob,

khamir membutuhkan suhu 37°C, sedangkan kapang membutuhkan suhu

2.428°C (Pratiwi, 2008).

2.2.3 Sistematika Jamur Pityrosporum Ovale

Berdasarkan Kurnianti (2018), bahwa klasifikasi jamur Pityrosporum

ovale sebagai berikut:

Kingdom : Fungi

Divisi : Basidiomycota

Kelas : Exobasidiomycetes

Ordo : Malasseziales

Famili : Malasseziaciae
9

Genus : Pityrosporum

Spesies : Pityrosporum ovale

2.2.4 Jamur Pityrosporum ovale

Jamur Pityrosporum ovale merupakan ragi lipofilik yakni flora

normal kulit yang terdapat pada orang dewasa (Cafarchia et al., 2004),

jamur Pityrosporum ovale dapat menyebabkan infeksi kulit. Penyebab

yang paling sering adalah golongan dermatofita. Akan tetapi, dari kerokan

kulit dapat pula diisolasi beberapa jamur non-dermatofita dari golongan

ragi (khamir) dan kapang (Anwar, 2004).

Gambar 2.2 Hasil makroskopis jamur Pityrosporum ovale pada media


saboraud dextrose agar (Anwar et al., 2019).

Gambar 2.3 Hasil mikroskopis jamur Pityrosporum ovale (Ambarwati et al,


2015)

Pityrosporum ovale adalah suatu varian dari Malasseizia sp. Jamur

Pityrosporum ovale berbentuk dimorfik, lipofilik, saprophytic, dan


10

unipolar (Rachman et al., 2017). Reproduksi Pityrosporum ovale yakni

secara aseksual (monopolar) merupakan sel anakan maupun sel induk yang

terpisah karena septum (Budiwati, 2014). Peneliti-peneliti menyimpulkan

bahwa kolonisasi Pityrosporum ovale meningkat karena disebabkan faktor

etiologi dan primer yang terdapat pada patogenesis Pityriasis capitis

(Wijaya, 2001).

2.3 Metode Pengujian Aktivitas Antijamur

Uji senyawa antijamur adalah sebagai bukti bahwa senyawa uji

dapat menghambat pertumbuhan dandruff, caranya yakni mengukur

pertumbuhan populasi dandruff dengan agen antijamur (Pratiwi, 2015).

Uji aktivitas antimikroba dilakukan dengan dua metode yaitu metode

difusi dan metode dilusi. Menurut Kusmiyati dan Agustini (2007), metode

difusi dibagi menjadi tiga cara, didasa rkan pada metode Kirby bauer

(cakram), lubang (sumuran), dan poor plate (silinder). Metode difusi

cakram merupakan metode yang digunakan untuk uji aktivitas terhadap

antimikroba, caranya yaitu dengan mengukur zona bening maupun zona

hambat yang telah terbentuk (Putri, 2012).

Zona bening dapat diukur setelah proses inkubasi selama 24 jam (1-5

hari), dengan suhu 37°C. Metode sumuran yaitu metode difusi, dengan

cara membuat sumuran terhadap media penanaman jamur, kemudian setiap

sumuran yang terbentuk diberikan hasil dari ekstraksi daun belimbing

wuluh (sesuai kadar), dan di inkubasi pada suhu 37°C (Putri, 2012).

Metode dilusi adalah salah satu metode yang digunakan untuk

mengetahui potensi suatu senyawa terhadap aktifitas mikroba dengan


11

menentukan Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) dan Konsentrasi Bunuh

Minimal (Audina, 2013).

2.3.1 Mekanisme Kerja Antijamur

Senyawa antijamur merupakan obat penyakit infeksi, diakibatkan

oleh fungi, terdapat 2 pengertian senyawa antijamur yaitu fungistatik dan

fungisidal. Fungistatik merupakan suatu senyawa yang dapat menghambat

pertumbuhan fungi, sedangkan fungisidal bisa membunuh fungi.

Berdasarkan Rahayu (2013) , terdapat mekanisme antijamur, sebagai

berikut:

a) Gangguan terhadap membran sel

Akibat ergosterol yang terganggu dalam sel jamur, sehingga

komponen sterol bisa terserang antibiotik turunan polien, selanjutnya ion

kalium, fosfat, anorganik, asam karboksilat, eter fosfat, maupun asam

amino akan keluar, dan terjadilah kematian terhadap sel jamur, misalnya

Amforterisin B, Kandisidin, dan Nistatin.

b) Terhambatnya sintesis asam nukleat serta protein jamur

Turunan pirimidin adalah sebab dari mekanisme tersebut. Lalu

turunan pirimidin terjadi karena metabolisme dalam sel jamur

(antimetabolit). Dan Antimetabolit akan menyatu pada asam ribonukleat,

akhirnya akan terjadi hambatan terhadap sintesis asam nukleat maupun

protein jamur.

c) Adanya hambatan biosintesis ergosterol terhadap sel jamur

Akibat dari mekanisme tersebut adalah senyawa turunan imidazol,

sehingga mengakibatkan tidak teraturnya membran sitoplasma pada fungi.


12

kematian pada sel jamur diakibatkan karena berubahnya permeabilitas

membran maupun fungsinya, sehingga tidak seimbang metabolik pada

proses pertumbuhan, misalnya Klortimazol, Mikonazol, Bifonazol, dan

Ketokonazol (Siswandono dan Soekardjo, 2000).

d) Terhambatnya mitosis jamur

Antibiotik Griseofulfin yaitu dapat mengikat protein mikrotubulin

terhadap sel, kemudian akan merusak struktur serta akan berhenti metafase

terhadap pembelahan sel jamur (Jawetz et al., 2005).

Gambar 2.4 Mekanisme Kerja Antijamur (Rahayu, 2013).

2.1.1 Aktivitas Senyawa-Senyawa Antimikroba

Pada beberapa jenis metabolit sekunder yang telah dihasilkan oleh

kapang endofit merupakan senyawa antimikroba (Radji, 2005). Beberapa

senyawa antimikroba yang didapatkan yaitu alkaloid merupakan suatu

senyawa yang memiliki sifat antimikroba, kemudian bisa menghambat

esterase, respirasi sel, sebagaiserta sebagai aktivator kuat terhadap imun

yang dapat menghancurkan bakteri, jamur, dan lainnya (Gholib, 2009).

Triterpenoid serta steroid merupakan senyawa bioaktif yang berguna

sebagai antijamur dengan melalui membran sitoplasma maupun


13

mengganggu pertumbuhan dan perkembangan spora jamur (Lutfiyanti et

al., 2012).

pada antimikroba flavonoid, dapat membentuk senyawa yang

kompleks terhadap protein ekstraseluler yang dapat mengganggu integritas

terhadap jamur, bakteri dan lain sebagainya pada saat golongan fenolik

merusak lipid terhadap membran plasma, sehingga isi sel keluar (Pratiwi,

2008). Steroid yaitu golongan lipid yang termasuk dalam senyawa jenuh

(Siklopentanoperhidrofenantrena) serta mempunyai inti serta 3 cincin

sikloheksana dan terdapat 1 cincin silopektana (Mutammima, 2017).

2.4 Pelarut Ekstraksi

Pelarut merupakan benda gas maupun cair yang bisa melarutkan

benda cair, gas, serta padat sehingga bisa menghasilkan suatu larutan,

pelarut memiliki titik didih yang rendah, dapat meninggalkan substansi

yang terlarut, dan dapat menguap. Pelarut digunakan pada jumlah yang

lebih besar daripada jumlah zat yang dilarutkan (Irawan, 2010). Untuk

proses ekstraksi pelarut maka zat aktif yang terdapat pada simplisia harus

tepat agar bisa ditarik keluar zat aktif tersebut (Saifudin, 2014).
14

Tabel 2.1 Beberapa sifat pelarut berdasarkan tingkat kelarutan dalam air,
titik didih dan konstanta dielektrikum (Saifudin, 2014).
Jenis pelarut Tingkat kelarutan Titik didih (oC) Konstanta
dalam air dielektrikum
Heksana Tidak larut 69 2.0
Kloroform Sedikit 61 4.8
Etil asetat Sedikit 77 6.0
Butanol Sedikit 118 18
Aseton Larut dalam 56 21
berbagai proporsi
Metanol Larut dalam 65 33
berbagai proporsi
Air Larut dalam 100 80
berbagai proporsi

Jika dilihat dari tabel diatas maka semakin rendah nilai titik didih

maka pada kelarutan dan konstanta dielektrikum akan membuat pelarut

bersifat non polar, namun semakin tinggi nilai titik didih maka kelarutan

pada air dan konstanta dielektrikum akan membuat pelarut bersifat polar

(Saifudin, 2014).

2.5 Pengertian Ekstraksi

Ekstraksi merupakan metode yang digunakan untuk memisahkan

larutan yang didasarkan pada sifat kelarutan maupun kepolaran. Larutan

hasil dari bahan

yang diekstrak bersifat non polar dengan cara memisahkan larutan yaitu

dengan metode pemanasan dan pelarut tertentu (Depkes RI, 2000).

Beberapa macam ekstraksi sebagai berikut:

a. Ekstraksi Maserasi

Maserasi yaitu termasuk dalam metode ekstraksi sederhana

menggunakan pelarut, serta dilakukan beberapa kali pengadukan.

Maserasi mebutuhkan suhu ruangan selama 3x 24 jam,serta


15

perbandingan antara jumlah pelarut dan simplisia dapat mempengaruhi

hasil yang diperoleh (Depkes RI, 2000).

b. Ekstraksi Infusa

Metode infusa yaitu ekstraksi dengan pelarut air, waktunya 15-

20 menit, terhadap suhu 90˚C (Husniah, 2016). Metode infusa serta

rebusan memiliki prinsip yang sama dengan maserasi, kemudian

dilakukan rendaman terhadap air dingin, serta rebus keduanya, namun

pada waktu yang diperlukan infusa lebih pendek, dan sampel rebusan

terdapat dalam volume tertentu (Handa, 2008).

c. Ekstraksi Soxhletasi

Soxhletasi adalah metode yang memisahkan komponen dari zat

padat, dilakukan dengan cara berulang, sehingga zat yang diharapkan

dapat terisolasi, soxhletasi dilakukan dengan memanaskan sampel,

sehingga uap dari pelarut dapat tercampur, dan pada saat pelarut

mengalir ke bawah, selanjutnya pelarut akan naik keatas (Mukhriani,

2014).

d. Ekstraksi Destilasi Uap

Destilasi uap yaitu metode ekstraksi yang digunakan untuk

memisahkan minyak esensial, caranya yaitu dengan melakukan

pemanasan, kemudian bahan yang dipanaskan tidak akan saling

bercampur, untuk hasil yang diperoleh maka diletakkan pada wadah

yang telah terhubung dengan kondensor (Seidel et al., 2006).


