KARIES GIGI PADA ANAK USIA SEKOLAH KELAS 4-6 DI SDN MELAYU
10 KABUPATEN BARITO UTARA
Disusun oleh :
NIM : P012521023J
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
BAB III
D. Penyebab Karies ......................................... 29
Tahap
Pertumb J. Penelitian Terkait .............................................................. 32
uhan
Gigi ...... K. Kerangka Teori .................................................................. 35
..............
..............
..............
.. KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
F.
Karies
Gigi ......
..............
..............
..............
..............
..........
22
G.
Etiologi
Karies ...
..............
..............
..............
..............
........
H.
Pencega
han
Karies ...
..............
..............
..............
..............
.
I.
Faktor-
Faktor
BAB 1V METODOLOGI PENELITIAN
1. Populasi ......................................................................... 49
2. Sampel ........................................................................... 49
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan gigi dan mulut merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat
merupakan hal yang terpenting, berdasarkan data waktu menyikat gigi menunjukkan
bahwa perilaku pelihara diri masyarakat Indonesia dalam kesehatan mulut masih sangat
rendah. Hal ini ditunjukkan oleh data bahwa 91,1% penduduk Indonesia sudah menyikat
gigi, namun hanya 7,3% yang berperilaku benar dalam menyikat gigi (Depkes, 2007).
Provinsi Banten dan Kota Tangerang digambarkan dengan kebiasaan menggosok gigi
masih kurang baik. Sebanyak 94,8% anak sekolah mempunyai kebiasaan menggosok
gigi setiap hari dengan persentase yang menggosok gigi setelah makan pagi sebesar
95,7% dan sebelum tidur malam hanya 26,6%. Sementara itu, persentase masyarakat
Kota Tangerang yang menggosok gigi setiap hari sesudah makan pagi dan sebelum tidur
adalah 6,4%. Meskipun sebagian besar penduduk Banten sudah rajin menggosok gigi
setiap hari namun ternyata persentase penduduk yang berperilaku benar dalam
menggosok gigi masih sangat rendah yaitu hanya 4,8%. Berperilaku benar dalam
menggosok gigi adalah bila seseorang mempunyai kebiasaan menggosok gigi setiap hari
dengan cara dan pada waktu yang benar, yaitu dilakukan pada saat sesudah makan dan
sebelum tidur (Listiono, 2012). Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa
1
2
kebiasaan masyarakat Provinsi Banten dan Kota Tangerang dalam menggosok gigi masih
sangat kurang.
gangguan gigi dan mulut karena menurut (Potter & Perry, 2005). Menggosok gigi setelah
makan di pagi hari bertujuan untuk membersihkan sisa-sisa makanan yang menempel
setelah makan dan sebelum tidur malam bertujuan untuk membersihkan sisa-sisa
makanan yang menempel setelah makan malam. Kebersihan gigi dan mulut yang buruk
dapat berlanjut menjadi salah satu faktor resiko timbulnya berbagai penyakit dirongga
mulut seperti penyakit karies gigi. Di Indonesia penyakit gigi dan mulut terutama karies
masih banyak diderita, baik oleh anak-anak maupun dewasa. Data Kementrian Kesehatan
RI tahun 2010 menunjukkan bahwa prevalensi karies gigi di Indonesia mencapai 60%-
80%.
aktif di provinsi Banten sebesar 37,3% dan di Kota Tangerang adalah 43,3%, karies gigi
menjadi salah satu masalah kesehatan serius pada anak usia sekolah. Penduduk usia 10
tahun keatas yang berperilaku benar menggosok gigi (menyikat gigi setiap hari sesudah
makan pagi dan sebelum tidur) masih sangat rendah. persentase yang menggosok gigi
setiap hari sesudah makan pagi hanya 12,6% dan sebelum tidur malam hanya 28,7%
(Listiono, 2012). Di Indonesia, prevalensi karies gigi mencapai 85% pada anak usia
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, penduduk Indonesia
pada usia 10 tahun ke atas, sebanyak 46% mengalami penyakit gusi dan 71,2%
mengalami karies gigi, sedangkan kelompok umur 12 tahun, sebanyak 76,2% mengalami
karies atau gigi berlubang. Penyakit gigi dan mulut dapat menjadi faktor resiko penyakit
dewasa, baik pada gigi susu maupun gigi permanen. Anak usia 6-14 tahun merupakan
kelompok usia yang kritis dan mempunyai sifat khusus yaitu transisi/pergantian dari gigi
Karies gigi merupakan sebuah penyakit infeksi yang merusak struktur gigi,
penyakit ini menyebabkan gigi berlubang. Jika tidak ditangani, penyakit ini akan
menyebabkan nyeri, gangguan tidur, penanggalan gigi, infeksi, berbagai kasus berbahaya
dan bahkan kematian. Penyebab penyakit tersebut karena konsumsi makanan yang manis
dan lengket, malas atau salah dalam menyikat gigi, kurangnya perhatian kesehatan gigi
dan mulut atau bahkan tidak pernah sama sekali memeriksa kesehatan gigi (Listiono,
2012).
Upaya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut sebaiknya dilakukan sejak usia
dini. Usia sekolah dasar merupakan saat yang ideal untuk melatih kemampuan motorik
secara baik dan benar merupakan faktor cukup penting untuk pemeliharaan gigi dan
Perkembangan motorik halus dan kasar semakin menuju ke arah kemajuan, oleh
karena itu anak lebih dapat diajarkan cara memelihara kesehatan gigi mulut secara lebih
rinci, sehingga akan menimbulkan rasa tanggung jawab akan kebersihan dirinya sendiri
(Riyanti, 2005). Salah satu upaya dalam meningkatkan kesehatan gigi dan mulut adalah
gigi harus diajarkan dan diterapkan pada anak disegala umur terutama usia anak sekolah
karena usia itu mudah menerima dan menanamkan nilai-nilai dasar. Anak sekolah
Indonesia telah bekerja sama dengan pihak swasta dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia
(PDGI) dalam program gerakan pemeriksaan gigi gratis dan edukasi tentang kebersihan
gigi kepada anak-anak dan orang tua yang diselenggarakan pada Bulan Kesehatan Gigi
Nasional (Lukihar dianti, 2011). Melalui program tersebut, masyarakat lebih mudah
kebersihan gigi.
Penyakit karies pada anak, banyak dan sering terjadi namun kurang mendapat
perhatian dari orang tua karena anggapan bahwa gigi anak akan digantikan gigi tetap.
Orang tua menyadari bahwa dampak yang ditimbulkan sebenarnya akan sangat besar bila
tidak dilakukan perawatan untuk mencegah karies sejak dini pada anak. Peran orang tua
sangat diperlukan dalam pemeliharaan kesehatan anak khususnya kebersihan gigi dan
mulut karena anak masih bergantung pada orang tua. Disamping itu perawat perlu
menjalankan tugan dan perannya dalam meningkatkan kebiasaan menggosok gigi yang
baik dan menanggulangi prevalensi karies gigi yang tinggi pada anak usia sekolah.
kerja sama dengan pihak sekolah (Potter & Perry, 2005). Selain itu perawat dapat
memberikan promosi kesehatan kepada orang tua agar dapat mengajarkan dan
Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan di 3 SDN yang melibatkan siswa
kelas 4-6 SDN. SDN yang terlibat antara lain SDN Legoso, SDN 5 Ciputat dan SDN
Melayu 10pada siswa kelas 4-6 SDN masing-masing sebanyak 20 siswa di masing-
masing SDN tersebut didapat data SDN Legoso terdapat 20 % anak yang mengalami
5
karies gigi, SDN 5 Ciputat terdapat 40 % anak yang mengalami karies gigi, dan SDN
Melayu 10terdapat 55% anak yang mengalami karies gigi. Data yang di dapat adalah
dengan melakukan pemeriksaan langsung pada gigi anak dan peneliti juga menanyakan
kebiasaan menggosok gigi. Dengan data tersebut, maka peneliti tertarik ingin melakukan
penelitian di SDN Melayu 10karena prevalensinya lebih tinggi dibandingkan dengan dua
SDN lainnya.
B. Rumusan masalah
dewasa, baik pada gigi susu maupun gigi permanen. Anak usia 6-14 tahun merupakan
kelompok usia yang kritis dan mempunyai sifat khusus yaitu transisi/pergantian dari gigi
susu ke gigi permanen. Karies gigi disebabkan oleh beberapa faktor utama yaitu
Penelitian tentang kebiasaan menggosok gigi dan karies gigi pada anak usia
sekolah di Kota Tangerang perlu ditingkatkan. Hal ini disebabkan prevalensi karies gigi
yang tinggi dan hanya 4,8% masyarakat Kota Tangerang yang menerapkan menggosok
gigi. Karies gigi banyak dialami oleh anak usia sekolah. Prevalensi karies gigi yang
tinggi sangat mengkhawatirkan karena karies gigi menimbulkan dampak negative bagi
banyak dilakukan pada anak usia Sekolah Dasar di Kota Tangerang. Oleh karena itu,
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
karies gigi pada anak usia sekolah di SDN Melayu 10Kota Tangerang Selatan
2. Tujuan Khusus
a. Diketahui kebiasaan menggosok gigi (frekuensi, waktu, cara) pada anak usia
sekolah kelas 4-6 di SDN 6 Ciputat Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten
Tahun 2013.
b. Diketahui adanya karies gigi pada anak usia sekolah kelas 4-6 di SDN Melayu
c. Diketahui hubungan kebiasaan menggosok gigi dengan timbulnya karies gigi pada
anak usia sekolah kelas 4-6 di SDN Melayu 10Kota Tangerang Selatan Provinsi
D. Manfaat Penelitian
tentang pelaksanaan kebersihan gigi dan mulut salah satunya kebiasaan menggosok
Sebagai masukan dalam upaya meningkatkan status kesehatan gigi dan mulut
pada anak usia sekolah di SDN Melayu 10Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten
Tahun 2013.
