Anda di halaman 1dari 11

Analisis Kelembagaan Terhadap

Pengelolaan Kegiatan Usaha Perikanan Tangkap di Waduk Cirata

Disusun Dalam Rangka Memenuhi Ujian Akhir Semester


Mata Kuliah Ekonomi Kelembagaan (ESL 225)

Oleh:
Yiesha Aurelia (H44190053)

Dosen:
Dr. Eva Anggraini, S.Pi, M.Si.
Dr. Kastana Sapanli, S.Pi, M.Si.

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang hanya mengalami pergantian
musim setiap 6 bulan sekali, ini berarti Indonesia hanya memiliki 2 musim yaitu musim
penghujan dan musim kemarau. Pengelolaan air di negara tropis tentunya diperlukan
demi menunjang keberlangsungan kegiatan masyarakatnya. Waduk menyimpan air
pada saat jumlahnya berlimpah, yaitu pada musim penghujan agar bisa digunakan pada
waktu yang diperlukan, misalnya pada musim kemarau.
Waduk atau reservoir adalah sebuah kolam berukuran besar yang dibangun
untuk menampung air sebagai persediaan untuk memenuhi berbagai macam
kebutuhan. Menurut (Naryanto et al, 2009) yang dikutip dari (Widyastari, 2020) waduk
memiliki beberapa fungsi diantaranya: (1) fungsi ekologi yaitu sebagai pengendali
banjir, pengatur tata air, dan habitat bagi beberapa spesies; (2) fungsi sosial dan
ekonomi yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat seperti sumber air minum
dan sumber mata pencaharian sehari-hari, irigasi pertanian, pembangkit tenaga listrik,
dan industri pariwisata. Waduk termasuk ke dalam kategori sumber daya buatan dan
bersifat Common Pool Resource (CPRs), yaitu sumberdaya dengan substractability
yang tinggi dan excludability yang rendah.
Berdasarkan perhitungan Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
(PUPR) pada tahun 2018, sebanyak 215 waduk tersebar di sejumlah provinsi di
Indonesia. Salah satu waduk terbesar yang ada indonesia adalah Waduk Cirata. Waduk
Cirata adalah sumber PLTA yang mengalirkan listrik di pulau jawa dan bali dengan
memanfaatkan aliran Sungai Citarum. Selain dimanfaatkan sebagai PLTA, keberadaan
Waduk Cirata juga sangat bermanfaat bagi penduduk disekitarnya yang
menggantungkan mata pencahariannya melalui budi daya ikan ataupun kegiatan
perikanan tangkap (Purnamaningtyas & Tjahjo, 2017). Perikanan tangkap merupakan
sebuah usaha perikanan yang didasari oleh kegiatan penangkapan dan/atau
pengangkutan ikan.
Potensi sumberdaya ikan pada Waduk Cirata diperkirakan mencapai 3.583,41
ton dengan nilai produksi 29,06 miliar rupiah (Hidayat et al., 2017). Budi daya ikan
dan kegiatan perikanan tangkap yang dilakukan di Waduk Cirata, apabila dilakukan
secara berlebihan tanpa memperhatikan daya dukungnya dapat menyebabkan adanya
degradasi atau kerusakan habitat perairan pada waduk itu sendiri. Selain itu, karena
termasuk dalam CPRs Waduk Cirata bersifat open access. Ini membuat semua pihak
merasa memiliki hak untuk memanfaatkan dan melakukan eksploitasi sumberdaya
pada waduk tersebut.
Pemanfaatan Waduk Cirata sebagai sektor perikanan tangkap harus dijaga agar
dapat terus dilakukan dalam jangka panjang. Oleh karena itu, perlu adanya sistem
pengelolaan yang tepat agar dapat menjaga kelestarian sumber daya ikan yang ada.
Peraturan kelembagaan ada untuk mengelola kegiatan pemanfaatan sumber daya yang
ada. Setelah itu, diperlukan adanya analisis mengenai dampak/implikasi yang terjadi
sehingga dapat dirumuskan mengenai sistem pengelolaan serta rekomendasi kebijakan
kelembagaan yang lebih baik yang dapat diterapkan untuk menyelesaikan persoalan
tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Institutional and Analysis Development (IAD) terhadap
pengelolaan kegiatan perikanan tangkap yang ada di Waduk Cirata?