16

2.6 Kerangka Konsep

Berikut ini merupakan kerangka konsep daun belimbing wuluh

(Averrhoa bilimbi L.) yaitu:

Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa


Bilimbi. L)

Gambar 2.5 Kerangka konsep


17

2.1 Hipotesis

Berikut ini merupakan hipotesis daun belimbing wuluh (Averrhoa

bilimbi L.) yaitu:

H0 : Tidak terdapat perbedaan pengaruh daun belimbing wuluh (Averrhoa

bilimbi L.) terhadap jamur Pityrosporum ovale pada konsentrasi

20%, 40%, 60%, 80%, 100% dengan metode infusa dan maserasi.

H1: Terdapat perbedaan pengaruh daun belimbing wuluh (Averrhoa

bilimbi L.) terhadap jamur Pityrosporum ovale pada konsentrasi

20%, 40%, 60%, 80%, 100% dengan metode infusa dan maserasi.
18
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

eksperimental laboratorik yaitu penelitian tentang pengaruh daun

belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dengan metode infusa dan

maserasi terhadap jamur Pityrosporum ovale.

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian

3.2.1 Populasi Penelitian

Pada populasi penelitian ini menggunakan daun belimbing wuluh

(Averrhoa bilimbi L.) yang diperoleh dari Desa Rame Pilang Kecamatan

Wonoayu Kabupaten Sidoarjo.

3.2.2 Populasi Mikroba Uji Penelitian

Pada penelitian ini menggunakan jamur Pityrosporum ovale.

Koloni yang diperoleh dari Balai Besar Laboratorium Kesehatan

Surabaya.

3.2.3 Sampel Penelitian

Pada penelitian ini diperlukan sampel uji, yaitu daun belimbing

wuluh (Averrhoa bilimbi L.) yang segar, berwarna hijau, berbentuk

majemuk dan menyirip. Rumus pengulangan dalam penelitian ini

menggunakan Federer, yaitu:

( t – 1 ) ( n – 1 ) ≥ 15

Keterangan: t: Jumlah perlakuan

18
n: Jumlah pengulangan
( t – 1 ) ( n – 1 ) ≥ 15

( 8 - 1 ) ( 8 - 1 ) ≥ 15

7 n – 7 ≥ 15

7 n ≥ 15 + 7

22
n>
7

= 3,14

≈3

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari-Mei 2020 di

Laboratorium Bakteriologi, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. Proses

rotary vacuum evaporator dan uji fitokimia bertempat di Universitas

Negeri Surabaya.

3.4 Alat dan Bahan Penelitian

3.4.1 Alat yang digunakan

Alat yang digunakan dalam penelitian Alat Pelindung Diri (APD),

gelas beaker, erlenmeyer, batang pengaduk, sendok zat, gelas ukur, pipet

tetes, obyek glass, cawan petri, tabung reaksi, rak tabung reaksi, pipet

maat, bulb, ose loop, ose jarum, kaki tiga dan kasa, pembakar spiritus,

pinset, inkubator, lemari pendingin, laminar air flow, corong, timbangan

analitik, kapas, tissue, jangka sorong, bejana, cover glass, blender, rotary

vacuum evaporator, blender, swab steril, autoklaf, dan kaca arloji.

19
3.4.2 Bahan yang digunakan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu biakan jamur

Pityrosporum ovale, daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.), akuades

steril, pewarna LCB (Lactophenol Cotton Blue), media SDA (Saboraud

Dextrose Agar), etanol 70%, NaCl 0,9%, Alkohol 70%, kloramfenikol,

kertas cakram (blank disk), BaCl2 1%, Mc Farland (0,5), H2SO4 1%.

Kloramfenikol, ketokonazole, wrapcling, kain saring, koran, korek api, dan

plastik.

3.4.3 Variable Penelitian

1. Variabel independent (bebas)

Pada penelitian ini variable bebasnya yaitu konsentrasi ekstrak belimbing

wuluh metode infusa serta maserasi, jamur Pityrosporum ovale.

2. Variabel dependent (terikat)

Pada penelitian ini variable terikatnya yaitu diameter daya hambat

dengan megukur zona bening terhadap pertumbuhan jamur

Pityrosporum ovale.

3. Variabel kontrol

Pada penelitian ini variable kontrolnya yang dapat mempengaruhi

pemeriksaan, meliputi: waktu inkubasi, suhu, media, dan sterilisasi.

3.5 Tahap Penelitian

Mengidentifikasi tanaman yang akan diteliti ke Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia yang bertempat di Purwodadi Pasuruan, sehingga

dapat dipastikan bahwa Tanaman yang akan uji benar tanaman belimbing

wuluh (Averrhoa bilimbi L.).

20
3.5.1 Pembuatan Simplisia Daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.)

a. Pembuatann maserasi daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.)

Daun belimbing wuluh dipetik, dicuci dengan air serta tiriskan,

ditimbang sebanyak 4,25 kg, dan keringkan tidak menggunakan sinar

matahari secara langsung, untuk pembuatan serbuk yaitu dengan cara

simplisia daun belimbing wuluh diblender, kemudian diayak hingga

diperoleh serbuk. Ekstraksi serbuk daun belimbing wuluh ditimbang

sebanyak 500 gram, selanjutnya diletakkan pada wadah stainless,

ditambahkan 600 ml etanol 70%, dilakukan pengadukan sekali setiap 24

jam, proses perendaman dilakukan selama 3x24 jam, kemudian hasil

maserasi diuapkan dengan rotary vacuum evaporator untuk memperoleh

ekstrak etanol kental. Berikut ini proses rumus pembuatan ekstrak daun

belimbing wuluh:

V1 x N1= V2 x N2

Beberapa cara pembuatan ekstrak daun belimbing wuluh sebagai berikut:

1. Konsentrasi 20% : sebanyak 2 gram ekstrak daun belimbing wuluh

ditambah 8 ml aquades

2. Konsentrasi 40% : sebanyak 4 gram ekstrak daun belimbing wuluh

ditambah 6 ml aquades

3. Konsentrasi 60% : sebanyak 6 gram ekstrak daun belimbing wuluh

ditambah 4 ml aquades

5. Konsentrasi 80% : sebanyak 8 gram ekstrak daun belimbing wuluh

21
ditambah 2 ml aquades

6. Konsentrasi 100% : sebanyak 10 gram ekstrak daun belimbing wuluh

ditambah 1 ml aquades

Berdasarkan konsentrasi yang telah dibuat, selanjutnya blank disk

yang direndam pada ekstrak daun belimbing wuluh sekitar 10 menit,

kemudian diangin sampai cairan yang menetes hilang (Hermawati et al.,

2014 ).

b. Pembuatan Infusa Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.)

Daun belimbing wuluh yang telah dipetik dan dibersihkan dari

kotoran, dicuci dengan air sampai bersih dan ditiriskan, kemudian

dipotong kecil-kecil dan ditimbang sebanyak 200 gram, selanjutnya

panaskan air dan masukkan sampel, di proses dalam waktu 15 menit

dengan suhu 90°C, serta sesekali dilakukan pengadukan, kemudian

disaring sehingga diperoleh konsentrasi ekstrak air dari daun belimbing

wuluh (Averrhoa bilimbi L.) (Khafidhoh et al., 2015).

3.5.2 Pembuatan Media Dan Reagensia

a. Pembuatan media SDA

Media SDA (Saboraud Dextrose Agar) yaitu digunakan untuk media

pertumbuhan jamur, cara membuat media SDA, terlebih dahulu

menimbang 14,645 gram dalam 225 ml aquadest, kemudian letakkan di

erlenmeyer, selanjutnya cek pH (5,5), ditambahkan kloramfenikol dan

dipanaskan di atas bunsen serta homogenkan, di masukkan ke dalam

autoklave agar steril, waktunya 15 menit, dengan suhu 121˚C

(Suryaningrum, 2011).

22
b. Tahap Perbanyakan Jamur Pada Media SDA

Jamur Pityrosporum ovale yang telah didapatkan dari RSUD Dr.

Soetomo Surabaya dikultur kembali, sebelumnya media SDA yang telah

siap lalu ditanami jamur, caranya dengan menggunakan ose kait

dimasukkan kedalam tabung yang

berisi jamur, kemudian ambil sedikit dan goreskan pada media SDA,

selanjutnya diinkubasi, suhu yang diperlukan 25-27°C, selama 12 hari

(Suryaningrum, 2011).

c. Pembuatan Standart Mc Farland 0,5 dan Suspensi Jamur

Pembuatan suspensi jamur dilakukan menggunakan perbandingan

dengan standart MC Farland 0,5 kemudian diperlukan sebanyak 9,9 ml

larutan H2SO4 1% dan ditambahkan kedalam tabung reaksi yang berisi 0,1

ml larutan BaCl2 1%, selanjutnya homogenkan sampai terbentuk larutan

yang keruh, standart kekeruhan larutan yang digunakan adalah Mc Farland

0,5 (Noverita, 2014).

d. Penanaman Jamur Pityrosporum ovale Pada Media SDA dan Ekstrak

Melakukan penanaman jamur Pityrosporum ovale pada media SDA

(Saboraud dextrose agar) lalu ditutup menggunakan wrip cling dan diinkubasi

selama 12 hari. Kemudian dilakukan perendaman blank disk pada ekstrak

yang telah disediakan sesuai dengan konsentrasi yang digunakan yaitu

20%, 40%, 60%, 80%, 100% dan ditunggu selama 1 jam, selanjutnya

media yang telah di streak jamur Pityrosporum ovale lalu diberikan

beberapa blank disk yang sebelumnya telah didiamkan selama 1 jam dan

setelah pemberian blank disk maka ditunggu selama 2 jam.

23
e. Pengukuran Zona Bening Maupun Zona Hambat Dengan Rumus hitung

Pada penelitian ini, untuk kontrol positif menggunakan ketokonazol,

sedangkan untuk kontrol negatif menggunakan aquadest (Katili et al,

2020). Tujuan dari DDH (Diameter daya hambat) dilakukan pada daun

belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dengan menggunakan konsentrasi

20%, 40%, 60%, 80%, 100% dan ketokonazol 2%. Pengukuran DDH

(Diameter daya hambat) dimulai dari vertikal, horizontal maupun diagonal

lalu dijumlah dan dirata-rata, jangka sorong

digunakan untuk mengukur zona bening, pada aktifitas antijamur ditunjukkan

oleh terbentuknya zona bening (Hartono, 2012).