7
3. Bagi siswa
Dengan adanya hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada siswa
mengenai frekuensi menggosok gigi, cara menggosok gigi dan waktu menggosok gigi
4. Bagi puskesmas
kesehatan anak usia sekolah khususnya dalam pelayanan kesehatan gigi dan mulut.
Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran atau informasi dasar untuk
terhadap karies gigi. Penelitian ini dilakukan di SDN Melayu 10Tangerang Selatan pada
tahun 2013. Populasi penelitian ini adalah anak usia sekolah kelas 4-6 di SDN Ciputat 6.
sedangkan rancangan penelitian yang digunakan adalah cross sectional yaitu dengan
meneliti variabel terikat dan variabel bebas. Sebagai sampel penelitian dipilih siswa kelas
4-6 atau usia sekolah karena pada usia sekolah gigi mulai digantikan dari gigi susu ke
gigi permanen.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Gigi
1. Pengertian Gigi
Gigi merupakan salah satu aksesoris dalam mulut dan memiliki struktur
bervariasi dan banyak fungsi. Fungsi utama dari gigi adalah untuk merobek dan
mengunyah makanan (Muttaqin dkk, 2010). Gigi normal terdiri dari tiga bagian;
kepala, leher, dan akar. Gigi yang sehat tampak putih, halus, bercahaya, dan berjarjar
Gigi adalah jaringan tubuh yang paling keras dibandingkan yang lainnya
strukturnya berlapis-lapis mulai dari email yang amat keras, dentin (tulang gigi) di
dalamnya, pulpa yang berisi pembuluh darah, pembuluh saraf, dan bagian lain yang
2. Fungsi Gigi
a. Pengunyahan
Gigi berperan penting untuk menghaluskan makanan agar lebih mudah ditelan
b. Berbicara
tertentu seperti huruf T, V, F, D, dan S. Tanpa gigi, bunyi huruf-huruf ini tidak
terasa sempurna.
c. Estetik
8
9
Sebuah senyum tidak akan lengkap tanpa hadirnya sederetan gigi yang rapih
dan bersih.
3. Bagian-Bagian Gigi
a. Email adalah bagian terluar dari gigi dan merupakan bagian paling keras dari
seluruh bagian gigi bahkan lebih keras dari tulang. Bangunan kristalin yang
kompleks dan padat ini mengandung mineral kalsium, fosfat dan flourida. Email
meliputi seluruh mahkota gigi. Fungsi email melindungi gigi dari zat yang sangat
b. Dentin adalah bagian yang paling terbesar dari seluruh gigi, dentin lebih lunak
dari email. Dentin ini merupakan saluran yang berisi urat, darah dan limfe.
c. Pulpa adalah bagian gigi paling dalam, yang mengandung saraf dan pembuluh
Normalnya pulpa berespon terhadap panas dan dingin dengan nyeri yang ringan
d. Sementum adalah bagian dari akar gigi yang berdampingan / berbatasan langsung
a. Gigi seri, jumlahnya ada delapan buah, yaitu empat buah gigi seri atas dan empat
b. Gigi taring, jumlahnya ada empat buah, di atas dua dan di bawah dua. Gigi taring
c. Gigi geraham kecil, jumlahnya ada delapan buah, empat buah di atas dan empat
buah di bawah. Gigi geraham kecil ini merupakan pengganti gigi geraham sulung.
Letaknya di belakang gigi taring, akar gigi geraham kecil ini semua satu, kecuali
yang atas depan, memiliki dua akar. Gigi geraham kecil berfungsi untuk
menghaluskan makanan.
d. Gigi geraham besar, jumlahnya dua belas buah, enam buah di atas dan enam
buah di bawah. Gigi geraham besar terletak di belakang gigi geraham kecil,
masing-masing sisi tiga buah permukaannya lebar dan bertonjol-tonjol, gigi ini
yang bawah akarnya dua, yang atas tiga. Gigi geraham terakhir, sering kali
Usia sekolah adalah rentang usia 6 sampai 12 tahun sering disebut sebagai masa-
masa yang rawan, karena pada masa itulah gigi susu mulai tanggal satu persatu dan gigi
permanen pertama mulai tumbuh (usia 6-8 tahun). Dengan adanya variasi gigi susu dan
gigi permanen bersama-sama didalam mulut, menandai masa gigi campuran pada anak.
Gigi yang baru tumbuh belum matang sehingga rentan terhadap kerusakan (Potter &
Perry, 2005). Anak usia 6 sampai 7 tahun belum mampu menggosok gigi secara mandiri.
dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan berkembang pula daya tangkap
dan pola pikirnya. Keterampilan menggosok gigi pada anak perempuan lebih baik dari
pada laki-laki. Anak perempuan lebih terampil dalam tugas yang bersifat praktis,
khususnya dalam tugas motorik halus dibandingkan dengan anak laki-laki (Sekar dkk,
2012).
11
anak. Motorik halus adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak
melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan oleh
otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat, seperti mengamati sesuatu,
Keterampilan motorik halus pada usia 6 sampai 7 tahun dalam menggosok gigi
adalah anak masih membutuhkan bantuan untuk menggosok gigi dengan seksama dan
perlu diajarkan cara melakukan perawatan gigi secara mandiri (Potter & Perry, 2005).
Oleh sebab itu, anak belum mampu menggosok gigi secara seksama dan mandiri pada
usia 6 sampai 7 tahun. Peran orang tua sangat diperlukan dalam pemeliharaan kesehatan
anak. Khususnya kebersihan gigi dan mulut karena anak masih bergantung pada orang
Anak sudah mampu melakukan perawatan gigi secara mandiri pada saat usia 8
motorik halus yang membuat anak mampu melakukan perawatan gigi secara mandiri
pada usia 8 sampai 10 tahun (Potter & Perry, 2005). Anak usia 10-12 tahun adalah usia
yang dianjurkan WHO untuk dilakukan penelitian kesehatan gigi karena perilaku
kesehatan gigi pada usia 10-12 tahun lebih kooperatif dari pada kelompok umur yang
lebih muda dan juga dianggap sudah mandiri dalam kegiatan menggosok gigi gigi (Netty
E, 2004). Usia 10-12 tahun juga merupakan periode kritis dalam pemeliharaan dan
peningkatan gaya hidup seseorang. Pada tahap ini terjadi peningkatan proses
anak juga meningkat dan pola makan yang tidak teratur dibandingkan usia anak lainnya
(Santrok, 2007).
12
Anak usia 6 - 12 tahun, periode yang kadang-kadang yang disebut sebagai masa
anak-anak pertengahan atau masa laten, mempunyai tantangan baru. Kekuatan kognitif
untuk memikirkan banyak faktor secara simultan memberikan kemampuan pada anak
menjadi masalah sentral. Tidak seperti bayi dan anak pra-sekolah, anak-anak usia
sekolah dinilai menurut kemampuannya untuk menghasilkan hasil yang bernilai social,
masalah sentral psikososial pada masa ini sebagai masa krisis antara keaktifan dan
dilakukan secara baik oleh seorang anak usia 7 - 11 tahun, anak usia 7 - 11 tahun akan
menganggap kurang pantas bila memperlihatkan sifat bergantung pada orang tuanya.
sebab pada umur ini anak seharusnya sudah mulai memperhatikan corak kelakuan orang
tuanya. Anak wajib mengembangkan kemampuan berdiri sendiri, rasa tanggung jawab
dan merasa mempunyai kewajiban. Pada usia 7 - 11 tahun yang diperlukan anak adalah
disiplin guna mengatasi kesukaran yang tidak dapat di selesaikan sendiri (Latif dkk,
1985).
kanak-kanak membuat mereka sangat mandiri untuk mandi, berpakaian dan merawat
kebutuhan personal lain. Mereka mengembangkan keinginan personal yang kuat yang
dalam prosesnya kebutuhan ini akan terpenuhi (Potter & Perry, 2005). Pada masa ini
Tahap paling awal perkembangan kognitif terjadi pada waktu bayi baru lahir
sampai sekitar 2 tahun, tahap ini disebut tahap sensorimotor oleh Piaget (Piaget &
Inhelder, 1969; Piaget, 1981). Pada tahap ini, inteligensi anak lebih didasarkan
fisik (Santrock, 2007). Pada tahap ini anak belum dapat berbicara dengan bahasa.
Menurut piaget (1981), pemikiran anak pada umur 4 sampai 7 tahun berkembang
penuh karena anak masih mengalami operasi yang tidak lengkap dengan suatu
bentuk pemikiran semi-simbolis atau penalaran intuitif yang tidak logis. Dalam
hal ini seorang anak masih mengambil keputusan hanya dengan “aturan-aturan
Tahap ini dicirikan dengan pemikiran anak yang sudah berdasarkan logika tertentu
dengan sifat reversibelitas dan kekekalan. Anak ini sudah dapat berfikir lebih
menyeluruh dengan melihat banyak unsur dalam waktu yang sama. Pemikiran
anak dalam banyak hal sudah lebih teratur dan terarah karena sudah dapat berfikir
14
probabilitas. Konsep akan bilangan, waktu, dan ruang sudah semakin lengkap
terbentuk. Ini semua membuat anak sudah tidak lagi egosentris dalam pemikiran.