2. Bagaimana keterkaitan stakeholder dalam upaya pengelolaan sumber daya
perikanan yang ada di Waduk Cirata?
3. Apa saja rezim pengelolaan sumber daya yang terdapat dalam pengelolaan
kegiatan perikanan tangkap yang ada di Waduk Cirata?
4. Apa sistem Ko-Manajemen yang diterapkan dalam kegiatan upaya pengelolaan
sumber daya perikanan pada usaha perikanan tangkap di Waduk Cirata?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengidentifikasi atribut-atribut penting dalam Institutional and Analysis
Development (IAD) yang ada pada pengelolaan kegiatan perikanan tangkap
yang ada di Waduk Cirata
2. Menganalisis pihak-pihak penting dengan analysist stakeholder yang terlibat
dalam pemanfaatan dan pengelolaan beserta tugas dan fungsinya dalam
kegiatan usaha perikanan tangkap pada Waduk Cirata
3. Mengetahui berbagai rezim pengelolaan sumber daya yang menjadi aturan dan
kebijakan dalam melakukan pengelolaan kegiatan perikanan tengkap di Waduk
Cirata
4. Mengetahui sistem Ko-manajemen yang telah diterapkan untuk mendukung
kegiatan pengelolaan usaha perikanan tangkap pada Waduk Cirata
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Identifikasi Atribut-atribut Penting dalam Institutional and Analysis
Development (IAD) pada Pengelolaan Kegiatan Usaha Perikanan Tangkap
Waduk Cirata
1. Variabel Eksogen (Exogenous Variables)
a) Kondisi Biofisik (Biophysical Conditions)
Waduk Cirata memiliki luas sebesar 71.112.824 m2 yang secara geografis
terletak pada 107°14’15” sampai 107°22’03” LS dan 06°41’30” sampai 06°48’07” BT.
Waduk Cirata didirikan tahun 1987 dan mulai berfungsi pada tahun 1988, wilayahnya
sangat besar sehingga berada pada 3 wilayah administrasi, yaitu Kabupaten Cianjur,
Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Purwakarta. Dari luas 71.112.824 m 2 tersebut,
seluas 66.036.466 m2 dimanfaatkan untuk waduk dan seluas 5.081.358 m2 untuk non-
waduk. Kabupaten dengan wilayah yang paling luas terkena genangan air adalah
Kabupaten Cianjur dengan luas dengan waduk tertinggi mencapai 62 juta m2.
b) Atribut Komunitas (Attributes of Community)
Dalam pemanfaatan Waduk Cirata, dari total 3 wilayah administratif, pada
tahun 2012 terdapat 3150 rumah tangga petani ikan atau nelayan tangkap yang
umumnya terbagi menjadi 3 jika ditinjau berdasarkan penggunaan alat tangkapnya.
Alat tangkap dikelompokkan ke dalam 3 bagian, yaitu jenis usaha, semi usaha, dan
hobi. Masyarakat menggunakan alat tangkap berupa gillnet, bagan, dan rawe jika
melakukan aktivitas usaha. Untuk aktivitas semi usaha, biasanya masyarakat hanya
menggunakan jala dan rawe. Sedangkan untuk hobi, tentunya penangkapan ikan
dilakukan menggunakan alat pancing.
c) Aturan Main (Rules in Use)
Pada Waduk Cirata, kelembagaan untuk mengelola kegiatan perikanan tangkap
hanya berupa peraturan formal saja. Karena termasuk dalam 3 wilayah administrasi
Jawa Barat, maka aturan formal yang berlaku dalam pengelolaan kegiatan perikanan
tangkap di Waduk Cirata adalah Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat. Dengan adanya
peraturan, diharapkan kegiatan usaha perikanan tangkap dapat dilakukan sesuai
ketetapan yang ada dan tidak melebihi kemampuan daya dukung sumber daya yang
ada pada waduk tersebut.