Rumus perhitungan: dv+dh+dd


3
Keterangan:

dv: Diameter vertikal

dh: Diameter horizontal

dd: Diameter diagonal

3.6 Uji Fitokimia

Uji fitokimia adalah deteksi senyawa pada tumbuhan berdasarkan

golongannya untuk informasi awal dalam mengetahui golongan senyawa

kimia yang terdapat pada aktivitas biologi dari tanaman, uji fitokimia

dilakukan untuk menguji adanya senyawa aktif yang berada pada

belimbing wuluh (Avherroa bilimbi L.), pada penelitian digunakan uji

metode sederhana, menggunakan alat yang sederhana, waktu yang singkat

serta pereaksi yang digunakan sesuai (Putri, 2014). Menurut Rohmah et al

(2018), prosedur uji fitokimia yaitu:

24
a. Alkaloid

Pada masing-masing tabung reaksi diperlukan sekitar 1 ml estrak

ditambahkan dengan kloroform dan NH3 kemudian dilakukan pemanasan

di atas penangas air. Selanjutnya ditambahkan 1 tetes H 2SO4. Pada tabung

pertama ditambahkan pereaksi mayer, tabung dua ditambahkan pereaksi

wegner, dan untuk tabung ketiga ditambahkan pereaksi dragendroff.

b. Flavonoid

Pada tabung reaksi diperlukan sekitar 1 ml ekstrak dan ditambahkan

ke dalam 3 ml etanol 70% lalu dihomogenkan, kemudian dipanaskan dan

di homogenkan kembali serta disaring (ambil filtratnya). Pada filtrat

ditambahkan serbuk magnesium sekitar 0,1 gram dan 3 tetes HCl pekat.

Jika positif maka akan berwarna merah bata.

c. Saponin

Pada tabung reaksi diperlukan sekitar 1 ml ekstrak lalu ditambahkan

0 ml aquadest kemudian dipanaskan ke dalam penangas air. Ditunggu

tercampur selama 15 menit (terdapat busa atau tidak terdapat busa).

d. Triterpenoid

Pada tabung reaksi diperlukan sekitar 1 ml ekstrak maserasi lalu

ditambahkan 2 ml kloroform dan 3 ml H2SO4 pekat. Jika positif akan

terbentuk warna merah kecoklatan.

e. Steroid

Pada tabung reaksi diperlukan sekitar 1 ml sampel, ditambahkan 3

ml etanol 70% serta 2 ml H2SO4 pekat dan CH3COOH. Jika positif akan

terbentuk warna ungu kebiruan maupun kehijauan.

25
f. Tanin

Ekstrak etanol daun belimbing wuluh sekitar 1 ml, kemudian

dilakukan pemanasan beberapa menit, ditambahkan beberapa tetes FeCl3.

Jika positif akan terbentuk warna coklat kehijauan maupun ungu

kehitaman.

g. Fenolik

Pada tabung diperlukan sekitar 1 ml sampel, ditambahkan NaCl 1%

serta gelatin 10%. Jika positif akan terbentuk endapan berwarna putih.

3.7 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian adalah

pengukuran secara kuantitatif dengan cara eksperimen, sehingga diperoleh

data, dengan cara pengumpulan data agar memudahkan dalam memperoleh

data. Data yang dperoleh dari pengukuran zona hambat dari ekstrak daun

belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) yang terbentuk dari jamur

Pityrosporum ovale.

Data yang diperoleh dari hasil pengukuran daya hambat, terdapat


pada tabel berikut:

Tabel 3.1 Diameter daya hambat (mm)

Pengulangan
konsentrasi 1 2 3
Kontrol + (Ketokonazol)
Kontrol – (0%)
20%
40%
60%
80%
100%

3.1 Alur Penelitian

26
Berikut ini merupakan alur penelitian daun belimbing wuluh

(Averrhoa bilimbi L.) yaitu:

Pemilihan Daun Belimbing Wuluh


(Averrhoa bilimbi L.)

Pembuatan Ekstrak Daun


Belimbing Wuluh
(Averrhoa bilimbi L.)

Infusadengankonsentrasi 20%, Maserasi dengan konsentrasi


40%, 60%, 80%, 100%, 20%, 40%, 60%, 80%, 100%,
K+, dan K- K+, dan K-

Metode difusi

Perhitungan diameter
zona bening

Analisis Data

Gambar 3.2 Alur Penelitian

27
3.1 Teknik Analisis Data

Analisis deskriptif yaitu menjadi suatu gambaran data yang diteliti

secara kualitatif maupun kuantitatif. Dimuat dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 3.3 Hasil fitokimia ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.)

Senyawa Warna Hasil

Alkaloid

Flavonoid

Tanin

Triterpenoid

Steroid

Saponin

Fenolik

Secara kuantitatif dilakukan uji statistika menggunakan SPSS. Metode yang

digunakan anova two way, sebelumnya telah dilakukan uji normalitas dan

homogenitas dengan menggunakan confident level 95%. Jika uji normalitas p > 0,05%

maka terdistribusi normal dan dilanjutkan uji parametrik (uji anova one way),

selanjutnya dilakukan uji post hoc. Sedangkan jika p < 0,05 maka tidak dapat

terdistribusi normal uji non parametrik), dan dilanjutkan dengan uji kruskal-wallis

untuk mengetahui perbedaan yang signifikan antar variabel., kemudian

dilakukan uji man whitney yang bertujuan untuk membandingkan signifikasi

antar kelompok.

28
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pembuatan Ekstraksi

Pembuatan ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.)

menggunakan metode maserasi, pada metode ini dihasilkan ekstrak

kental atau pekat, metode maserasi yaitu suatu teknik pengambilan sari-

sari dan minyak, baik berasal dari tumbuhan maupun hewan, teknik ini

dapat dikatakan sederhana karena bahan yang akan digunakan hanya

direndam dalam pelarut, kemudian bisa didiamkan selama 3x24 jam

serta sesekali dilakukan pengadukan (Mukhriani, 2014).

Maserasi dilakukan dengan mengumpulkan daun belimbing

wuluh yang masih segar dan berwarna hijau muda, selanjutnya daun

belimbing wuluh yang masih segar ditimbang sebanyak 4,25 kg, dan

dipisah antara daun dengan tangkainya, lalu dikeringkan tanpa bantuan

sinar matahari secara langsung agar tidak merusak senyawa aktif yang

telah terkandung pada daun belimbing wuluh, yang terakhir yakni daun

yang telah kering di blender hingga menjadi serbuk, dan ditimbang

kembali sebanyak 500 gram simplisia

a b c
Gambar 4.1 Proses ekstraksi daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.)

29
(a) daun belimbing wuluh segar, (b) proses maserasi, (c) proses infusa.
(Dokumen pribadi, 2020).

Selanjutnya serbuk dimaserasi dengan menggunakan pelarut etanol 70% dengan

perbandingan 1:2 yaitu sebanyak 500 gram serbuk dan 700 ml etanol.

Etanol merupakan pelarut yang memiliki sifat polar, sehingga secara

kualitatif bisa menarik senyawa metabolit sekunder terhadap aktivitas antijamur,

misalnya flavonoid, alkoloid, fenol, tanin, serta saponin. Tetapi tidak banyak

diperoleh senyawa yang dapat diketahui secara kualitatif (Tedjo, 2015). Hasil dari

maserasi lalu diuapkan menggunakan alat rotary vacumm evaporator sehingga

dapat diperoleh ekstrak pekat dari daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.)

sebanyak 150 gram, kemudian dihitung perendaman ekstrak yang didapatkan.

Tabel 4.1 perhitungan persen rendaman

Pelaru Serbuk + Warna Warna Berat Rendema


t Pelarut Filtrate Ekstrak Ekstrak n
Pekat Pekat

Etanol 500 ml +700 Hijau Hijau Tua 150 Gram 30%


ml Tua Pekat

Tabel 4.1 diatas menunjukkan hasil % rendeman diperoleh

ekstrak daun belimbing wuluh sebanyak 30%, apabila nilai rendeman

semakin tinggi, maka ekstraksi yang dilakukan semakin efisien, dan jika

hasil rendeman semakin besar, maka zat aktif akan banyak yang

terkandung didalam daun belimbing wuluh (Dewatisari, 2017). Dari

hasil uji fitokimia, maka diperoleh zat aktif yang terkandung dalam

daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) yaitu alkaloid, flavonoid,

saponin, steroid, triterpenoid, fenolik, dan tanin (Data Primer, 2020).

30
Pada penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pada daun belimbing

wuluh mengandung senyawa flavonoid, saponin, maupun tanin (Hayati

et al., 2010).

Sedangkan pada pembuatan ekstrak daun belimbing wuluh

(Averrhoa bilimbi L.) menggunakan metode infusa, pada penelitian ini

yang dimaksud dengan metode infusa yaitu suatu ekstraksi dengan

menggunakan pelarut air, dan waktunya sekitar 15-20 menit, dengan

menggunakan suhu sekitar 90˚C (Husniah, 2016).

Infusa dilakukan dengan mengumpulkan daun belimbing wuluh

(Averrhoa bilimbi L.), selanjutnya daun belimbing yang telah dipotong

kecil-kecil lalu ditimbang sebanyak 200 gram, lalu dilakukan perebusan

dan sebelumnya telah ditambahkan pelarut akuades sebanyak 200 ml,

ditunggu selama 15-20 menit, kemudian disaring sehingga didapatkan

ekstrak air daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.).

Tabel 4.2 Hasil proses ekstraksi infusa

Pelarut Sampel Warna Berat Rendema


kering + Filtrate Ekstrak n
Pelarut Pekat

Akuade 200 ml + 200 Hijau 200 gram 30%


s ml muda

Tabel 4.2 diatas menunjukkan hasil % rendeman yang diperoleh

pada ekstrak daun belimbing wuluh sebanyak 100%. Metode ekstraksi

maserasi yaitu metode sederhana yang sering digunakan, Dengan cara

memasukkan serbuk tanaman dan pelarut yang sesuai (Mukhriani,

2014). Kelebihan metode ini yaitu termasuk metode yang mudah serta

31
sederhana. Adanya pemilihan pelarut yang digunakan dalam proses

perendaman sangat penting, pada metode ini membutuhkan pemanasan

dan suhu yang tinggi, namun waktunya yang dibutuhkan cukup lama

(Putra et al., 2014). Pada seluruh alkaloida mengndung paling sedikit

satu atom nitrogen (bersifat basa) dan sebagian besar atom nitroge

termasuk pada bagian cincin heterosiklik (Lenny, 2006).

Metode ekstrak infusa merupakan ekstraksi yang menggunakan

pelarut dengan pemanasan suhu 90°C (Isnawati, 2018). Kelebihan dari

penggunaan metode infundasi yaitu unit alat yang digunakan sederhana,

sehingga biaya operasional yang dibutuhkan juga relatif rendah,

sedangkan untuk kerugian metode ini yaitu beberapa zat yang tertarik

akan mengendap kembali, jika telah dingin kelarutannya. Dan tidak

untuk mengekstraki senyawa atau simplisia yang tidak kuat dengan

panas (Ansel, 2005).

4.2 Hasil Uji Kualitatif Fitokimia

Hasil uji fitokimia ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa

bilimbi L.)

Terdapat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.3 Hasil uji fitokimia ekstrak daun belimbing wuluh


(Averrhoa bilimbi L.) (Data Primer, 2020).