Meskipun demikian, pemikiran yang logis dengan segala unsurnya diatas masih
diterapkan pada kalimat verbal, hipotesis, dan abstrak. Maka, anak pada tahap ini
masih tetap kesulitan untuk memecahkan persoalan yang mempunyai segi dan
variabel terlalu banyak. Ia juga masih belum dapat memecahkan persoalan yang
abstrak. Itulah sebabnya, ilmu aljabar atau persamaan tersamar pasti akan sulit
Gigi susu mulai tumbuh sekitar usia 5 bulan. Makanan yang padat dapat
diterima mulut pada usia 5-6 bulan. Mengunyah dimulai usia 6-8 bulan dan
pertumbuhan gigi pertama pada bayi muncul sekitar usia 6-8 bulan (Potter & Perry,
2005).
Dua puluh gigi susu telah ada, usia 2 tahun anak mulai menggosok gigi dan
belajar praktik higienis dari orang tua. Pada usia 6 tahun, gigi balita mulai tanggal dan
diganti gigi permanen (Potter & Perry, 2005). Anak mulai menginginkan menggosok
gigi secara mandiri pada usia 2 tahun, akan tetapi anak tetap membutuhkan
pengawasan orang tua. Tujuan membersihkan gigi pada masa ini adalah mengangkat
15
plak yaitu deposit bakteri yang melekat pada gigi yang menyebabkan karies gigi.
Salah satu metode yang paling efektif untuk mengangkat plak adalah menggosok gigi
dengan sikat gigi yang kecil, berbulu pendek dan halus (Wong, 2003).
Perawatan gigi pada masa ini sangat penting untuk memelihara gigi primer. Kontrol
motorik halus pada masa ini sudah membaik, tetapi anak masih membutuhkan
bantuan dan pengawasan orang tua dalam menggosok gigi (Potter & Perry, 2005).
Gigi susu diganti dengan gigi permanen ada pada usia 12 tahun kecuali
geraham kedua dan ketiga. Karies dan ketidakteraturan gigi dalam jarak gigi adalah
Menurut Potter dan Perry (2005), menggosok gigi adalah membersihkan gigi dari
sisa-sisa makanan, bakteri, dan plak. Dalam membersihkan gigi, harus memperhatikan
pelaksanaan waktu yang tepat dalam membersihkan gigi, penggunaan alat yang tepat
untuk membersihkan gigi, dan cara yang tepat untuk membersihkan gigi. Oleh karena
itu, kebiasaan menggosok gigi merupakan tingkah laku manusia dalam membersihkan
Menggosok gigi dengan teliti setidaknya empat kali sehari (setelah makan dan
sebelum tidur) adalah dasar program hygiene mulut yang efektif (Potter & Perry, 2005).
Kebiasaan merawat gigi dengan menggosok gigi minimal dua kali sehari pada waktu
yang tepat pada pagi hari setelah sarapan pagi dan malam hari senelum tidur serta
perilaku makan-makanan yang lengket dan manis dapat mempengaruhi terjadinya karies
Menggosok gigi yang baik yaitu dengan gerakan yang pendek dan lembut serta
dengan tekanan yang ringan, pusatkan pada daerah yang terdapat plak, yaitu di tepi gusi
(perbatasan gigi dan gusi), permukaan kunyah gigi dimana terdapat fissure atau celah-
celah yang sangat kecil dan sikat gigi yang paling belakang (Rahmadhan, 2010).
Menggosok gigi harus memiliki pegangan yang lurus, dan memiliki bulu yang cukup
kecil untuk menjangkau semua bagian mulut. Menggosok gigi harus diganti setiap 3
bulan. Cara menggosok gigi yang baik adalah membersihkan seluruh bagian gigi,
gerakan vertical, dan bergerak lembut (Wong 2003). Potter dan Perry (2005)
menjelaskan bahwa seluruh permukaan gigi dalam, luar dan pengunyah harus disikat
dengan teliti dan menggosok gigi dengan sekuat tenaga tidak dianjurkan karena dapat
merusak email dan gusi dan akan menyebabkan perkembangan lubang karena vibrasi.
Membersihkan mulut merupakan hal yang penting sebagai suatu cara untuk
menghindari terjadinya karies gigi, yaitu menggosok gigi secara baik dan benar serta
teratur, setelah mengonsumsi makanan, terutama makanan yang terbuat dari karbohidrat
yang telah diolah, yang sifatnya melekat erat pada permukaan gigi. Ketika menggosok
gigi, sangat penting menyikat semua permukaan gigi, yang mana akan memakan waktu
buahan, wortel sayuran dan sebagainya dan mengunyah permen karet mengakibatkan
pembersihan sendiri gigi geligi. Dikatakan bahwa terjadinya pembersihan sendiri lewat
ludah, pipi, lidah dan bibir. Tetapi ini semua tidak cukup. Oleh karena itu mengunyah
apel atau permen karet bebas sakaros tidak menggantikan menggosok gigi (Houwink,
1993).
17
Banyak teknik atau metode menggosok gigi yang bisa digunakan, akan tetapi
untuk mendapatkan hasil yang baik maka diperlukan teknik menyikat gigi, teknik
menggosok gigi tidak hanya satu teknik saja melainkan harus kombinasikan dengan
sesuai dengan urutan gigi agar saat menggosok gigi semua bagian permukaan gigi dapat
dibersihkan dan tidak merusak lapisan gigi (Houwink, 1993). Penelitian ini sesuai
berhubungan dengan status karies gigi pada anak usia sekolah dasar kelas 6 di kecamatan
Idi Rayuek Kabupaten Aceh Timur tahun 1999 dengan uju statistik (0,033) terdapat
hubungan yang bermakna antara cara menggosok gigi yang benar dengan karies gigi.
berdasarkan gerakan yang dibuat sikat. Pada prinsipnya terdapat enam pola dasar :
1. Metode Vertikal
Sikat gigi diletakkan dengan bulunya tegak lurus pada permukaan bukal untuk
permukaan lingual dan palatina sikat gigi dipegang severtikal mungkin. Metode ini
ditulis oleh Hirschfeld (1945), pada umumnya metode ini tidak dianjurkan, karena
2. Metode Horizontal
Pada metode ini bagian depan dan belakang gigi digosok dengan sikat yang digerakan
permukaan yang dibersihkan. metode ini juga disebut metode menggosok (Houwink,
1993).
3. Metode Berputar
Metode berputar merupakan varian (bentuk yang dirubah) metode vertical. Disini
4. Metode Vibrasi/Bergetar
Pada metode Charters bulu-bulu sikat diletakkan pada sudut 450 terhadap poros
elemen-elemen dan agak tegak pada ruang aproksimal. Kemudian dibuat tiga sampai
empat gerakan bergetar dengan sikat. Kemudian sikan diangkat dari permukaan gigi
untuk mengulangi tiga sampai empat kali gerakan yang sama bagi tiap daerah yang
dapat dicapai oleh ujung sikat. Metode bergetar dimaksudkan untuk orang dewasa dan
terutama ditujukan pada pembersihan gusi selama ini dimungkinkan dengan sikat gigi
(Houwink, 1993).
5. Metode Sirkular
Fones (1934) lengkungan gigi-geligi dalam oklusi dan permukaan bukal dibersihkan
dengan melekat sikat tegak lurus dan membuat gerakan memutar. Gerakannya juga
meluas sampai ke gusi. Dan permukaan lingual dibersihkan dengan gerakan sirkular
kecil dan permukaan oklusal dengan gerakan menggosok. Metode ini hampir tidak
diterapkan lagi dan tidak dikenal penelitian tentang evaluasinya (Houwink, 1993).
6. Metode Fisiologis
Metode ini diintroduksi oleh Smith (1940) dan beranjak dari pendirian bahwa
gerakannya pada waktu menyikat harus mempunyai arah yang sama seperti arah
dari mahkota ke gusi. Disamping itu pada daerah molar dianjurkan beberapa gerakan
horizontal untuk membersihkan ulkus. Mengenai efektivitas cara ini tidak banyak
dikenal. Mengenai hal ini harus diperhatikan dengan benar pada waktu melakukan
mempengaruhi baik buruknya kebersihan gigi dan mulut, dimana akan mempengaruhi
juga angka karies dan penyakit penyangga gigi. Frekuensi menggosok gigi juga
mempengaruhi kebersihan gigi mulut anak-anak. Ini dikuatkan dengan penelitian Silvia
dkk, 2005 bahwa sekitar 46,9% anak yang menggosok gigi kurang dari 2 kali sehari
memiliki tingkat kebersihan gigi dan mulut yang kurang. Pengalaman mendapatkan
pendidikan kesehatan juga mempengaruhi kebersihan gigi dan mulut hal ini ditunjukan
dalam penelitian Riyanti (2005) bahwa dilakukan 4 kali pendidikan kesehatan lalu diukur
Kesehatan mulut tidak dapat lepas dari etiologi, dengan plak sebagai faktor
bersama pada terjadinya karies dan periodonsium. Penting disadari bahwa plak pada
dasarnya dibentuk terus menerus. Dengan susah payah gigi-geligi dan gusi dibersihkan
dari plak dan waktu setengah jam bakteri berkolonisasi diatasnya. Oleh karena itu sama
sekali bebas plak secara maksimal hanyalah dalam waktu sangat pendek (Houwink,
1993).