Tabel 2.1 Peraturan Terkait Pengelolaan dan Pemanfaatan
Usaha Perikanan Tangkap Waduk Cirata
No. Peraturan/Kebijakan Tentang/Keterangan
Peraturan Daerah Provinsi Jawa
1 Pengelolaan Perikanan
Barat Nomor 7 Tahun 2011
Perubahan atas Peraturan Daerah
Peraturan Daerah Provinsi Jawa
2 Provinsi Jawa Barat Nomor 14 Tahun
Barat Nomor 19 Tahun 2014
2011 tentang Retribusi Daerah
Peraturan Menteri Kelautan dan
3 Usaha Perikanan Tangkap
Perikanan PER.17/MEN/2006
2. Arena Aksi (Action Arena)
a) Situasi Aksi (Actions Situations)
Situasi pada Waduk Cirata merupakan kondisi yang tercipta akibat dari
beberapa aksi yang dilakukan oleh beberapa pihak. Nelayan tangkap sebagai pihak
yang mengekstraksi sumber daya perikanan pada Waduk Cirata akan menyebabkan
kondisi produksi perikanan tangkap menjadi tidak stabil jika dilakukan melebihi
kemampuan kapasitas. Oleh karena itu, baik penentu ataupun pelaksana kebijakan,
membentuk kelembagaan untuk mengatur pengelolaan kegiatan perikanan tangkap di
Waduk Cirata dengan tujuan agar kontribusi perikanan tangkap terhadap
perekonomian masyarakat maupun daerah di sekitarnya tidak semakin menurun.
b) Aktor (Actor/Participants)
Usaha perikanan tangkap yang ada pada Waduk Cirata memiliki pengelolaan
secara formal yang melibatkan beberapa pihak dengan peran dan fungsi masing-masing
untuk mendukung pelaksanaan kebijakan. Pihak-pihak tersebut memiliki peran yang
terbagi menjadi dua, yaitu sebagai penentu kebijakan dan sebagai pelaksana kebijakan.
Adapun pihak yang berperan sebagai penentu kebijakan adalah:
1. Kementerian Kelautan dan Perikana Republik Indonesia (Pemerintah Pusat)
2. Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat
3. Dinas Peternakan dan Perikana Kabupaten Cianjur, Bandung Barat dan
Purwakarta.
Sedangkan pihak yang berperan sebagai pelaksana kebijakan adalah:
1. Badan Pengelola Waduk Cirata (BPWC)
2. Balai Pelestarian Perikanan Perairan Umum dan Ikan Hias (BP3UIH
3. Balai Pengembangan Budidaya Perikana Perairan Umum Cirata (BPBPPUC)
4. Masyarakat Peduli Cirata (MPC)
5. Kelompok Masyarakat Pengawas (POKMASWAS)
6. kelompok nelayan
7. kelompok swasta.

2.2 Analisis Kelembagaan (stakeholder analysist) dalam Pengelolaan Perikanan


Tangkap Waduk Cirata
Pengelolaan dalam pemanfaatan Waduk Cirata yaitu kegiatan perikanan
tangkap dipengauhi oleh berbagai stakeholder dengan kepentingannya masing-masing.
Situasi aksi dalam Institutional Analysis and Development (IAD) tercipta karena
adanya aktor. Aktor dapat terdiri dari aktor individu atau kelompok (stakeholder) yang
memiliki kewenangan dan terlibat secara langsung terhadap adanya kelembagaan
tersebut. Berikut adalah fungsi dan tanggung jawab dari stakeholder dalam
pengelolaan kegiatan usaha perikanan tangkap yang ada di Waduk Cirata:
Tabel 2.2 Fungsi Dan Tanggung Jawab Stakeholder dalam Pengelolaan
Kegiatan Perikanan Tangkap Di Waduk Cirata
Jenis Stakeholder/aktor Fungsi dan Tanggung Jawab
Nelayan Tangkap Pemegang utama pemanfaatan
Masyarakat Peduli Cirata (MPC) Waduk Cirata dalam kegiatan
perikanan tangkap dan
Kelompok
mendukung serta mematuhi
Masyarakat Kelompok Masyarakat Pengawas kebijakan yang ada dalam rangka
(POKMASWAS) ikut melestarikan sumberdaya
yang ada
Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat
(DKP Jabar) Pemegang kendali utama sebagai
Dinas Peternakan dan Perikanan Penentu dan pelaksana kebijakan
Kabupaten Cianjur, Bandung Barat dalam kegiatan perikanan tangkap
Kelompok dan Purwakarta yang ada di Waduk Cirata yang
Pemerintah
UPTD Balai Pelestarian Perikanan sangat penting bagi
Perairan Umum dan Ikan Hias Cirata pembentukkan kelembagaan yang
UPTD Balai Pengembangan Budidaya sesuai dengan peraturan.