Uji Pereaksi Pengamatan Hasil (+) / (-)


Fitokimia Infusa Maserasi
Alkaloid Mayer Endapan jingga + +
Wagner Endapan coklat + +
Dragendrof Endapan putih + +
Flavonoid Mg + HCl Pekat + Etanol Warna merah + +
Saponin - Adanya busa + +
stabil
Steroid Liebermann-Burchard Ungu ke - +

32
biru/hijau
Triterpenoid Kloroform+H2SO4 Pekat Merah + +
kecoklatan
Fenolik NaCl 10% + Gelatin 1% Endapan putih + +
Tanin FeCl3 1% Ungu + +
kehitaman
Keterangan:
(+) : Hasil positif, terdapat kandungan senyawa pada daun belimbing wuluh
(Averrhoa bilimbi L.)
(-) : Hasil negatif, tidak terdapat kandungan senyawa daun belimbing wuluh
(Averrhoa bilimbi L.)

Pengujian secara kualitatif pada uji fitokimia senyawa alkaloid

dilakukan dengan 3 macam pereaksi, yakni meliputi pereaksi mayer,

wagner serta Dragendrof. Selanjutnya sediakan 3 tabung, dan pada

masing-masing tabung diisi dengan 1 ml sampel, 1ml kloroform, dan 1

ml NH3, kemudian dilakukan pemanasan diatas penangas air, dikocok

serta disaring, untuk filtrat yang telah diperoleh, maka tambahkan 3

tetes H2SO4 2N, dan dihomogenkan, lalu didiamkan beberapa menit

sehingga terpisah, untuk bagian atasnya tambahkan 1ml pereaksi Mayer,

Wagner maupun Dragendrof. Apabila telah terbentuk suatu endapan

berwarna jingga, cokelat, dan putih, jika terbentuk berarti terdapat

senyawa alkaloid. Hasil uji fitokimia infusa dan maserasi pada daun

belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) pada pereaksi mayer, wagner,

maupun Dragendrof positif yang berarti terdapat senyawa alkaloid.

Senyawa alkaloid dapat dikatakan bahwa bisa menghambat

pertumbuhan jamur pityrosporum ovale dan kapang lainnya dikarenakan

dapat menghambat biosintesis asam nukleat (Kusumaningtyas et al.,

2008). Dan Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang

terbanyak ditemukan di alam. Hampir seluruh alkaloid berasal dari

33
tumbuh-tumbuhan hanya satu atau dua famili dari jamur saja yang

mengandung alkaloid (Widodo, 2007).

Kemudian uji senyawa flavonoid, pengujian ini membutuhkan

1 ml sampel uji, lalu ditambahkan dengan 3 ml etanol 70%, serta bubuk

Mg sepucuk, maupun 2 tetes HCl pekat. Apabila telah terbentuk warna

merah maka artinya terdapat senyawa flavonoid, Hasil uji fitokimia

infusa dan maserasi pada daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.)

membentuk warna merah sehingga artinya terdapat senyawa flavonoid.

Pada antijamur, maka senyawa flavonoid dapat mendenaturasi protein,

serta mengganggu terhadap lapisan pada lipid, sehingga dapat

menyebabkan dinding sel rusak. Selanjutnya zat yang mudah larut dapat

merusak terhadap membran sel jamur kemudian pada senyawa

intraseluler akan keluar (Nuria, 2009). Flavonoid dapat bekerja untuk

antijamur dikarenakan penghambatan transpor elektron yang bisa

menyebabkan pengurangan potensial terhadap mitokondria (Komala et

al., 2019).

Uji senyawa saponin, tidak menggunakan pereaksi, dan sampel

dipanaskan dengan akuades lalu didinginkan, lalu dikocok kuat, apabila

hasil positif maka akan terbentuk busa dan didalamnya dapat

mengandung saponin. Hasil uji fitokimia infusa dan maserasi pada daun

belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) membentuk busa sehingga dapat

diartikan bahwa memiliki kandungan saponin didalamnya. Saponin

mempunyai efek antjamur dan antibakteri, pada efek antijamur dapat

terganggu dikarenakan gugus monosakarida serta pada turunan saponin

34
yang difungsikan terhadap diterjen (Febriani, 2014). Selanjutnya pada

senyawa saponin sebagain antijamur dapat menyebabkan sel mikroba

lisis sehingga pada stabilitas selnya dapat terganggu (Wulansari, 2009).

Uji senyawa steroid, menggunakan pereaksi Libermann-

Burchard. Sebanyak 1 ml sampel, lalu ditambah 3 ml etanol 70%, dan 2

ml H2SO4 pekat, maupun 2 ml CH3COOH. Hasil positif akan

membentuk warna ungu ke biru atau hijau. Hasil uji fitokimia maserasi

pada daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) membentuk warna

sedikit kehijaun, artinya mengandung senyawa steroid. Sedangkan

infusa pada daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) tidak terbentuk

warna sehingga hasilnya negatif. Pada senyawa steroid difungsikan

untuk antijamur dalam menghambat pertumbuhan jamur, dapat melalui

membran sitoplasma maupun perkembangan pada spora jamur dapat

terganggu (Ismaini, 2011). Pada infusa daun belimbing wuluh diperoleh

hasil negatif yang dapat mempengaruhi hasil penelitian karena biasanya

pada senyawa steroid mempunyai potensi sebagai antijamur dalam

menghambat pembentukan ergosterol, digunakan sebagai komponen

plasma maupun memiliki peranan dalam pembentukan kitin serta

termasuk dalam komponen polisakarida terhadap dinding sel

(Kurniawan, 2014). Steroid negatif karena tidak terjadi perubahan

warna, tetap berwarna hijau, jika positif maka akan berubah warna

menjadi biru kehijauan, ketika filtrat ditetesi dengan asetat anhidrat,

namun pada saat ditetesi H2SO4 pekat terjadi perubahan warna menjadi

kuning kehijauan (Yunita et al, 2009).

35
Selanjutnya uji senyawa triterpenoid, menggunakan 1 ml

sampel, ditambahkan 3 ml etanol 70%, dan 2 ml H2SO4 pekat, jika

positif akan terbentuk warna merah kecoklatan. Hasil uji fitokimia

infusa dan maserasi daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.)

membentuk warna merah kecoklatan, maka dapat diartikan mengandung

senyawa triterpenoid. Pada senyawa titerpenoid yaitu dapat

menghambat antijamur disebabkan karena mekanisme bisa menurunkan

permeabilitas terhadap membran mikroorganisme tersebut (Komala,

2019). Pada senyawa titerpenoid dapat dikaitkan dengan molekul

protein serta lipid, maka dapat mengakibatkan fungsi pada fisiologis

protein terhadap membran sel serta protein enzim tidak memiliki

pengaruh (Trisetyo et al., 2015).

Uji senyawa fenolik, menggunakan 1 ml sampel, ditambahkan

denga NaCl 1%, dan gelatin 10%, jika positif akan terbentuk endapan

berwarna putih. Hasil uji fitokimia infusa dan maserasi daun belimbing

wuluh (Averrhoa bilimbi L.) membentuk endapan berwarna putih

sehingga mengandung senyawa fenolik didalamnya. Pada senyawa fenol

dapat bekerja dengan mendenaturasi protein sel maupun membran sel

dan senyawa ini mempunyai sifat fungistatik (Putri et al, 2014).

Kemudian kadar tinggi pada senyawa fenol dapat disebabkan oleh

koagulasi protein sel maupun membran sel yang dapat lisis (Permatasari

et al., 2010).

Kemudian uji senyawa tanin. Menggunakan pereaksi FeCl 1%.

lalu 1 ml Sampel uji dipanaskan diatas penangas air, selanjutnya

36
disaring, dan filtrate yang telah didapatkan ditambah 2-3 tetes pereaksi.

Hasil positif akan terbentuk warna coklat kehijauan maupun biru

kehitaman maka terdapat senyawa tanin. Hasil uji fitokimia infusa dan

maserasi daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) membentuk

warna coklat kehijauan maupun biru kehitaman maka artinya terdapat

senyawa tanin. Pada senyawa tanin dapat menghambat sintesis kitin

yakni sebagai pembentukan dinding sel terhadap jamur serta dapat

menghambat pertumbuhan jamur yang disebabkan oleh rusaknya

membran sel (Christoper et al., 2017). Tanin yaitu senyawa yang

mempunyai sifat lipofilik (Wattson dan Preedy, 2007).

4.3 Hasil Identifikasi Karakteristik Jamur Pityrosporum ovale

Sampel jamur yang digunakan yaitu Pityrosporum ovale yang didapatkan dari kultur

murni di RSUD Dr. Soetomo Surabaya yang terdapat di bagian Departemen

Mikologi, lalu jamur yang telah didapatkan dilakukan uji karakteristik jamur

secara makroskopis dan mikroskopis.

Tabel 4.4 Hasil uji karakteristik jamur Pityrosporum ovale


dengan menggunakan pewarnaan LCB (Lactophenol cotton blue).

Nama jamur Metode uji Hasil

Pityrosporum Pewarnaan dengan LCB Mikronokonidia berbentuk seperti

ovale tetesan air mata (clavate), dan

37
tidak ditemukan makronokonidia

Kultur pada media SDA Koloni berwarna puih dengan

(Saboraud dextrose agar) dasar media berbentuk pigmen

berwarna coklat kemerahan.

a b
Gambar 4.2 Gambaran jamur Pityrosporum ovale secara mikroskopis dengan
menggunakan perbesaran 40x menggunakan pewarnaan LCB (Lactophenol cotton
blue). (a) jamur Pityrosporum ovale diteliti pada RSUD Dr. Soetomo, (b) jamur
Pityrosporum ovale diteliti pada Laboratorium Bakteriologi Universitas
Muhammadiyah Sidoarjo (Dokumen pribadi, 2020).

Hasil identifikasi tumbuhan belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) di balai

konservasi tumbuhan kebun raya purwodadi (LIPI), sebagai berikurt:

Kingdom : Plantae

Division : Magnoliophyta

Class : Magnoliopsida

Ordo : Geraniales

Family : Oxalidacedae

Genus : Averrhoa

Species : Averrhoa bilimbi L.

4.2 Hasil Uji Daya Hambat Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.)

38
Uji efektivitas daya antifungi ekstrak daun belimbing wuluh

(Averrhoa bilimbi L.) terhadap pertumbuhan jamur Pityrosporum ovale

yang dilakukan secara in vitro, uji efektivitas yaitu pengujian untuk

mengetahui efektivitas maupun kemampuan dari obat baik secara alami

serta kimia. Selanjutnya setelah dilakukan penelitian, maka hasil yang

paling tinggi berada pada ekstrak maserasi terhadap jamur Pityrosporum

ovale dengan konsentrasi 100% yang memiliki diameter zona hambat

sebesar 28 mm.

Tabel 4.5 Pengukuran diameter daya hambat jamur

Pityrosporum ovale pada uji penelitian dengan metode maserasi

sebanyak 3 kali pengulangan.