F. Karies Gigi
Plak merupakan momok bagi mulut dan tidak terlihat oleh mata. Plak ini akan
bergabung dengan air ludah yang mengandung kalsium, membentuk endapan garam
mineral yang keras. Plak muncul sebagai substansi yang lembut dan liat/lengket yang
melekat pada gigi hampir seperti selai melekat di sendok. Pertumbuhan plak dipercepat
dengan meningkatnya jumlah bakteri dalam mulut dan terakumulasinya bakteri dan sisa
makanan. Jika tidak dibersihkan, maka plak akan membentuk mineral yang disebut
dengan karang gigi yang meningkatkan resiko karies gigi (Muttaqin dkk, 2010).
20
Karies gigi merupakan proses multifactor, yang terjadi melalui interaksi antara
gigi dan saliva sebagai host, bakteri normal di dalam mulut, serta makanan terutama
karbohidrat yang mudah difermentasikan menjadi asam melalui proses glikolisis. Bakteri
acidophilus, sedangkan asam organic yang terbentuk antara lain asam piruvat dan asam
laktat yang dapat menurunkan pH saliva, pH plak dan pH cairan sekitar gigi sehingga
Streptococcus mutans adalah organisme yang paling sering diisolasi dari lesi
karies manusia. Bila kavitasi terjadi, laktobasili menjadi organisme yang menonjol
(Alpers, 2006). Mineralisasi plak (pengerasan struktur plak karena pembentukan kristal
kalsium, dan mineral-mineral lain dari saliva yang terkumpul dalam plak) terjadi setelah
24 jam, dan menjadi sepenuhnya mengeras dan berubah menjadi karang gigi (calculus)
antara 12-20 hari. Setelah itu, plak baru akan terbentuk diatas kalkulus yang telah ada
dan membentuk lapisan kalkulus yang baru. Oleh karena itu, kalkulus biasanya
Karies gigi merupakan penyakit multifaktorial dengan 4 faktor utama yang saling
mempengaruhi yaitu hospes (saliva dan gigi), mikroorganisme, substrat atau diet, sebagai
faktor tambahan yaitu waktu. Faktor sekunder lain yang penting adalah praktik hygiene
oral, aliran saliva (Alpers, 2006). Karies gigi adalah sebuah penyakit infeksi yang
merusak struktur gigi. Penyakit ini menyebabkan gigi berlubang. Jika tidak ditangani,
penyakit ini dapat menyebabkan nyeri, penanggalan gigi, infeksi, berbagai kasus
Karies gigi merupakan sebuah penyakit infeksi yang merusak struktur gigi,
penyakit ini menyebabkan gigi berlubang. Jika tidak ditangani, penyakit ini akan
berbahaya, dan bahkan kematian. Penyebab penyakit tersebut karna konsumsi makanan
yang manis dan lengket, malas atau salah dalam menyikat gigi, kurangnya perhatian
kesehatan gigi dan mulut atau bahkan tidak pernah sama sekali memeriksa kesehatan gigi
(Listiono, 2012).
hasil program pelayanan kesehatan gigi dan mulut, penelitian yang dilakukan oleh
Situmorang yang melakukan penelitian tentang dampak karies gigi dan penyakit
periodontal yaitu keterbatasan fungsi, rasa sakit, dan ketidaknyamanan psikis. Buruknya
gambaran perilaku kesehatan gigi penduduk dapat dilihat dari tingginya presentasi
penduduk yang meyakini semua orang akan mengalami karies gigi (79,16 %), karies gigi
sembuh tanpa perawatan dokter (24,44%), perawatan gigi menimbulkan rasa sakit
(31,94), demikian juga dalam hal kebiasaan menyikat gigi presentase penduduk yang
menyikat gigi pada waktu yang tepat yaitu sesudah makan sangat rendah (27,50%)
(Situmorang, 2005).
G. Etiologi Karies
Mulut kita penuh akan bakteri yang terdapat pada gigi dalam bentuk plak,
yang berasal dari saliva, maupun berasal dari sisa-sisa makanan. Disini, bakteri-
bakteri tersebut memakan sisa-sisa makanan tang tertinggal pada gigi, kemudian
bakteri tersebut menghasilkan atau memproduksi asam. Asam yang dihasilkan oleh
bakteri inilah yang memakan lapisan email gigi sehingga terbentuk suatu kavitas.
Normalnya, ketika asam menggerogoti email, tidak terasa sakit. Tetapi karena tidak
dirawat, asam yang menimbulkan kavitas tersebut menembus ke lapisan dentin dan
sampai ke rongga pulpa dari gigi, sehingga dapat menimbulkan rasa sakit. Kavitas
22
yang tidak dirawat, lambat dapat menghancurkan lapisan dentin dan pulpa serta dapat
H. Pencegahan karies
mengurangi jumlah organisme dalam mulut, mengubah diet dan kebiasaan makan.
Resistensi gigi dapat ditingkatkan dengan menggunakan optimal flourida dan menutup
plak setiap hari dengan menyikat dan membilas. Menggosok gigi harus mulai sesegera
mungkin pada gigi pertama erupsi. Benang sutera (floss) gigi digunakan untuk
membersihkan daerah tempat gigi berkontak langsung dan tidak dapat disikat.
Perlindungan terhadap gigi dapat dilakukan dengan cara, yaitu silen dan
a. Klorheksidin
b. Silen
Silen harus ditempatkan secara selektif pada pasien yang beresiko karies tinggi
prioritas diberikan pada molar pertama permanen di antara usia 6-8 tahun, molar
kedua permanen di antara usia 11-12 tahun. Bahan silen yang digunakan dapat
berupa resin. Silen resin digunakan pada gigi yang telah erupsi sempurna.
c. Penggunaan flour
Flour telah digunakan secara luas untuk mencegah karies. Penggunaan flour dapat
dilakukan dengan flourida air minum, pasta gigi dan obat kumur yang mengandung
flour, pemberian tablet flour. Flour air minum merupakan cara yang paling efektif
23
untuk menurunkan masalah karies pada anak secara umum. Penyikatan gigi dua kali
sehari dengan menggunakan pasta gigi yang mengandung flour terbukti dapat
menurunkan karies. Obat kumur yang mengandung flour dapat menurunkan karies
Menggunakan pasta gigi yang berflourida bisa menguatkan gigi dengan cara
memasuki struktur gigi dan mengganti mineral-mineral yang hilang akibat pengaruh
asam, proses ini disebut remineralisasi. Potter dan Perry (2005) mengungkapkan
bahwa pemberian flour dalam air minum telah memainkan peran besar dalam
Pasta gigi pada umumnya berwarna putih. Sebagai bahan pemolis biasanya
adalah agar dapat menghilangkan lebih baik endapan berwarna pada gigi. Juga
d. Diet makanan
Makanan manis atau yang mengandung tepung akan menempel pada permukaan
gigi. Setelah memakan yang manis, seseorang harus menggosok gigi dalam waktu
30 menit untuk mengurangi aksi plak. Makanan buah yang menganduk asam (mis.
Apel dan makanan berserat seperti sayuran segar) juga mengurangi plak (Potter &
Perry, 2005).
24
anatara jam makan pada saat makan berhubungan dengan peningkatan karies yang
besar. Faktor makanan yang dihubungkan dengan terjadinya karies adalah jumlah
fermentasi, konsumsi dan bentuk fisik (bentuk cair, tepung) dari karbohidrat yang
dikonsumsi, retensi dimulut, frekuensi makan dan snacks serta lamanya interval
waktu makan. Anak yang beresiko karies tinggi sering mengkonsumsi makanan
minuman manis di antara makan. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Suyuti,
konsumsi dan pengendalian frekuensi asupan gula yang tinggi. Hal ini dapat
dilaksanakan dengan cara nasehat diet dan bahan pengganti gula. Nasehat yang
dianjurkan adalah memakan makanan yang cukup jumlah protein dan fosfat yang
dapat menambah sifat basa dari saliva, memperbanyak makan sayuran dan buah-
buahan yang berserat dan berair yang akan bersifat membersihkan dan merangsang
sekresi saliva, menghindari makanan yang manis dan lengket serta membatasi
jumlah makanan menjadi tiga kali sehari serta menekan keinginan untuk makan di
Xylitol dan sorbitol merupakan bahan pengganti gula yang sering digunakan,
berasal dari bahan alami serta mempunyai kalori yang sama dengan glukosa dan
sukrosa. Xylitol dan sorbitol dapat dijumpai dalam bentuk tablet, permen karet,
minuman ringan, farmasi dan lain-lain. Xylitol dan sorbitol mempunyai efek
menstimulasi daya alir saliva dan menurunkan kolonisasi dari S. Mutans (Angela,
2005).
25
Menurut Alpers, (2006) karies gigi merupakan multifaktor dengan 4 faktor utama
yang saling mempengaruhi yaitu hospes (saliva dan gigi), mikroorganisme, substrat atau
F.1. Faktor di dalam mulut yang berhubungan langsung dengan proses terjadinya
a. Host (saliva)
Air liur yang sedikit mempermudah terjadinya karies karena fungsi saliva
bukan saja sebagai pelumas yang membantu proses mengunyah makanan tetapi
juga untuk melindungi gigi terhadap proses demineralisasi. Saliva ini berguna
b. Substrat (sukrosa)
c. Mikroorganisme
Type dari mikroorganisme yang berkoloni pada plak gigi. Dalam hal ini
bakteri yang paling penting dan kariogenik adalah streptococcus mutans dan
sehingga menghasilkan asam laktat yang akan menurunkan pH, jika pH turun
26
dibawah 5,5 akan menyebabkan demineralisasi enamel yang akan berlanjut akan
d. Waktu
berlangsungnya proses karies memberikan tanda bahwa proses karies terdiri dari
periode perusakan dan perbaikan yang silih berganti, oleh sebab itu saliva ada
dalam lingkungan gigi maka karies tidak menghancurkan gigi dalam hitungan
hari atau minggu melainkan dalam bulan atau tahun. Dengan demikian dapat
dilihat ada kesempatan untuk menghentikan terjadinya karies gigi (Kidd &
Bechal, 1992).