Perikanan Umum Cirata
melayani, melindungi,
mengayomi, dan memelihara
Kelompok
keamanan dan ketertiban
Penegak Polisi Perairan
masyarakat dan penegakkan
Hukum
hukum di wilayah perairan Waduk
Cirata
Koperasi
Kelompok wadah untuk pengembangan dan
Tengkulak
Swasta pemasaran hasil produk
Pedagang Ikan

2.3 Rezim Pengelolaan SDA pada Usaha Perikanan Tangkap Waduk Cirata
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pengelolaan kegiatan usaha
perikanan tangkap yang ada di Waduk Cirata hanya diatur oleh aturan formal. Aturan
formal tersebut yang mengatur seluruh kegiatan, baik itu kegiatan pemanfaatan
maupun pengelolaan sumberdaya perikanan di Waduk tersebut (Hidayat et al., 2017).
Menurut (Jentoft, 2004) yang dikutip dari (Hermawaty, 2015) terciptanya aktivitas
perikanan yang berkelanjutan ditentukan oleh kelembagaan yang ada.
Pada umumnya, pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan terbagi menjadi
dua, yaitu Pengelolaan SDAL Berbasis Masyarakat (PSALBM) dan Pengelolaan
SDAL Berbasis Pemerintah (PSALP). Pada pengelolaan SDAL di Waduk Cirata,
terdapat keduanya, baik PSALBM maupun PSALP.
1. Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Pemerintah
(PSALP) pada Waduk Cirata
PSALP merupakan rezim pengelolaan dengan pemerintah sebagai pihak yang
memegang kuasa serta wewenang dalam kegiatan pemanfaatan sumber daya. PSALP
dilakukan dengan harapan bahwa keterlibatan pemerintah bisa mewujudkan keadilan
dalam memanfaatkan ketersediaan sumber daya. Selain itu, hal lain yang menjadi
alasan adanya campur tangan pemerintah dalam pengelolaan sumber daya adalah
karena administrasi, sehingga keterlibatan pemerintah sendiri juga menghasilkan
efisiensi. Keterlibatan pemerintah dalam pengelolaan sumber daya dan lingkungan
terbagi menjadi 4 fungsi, yaitu fungsi alokasi, fungsi distribusi, fungsi keadilan, dan
fungsi stabilisasi.
Pada kegiatan usaha perikanan tangkap yang ada di Waduk Cirata keterlibatan
pemerintah dalam pengelolaan sumber daya dan lingkungan diwujudkan dalam bentuk
fungsi alokasi dan fungsi stabilisasi, yaitu melalui regulasi tentang pemanfaatan
sumber daya yang harus meminimalisir potensi terjadinya ketidakseimbangan atau
eksploitasi secara besar-besaran atau diluar kemampuan sumber daya dan lingkungan
yang akan menyebabkan degradasi serta kerusakan sumber daya itu sendiri.
Berikut merupakan contoh Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan berbasis
Pemerintah (PSALP) yang ada di Waduk Cirata:
a) Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 7 Tahun 2011
Peraturan daerah tersebut menyatakan bahwa sumberdaya ikan harus dimanfaatkan
dengan sebaik-baiknya untuk kemakmuran masyarakat (Pemerintah Provinsi Jawa
Barat, 2019).
b) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan PER.17/MEN/2006
Peraturan menteri tersebut berupa pernyataan bahwa pengelolaan dan pemanfaatan
sumberdaya ikan harus tetap dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip
kelestarian sumberdaya terkait serta linkungannya dengan penetapan ketentuan
terhadap usaha perikanan tangkap (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2006).
c) Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 19 Tahun 2014
Peraturan daerah tersebut menyatakan tentang prinsip tarif retribusi usaha
perikanan didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya
penyelenggaraan pemberian izin, meliputi penerbitan dokumen izin, pengawasan
di lapangan, penegakan hukum, penatausahaan dan biaya dampak negatif dari
pemberian izin (Pemerintah Provinsi Jawa Barat, 2014).
2. Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Masyarakat
(PSALBM) pada Waduk Cirata
Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Berbasis Masyarakat atau
Community Based-Natural Resources Management merupakan pengelolaan sumber
daya dengan pemberiaan kesempatan bagi masyarakat untuk memegang wewenang
serta tanggung jawab untuk mengelola sumber daya alam dan lingkungannya.
Penerapan PSALBM secara tidak langsung memaksa masyarakat untung lebih
bertanggung jawab karena setiap keputusan yang mereka ambil akan berpengaruh
langsung terhadap kesejahteraan hidup mereka.
Selain meningkatkan tanggung jawab, PSALBM juga merupakan bentuk upaya
untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat, dimana pada saat ini kebanyakan
wewenang terkait pengelolaan sumber daya dipegang oleh lembaga pemerintah
ataupun swasta. Dengan PSALBM masyarakat akan lebih dekat dengan sumber daya
yang mereka gunakan, baik digunakan secara langsung atau juga sebagai sumber
ekonomi demi keberlangsungan hidup sehari-hari.
Walaupun wewenang dan tanggung jawab diberikan kepada masyarakat,
pemerintah tidak lepas tanggung jawab begitu saja. Pemerintah masih harus
memberikan arahan dalam hal pembentukan sistem PSALBM terkait landasan institusi
serta struktur organisasi yang nantinya akan menjadi lembaga/komunitas masyarakat
itu sendiri. Dalam pengelolaan kegiatan perikanan tangkap di Waduk Cirata, PSALBM
ada adalam bentuk kelompok atau komunitas yang dibuat atas dasar memiliki tujuan
yang sama.
Berikut adalah komunitas sebagai kelembagaan dalam Pengelolaan Sumber
Daya Alam dan Lingkungan Berbasis Masyarakat (PSALBM) di Waduk Cirata:
a) Masyarakat Peduli Cirata (MPC)
MPC dibentuk dengan melibatkan seluruh stakeholder yang terlibat secara
langsung, yaitu Badan Pengelola Waduk Cirata (BPWC), pembudi daya ikan,
supplier input ptoduksi, dan pengelola sarana transportasi perairan waduk.
Masyarakat Peduli Cirata memiliki fungsi dan peran untuk saling memberikan
keuntungan langsung (direct benefit) atau tidak langsung (indirect benefit) antar
stakeholder yang tergabung dalam MPC (Nurhayati et al., 2018).
b) Kelompok Masyarakat Pengawas (POKMAWAS)
dibentuk dan memiliki tugas untuk melakukan pengawasan terhadap kegiatan yang
berlangsung di Waduk Cirata. Ini adalah bentuk partisipasi pengendalian
sumberdaya perikanan oleh masyarakat dengan tujuan meningkatkan rasa
bertanggung jawab masyarakat terhadap sumberdaya yang ada.
2.4 Sistem Ko-manajemen yang diterapkan pada Kegiatan Pengelolaan Usaha
Perikanan Tangkap pada Waduk Cirata
Ko-Manajemen merupakan integrasi dari Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan berbasis Pemerintah (PSALP) dengan Pengelolaan Sumber Daya Alam
dan Lingkungan Berbasis Masyarakat (PSALBM). Karena baik PSALP dan PSALBM
memiliki keunggulan masing-masing, maka ko-manajemen atau penggabungan dari
kedua keunggulan tersebut digunakan untuk memperoleh outcome yang lebih optimal.
Secara umum, Ko-Manajemen merupakan distribusi atau pembagian antara pemerintah
dan masyarakat terkait wewenang dan tanggung jawab pengelolaan sumber daya dan
lingkungan. Ini dibentuk dengan tujuan membentuk tata kelola sumber daya yang lebih
tepat, lebih efisian, juga lebih adil dan merata.