Kelompok Pengulangan Rata-


No
perlakuan rata
1 2 3
Kontrol
1 30 30 30 30
positif
Kontrol
2 0 0 0 0
negatif
3 20% 0 0 0 0
4 40% 0 0 0 0
5 60% 0 0 0 0
6 80% 26 26 26 26
7 100% 28 28 28 28

Tabel 4.6 Pengukuran diameter daya hambat jamur

Pityrosporum ovale pada uji penelitian dengan metode infusa sebanyak

3 kali pengulangan

39
Kelompok Pengulangan Rata-
No
perlakuan rata
1 2 3
Kontrol
1 30 30 30 30
positif
Kontrol
2 0 0 0 0
negatif
3 20% 0 0 0 0
4 40% 0 0 0 0
5 60% 0 0 0 0
6 80% 17 17 17 17
7 100% 18 18 18 18

a b

c d
Gambar 4.3 Hasil uji ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.)
terhadap pertumbuhan jamur Pityrosporum ovale. (a) konsentrasi
20%, (b) konsentrasi 40%, (c) konsentrasi 60%, (d) kontrol negatif
(Dokumen pribadi, 2020).

Gambar 4.3 yang terdapat pada media SDA (Saboraud dextrose

agar) yang telah berisi paper disk ekstrak daun belimbing wuluh

(Averrhoa bilimbi L.) secara maserasi pada konsentrasi 20%, 40%, dan

60% tidak diperoleh daya hambat terhadap jamur Pityrosporum ovale.

40
Pada pengulangan pertama, kedua, maupun ketiga sama karena pada

sekitar paper disk masih ditumbuhi oleh jamur Pityrosporum ovale.

a b

c d
Gambar 4.4 Hasil uji ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.)
terhadap pertumbuhan jamur Pityrosporum ovale. (a) konsentrasi
20%, (b) konsentrasi 40%, (c) konsentrasi 60%, (d) kontrol negatif
(Dokumen pribadi, 2020).

Gambar 4.4 yang terdapat pada media SDA (Saboraud dextrose

agar) yang telah berisi paper disk ekstrak daun belimbing wuluh

(Averrhoa bilimbi L.) secara infusa pada konsentrasi 20%, 40%, dan

60% tidak diperoleh daya hambat terhadap jamur Pityrosporum ovale.

Pada pengulangan pertama, kedua, maupun ketiga sama karena pada

sekitar paper disk masih ditumbuhi oleh jamur Pityrosporum ovale.

Faktor yang dapat menyebabkan tidak terbentuknya zona hambat yaitu

faktor lingkungan, dimana tanaman belimbing wuluh tumbuh serta faktor

virulensi jamur, faktor lingkungan dapat mempengaruhi senyawa aktif dalam

tanaman seperti tempat untuk penanaman tanaman tersebut, sehingga dapat

mempengaruhi konsentrasi senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh

41
tanaman. Pada saat musim kemarau, maka akan kekurangan air yang akan

mengakibatkan peningkatan terhadap senyawa metabolit sekunder, misalnya

senyawa fenolik dan flavonoid (Ramakrishna et al., 2011).

Pengaruh lainnya yaitu dari intensitas cahaya matahari yang terlalu

banyak, sehingga dapat mempengaruhi konsentrasi maupun komposisi terhadap

senyawa aktif yang terkandung pada daun belimbing wuluh yakni meliputi

senyawa alkoloid, flavonoid, dan tanin (Cechinelfitho, 2012).

a b c
Gambar 4.5 Hasil positif uji ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.)
secara maserasi terhadap pertumbuhan jamur Pityrosporum ovale dan
kontrol positif ketokonazole. (a) media SDA yang berisi paper disk
positif dengan konsentrasi 80%, (b) media SDA yang berisi paper disk
positif dengan konsentrasi 100%, (c) media SDA yang berisi paper
disk kontrol positif ketokonazole terhadap jamur Pityrosporum ovale
(Dokumen pribadi, 2020).

a b c
Gambar 4.6 Hasil positif uji ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.)
secara infusa terhadap pertumbuhan jamur Pityrosporum ovale dan
kontrol positif ketokonazole. (a) media SDA yang berisi paper disk
positif dengan konsentrasi 80%, (b) media SDA yang berisi paper
disk positif dengan konsentrasi 100%, (c) media SDA yang berisi
paper disk kontrol positif ketokonazole terhadap jamur Pityrosporum
ovale (Dokumen pribadi, 2020).

42
Mekanisme ketokonazol dalam menghambat jamur yaitu dengan

diawali dalam menghambat sintesis lemak jamur, akhirnya komposisi

membran akan berubah sehingga dapat menyebabkan kematian sel,

kemudian ketokonazol dapat bekerja dalam mengambil nutrisi di tubuh

jamur, dan jamur akan kekurangan nutrisi serta sel akan mati (sholichah,

2010). Pada antijamur ketokonazol dapat menekan aktivitas terhadap

jamur, mekanisme penghambatannya dapat mempengaruhi enzim

dikarenakan biosintesis ergosterol yang terdapat pada jamur sehingga

dapat menyebabkan ketidakberaturan terhadap membran sel jamur,

caranya mengubah permeabilitas membran serta fungsi membran pada

proses pengangkutan dalam senyawa-senyawa esensial mengakibatkan

ketidak seimbangan terhadap metabolik (Tjay dan Rahardja, 2007).

4.3 Analisis Data

Pada pengukuran diameter zona hambat akan dilakukan suatu

pengujian statistik yaitu dengan uji Two Way ANOVA (Analisis of

Varian), dan tingkat kepercayaan 95% (p<0,05), untuk syarat uji

ANOVA maka data yang akan diuji harus terdistribusi normal. Sehingga

sebelum pengujian, data harus dimasukkan kedalam SPSS 16 lalu diuji

normalitas terlebih dahulu yakni Shapiro-Wilk dan uji homogenitas.

Dari hasil uji normalitas, maka dapat disimpulkan bahwa data

tidak terdistribusi secara normal, dikarenakan pada nilai signifikan yang

diperoleh kurang dari 0,05 yaitu .000. kemudian data akan dilanjutkan

kedalam uji non parametrik yakni dilakukan uji perbandingan

menggunakan ujj Kruskal-Wallis. Uji ini merupakan uji non parametrik

43
yang tujuannya untuk menentukan adanya perbedaan siginifikan secara

statistik antara dua atau lebih variabel independen maupun variabel

dependen. Dipilihnya uji ini dikarenakan untuk alternative, apabila salah

satu maupun seluruh data tidak terdistribusi normal. Sehingga pada uji

Kruskal-Wallis yaitu didapatkan nilai signifikan 1.000 > 0.05 maka

berarti tidak terdapat perbedaan yang signifikan diberbagai konsentrasi

ekstrak infusa maupun maserasi pada daun belimbing wuluh (Averrhoa

bilimbi L.) terhadap jamur Pityrosporum ovale.

44
45
45

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maupun pembahasan, maka dapat disimpulkan

bahwa ekstrak infusa maupun maserasi pada daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.)

pada konsentrasi 20%, 40%, 60%, dan kontrol negatif tidak memiliki pengaruh terhadap

pertumbuhan jamur Pityrosporum ovale. Sedangkan hasil positif pada konsentrasi 80%

dengan metode maserasi memiliki diameter zona hambat sekitar 26 mm, dan pada

konsentrasi 100% memiliki zona hambat 28 mm, kemudian pada metode infusa terdapat

hasil positif pada konsentrasi 80% dengan diameter zona hambat 17, serta pada

konsentrasi 100% memiliki zona hambat 18 mm, dan kontrol positif keduanya yang

menggunakan ketokonazol memiliki zona hambat 30 mm pada daun belimbing wuluh

(Averrhoa bilimbi L.) terhadap pertumbuhan jamur Pityrosporum ovale secara in vitro.

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan terhadap penelitian ini yaitu:

1. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut yaitu tentang pengaruh maupun efektivitas daun

belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) terhadap pertumbuhan jamur Pityrosporum

ovale, selain ekstrak juga bisa dengan menggunakan perasan.

2. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut dalam penggunaan obat kontrol positif, contohnya

flukonazole, itrakonazole, dan lainnya.

3. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut yaitu tentang pengaruh maupun efektivitas daun

belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) terhadap pertumbuhan jamur Pityrosporum

ovale, selain pelarut etanol, bisa juga menggunakan aseton, methanol, dan lainnya
46

DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, Sujono, T. A., & Sintowati, R. (2015). Uji Penghambatan


Ekstrak Buah Mengkudu (Morinda citrifolia) Terhadap Isolat
Jamur Penyebab Ketombe. Jurnal Seminar Nasional XII
Pendidikan Biologi FKIP UNS, 879-884. Retrieved from
https://media.neliti.com/media/175535-ID- none.pdf.

Anwar, P. A., Nasution, A. N., Nasution, S. W., Nasution, S. L. R.,


Kurniawan, H. M., Girsang, E. (2019). Uji Efektivitas Ekstrak
Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) Terhadap Pertumbuhan Jamur
Pityrosporum ovale Pada Ketombe. Jurnal Farmacia, 1(1), 32-
37.
Retrieved from https:// www. neliti. com/ publications/ 286688/
uji- efektivitas- ekstrak- daun- sirih-hijau.

Ardananurdin, A., Winarsih, S., & Widayat, M. (2004). Uji Efektifitas Dekok
Bunga Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Sebagai
Antimikroba Terhadap Bakteri Salmonella typhi Secara In Vitro.
Jurnal Kedokteran Brawijaya, 20(1), 30-33.

Retrieved from
https://jkb.ub.ac.id/index.php/jkb/article/view/236.

Audina, A. R. (2017). Metode Penentuan Nilai Konsentrasi Hambat


Minimum (KHM) Dan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM).
Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Politeknik
Kesehatan Banjarmasin. Retrieved from https:// www.
academia. edu/ 31523110/ METODE_
PENENTUAN_NILAI_KONSENTRASI_MINIMUM.

Budimulja, U. (2007). Mikosis Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.


Edisi V. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 92-
100.

Retrieved from https:// shopee- co-id. cdn. ampproject. org/ v/ s/


shoope. co. id/ amp/ Buku-Ilmu-Penyakit-Kulit-dan-kelamin.

Budiwati, A. C., Pamudji, G., & Iswandi. (2014). Aktivitas Antijamur Fraksi
n- Heksana, Etil Asetat,dan Airdari Ekstrak Metanolik Daun
Bunga Pukul Empat (Mirabilis jalapa L.) Terhadap Pityrosporum
47

ovale ATCC 3179. Jurnal Farmasi Indonesia, 11(1), 75-80. ISSN:


1693-8615.

Retrieved from https:// jurnal. setiabudi. ac. id/ 57- article text-
70-1-10- 20170607.pdf.

Cafarchia, C., & Otranto, D. (2004). Association between


Phospholipase Production by Malassezia pachydermatis and
Skin Lesions. Journal Of Clinical Microbiology, 42(10), 4868-
4869. Retrieved from https://doi: 10.1128/JCM.42.10.