F.2. Faktor luar sebagai faktor predisposisi dan penghambat yang berhubungan
a. jenis kelamin
sebesar 24,5% (Depkes, 2007). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Sekar dkk tahun 2012 keterampilan menggosok gigi pada anak perempuan
b. Usia
Usia sekolah adalah usia 6-12 tahun yng sering disebut sebagai masa-
masa yang rawan, karena pada masa ini gigi susu mulai tanggal satu persatu dan
gigi permanen pertama mulai tumbuh (Potter & Perry, 2005). Usia
tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia maka akan
bertambah pula daya tangkap dan pola pikirnya (Sekar dkk, 2012).
27
c. Pengetahuan Anak
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
(Notoatmodjo, 2003).
berjudul “ faktor-faktor yang berhubungan dengan karies gigi pada anak usia
sekolah di sekolah dasar negeri kampung sawah III kota tangerang selatan tahun
pengetahuan yang cukup baik tentang karies gigi sebanyak 68 (76,4%) anak
yang memiliki karies gigi, sedangkan dari 2 anak yang mempunyai pengetahuan
yang cukup baik tentang karies gigi sebanyak 1 (50,0%) anak yang memiliki
karies gigi, dan dari 5 anak dengan pengetahuan yang kurang baik tentang
karies gigi sebanyak 4 (80,0%) anak memiliki karies gigi. Kesimpulan anak
yang memiliki pengetahuan baik tentang karies gigi cenderung memiliki karies
gigi.
gigi dari sisa-sisa makanan, bakteri, dan plak. Dan tujuan menggosok gigi
adalah membuang plak serta menjaga kesehatan gigi dan mulut. Menyggosok
gigi yang baik yaitu dengan gerakan yang pendek dan lembut serta dengan
tekanan yang ringan, pusatkan pada daerah yang terdapat plak yaitu ditepi gusi
(Rahmadhan, 2010).
28
J. Penelitian terkait
Penelitian tesis yang dilakukan oleh Warni (2009), melakukan penelitian yang
berjudul “ Hubungan perilaku murid SD kelas V dan VI pada kesehatan gigi dan mulut
terhadap status karies gigi di wilayah kecamatan delitua Kabupaten Deli Serdang Tahun
2009”. Penelitian yang dilakukan meliputi status karies gigi, pengetahuan kesehatan gigi,
kegunaan gigi, penyebab gigi berlubang, gigi berlubang dapat dicegah, waktu
menggosok gigi, menggosok gigi yang baik dan benar, bahan pasta gigi, tindakan gigi
berlubang, menyikat gigi selesai makan, menyikat gigi sebelum tidur malam, menggosok
gigi sesudah memakan makanan manis, pemeriksaan gigi secara rutin, gigi berlubang
karena malas menyikat gigi, mencegah gigi berlubang dengan menyikat gigi dengan
teratur dan benar, menyikat gigi yang baik dan benar pada semua permukaan gigi, gigi
sakit dan berlubang harus ditambal, gigi sehat lebih baik dipertahankan dari pada
dicabut, berobat gigi lebih baik ke dokter gigi/puskesmas daripada ke dukun, jajanan
manis dan melekat, frekuensi makan makanan jajanan dalam sehari, sumber informasi
dengan status karies gigi, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua.
Hasil penelitian ini menunjukan sudah cukup baik dengan hasil status karies gigi
rendah sebanyak 71 orang (74,0%). Kemudian setelah dilakukan analisis bivariat dengan
α=0,05 diperoleh yaitu tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan, sikap,
pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua dan sumber informasi dengan status karies
gigi. Tindakan merupakan hasil analisa yang dapat berhubungan dengan status karies
gigi.
berhubungan dengan karies gigi pada anak usia sekolah di SDN Kampong Sawah III
Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten Tahun 2009” berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan adalah anak-anak yang menjadi responden umumnya memiliki karies
29
gigi, dimana sebanyak (76%) memiliki karies gigi, dan sebanyak (24%) tidak memiliki
karies gigi. Anak yang memiliki kebiasaan menggosok gigi yang baik cenderung lebih
banyak yaitu sebanyak (86,5%), anak yang memiliki cara menggosok gigi baik
kebiasaan menggosok gigi sebelum tidur dengan karies gigi, bahwa terdapat siswa yang
mengalami karies gigi yaitu sebesar 50,8%. Sedangkan yang tidak mengalami karies gigi
hubungan antara kebiasaan menggosok gigi dengan kejadian karies gigi pada siswa SD
tahun 2012 maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden (64,9%) memiliki
kebiasaan menggosok gigi dalam kategori tidak baik, dan sebagian besar responden
(63,6%) menderita karies gigi. Dalam penelitian ini terdapat hubungan yang bermakna
antara kebiasaan menggosok gigi dengan kejadian karies gigi dengan p value 0,010
(<0,05).
K. Kerangka Teori
dengan karies gigi menyebutkan bahwa karies gigi disebabkan oleh multifaktor dimana
terjadi interaksi dari tiga faktor utama yaitu host, mikroorganisme, substrat, dan faktor
tambahan waktu.
30
Tumbuh
kembang anak
Pertumbuhan
dan
perkembangan
gigi
Kebiasaan
menggosok gigi
Frekuensi
Cara
Waktu
Berdasarkan kerangka teori maka dibuat kerangka konsep dimana pada penelitian
ini karies gigi merupakan variable dependent sedangkan kebiasaan menggosok gigi
Keterangan : Diteliti
maka dapat dirumuskan hipotesa penelitian yaitu “Ada hubungan antara kebiasaan
menggosok gigi dengan karies gigi pada anak kelas 4 – 6 di SD 6 Ciputat kota
31
32
A. Definisi
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
A. Desain penelitian
melakukan prosedur penelitian. Jenis penelitian yang digunakan untuk penelitian ini
desain cross sectional (potong lintang), yakni melakukan penelitian pada waktu yang
dependen (terikat) yang diteliti terhadap sampel dalam populasi yang ditentukan.
Variabel independen dalam penelitian ini adalah kebiasaan menggosok gigi dan variabel
dependent dalam penelitian ini adalah karies gigi.Tujuannya untuk mengetahui hubungan
kebiasaan menggosok gigi terhadap karies gigi.Variabel dalam penelitian ini adalah
B. Waktu Penelitian
C. Lokasi Penelitian
terdapat anak usia sekolah yang memiliki karies yang cukup tinggi sebesar 55%.
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang
mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
33
34
penelitian ini adalah SDN Ciputat 6 kota Tangerang usia sekolah baik laki-laki
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi, atau sampel didefinisikan sebagai bagian dari populasi yang diambil untuk
n= N. Z21-a/2 . P(1-P)
Keterangan :
N = besar populasi
n= N. Z21-a/2 . P(1-P)
n = 939,9 . 0,2016
963 . 0,0025 + 0,19656
n = 194,1408
35
2,4075 + 0,19656
n = 194,1408
2,60406
n = 74,55
= 74 anak
Untuk menghindari terjadinya sampel yang drop out dan sebagai cadangan
n2 = n1 + 10% . n1
= 74 + 7,4
= 81
Jadi jumlah sampel keseluruhan yang diambil untuk keperluan penelitian ini yaitu
berikut:
a. Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap
anggota populasi yang dapat diambil sampel. Kriteria inklusi dalam penelitian ini
yaitu:
1. Siswa kelas 4-6 SDN yang bersekolah di SDN Melayu 10Kota Tangerang
3. Siswa kelas 4-6 yang tidak menggunakan aksesoris atau alat bantu (kawat
sampling yaitu membagi sampel yang diambil berdasarkan proporsi jumlah siswa
perkelas yang telah memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Dengan menggunakan teknik
36
Ciputat 6. Adapun besar atau jumlah pembagian sampel untuk masing-masing kelas
N1 = sampel
Tabel 4.2
Proporsi Jumlah Sampel Penelitian
kelas Jumlah Populasi Jumlah Sampel
4 165 24
5 173 25
6 218 32
Jumlah 556 81
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses
dengan timbulnya karies gigi pada anak usia sekolah di SDN Melayu 10Tengerang
1. Instrumen Penelitian
Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner atau
lembar kuesioner yang disusun secara struktur berdasarkan teori dan berisikan
pertanyaan yang harus dijawab responden. Instrumen ini terdiri dari 3 bagian yaitu:
a. Bagian (A) berisi variabel nama, umur, jenis kelamin. Dengan mengisi pada kolom
sebagai alat ukur penelitian selesai disusun untuk mengukur tentang kebiasaan
dapat menggunakan rumus Pearson Product Moment, setelah itu diuji dengan
menggunakan uji t dan lalu baru dilihat penafsiran dari indeks korelasinya
(Hidayat, 2007).