Sistem Ko-Manajemen yang tepat adalah ketika kedudukan pemerintah dan
masyarakat sejajar dan bekerjasama dari proses awal hingga akhir pengelolaan. Pada
implementasinya, Ko-Manajemen dapat dilakukan dengan berbagai bentuk yang
terbagi menjadi 4 yaitu, pengelolaan sumberdaya, pengembangan masyarakat dan
ekonomi, pengembangan kapasitas, dan dukungan kelembagaan.
Ko-Manajemen yang ada di Waduk Cirata adalah Ko-Manajemen dengan
bentuk kerjasama dalam hal koordinasi di berbagai kegiatan pengelolaan. Beberapa
diantaranya adalah sebagai berikut:
a) Pengelolaan waduk dilakukan oleh Badan Pengelola Waduk Cirata (BPWC)
dengan koordinasi bersama Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat dan Dinas
Perikanan masingmasing kabupaten.
b) Dinas Perikanan Provinsi dibantu oleh UPTD Balai Pelestarian Perikanan
Perairan Umum dan Ikan Hias (BP3UIH) yang berkoordinasi dengan Badan
Pengelola Waduk Cirata (BPWC) dan BPPT dalam penerbitan izin usaha
perikanan di Waduk Cirata.
c) Badan Pengelola Waduk Cirata (BPWC) dalam pelaksanaannya dibantu oleh
Masyarakat Peduli Cirata (MPC) dan berkoordinasi dengan UPTD masng-
masing kabupaten.
Penerapan Ko-Manajemen terhadap pengelolaan sumber daya perikanan pada
kegiatan usaha perikanan tangkap di Waduk Cirata akan memberi beberapa manfaat.
Beberapa manfaat tersebut adalah meminimalisir peran dominan dari salah satu pihak,
baik itu pemerintah ataupun kelompok masyarakat. Ko-Manajemen juga dapat
mengheat biaya, seperti biaya informasi, biaya pengambilan keputusan, dan biaya
operasional. Selain itu, penerapannya membuat ada transparansi antara kedua pihak,
yaitu pemerintah dan masyarakat. Sistem Ko-Manajemen dikatakan merupakan
alternatif karena melakukan kombinasi atau gabungan antara sistem manajemen yang
top down dan bottom up. Pada intinya Ko-Manajemen akan menjadi solusi yang baik
ketika pelaksanaannya juga tepat.
BAB III
IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
3.1 Implikasi Kelembagaan dalam Pemanfaatan dan Pengelolaan Kegiatan Usaha
Perikanan Tangkap Waduk Cirata
Pengelolaan kegiatan perikanan tangkap yang hanya diatur dengan aturan
formal tidak terlepas dari permasalahan yang muncul. Menurut (Anna, 2016)
kelembagaan yang ada dalam pengelolaan Waduk Cirata ini masih tumpang tindih
antara pemerintah pusat (sektoral) dan pemerintah daerah. Selain itu, potensi sumber
daya perikanan di Waduk Cirata juga menjadi berkurang karena adanya degradasi
lingkungan akibat peningkatan pemukiman di sekitar wilayah waduk yang juga akan
mendorong pemanfaatan waduk lebih jauh.
Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa produksi perikanan dari hasil
kegiatan usaha perikanan tangkap telah mengalami over fishing, yaitu kegiatan
produksi perikanan dengan nilai yang berada diatas nilai tangkapan lestari. Waduk
Cirata juga mengalami over capacity khususnya pada kegiatan perikanan.
Kegiatan perikanan tangkap sebenarnya lebih sedikit dibandingkan dengan
kegiatan perikanan budidaya yang ada di Waduk Cirata. Kegiatan budidaya dengan
jaring apung seringkali mengabaikan kemampuan daya dukung lingkungan sehingga
menyebabkan penurunan kualitas air dan degradasi lingkungan yang memperparah
keadaan. Perikanan tangkap adalah salah satu tombak bagi kehidupan masyarakat di
sekitarnya, namun pada kenyataannya belum mendapat perhatian lebih jauh dibanding
dengan sektor perikanan lainnya.