Daniswara, N. (2008). Perbandingan Efektivitas Air Perasan Buah Nanas


(Ananas comosus L.) 100%, Zinc Pyrithione 1% dan Ketonazol
1% Secara In Vitro Terhadap Pertumbuhan Pityrosporum ovale.
Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Retrieved from https://eprints. Undip.ac.id/Nanda (1). pdf.

Dayani, G. I. (2018). Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol, Fraksi n-


Heksan, Etil Asetat Dan Air Dari Daun Belimbing Wuluh
(Averrhoa bilimbi L.) Terhadap Bakteri Shigella dysenteriae.
Skripsi. Fakultas Farmasi. Universitas Setia Budi Surakarta.
Retrieved from https://repository. Setiabudi.ac.id/400/

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2000). Parameter Standar


Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Edisi I, Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan, Direktorat Pengawasan Obat
Tradisional, Jakarta. Retrieved from
https://id.scribd.com/document/323413063/Parameter- Standar-
Umum-Ekstrak-Tumbuhan-Obat.

Djajanegara, I., & Wahyudi, P. (2009). Pemakaian Sel Hela Dalam Uji
Sitotoksisitas Fraksi Kloroform Dan Etanol Ekstrak Daun Annona
Squamosa. Jurnal Ilmu Kefarmasian, 7(1), 7-11. ISSN 1693-
1831.

Retrieved from https:// jifi. farmasi. univpancasila. ac. id/ index.


php/ jifi/ article/ view/ 386.

Gholib, D. (2009). Uji Daya Hambat Daun Senggani (Melastoma


malabathricum L.) Terhadap Trichophyton mentagrophytees
48

dan Candida albicans. Jurnal Ilmu-Ilmu Hayati, 9(5), 523-527.


ISSN 0126-1754.

Retrieved from
https://www.neliti.com/id/publications/65487/uji-daya- hambat-
daun-senggani-melastoma-melabathricum-L.

Handa, K. S. P. S., Longo, G., & Rakesh, D. D. (2008). Extraction


Technologies for Medicinal and Aromatic Plants, Earth,
Environmental and Marine Sciences and Technologies
International Centre for Science and High Technology ICS-
UNIDO, Trieste.

Retrieved from https:// www. unido. org/ files/ Extraction_


technologies_ for_ medicinal_ and_ aroma_ plants
Hartono, Muthiadin, C., & Bakri, Z. (2012). Daya Hambat Simbiotik Ekstrak
Inulin Bawang Merah Dengan Bakteri Lactobacillus acidophilus
Terhadap Pertumbuhan Bakteri Escherichia Coli. Jurnal
Bionature, 3(1), 1-34.

Retrieved from https://ojs.unm.ac.id/article/1422-3162-1-PB.pdf.

Hasim., Arifin, Y. Y., Andrianto, D., Faridah, D. N. (2019). Ekstrak Etanol


Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Sebagai
Antioksidan Dan Antiinflamasi. Jurnal Aplikasi Teknologi
Pangan, 8(3), 86-93.

Retrieved from https://doi: org/10.17728/jatp.4201

Hayati, E. K., Fasyah, A. G., & Sa’adah, L. (2010) Fraksinasi dan


Identifikasi Senyawa Tanin pada Daun Belimbing Wuluh
(Averrhoa Bilimbi L). Jurnal Kimia, 4(2), 193-200. ISSN 1907-
9850.
Retrieved from https:// ojs. unud. ac. id/ index. php/ jchem/
article/ view/ 2904.

Hermawati, I. R., Sudarno., & Handijatno, D. (2014). Uji Potensi Antifungi


Perasan Daun Seledri (Apium graveolens L) Terhadap
Aspergilllus terreus Secara In Vitro. Jurnal Ilmiah Perikanan dan
Kelautan, 6(1), 37-42.

Retrieved from
https://e-journal.unair.ac.id/JIPK/article/view/11379.
49

Husniah, S. (2016). Efektivitas Ekstrak Buah dan Daun Belimbing Wuluh


Untuk Mencegah Kontaminasi pada Pertumbuhan Biji Kacang
Hijau secara In Vitro. Publikasi Ilmiah, 2-10.
Retrieved from https://eprints. ums.ac.id/NASKAH
PUBLIKASI (1). Pdf.

International Data Base. (2004). Dandruff and seborrheic Dermatitis.


Jakarta: Selemba Medika.
Retrieved from https://www.rightdiagnosis.com/dandruff/

Irawan, T. A. B. (2010). Peningkatan Mutu Minyak Nilam Dengan


Ekstraksi Dan Destilasi Pada Berbagai Komposisi Pelarut.
Skripsi. Fakultas Magister Teknik Kimia. Universitas
Diponegoro Semarang.
Retrieved from https://eprints.undip.ac.id/25183/

Isnawati, A., & Ratnaningsih, A. (2018). Perbandingan Tehnik Ekstraksi


Maserasi Dengan Infusa Pada Pengujian Efektivitas Daya
Hambat Daun Sirih Hijau Terhadap E-coli. Jurnal farmasi
Mahalayati, 1(1), 19-24. Retrieved from https://
jurnalfarmasimalahayati. sch. id/ index. php/ jfm/ article/ view/
7.
Jawetz, E., Melnick, J. L., & Adelberg, E. A. (2005). Mikrobiologi Kedokteran.
Jakarta: Selemba Medika.
Retrieved from https:// www. academia. edu/ 36494075/ Jawetz_
Melnick_ and_ Adelberg_ Mikrobiologi_ Kedokteran.

Katili, Y. I., Wewengkang, D. S., & Rotinsulu H. (2020). Uji Aktivitas


Antimikroba Dari Jamur Laut Yang Berasosiasi Dengan
Organisme Laut Karang Lunak Lobopytum sp. Jurnal Ilmiah
Farmasi-UNSRA, 9(1), 108- 115.
ISSN 2302-2493.
Retrieved from https:// e-journal. unsrat. ac. id/ index. php/
pharmacon/ article/ 27416- 56123- 1- SM. pdf.

Khafidhoh, Z., Dewi, S. S., & Iswara, A. (2015). Efektivitas Infusa Kulit Jeruk
Purut (Citrus hystrix) Terhadap Pertumbuhan Candida albicans
Penyebab Sariawan Secara In Vitro. Journal The 2nd University
Research Coloquium, 31-37. ISSN 2407-9189.
50

Retrieved from https:// jurnal. unimus. ac. id/ index. php/


psn12012010/ article/ view/ 1548.

Khusnul, & Suhartati, R. (2018). Uji Daya Hambat Ekstrak Etanol Daun
Karuk (Piper Sarmentosum Roxb) Dan Rimpang Lengkuas Putih
Terhadap Pertumbuhan Jamur Penyebab Ketombe. Jurnal
Kesehatan Bakti Tunas Husada: Jurnal Ilmu Ilmu Keperawatan,
Analis Kesehatan dan Farmasi, 18(2), 249-259.

Retrieved from https://jurnal.Stikes-bth.ac.id/article/409-774-1-


SM.pdf.

Kumar, K. A., Gousia, S. K., Anupama, M. G. M., Latha, J. N. L. (2013). A


Review on Phytochemical Constitutiens and Biological Assays of
Averrhoa bilimbi L. International Journal of Pharmacy and
Pharmaceutical Science Reseacrh, 3(4), 136-139.

Retrieved from https:// www. isca. in/ IJBS/ Archive/ v5/ i8/ 10.
ISCA- IRJBS- 2016- 103. Php.

Kurnianti, W. T. (2018). Uji Aktivitas Antijamur Ekstrak Etanol Buah


Mengkudu (Morinda citrifolia L.) dan Daun Mangkokan
(Nothopanax scutellarius) Terhadap Jamur Pityrosporum ovale
ATCC 3179 Dengan Metode Difusi. Fakultas Farmasi. Universitas
Setia Budi Surakarta.

Retrieved from https:// repository. setiabudi. ac. id/ 1252/ 2/


SKRIPSI NIA 24 juni. Pdf.

Liantari, D. S. (2014). Effect of Wuluh Starfruit Leaf Extract For


Streptococcus mutans Growth. Journal Majority, 3(7), 27-33.

Retrieved from https:// juke. kedokteran. unila. ac. id/ index.


php/ majority/ article/ view/ 473/ 474.

Lutfiyanti, R., Widodo, F. M., & Eko, N. D. (2012). Aktivitas Antijamur


Senyawa Bioaktif Ekstrak Gelidium Latifolium Terhadap Candida
albicans. Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan,
1(1), 1-8. Retrieved from https:// ejournal3. undip. ac. id/ index.
php/ jpbhp/ article/ view/ 655/ 655.

Maharani, I. (2010). Pengaruh Pemberian Infusum Daun Belimbing Wuluh


51

Terhadap Mortalitas Ascaris Suum Secara In Vitro. Skripsi.


Fakultas Kedokteran. Universitas Sebelas Maret. Retrieved from
https:// eprints. uns. ac. id/ 5615/ 1/ 179771511201108291. Pdf.

Mukhriani, T. (2014). Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi


Senyawa Aktif. Jurnal Kesehatan, 7(2), 361-367. ISSN 2086-
2555. Retrieved from https://Journal. uin- alauddin. ac. id/
index. php/ kesehatan/ article/ view/ 55/ 29.

Mutammima, N. (2017). Uji Aktivitas Antijamur, Penentuan Konsentrasi


Hambat Minimum Dan Konsentrasi Bunuh Minimum Ekstrak
Daun Pelethekan Terhadap Candida albicans. Skripsi. Fakultas
Sains Dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Mulana Malik
Ibrahim Malang. Retrieved from https://etheses.uin-
malang.ac.id/5601/1/ISI-12630061.pdf.

Nitihapsari G. Y. (2010). Efektifitas Ekstrak Seledri (Apium graveolens)


50% Dibandingkan Ketokonazol 2% Terhadap Pertumbuhan
Malassezia sp. pada Ketombe. Artikel Karya Tulis Ilmiah.
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Retrieved from https://eprints.undip.ac.id/23375/1/Galuh.pdf.

Noverita, Fitria, D., & Sinaga, E. (2009). Isolasi dan Uji Aktivitas
Antibakteri Jamur Endofit Dari Daun dan Rimpang Zingiber
ottensii. Jurnal Farmasi Indonesia, 4(4), 171-176. Retrieved
from https:// www. researchgate. net/
profile/Ernawati_Sinaga/publication/235981709.

Nugraha, P. (2017). Pemanfaatan Buah Belimbing Wuluh Sebagai


Pengawet Terhadap Kualitas Fisik Daging Broiler. Skripsi.
Fakultas Pertanian. Universitas Lampung Bandar Lampung.
Retrieved from https:// digilib. unila. ac. id// 29841/ 8/
Nugroho, S. S. (2008). Uji Banding Efektivitas Air Rendaman Kangkung
(Ipomea reptans) Dengan Ketonazol 1% Secara In Vitro
Terhadap Pertumbuhan Pityrosporum ovale Pada Ketombe.
Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Kedokteran. Universitas
Diponegoro.