√[ N∑x2
- (∑x)2 ][ N∑y2 – (∑y)2]
Keterangan :
x = skor pertanyaan
y = skor total
N = jumlah subjek
38
moment. Apabila hasil uji dari tiap item pertanyaan ternyata signifikan (p value >
5%) atau r hitung lebih besar dari r tabel, maka item pertanyaan tersebut valid dan
dapat digunakan. Namun apabila tidak signifikan (p value < 5%) atau r hitung
lebih kecil dari r tabel, maka item pertanyaan tersebut tidak valid.
dilakukan uji instrumen. Uji ini bertujuan untuk mengetaahui validitas dan
reliabilitas instrumen agar dapat diperoleh data yang diperoleh akurat. Uji
memperlihatkan bahwa ada beberapa pertanyaan dengan nilai r hasil kurang dari r
tabel (r 0,346). Pertanyaan dengan r hasil kurang dari r tabel dikeluarkan dari
kuesioner, karena di anggap tidak valid. Beberapa yang tidak valid namun
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat
atau kenyataan hidup tadi diukur atau diamati berkali-kali dalam waktu yang
maksud dan tujuan penelitian dengan meminta persetujuan kepada responden apakah
2. Peneliti mulai membagikan kuesioner kepada responden yang bersedia diteliti dan
4. Responden yang tidak dapat mengisi kuesiner akan dibantu oleh peneliti dalam
pengisian kuesioner.
5. Mengumpulkan kuesioner yang telah diisi oleh sampel dan meneliti kembali apakah
6. Persetujuan dalam penelitian ini dinyatakan dalam bentuk pengisian seluruh pertanyaan
(informed consent).
7. Kuesioner yang telah diisi lengkap kemudian dilakukan pengolahan dan analisa data.
1. Pengolahan Data
a. Editing
Editing adalah proses pengecekan kembali lembar observasi yang telah diisi,
b. Coding
Coding merupakan suatu metode untuk mengubah data berbentuk kalimat atau huruf
menjadi data angka atau bilangan. Pemberian kode ini sangat penting bila
c. Processing/Entry
Setelah semua kuesioner terisi penuh dan sudah dilakukan pengkodean, maka
Pemprosesan data dilakukan dengan cara meng-entry data dari kuesioner ke program
komputer.
d. Cleaning data
yang dilakukan. Kesalahan mungkin terjadi pada saat meng-entry data ke komputer.
2. Analisa Data
a. Analisis univariat
bebas (kebiasaan menggosok gigi) dan variabel terikat (karies gigi) dalam bentuk
b. Analisis bivariat
gigi) dan variabel terikat (karies gigi). Dalam analisis bivariat pada penelitian ini
menggunakan uji statistik dengan uji Chi Square dengan derajat kepercayaan 95%.
membandingkan p value < α (0.05) maka ada hubungan yang bermakna antara
variabel dependen dan independen. Sebaliknya jika p value > α (0.05) maka tidak
Alat ukur yang digunakan untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian ini
adalah menggunakan kuesioner dan lembar observasi karies gigi, dimana responden
mengisi kuesioner sendiri atau dibantu. Kuesioner ini dilakukan dengan cara
membagikan daftar pertanyaan berupa formulir yang ditujukan secara tertulis kepada
alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Instrumen ini terdiri dari 3
bagian yaitu bagian A berisi data responden yaitu mencangkup nama, umur dan jenis
kelamin responden. Bagian B berisi kuesioner tentang kebiasaan menggosok gigi yang
berisi 11 pertanyaan positif dan pertanyaan tertutup, dengan menggunakan skala Likert
yang terdiri dari lima kategori yaitu : S (sering) : menggosok gigi 7-5 hari dalam 1
minggu, KK (kadang-kadang) : 4-3 hari dalam 1 minggu, J (jarang) : 2-1 hari dalam 1
minggu, TD (tidak pernah) : responden tidak menggosok gigi sama sekali. responden
diminta untuk membubuhkan tanda check list (√ ) pada kolom tersebut yang berisi 11
item. Pada penelitian ini, hasil ukur yang digunakan adalah nilai median karena data
yang didapatkan tidak berdistribusi normal maka peneliti memakai nilai median (38,00).
J. Etika penelitan
responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati hak pasien (Hidayat,
2007).
memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan
hanya menulis kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang
c) Confidentiality (kerahasiaan)
hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset (Hidayat,
2007).
BAB V
HASIL PENELITIAN
SD Negeri Ciputat 6 mulai didirikan pada tahun 1983 dan mulai dipakai tahun
1983. Sekolah yang berada di Jl.KH. Dewantoro No 6 Ciputat ini memiliki jumlah siswa
pada tahun 2006/2007 1053 siswa, 2007/2008 1112 siswa, 2008/2009 1171 siswa, dan
2009/2010 1194 siswa. Dan pada tahun 2013 sekolah ini memiliki jumlah keseluruhan
Analisis univariat ini meliputi karakteristik responden, aspek perilaku (umur, jenis
1. Umur
Berdasarkan tabel 5.1 umur anak pada penelitian ini antara 9-12 tahun. Hasil analisis
univariat terhadap umur anak menunjukkan bahwa presentase anak terendah adalah
kelompok 12 tahun (11,1% ) dan presentase anak tertinggi adalah pada kelompok 10
tahun (33,3%). Variasi umur anak dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Responden Menurut umur
di SD Negeri Ciputat 6 Tangerang Selatan Tahun 2013
Umur (tahun) Jumlah Presentase (%)
9 20 24,7
10 27 33,3
11 25 30,9
12 9 11,1
Total 81 100
43
44
2. Jenis kelamin
didapatkan hasil presentase jenis kelamin anak, diperoleh presentase terbesar sampel
adalah anak perempuan, yaitu sebesar 44 siswa atau (54,3%) dan jumlah laki-laki
sebesar 37 siswa atau (45,7%). Jumlah keduanya keduanya cukup seimbang antara
anak laki-laki dan perempuan. Variasi jenis kelamin sampel dapat dilihat tabel berikut
Gambar 5.2
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis
Kelamin di SD Negeri Ciputat 6 Tangerang Selatan
Tahun 2013
Jenis Kelamin Jumlah Presentase (%)
Laki-Laki 37 45,7
Perempuan 44 54,3
Total 81 100
Distribusi frekuensi menggosok gigi pada anak usia sekolah di SDN Melayu
10diperoleh hasil yang disajikan dalam bentuk tabel 5.3 berikut ini:
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Responden Menurut
Kebiasaan Menggosok Gigi di SD Negeri Ciputat 6 Tangerang Selatan Tahun 2013
Tabel 5.4 menunjukan distribusi frekuensi cara menggosok gigi pada anak usia
sekolah kelas 4-6 banyak anak yang sering melakukan menggosok gigi baik cara
Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Cara Menggosok Gigi pada Anak Usia Sekolah di
SDN Ciputat 6 Tangerang Selatan Tahun 2013
5. Karies Gigi
presentase karies gigi yang dialami oleh anak usia sekolah sebesar 33,3%, sedangkan
anak yang tidak memiliki karies gigi memiliki presentase sebesar 66,7%. Terlihat
Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Karies Gigi
di SD Negeri Ciputat 6 Tangerang Selatan Tahun 2013.
Analisis bivariat, peneliti ini akan menghubungkan antara variabel bebas dan variabel
terikat, tanpa memperhitungkan adanya pengaruh dari variabel lain maka dilakukan uji
Chi Square, jika dinyatakan ada hubungan maka penentuan arah dan besarnya hubungan
Odd Ratio (OR), sedangkan untuk mengetahui tingkat kemaknaan (signifikan) dilakukan
perhitungan nilai prevalensi pada batas kemaknaan 95%. Variabel dalam penelitian ini
adalah kebiasaan menggosok gigi, cara menggosok gigi, jenis kelamin dan karies gigi.
Tabel 5.6
Hasil Analisis Hubungan Antara Kebiasaan Menggosok Gigi dengan
Timbulnya Karies Gigi Pada Anak Usia Sekolah di SD Negeri Ciputat
Tangerang Selatan Tahun 2013
dan timbulnya karies gigi pada anak usia sekolah, hasil tersebut menunjukan
presentase adalah anak dengan kbiasaan menggosok gigi baik cenderung memiliki
gigi yang baik sebesar 60,5 %, anak dengan kebiasaan menggosok gigi baik
cenderung memiliki gigi buruk (karies) sebesar 39,5%. Sedangkan anak dengan
47
kebiasaan menggosok gigi buruk dan memiliki karies 27,9%. Dan anak dengan
kebiasaan menggosok gigi yang buruk cenderung tidak memiliki karies gigi sebesar
72,1%. Hal ini dibuktikan dengan nilai p value 0,346 > α (0,05) sehingga tidak ada
hubungan antara kebiasaan menggosok gigi dengan timbulnya karies gigi pada anak
usia sekolah.
2. Hubungan antara jenis kelamin dengan karies gigi pada anak usia sekolah
Tabel 5.7
Analisis Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Karies Gigi Pada Anak Usia
Sekolah kelas 4-6 di SDN Melayu 10Tangerang Selatan Tahun 2013
Berdasarkan tabel 5.7 Hubungan jenis kelamin dan karies gigi menunjukkan
bahwa dari 37 siswa laki-laki, sebanyak 23 (62,2%) yang memiliki karies gigi. Dan
dari 44 siswa perempuan sebanyak 31 (70,5%) memiliki karies gigi. Siswa dengan
jenis kelamin perempuan cenderung memiliki karies yang lebih besar dari anak laki-
laki. Hasil uji chi square didapatkan p value 0,483, yang artinya pada α = 5% dapat
disimpulkan tidak ada hubun gantara jenis kelamin dengan timbulnya karies
gigi.hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fitrohpiyah
tahun 2009, yang menunjukan tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan
timbulnya karies gigi. Sampel yang diteliti berjumlah 96 siswa dengan nilai p value
0,433.
