Anda di halaman 1dari 3

ADITYA ROCHMAN (03)

XI IPS 1
TUGAS AGAMA ISLAM

KISAH NABI NUH A.S.

Nabi Nuh as dilahirkan 126 tahun setelah wafatnya Nabi Adam as, hal ini
sebagaimana yang dituturkan Imam Ibnu Jarir dan yang lainnya.
Silsilah beliau adalah Nuh bin Lamak bin Matusyalah bin Khanuj –Nabi Idris
as– bin Yarid bin Mahlayil bin Anwasy bin Syits bin Adam Abul Basyar as.
Nabi Nuh as mempunyai istri, yang di sebagian menyebutnya dengan nama
Emzara, yang dari perkawinan tersebut memiliki beberapa anak di antara
adalah Ham, Sam, Yafats, Yam dan ‘Abar. Dan Yam inilah yang terkenal
dengan sebutan Kan’an.

Nabi Nuh AS diutus kepada kaum yang menyembah berhala dan berbuat keji,
yang mengajak manusia dalam kesesatan dan kekufuran. Namun terdapat
perbedaan tentang usia diangkatnya Nabi Nuh menjadi rasul oleh Allah swt.
Sebagian mengatakan pada usia 50 tahun, sebagian yang lain mengatakan
pada usia 350 tahun, sebagian lagi mengatakan pada usia 480 tahun
sebagaimana pendapat Ibnu Jarir. Dan ketiga pendapat itu disandarkan
kepada Ibnu Abbas ra.

Ibnu Jarir berkata dalam tafsirnya: Ibnu Hamid telah meriwayatkan kepada
kita, Mahran telah meriwayatkan kepada kita, dari Sufyan, dari Musa, dari
Muhammad bin Qais, beliau berkata: Ada sebuah kaum yang shalih antara
Nabi Adam dan Nabi Nuh, dan mereka mempunyai pengikut yang mengikuti
mereka, ketika mereka meninggal, sebagian dari pengikut itu berkata: “Kalau
mereka yang sudah meninggal itu dibuatkan patung yang mirip dengan
mereka agar kita lebih asyik beribadah ketika kita mengingat mereka.”

Maka para pengikut itu membuat patung, namun ketika para pengikut itu
sudah meninggal, dan datang generasi berikutnya kemudian iblis menipu
generasi berikutnya, seraya berkata: “Apabila mereka menyembah patung
tersebut dan meminta hujan, niscaya mereka akan menurunkan itu”, maka
akhirnya mereka menyembah patung yang shalih. Ibnu Abi Hatim
meriwayatkan dari Urwah bin Zubair, beliau berkata: Wadd, Yaghuts, Ya’uq,
Suwa’ dan Nasr adalah anak-anak Nabi Adam as dan Wadd adalah anak
tertua dan terbaik di antara mereka. Maka tatkala kesesatan sudah semakin
parah, Allah swt mengutus seorang nabi untuk mereka agar menyadarkan
mereka ke jalan yang benar yaitu Nuh as.
Ketika Nabi Nuh sudah diangkat menjadi nabi oleh Allah swt, maka beliau
berkewajiban risalah tauhid kepada kaumnya yaitu kaum Kan’an. Namun,
risalah tauhid oleh kaumnya terutama kaum pembesar dan bangsawan yang
tidak ingin kedudukan mereka sama dengan kasta yang rendah karena
mayoritas pengikut Nabi Nuh as adalah orang-orang yang berkasta bawah.

Bahkan mereka semua beradu argumentasi dengan Nabi Nuh as dan sampai
akhirnya mereka tetap tidak mau menerima risalah tauhid yang disampaikan
oleh Nabi Nuh as. Bahkan mereka sampai berani menantang Nabi Nuh as
untuk memohon kepada Tuhannya adzab dan siksaan kalau memang yang
disampaikan oleh Nabi Nuh as itu dan Nabi Nuh as adalah benar-benar nabi
yang diutus untuk mereka. Dan yang termasuk tidak percaya akan kenabian
Nabi Nuh as adalah istri beliau dan putranya yang bernama Kan’an.

Akibat dari kerasnya mereka menentang dakwah Nabi Nuh as dan bahkan
menantang Allah swt untuk menurunkan adzabnya, maka Nabi Nuh as
memohon kepada Allah swt untuk menurunkan siksaan yang amat pedih
sebagaimana yang mereka minta. Akhirnya Allah swt memerintahkan Nabi
Nuh as untuk membuat kapal.

Nabi Nuh as melaksanakan perintah Allah swt untuk membuat kapal tapi
aktifitas Nabi Nuh as diejek oleh kaum karena pada waktu pembuatan itu
terjadi pada musim kemarau sehingga kaumnya menghina Nabi Nuh as
dengan mengatakan kalau Nabi Nuh as sudah gila. Tetapi Nabi Nuh as dan
pengikut terus menyelesaikan pembuatan kapal tersebut sampai rampung.
Walupun Nabi Nuh as telah dihina oleh kaumnya sedemikian rupa tapi Nabi
Nuh as masih memperingatkan mereka akan adzab Allah swt yang berupa
banjir besar agar mereka segera beriman kepada Allah swt. Tapi ajakan
tersebut tetap tidak diterima oleh kaumnya.

Akhirnya, setelah selesai pembuatan kapal, Nabi Nuh as memerintahkan


pengikutnya untuk menaiki kapal dengan berpasang-pasangan1 termasuk di
dalamnya binatang. Setelah seluruh pengikutnya sudah berada di kapal, Nabi
Nuh as berdoa kepada Allah swt. Maka saat itu terjadi hal yang aneh, musim
kemarau yang begitu mendadak berubah menjadi suasana seperti musim
hujan, yang ditandai dengan suasana langit gelap mendung dan awan yang
begitu pekat.
Dan tak lama kemudian, hujan pun dengan topan yang begitu dasyat
sehingga air laut dengan gelombang yang sangat tinggi menghantam daratan
disertai dengan gelegar yang memekakkan telinga, diiringi dengan keluarnya
air dari bumi. Sehingga suasana hari itu betul-betul mencekam. Namun, tak
berapa kemudian, air sudah naik dan semakin tinggi sehingga menutupi
rumah dan bangunan lainnya. Bahkan banjir semakin sehingga bukit dan
gunung sudah tidak tampak lagi. Daratan pada saat sudah berubah lautan,
sejauh mata memandang hanya air yang terlihat.
Dalam kondisi seperti itu, Nabi Nuh as yang sudah berada dalam kapal masih
berusaha untuk menyelamatkan istri dan anak –Kan’an-, namun keduanya
tidak mau mengikuti ajakan Nabi Nuh dan keduanya tenggelam dalam banjir
yang besar tersebut.

Menurut sebagian mufassir: “Air naik di atas gunung yang berada di bumi
sekitar 15 dzira’ atau sekitar 9 m -dengan asumsi 1 dzira’ sama dengan 60
cm- di atas pegunungan. Sebagian yang lain berpendapat: tinggi air yang
menutupi pegunungan sekitar 80 dzira’ atau sekitar 48 m, sehingga tidak ada
satupun yang tersisa di permukaan  bumi baik makhluk yang kecil maupun
yang besar.

Dan banjir itu terjadi beberapa waktu, dan ketika banjir sudah mulai surut,
dengan izin Allah swt Nabi Nuh as dan para pengikutnya selamat dan kapal
yang ditumpangi oleh mendarat di bukit Judi, sebuah bukit yang berada di
pegunungan Ararat di wilayah Turki sekarang (menurut sebagian pendapat
mengatakan seperti itu).

Anda mungkin juga menyukai