Retrieved from https://eprints.undip.ac.id/24417/1/Septian.pdf.

Oktaviani, D. (2012). Uji Banding Efektivitas Ekstrak Daun Sirih Merah


(Piper Crocatum) Dengan Zincpyrithione 1% Terhadap
52

Pertumbuhan Pityrosporum Ovale Pada Penderita Berketombe.


Karya Tulis Ilmiah, Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Retrieved from
https://media.neliti.com/media/publications/115842-ID- uji-
banding-efektivitas-ekstrak-daun-sir.pdf.

Parikesit, M., dan Sandiantoro. (2011). Khasiat Dan Manfaat Belimbing


Wuluh Obat Herbal Sepanjang Zaman. Stomata. Surabaya.

Retrieved from https://opac.perpusnas.go.id/

Pratiwi, A. E. (2015). Isolasi, Seleksi dan Uji Aktivitas Antibakteri Mikroba


Endofit dari Daun Tanaman Garcinia benthami Pierre terhadap
Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli,
Shigella dysenteriae, dan Salmonella typhimurium. Skripsi.
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Jakarta.

Retrieved from https:// repository. uinjkt. ac. id/ dspace/


bitstream/ 123456789/ 38039/ 1/

Pratiwi, S. T. (2008). Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Universitas


Erlangga. Retrieved from https:// www. goodreads. com/ book/
show/ 23442565- mikrobiologi-farmasi.

Prihatiningtyas, W., Mariani, Y., Oramahi, H. A., Yusro, F., Sisillia, L. (2018).
Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Batang Mangga
Kweni (Mangifera odorata Griff) Terhadap Escherichia coli Dan
Staphylococcus aureus ATCC 25923. Jurnal Tengkawang, 8(2),
59-74. Retrieved from https://doi.org/10.26418/jt.v8i2.30206.

Purwaningsih, E. (2007). Multiguna Belimbing Wuluh. Geneca Exact.


Surabaya.
Retrieved from https://www.onesearch.id/record/IOS3197.slims-
871/

Puspitasari, S. A., dan Ardiansyah, M. S. (2017). Daya Hambat Ekstrak


Etanol Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi L.) Terhadap
Pertumbuhan Candida Albicans pada Ortodontik Lepasan.
Journal Insisiva Dental, 6(2), 41-47.

Retrieved from https:// journal. umy. ac. id/ index. php/ di/
53

article/ view/ 5046/

Putri, S. D. K. (2012). Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Biji Kapulaga


(Amomum compactum) Terhadap Aeromonas Hdyropila Secara
In Vitro. Skripsi. Universitas Sebelas Maret Sukarta.

Retrieved from https://digilib.uns.ac.id/dokumen/detail/26716/

Rachman, dan Resky, B. (2017). Daya Hambat Ekstrak Metanol Daun Sirih
Merah (Piper crocatum) dan Sirih Hijau (Piper betle L.) Terhadap
Pertumbuhan Pityrosporum ovale. Undergraduate thesis,
Fakultas Kedokteran. Universitas Muhammadiyah Semarang.

Retrieved from https://repository.unimus.ac.id/1173/

Radji, M. (2005). Peranan Bioteknologi Dan Mikroba Endofit Dalam


Pengembangan Obat Herbal. Journal Majalah Ilmu
Kefarmasian, 2(3), 113-126.

Retrieved from https://doi 10.7454/psr.v2i3.3388.

Rahayu, P. (2013). Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) Buah


Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) terhadap Pertumbuhan
Candida albicans. Skripsi. Fakultas Kedokteran Gigi.
Universitas Hasanuddin Makassar.
Retrieved from https:// repository. unhas. ac. id/ bitstream/
handle/ 123456789/ 7786/

Rahmah, & Fathul. (2018). Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Buah


Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Terhadap Methicillin-
Resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Undergraduate thesis.
Universitas Muhammadiyah Semarang.

Retrieved from https://repository.unimus.ac.id/3286/

Rohmah, J., Rachmawati, N. R., Nisak, S. (2018). Perbandingan Daya


Antioksidan Ekstrak Aseton Daun Dan Batang Turi Putih
(Sesbania Grandiflora) Dengan Metode DPPH
(diphenilpycrylhydrazil). Artikel ilmiah. Fakultas Ilmu Kesehatan.
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.

Retrieved from https://eprints.umsida.ac.id/5927/


54

Roza, R. M., Martina, A., Fibriarti, B. L., Zul, D., Ramadhan, N. (2013).
Isolasi dan Seleksi Jamur Selulolitik dari Tanah Gambut di
Perkebunan Karet Desa Rimbo Panjang Kabupaten Kampar
Riau. Jurnal Prosiding Semirata FMIPA, 263-266.
Retrieved from https:// jurnal. fmipa. unila. ac. id/ index. php/
semirata/ article/ view/ 618/ 438.

Sari, M., & Suryani, C. (2014). Pengaruh Ekstrak Daun Belimbing Wuluh
(Averrhoa bilimbi L.) Dalam Menghambat Pertumbuhan Jamur
Candida albicans Secara In Vitro. Jurnal Prosiding Seminar
Nasional Biologi, 325-332. Retrieved from
https://digilib.unimed.ac.id/4808/

Saifudin, A. (2014). Senyawa Alam Metabolit Sekunder Teori, Konsep,


Dan Teknik Pemurnian. Deepublish. Yogyakarta.
Retrieved from https://www.academia.edu/36652030/

Sakinah, S., Nur, A., & Ayu P. R. (2015). Uji Perbandingan Aktivitas
Antijamur Pityrosporum Ovale Dari Kombinasi Ekstrak Etanol
Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi L) Dan Daun Sirih
(Pipper Betle) Dengan Ketokonazol 2%. Jurnal Kimia Farmasi,
12(1), 66-82. Retrieved from
https://journal.uad.ac.id/index.php/Media-Farmasi/article/vie
w/3018.

Seidel., Sarker, S. D., Latif, Z., Gray, A. I. (2006). Natural Products Isolation.
Jersey Humana Press.
Retrieved from https://books.google.co.id/books.

Sinaga, S. R. (2012). Uji Banding Perasan Jeruk Purut (Citrus Hystrix Dc)
Dengan Zinc Pythirithion 1% Terhadap Pertumbuhan
Pityrosporum Ovale Pada Penderita Berketombe. Karya Tulis
Ilmiah. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Retrieved from https://eprints.undip.ac.id/37807/1/

Siswandono, dan Soekardjo. (2000). Kimia Medikal. Surabaya: Universitas


Air Langga.
Retrieved from https://eprints.ums.ac.id/10120/3/
55

Suryaningrum, E. R. (2011). Efek Antifungi Perasan Kulit Jeruk Purut


(Citrus hystrix) Terhadap Pertumbuhan Trichophyton
Mentagrophytes Secara in vitro. Skripsi. Fakultas Kedokteran.
Universitas Sebelas Maret Surakarta. Retrieved from
https://eprints.uns.ac.id/7901/

Sutrisno, F. (2012). Uji Banding Efektivitas Ekstrak Rimpang Lengkuas


(Alpinia galanga) 100% dengan Zinc Pyrithione 1% Terhadap
Pertumbuhan Pityrosporum Ovale Pada Penderita Berketombe.
Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro.
Retrieved from https://www.neliti.com/id/publications/137536/

Ummanah, C. (2017). Uji Skrining Fitokimia dan Antimikroba Ekstrak


Daun Handeuleum (Graptophyllum pictum L. Griff.) Dalam
Menghambat Pertumbuhan Mikroba Patogen. Skripsi. Fakultas
Biologi. Universitas Medan Area Medan.
Retrieved from https:// repository .uma. ac. id/ bitstream/
123456789/ 8496/ 1/

Utami, A. R., Sukohar, A., Setiawan, G., Morfi, G. W. (2018). Pengaruh


Penggunaan Pomade Terhadap Kejadian Ketombe Pada Remaja
Pria. Journal Majority, 7(2), 187-192.
Retrieved from
https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.Php/majority/
article/view/1873.

Wibisono, G. L. (2017). Isolasi dan Uji Aktivitas Antibakteri Kapang Endofit


Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coronmandellica) Terhadap
Bakteri Stapylococcus aureus, Escherichia coli, Helicobacter
pylori dan Pseudomonas aeruginosa. Skripsi. Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah. Retrieved from
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/

Widianingrum, A. R., Marsha, N., Ardiansyah, M. S. (2017).


Perbandingan Daya Hambat Ekstrak Daun Dan Buah Belimbing
Wuluh (Averrhoa Bilimbi L) Terhadap Bakteri Penyebab
Gingivitis Pada Pasien Dengan Ortodontik. Journal Insisiva
Dental, 6(1), 10-16. Retrieved from https://
journal.umy.ac.id/index.php/di/article/view/4215
56

Wijaya L. (2001). Pengaruh Jumlah Pityrosporum Ovale Dan Kadar


Sebum Terhadap Kejadian Ketombe. Skripsi. Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro. Retrieved from https://
http://eprints.undip.ac.id/14866/

Wijayakusuma, H., & Dalimarta, S. (2006), Ramuan Tradisional Untuk


Pengobatan Darah Tinggi. Jurnal Penebar Swadaya Jakarta,
45-46. Retrieved from
https://opac.perpusnas.go.id/DetailOpac.aspx?id=207715

Wilujeng, B. Y., & Wijaya, N. A. (2019). Proporsi Volume Ekstrak Belimbing


Wuluh Terhadap Sifat Organoleptik Hair Tonic. Journal Beauty
And Cosmeotology, 1(1), 28-31.

Retrieved from https:// journal. unesa. ac. id/ index. php/ jkk/
article/ view/ 6483/
Yuliana, A., dan Albert. (2013). Aktivitas Kangkung Air (Ipomoea aquatica)
Terhadap Jamur Pityrosporum ovale Hasil Isolasi Secara In Vitro.
Jurnal Kesehatan Bakti tunas Husada, 9(1), 1-6.

Retrieved from https://docplayer.info/29831684

Yuliandari, R. (2015). Uji Aktivitas Antibiofilm Sari Buah Belimbing Wuluh


(Averrhoa bilimbi L) Terhadap Biofilm Pseudomonas aeruginosa
Secara In Vitro. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Retrieved from https://pdfs.semanticschoolar.org/1d29/


57
58

Lampiran 1. Alur penelitian

1. Preparasi sampel

Sampel daun belimbing wuluh


(Avherroa bilimbi L.)

Sampel daun belimbing wuluh


(Avherroa bilimbi L.) kering

Simplisia daun belimbing


wuluh (Avherroa bilimbi L.)

Serbuk daun belimbing wuluh


(Avherroa bilimbi L.)
59

2. Ekstraksi sampel

500 gram daun belimbing


wuluh (Avherroa bilimbi L.)

Filtrat etanol 70% pada daun


Ampas pada daun belimbing
belimbing wuluh (Avherroa
wuluh (Avherroa bilimbi L.)
bilimbi L.)