BAB VI
PEMBAHASA
A. Analisa Univariat
dan plak. Dalam membersihkan gigi, harus memperhatikan pelaksanaan waktu yang
tepat dalam membersihkan gigi, penggunaan alat yang tepat untuk membersihkan
gigi, dan cara yang tepat untuk membersihkan gigi. Pada usia anak sekolah (6-12
tahun) menurut Potter & Perry, (2005) sering disebut sebagai masa-masa laten yang
rawan, karena pada masa itulah gigi susu mulai tanggal satu persatu dan gigi
permanen pertama mulai tumbuh. Dengan adanya variasi gigi susu dan gigi
permanen bersama-sama di dalam mulut, menandai masa gigi campuran pada anak.
Gigi yang baru tumbuh belum matang sehingga rentan terhadap kerusakan. Fungsi
menyikat gigi yaitu untuk menghilangkan sisa-sisa makanan yang ada di sela-sela
dan di permukaan gigi. Sisa makanan bila tidak dibersihkan akan mengalami
dengan tingkat kebersihan gigi dan mulut, dimana siswa yang menyikat gigi
dengan frekuensi 4 kali dengan tingkat kebersihan gigi dan mulut baik
48
49
sebelum tidur malam) adalah dasar program hygiene mulut yang efektif (Potter
anak. Frekuensi membersihkan gigi dan mulut sebagai bentuk perilaku akan
mempengaruhi juga angka karies dan pengyakit penyangga gigi. Maka frekuensi
b. Waktu
sebelum tidur malam hari dengan karies gigi dengan p value 0,039. Waktu yang
paling tepat menggosok gigi yaitu setelah makan dan malam hari sebelum tidur.
(setelah makan dan sebelum tidur malam) adalah dasar program hygiene mulut
Persentase waktu menggosok gigi pada malam hari yaitu sering (29,6%),
kadang-kadang (43,2%), jarang (18,5%), dan tidak pernah (8,6%). Dan waktu
jarang yaitu (43,2%). Hal ini sebanding dengan persentase frekuensi anak dalam
50
menggosok gigi yang kemungkinan mereka menggosok gigi pada saat mandi
pagi dan sore hari, kebanyakan dari mereka tidak menggosok gigi pada malam
mereka lupa menggosok gigi. Hal ini tidak sesuai dengan teori Potter & Perry
(2005).
karies gigi dengan p value = 0,001. Menggosok gigi adalah membersihkan gigi
dari sisa-sisa makanan, bakteri, dan plak (Potter & Perry, 2005). Dalam
memberihkan gigi harus memberhatikan pelaksanaan waktu yang tepat dan cara
menggosok gigi yang benar. Cara menggosok gigi yang baik dan benar adalah
membersihkan seluruh bagian gigi, gerakan vertikal dan gerakan lembut. Banyak
cara dalam menggosok gigi yaitu gerakan vertikal, horizontal, gerakan memutar
anak terhadap cara menggosok gigi yang benar masih kurang. Kebanyakan dari
mereka mengetahui cara menggosok gigi dengan gerakan horizontal dan vertikal
saja. Selain itu pengetahuan tentang cara ata praktek menggosok gigi yang benar
Plak merupakan momok bagi mulut dan tidak terlihat oleh mata. Plak ini akan
bergabung dengan air ludah yang mengandung kalsium, membentuk endapan garam
mineral yang keras. Karies gigi merupakan proses multifactor, yang terjadi melalui
51
interaksi antara gigi dan saliva sebagai host, bakteri normal di dalam mulut, serta
proses glikolisis.
Lactobacillus acidophilus, sedangkan asam organic yang terbentuk antara lain asam
piruvat dan asam laktat yang dapat menurunkan pH saliva, pH plak dan pH cairan
sekitar gigi sehingga terjadi demineralisasi gigi (Kidd & Bechal, 1992). Mineralisasi
plak (pengerasan struktur plak karena pembentukan kristal kalsium, dan mineral-
mineral lain dari saliva yang terkumpul dalam plak) terjadi setelah 24 jam, dan
menjadi sepenuhnya mengeras dan berubah menjadi karang gigi (calculus) antara 12-
20 hari. Setelah itu, plak baru akan terbentuk diatas kalkulus yang telah ada dan
membentuk lapisan kalkulus yang baru. Oleh karena itu, kalkulus biasanya
saling mempengaruhi yaitu hospes (saliva dan gigi), mikroorganisme, substrat atau
diet, sebagai faktor tambahan yaitu waktu. Faktor sekunder lain yang penting adalah
praktik hygiene oral, aliran saliva (Alpers, 2006). Penyebab penyakit tersebut karna
konsumsi makanan yang manis dan lengket, malas atau salah dalam menyikat gigi,
kurangnya perhatian kesehatan gigi dan mulut atau bahkan tidak pernah sama sekali
sebesar 27 siswa (33,3%), sedangkan siswa yang tidak memiliki karies gigi sebesar
54 siswa (66,3%). Angka siswa yang memiliki karies gigi cukup tinggi. Besarnya
persentasi siswa yang mengalami karies gigi yang disebabkan oleh mengkonsumsi
makanan manis, tetapi juga kondisi ini di pengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
52
adalah kebiasaan menggosok gigi dan cara menggosok gigi yang tepat dan benar.
Cara menggosok gigi yang baik adalah membersihkan seluruh bagian gigi dengan
gerakan vertical dan gerakan lembut (Wong, 2003). Seluruh permukaan gigi dalam,
luar dan pengunyah harus disikat dengan teliti dan menggosok gigi dengan sekuat
tenaga tidak dianjurkan karena dapat merusak email gigi karena vibrasi (Potter &
Perry, 2005).
B. Analisa Bivariat
bahwa tidak ada hubungan yang signifikan p value 0,778 yaitu antara kebiasaan
menggosok gigi anak dengan karies gigi. Namun penelitian ini tidak sesuai
terdapat hubungan antara kebiasaan menggosok gigi pada malam hari dengan
karies gigi.
Secara umum penyakit yang menyerang gigi dimulai dengan adanya plak
pada gigi. Plak timbul dari sisa-sisa makanan yang mengendap pada lapisan gigi
kemudian berinteraksi dengan bakteri yang banyak terdapat dalam mulut, seperti
Streptococcus mutan. Plak merupakan momok bagi mulut dan tidak terlihat oleh
mata. Plak akan bergabung dengan air liur yang mengandung kalsium,
dan sisa makanan. Jika tidak dibersihkan, maka plak akan membentuk mineral
yang disebut dengan karang gigi yang meningkatkan resiko karies gigi (Muttaqin
dkk, 2010).
53
Hasil uji chi square didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
p value 0,346. Hal ini dikemungkinkan kebanyakan dari mereka terbiasa atau rajin
mengkonsumsi buah dan sayur selain itu mereka terbiasa memeriksa kesehatan
karies gigi dengan p-value = 0,001. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Ihsan
karies gigi pada anak usia sekolah dasar kelas 6 di kecamatan Idi Rayuek
Kabupaten Aceh Timur tahun 1999 dengan uji statistik p value 0,033 terdapat
hubungan yang bermakna antara cara menggosok gigi yang benar dengan karies
ditemukan bahwa tidak ada hubungan antara cara menggosok gigi dengan karies
gigi.
menggosok gigi yang bisa digunakan, akan tetapi untuk mendapatkan hasil yang
baik maka diperlukan teknik menyikat gigi, teknik menggosok gigi tidak hanya
satu teknik saja melainkan harus kombinasikan dengan sesuai dengan urutan gigi
agar saat menggosok gigi semua bagian permukaan gigi dapat dibersihkan dan
Cara menggosok gigi yang baik adalah membersihkan seluruh bagian gigi
dengan gerakan vertical dan bergerak lembut (Wong, 2003). Potter & Perry
54
(2005) menjelaskan bahwa seluruh permukaan gigi dalam, luar dan pengunyah
harus disikat dengan teliti dan menggosok gigi dengan sekuat tenaga tidak
dianjurkan karena dapat merusak email dan gusi dan akan menyebabkan
fissura atau celah-celah yang sangat kecil dan menyikatsikat gigi yang paling
Hasil uji chi square cara menggosok gigi depan dengan gerakan maju-
mundur p value 0,017 dan menggosok gigi samping dengan gerakan memutar p
value 0,047 terdapat hubungan yang signifikan antara cara menggosok gigi
dengan karies gigi. Hal ini dikarenakan kebanyakan dari mereka menggosok gigi
hanya dengan gerakan horizontal dan gerakan vertikal saja. Ini tidak sesuai
C. Keterbatasan Penelitian
pengembangan sendiri yang berlandasan dari teori, dan pertanyaan yang ada dalam
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dan data yang diperoleh di SDN
Melayu 10Kota Tangerang Tahun 2013 dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
berjenis kelamin perempuan sebanyak (54,3%) responden dan berjenis kelamin laki-
laki (45,7%) responden. Pada penelitian ini, usia responden dalam rentang 9-12 tahun
dengan responden paling banyak berusia 10 tahun (33,3%)dan paling sedikit berusia
12 tahun (11,1%). Responden yang memiliki kebiasaan menggosok gigi yang kurang
baik lebih kecil (46,9%) dibandingkan menggosok gigi yang baik (53,1%).