3.2 Rekomendasi Kebijakan Pengelolaan Perikanan Tangkap Waduk Cirata
Berdasarkan literatur yang termasuk risalah kebijakan pertanian dan
lingkungan dengan judul Analisis Kelembagaan Pengelolaan Perikanan Tangkap Di
Waduk Cirata, ada beberapa kebjakan yang dapat menjadi rekomendasi pengelolaan
perikanan tangkap pada Waduk Cirata. Rekomendasi kebijakan tersebut yaitu:
1. Kebjakan Program restocking yang perlu dilaksanakan dengan rutin dan
pengawasan lebih lanjut untuk menghindari kecurangan dalam penggunaan benih
ikan
2. Kebijakan untuk melakukan sosialisasi lebih lanjut mengenai peraturan perikanan
tangkap secara merata agar aturan yang ada dapat diketahui oleh seluruh stakeholer
yang terlibat
3. Kebijakan untuk membuat kelembagaan dengan syarat dapat memenuhi
kepentingan setiap stakeholder
4. Perlu adanya kebijakan non-formal sehingga masyarakat lebih sadar lagi akan
pentingnya melestarikan sumber daya perikanan di Waduk Cirata agar dapat terus
bermanfaat dalam jangka waktu yang panjang
DAFTAR PUSTAKA
Anna, Z. (2016). Pengelolaan Berkelanjutan Perikanan Tangkap Waduk Cirata : Model
Bio-Ekonomi. Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan Dan Perikanan, 11(2), 161.
https://doi.org/10.15578/jsekp.v11i2.3688
Hermawaty, A. I. (2015). Permasalahan Kelembagaan Pemanfaatan Waduk Darma
untuk Kegiatan Budidaya Keramba Jaring Apung di Kabupaten Kuningan Jawa
Barat. Jurnal Wilayah Dan Lingkungan, 3(2), 95.
https://doi.org/10.14710/jwl.3.2.95-104
Hidayat, A., Marits, D. M., & Gandhi, P. (2017). Analisis Kelembagaan Pengelolaan
Perikanan Tangkap Di Waduk Cirata. RISALAH KEBIJAKAN PERTANIAN DAN
LINGKUNGAN: Rumusan Kajian Strategis Bidang Pertanian Dan Lingkungan,
3(2), 1. https://doi.org/10.20957/jkebijakan.v3i2.15509
Kementerian Kelautan dan Perikanan. (2006). Peraturan Menteri Kelautan Dan
Perikanan Nomor : Per.17/Men/2006 Tentang Usaha Perikanan Tangkap. 1–38.
Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. (2018). Informasi Statistik
Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat 2018. Pusat Data Dan Teknologi
Informasi (PUSDATIN), 60–84.
Nurhayati, A., Herawati, T., Nurruhwati, I., & Handaka, A. (2018). STRATEGI
PENGELOLAAN ADAPTIF BERBASIS KELEMBAGAAN LOKAL
SUMBER DAYA PERAIRAN ( Studi Kasus di Perairan Umum Waduk Cirata
Kab Cianjur , Jawa Barat ). Jurnal Kebijakan Sosek, 8(2), 63–75.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat. (2014). Perda 19 Tahun 2014 (pp. 1–118).
Pemerintah Provinsi Jawa Barat. (2019). Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2011
tentang PENGELOLAAN PERIKANAN. Peraturan Daerah Pemerintah
Provinsi Jawa Barat, 72(January), 1–16.
Purnamaningtyas, S. E., & Tjahjo, D. W. H. (2017). Pengamatan Kualitas Air Untuk
Mendukung Perikanan Di Waduk Cirata, Jawa Barat. Jurnal Penelitian Perikanan
Indonesia, 14(2), 173. https://doi.org/10.15578/jppi.14.2.2008.173-180
Widyastari, P. (2020). Pemanfaatan Waduk Gajah Mungkur untuk Meningkatkan
Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Wonogiri.
https://doi.org/10.31227/osf.io/wegta

Anda mungkin juga menyukai