Ekstrak etanol pada daun


belimbing wuluh (Avherroa
bilimbi L.)
60

3. Infundasi sampel

200 gram daun belimbing


wuluh (Avherroa bilimbi L.)

Tambahkan akuades 200 ml


pada daun belimbing wuluh
(Avherroa bilimbi L.)

Daun belimbing wuluh


(Avherroa bilimbi L.) yang
berisi akuades didihkan selama
15-20 menit

Infundasi pada daun


belimbing wuluh (Avherroa
bilimbi L.)
61

Lampiran 2. Data hasil perhitungan

 Perhitungan pembuatan SDA (Saboraud dextrose agar)


Rumus: 65 gram dalam 1000 ml
Cara perhitungannya: 20x42 cawan
= 840x65
1000
= 54,6 gram

 Perhitungan kloramfenikol
Rumus: 1 liter larutan ditambahkan 250 mg kloramfenikol
Cara perhitungannya: 1000 ml = 0,25 gram
840 ml =µ
µ = 840x 0,25
1000
210 = 0,25 gram
1000

 Perhitungan pengenceran daun belimbing wuluh (Avherroa bilimbi L.)


Rumus: V1 x N1= V2 x N2

1. Konsentrasi 100% : V1 x N1 = V2 x N2
V1 X 100% = 10 X 100%
V1 X 100 = 1000
V1 = 1000
100
V1 = 10 ml

2. Konsentrasi 80% : V1 x N1 = V2 x N2
V1 X 100% = 10 X 80%
V1 X 100 = 800
V1 = 800
100
V1 = 8 ml

3. Konsentrasi 60% : V1 x N1 = V2 x N2
V1 X 100% = 10 X 60%
V1 X 100 = 600
V1 = 600
100
V1 = 6 ml
62

4. Konsentrasi 40% : V1 x N1 = V2 x N2
V1 X 100% = 10 X 40%
V1 X 100 = 400
V1 = 400
100
V1 = 4 ml

5. Konsentrasi 20% : V1 x N1 = V2 x N2
V1 X 100% = 10 X 20%
V1 X 100 = 200
V1 = 200
100
V1 = 2 ml

 Perhitungan pengenceran ekstrak daun belimbing wuluh (Avherroa bilimbi


L.)
Rumus: % = (jumlah bagian)x 1 =
100

1. Konsentrasi 100%: 100 x 1 = 100


100 100
= 1 gram

2. Konsentrasi 80%: 100 x 1 = 80


100 100
= 8,0 gram

3. Konsentrasi 60%: 100 x 1 = 60


100 100
= 6,0 gram

4. Konsentrasi 40%: 100 x 1 = 40


100 100
= 4,0 gram

5. Konsentrasi 20%: 100 x 1 = 20


100 100
= 2,0 gram
63

 Perhitungan pengenceran ketokonazol

Rumus: % = (Jumlah bagian) x 1


100

Sehingga: 2% = 2 x 1 = 2
100 100
= 0,2 gram

 Perhitungan pengenceran standar Mc Farland 0,5


Rumus: BaCl2 = 0,5 ml
H2SO4 = 9,5 ml
64

Lampiran 3. Uji statistika

Normalitas Infusa

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
hasil .421 18 .000 .613 18 .000
a. Lilliefors Significance Correction

Kruskal wallis
Ranks
perlak
uan N Mean Rank
hasil konef 3 6.50
20% 3 6.50
40% 3 6.50
60% 3 6.50
80% 3 14.00
100% 3 17.00
Total 18

Test Statisticsa,b
hasil
Chi-Square 17.000
df 5
Asymp.
.004
Sig.
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable:
perlakuan
65

Mann- whitney
Ranks
perlak
uan N Mean Rank Sum of Ranks
hasil konef 3 3.50 10.50
20% 3 3.50 10.50
Total 6

Test Statisticsb
hasil
Mann-Whitney U 4.500
Wilcoxon W 10.500
Z .000
Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000
Exact Sig. [2*(1-tailed
1.000a
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: perlakuan

Ranks
perlak
uan N Mean Rank Sum of Ranks
hasil konef 3 3.50 10.50
40% 3 3.50 10.50
Total 6
66

Test Statisticsb
hasil
Mann-Whitney U 4.500
Wilcoxon W 10.500
Z .000
Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000
Exact Sig. [2*(1-tailed
1.000a
Sig.)]
a. Not corrected for ties.

Ranks
perlak
uan N Mean Rank Sum of Ranks
hasil konef 3 3.50 10.50
60% 3 3.50 10.50
Total 6

Test Statisticsb
hasil
Mann-Whitney U 4.500
Wilcoxon W 10.500
Z .000
Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000
Exact Sig. [2*(1-tailed
1.000a
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: perlakuan
67

Ranks
perlak
uan N Mean Rank Sum of Ranks
hasil konef 3 2.00 6.00
80% 3 5.00 15.00
Total 6

Test Statisticsb
hasil
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 6.000
Z -2.236
Asymp. Sig. (2-tailed) .025
Exact Sig. [2*(1-tailed
.100a
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: perlakuan

Ranks
perlak
uan N Mean Rank Sum of Ranks
hasil konef 3 2.00 6.00
100% 3 5.00 15.00
Total 6
68

Test Statisticsb
hasil
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 6.000
Z -2.236
Asymp. Sig. (2-tailed) .025
Exact Sig. [2*(1-tailed
.100a
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: perlakuan

Normalitas ekstrak

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
hasil .420 18 .000 .616 18 .000
a. Lilliefors Significance Correction

Kruskal wallis

Ranks
perlak
uan N Mean Rank
hasil konef 3 6.50
20% 3 6.50
40% 3 6.50
60% 3 6.50
80% 3 14.00
100% 3 17.00
Total 18
69

Test Statisticsa,b
hasil
Chi-Square 17.000
df 5
Asymp.
.004
Sig.
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable:
perlakuan

Mann-whitney

Ranks
perlak
uan N Mean Rank Sum of Ranks
hasil konef 3 3.50 10.50
20% 3 3.50 10.50
Total 6

Test Statisticsb
hasil
Mann-Whitney U 4.500
Wilcoxon W 10.500
Z .000
Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000
Exact Sig. [2*(1-tailed
1.000a
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: perlakuan
70

Ranks
perlak
uan N Mean Rank Sum of Ranks
hasil konef 3 3.50 10.50
40% 3 3.50 10.50
Total 6

Test Statisticsb
hasil
Mann-Whitney U 4.500
Wilcoxon W 10.500
Z .000
Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000
Exact Sig. [2*(1-tailed
1.000a
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: perlakuan

Ranks
perlak
uan N Mean Rank Sum of Ranks
hasil konef 3 3.50 10.50
60% 3 3.50 10.50
Total 6
71

Test Statisticsb
hasil
Mann-Whitney U 4.500
Wilcoxon W 10.500
Z .000
Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000
Exact Sig. [2*(1-tailed
1.000a
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: perlakuan

Ranks
perlak
uan N Mean Rank Sum of Ranks
hasil konef 3 2.00 6.00
80% 3 5.00 15.00
Total 6

Test Statisticsb
hasil
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 6.000
Z -2.236
Asymp. Sig. (2-tailed) .025
Exact Sig. [2*(1-tailed
.100a
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: perlakuan
72

Ranks

perlaku
an N Mean Rank Sum of Ranks

hasil konef 3 2.00 6.00

100% 3 5.00 15.00

Total 6

Test Statisticsb

hasil

Mann-Whitney U .000

Wilcoxon W 6.000

Z -2.236

Asymp. Sig. (2-tailed) .025

Exact Sig. [2*(1-tailed


.100a
Sig.)]

a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: perlakuan


73

Lampiran 4. Gambar Penelitian

Proses penghalusan
Daun belimbing wuluh Daun pisang dikeringkan dan
yang masih segar dipotong kecil

Maserasi Infundasi
500 gram serbuk daun
belimbing wuluh

Alat evaporator Hasil ekstrak maserasi


Hasil infundasi
74

Alat uji fitokimia


Hasil uji fitokimia daun Hasil uji fitokimia daun
belimbing wuluh (Alkaloid belimbing wuluh
positif) (Flavonoid positif)

Hasil uji fitokimia daun Hasil uji fitokimia daun Hasil uji fitokimia daun
belimbing wuluh (Saponin belimbing wuluh (Steroid belimbing wuluh
positif) positif) (Tiriterpenoid positif)

Hasil uji fitokimia daun Hasil uji fitokimia daun Hasil uji fitokimia daun
belimbing wuluh (Fenolik belimbing wuluh (Tanin belimbing wuluh (alkoloid
positif) positif) positif)
75

Hasil uji fitokimia daun Hasil uji fitokimia daun Hasil uji fitokimia daun
belimbing wuluh belimbing wuluh (Saponin belimbing wuluh (Steroid
(Flavonoid positif) positif) negatif)

Hasil uji fitokimia daun Hasil uji fitokimia daun


belimbing wuluh belimbing wuluh (Fenolik
(Tiriterpenoid positif) dan tanin positif)
Hasil uji ekstrak daun
belimbing wuluh pada
jamur Pityrosporum ovale.
(konsentrasi 20%)
76

Hasil uji ekstrak daun


Hasil uji ekstrak daun Hasil uji ekstrak daun belimbing wuluh pada
belimbing wuluh pada belimbing wuluh pada jamur jamur Pityrosporum ovale.
jamur Pityrosporum ovale. Pityrosporum ovale. (kontrol negatif)
(konsentrasi 40%) (konsentrasi 60%)

media SDA yang berisi


paper disk kontrol positif
ketokonazole terhadap
Hasil uji ekstrak daun Hasil uji ekstrak daun jamur Pityrosporum ovale
belimbing wuluh pada belimbing wuluh pada jamur
jamur Pityrosporum ovale. Pityrosporum ovale.
(konsentrasi 80%) (konsentrasi 100%)

Hasil uji infundasi daun Hasil uji infundasi daun Hasil uji infundasi daun
belimbing wuluh pada belimbing wuluh pada jamur belimbing wuluh pada
jamur Pityrosporum ovale. Pityrosporum ovale. jamur Pityrosporum ovale.
(konsentrasi 20%) (konsentrasi 40%) (konsentrasi 60%)
77

Hasil uji infundasi daun Hasil uji infundasi daun Hasil uji infundasi daun
belimbing wuluh pada belimbing wuluh pada jamur belimbing wuluh pada
jamur Pityrosporum ovale. Pityrosporum ovale. jamur Pityrosporum ovale.
(kontrol negatif) (konsentrasi 80%) (konsentrasi 100%)

media SDA yang berisi jamur Pityrosporum ovale


paper disk kontrol positif diteliti pada RSUD Dr. jamur Pityrosporum ovale
ketokonazole terhadap Soetomo diteliti pada Laboratorium
jamur Pityrosporum ovale Bakteriologi Universitas
Muhammadiyah Sidoarjo
78

Lampiran 5
79
80

Anda mungkin juga menyukai