Melawan Stereotip
Menurut Mufid dalam bukunya yang berjudul Etika dan Filsafat Komunikasi, ada 3 pendekatan yang
digunakan dalam melawan stereotip antara lain:
1. Deontologi
Teori Deontologi digagas oleh Immanuel Kant. Deontologi berasal dari akar kata
Bahasa Yunani deon yang berarti kewajiban (duty) atau sesuai dengan prosedur dan logos yang
berarti ilmu atau teori. Deontologi merupakan salah satu teori etika yang menekankan
kewajiban atau tugas manusia untuk bertindak baik. Etika deontologi sangat menekankan
motivasi, kemauan baik dan watak yang kuat untuk bertindak sesuai dengan kewajiban.
Dalam melawan stereotip, perlu ditekankan pada pelaksanaan tugas (duty-based) atau
kewajiban-kewajiban dari tiap individu agar stereotip-stereotip yang ada tidak lagi dijadikan
sebagai pertimbangan standar sikap. Pendekatan deontologi memeriksa motif yang ada tanpa
melihat baik buruknya konsekuensi yang spesifik digariskan oleh stereotip.
2. Teleologis
Teleologi berasal dari akar kata Bahasa Yunani telos yang berarti akhir, tujuan, maksud
dan logos yang berarti ilmu atau teori. Pendekatan ini disebut juga konsekuensialis karena
menekankan pada konsekuensi sebuah keputusan. Teleologis tidak melihat motif penyampaian
pesan, karena menurut alirsan ini pesan yang disampaikan belum tentu berasal dari kemurnian
moral. Teleologis menentukan baik atau buruknya suatu tindakan dengan memeriksa
konsekuensinya, dengan kata lain, tindakan kita mejadi benar atau salah secara moral
bergantung pada kebaikan atau kejahan yang dihasilkan.
Menurut aliran ini, stereotip adalah tindakan yang tidak adil sekaligus menyerang
segmentasi sosial. Oleh karena itu, stereotip haruslah ditolak. Yang harus diperhatikan adalah
sisi positif dan negatif dari penyampaian gambaran suatu kelompok.
3. Golden Mean
Maksud dari Golden Mean itu sendiri adalah keseimbangan dimana tidak ada yang berat
sebelah. Istilah ini muncul dari pemikiran Yunani. Pendekatan Golden Mean sangat berguna
ketika karakter yang distereotipkan justru merepresentasikan beberapa individu dalam suatu
kelompok. Dalam kondisi seperti ini diperlukan kehati-hatian dalam penggunakan gambaran
yang ada untuk menilai keseluruhan kelompok sekaligus tetap mengapresiasi diversitas
individu. Selain itu, perlu untuk menjaga keseimbangan antara individu dan kelompok dimana
individu berada. Singkatnya, pendekatan golden mean tidak menggunakan gambaran yang ada
untuk menilai keseluruhan kelompok.