Responden memiliki karies gigi lebih sedikit (33,3%) dibandingkan yang tidak
antara variabel independen yaitu kebiasaan menggosok gigi anak dengan variabel
dependen yaitu karies gigi, p value ( 0,346). Penelitian diharapkan dapat menjadi
B. Saran
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi evidence based bagi pengembangan
55
56
Meningkatkan minat guru dalam upaya promosi kesehatan pada murid kelas
4-6 dalam upaya meningkatkan kesehatan khususnya kesehatan gigi dan mulut.
3. Bagi Penelitian Selanjutnya
homogen.
kualitatif.
Daftar Pustaka
Alpers, Ann. Buku Ajar Pediatri Rudolph, edisi 20 volume 2. Jakarta : EGC. 2006.
Anwar, F. D. “Hubungan antara kebiasaan menggosok gigi dengan kejadian karies gigi pada
siswa SD Negeri 04 pasa gadang di wilayah kerja puskesmas pemancungan padang
selatan tahun 2011”. 2011. pemancungan.pdf. (diakses pada tanggal 2 sept 2013 jam
11.51).
Behrman, R. E. Ilmu Kesehatan Anak Nelson (Vol.2) (edisi 5). Jakarta : EGC. 1999.
Braunstein, n. S. Diet, food insecurity and dental caries prevalence and severity in children
ages 2-11. Boston University. Proquest database. 2008.
Behrman dkk, 1999. Ilmu kesehatan anak Nelson. Edisi 15. Jakarta : EGC
Dep Kes, RI. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar. Jakarta. Direktorat Jendral
Pelayanan Medik. 2008
Dep Kes, RI. Pedoman Upaya kesehatan Gigi Masyarakat. Jakarta. Cetakan ketiga.
Direktorat Jendral Pelayanan Medik. 2007.
Fitrohpiyah, I. “Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Karies Gigi Pada Anak Usia
Sekolah Di Sekolah Dasar Negeri Kampung sawah III Kota Tangerang Selatan
Provensi Banten Tahun 2009”. 2009
Hadnyanawati, H. Pengaruh Pola Jajan di Sekolah Terhadap Karies Gigi Pada Siswa
Sekolah Dasar di Kabupaten Jember. Journal of Dentistry-University of Indonesia
Vol.9/No.3/2002.
Hidayat, Aziz A.Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik analisis data. Jakarta : Salemba
Medika. 2008
Hidayat. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba
Medika. 2007.
Ihsani, V. Status kebersihan mulut anak usia sekolah dasar menurut kebiasaan menyikat gigi
sebelum tidur malam hari. Universitas Indonesia, Ilmu kesehatan Gigi Masyarakat dan
57
58
Jayanti, F. Hubungan antara perawatan gigi dengan insiden karies gigi pada anak usia 5-6
tahun di TK At-Taubah dan TK Persisti Jakarta. Laporan Penelitian. Depok :
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia 2009.
Kidd, EAM. dan Bechal, SJ. Dasar - Dasar Karies : Penyakit dan Penanggulanggannya.
Jakarta. EGC. 1992.
Listiono , B. Kesehatan gigi dan mulut. Diakses pada tanggal 13 maret, 2013 jam 15.49. 2012
http://www.litbang.tangerangkota.go.id/index.PHP/detail_kesehatan_gigi_mulut
Lukihardianti, A. 85% Anak Usia Sekolah Menderita Karies Gigi. Maret 17,
2013.http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/info-sehat/11/09/12/Irevhf-sekitar-
85-persen-anak-usia-sekolah-mederita-karies-gigi. 2012
Notoatmodjo, S. Promosi Kesehatan Teori & Aplikasi. Jakarta : Rineke Cipta. 2005.
Nursalam. Manajemen Keperawatan: Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan Profesional
Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika. 2011.
Netty E. Pedoman Penyelenggaraan Usaha Kesehatan Gigi Sekolah. Departemen Kesehatan
RI. Jakarta 2004.
Nita, Noviani. Faktor-faktor yang berhubungan dengan status karies gigi (DMFT) santri
pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman Parung Bogor. 2010.
Potter & Perry. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 4
volume 2. Jakarta ; EGC. 2005.
Riyanti, E. “Hubungan pendidikan penyikatan gigi dengan tingkat kebersihan gigi dan mulut
siswa-siswi sekolah dasar islam terpadu (SDIT) imam bukhori”. Skripsi Universitas
Padjadjaran Bandung. Tidak dipublikasikan.2005.
http://repository.unpad.ac.id/1 234 789/896, diakse 24 September 2013.
Santrock, John W. Perkembangan Anak. Edisi 11, jilid 1. Jakarta : Erlangga. 2007.
Santrock, John W. Perkembangan Anak, Children. Edisi 11, jilid 2. Jakarta : Salemba
Humanika. 2011.
59
Sekar dkk. “Pengaruh Pendidikan Kesehatan Metode Simulasi Menggosok Gigi Teknik
Modifikasi Bass dengan Keterampilan dan Kbersihan Gigi Mulut pada Anak MI At-
Taufiq Kelas V”. 2012
Setiyawan R. “Hubungan kebiasaan menggosok gigi sebelum tidur malam dengan karies gigi
pada anak usia sekolah di madrasa ibtidaiyah al-istiqomah tangerang”. skripsi FIK
UI 2012
Setiadi. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu. 2007
Silvia dkk. “Hubungan Frekuensi Menyikat Gigi dengan Tingkat Kebersihan Gigi dan Mulut
Siswa Skolah Dasar Negeri di Kecamatan Palaran Kota Madya Samarinda Profinsi
Kalimantan Timur”. Maj. Ked. Gigi. (Dent. J.) 2005.
Sugiyono. Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta. 2007
Suyuti, M. “Pengaruh makanan serba manis dan lengket terhadap terjadinya karies gigi
pada anak usia 9-10 tahun di SD Negeri monginsidi II makasar” 2010.
Situmorang, N. “Dampak karies gigi dan penyakit periodontal terhadap kualitas hidup” 2005
Siagian, A. “Hubungan Kebiasaan Makan dan Pemeliharaan Kesehatan Gigi dengan Karies
Gigi pada Anak SD 060935 di Jalan Pintu AIR II Simpang G Udang Kota Medan”.
Info Kesehatan Masyarakat. 2008.
Tarwoto dkk. Anatomi dan Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta : CV Trans
Info Media. 2009
Tarigan, R. Kesehatan Gigi dan Mulut. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1992.
Varvara, J. Risk/prevention indicator for the prevalence of dental caries in school children:
result from the italian OHSAR survey. Jurnal of caries. 2005.
Wahyu Ihsan. Faktor-faktor lingkunga n ang berhubungan dengan status karies gigi pada
anak sekolah dasar kelas 6 di kecamatan Idi Rayeuk Kabupaten Aceh Timur. Tesis.
FKM, Unifersitas Indonesia. 1999.
Warni, L. “hubungan perilaku murid SD kelas V dan VI pada kesehatan gigi dan mulut
terhadap status karies gigi diwilayah kecamatan delitua kabupaten deli serdang”
skripsi FKM UI 2009.
LAMPIRAN
61
62
KUESIONER
GIGI PADA ANAK USIA SEKOLAH KELAS 4-6 DI SDN 6 CIPUTAT TANGERANG
Tujuan :
dengan timbulnya karies gigi pada anak usia sekolah di SDN 6 ciputat tangerang selatan”
Petunjuk :
1. Dalam penelitian ini siswa/siswi boleh tidak mencantumkan nama atau dengan inisial
saja.
2. Untuk menjamin validasi dan akurasi data, saya mohon siswa/siswi menjawab
A. DATA RESPONDEN
Petunjuk pengisian : Isilah lembar biodata responden dengan lengkap dan beri
tanda (√) pada kolom yang tersedia.
1. No. Responden :
2. Nama / Kelas :
3. Umur : tahun
Petunjuk pengisian : Pilihlah salah satu jawaban yang menurut anda paling
tepat berikan tanda checklist (√ ) pada kolom jawaban yang telah disediakan.
No PERTANYAAN S K J TP
1. Saya menggosok gigi 2-3 kali sehari
2. Saya menggosok gigi sebelum tidur dimalam hari atau
setelah makan malam
3. Saya menggosok gigi setelah makan pagi
4. Saya menggunakan sikat gigi yang berbulu halus
5. Saya menggosok gigi menggunakan odol
6. Saya menggosok gigi atas bagian dalam
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
61.
62.
63.
64.
65.
66.
67.
68.
69.
70.
71.
72.
73.
74.
75.
76.
77.
78.
79.
80.
81.
68
Reliability
Case Processing Summary
N %
Excludeda 1 3.2
Total 31 100.0
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.886 14
Item Statistics
P1 2.2333 1.16511 30
P2 2.9000 .88474 30
P3 1.3000 .83666 30
P4 2.6000 1.06997 30
P5 2.4333 1.00630 30
P6 2.6333 .99943 30
P7 2.5333 1.00801 30
P8 3.6000 .85501 30
P9 3.5667 .72793 30
Item-Total Statistics
Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Total Correlation Deleted
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
Lampiran
P1
Valid Cumulative
Frequency Percent Percen Percent
t
Valid jarang 6 7.4 7.4 7.4
kadang-kadang 21 25.9 25.9 33.3
sering 54 66.7 66.7 100.0
Total 81 100.0 100.0
P2
Valid Cumulative
Frequency Percent Percen Percent
t
Valid tidak pernah 7 8.6 8.6 8.6
jarang 15 18.5 18.5 27.2
kadang-kadang 35 43.2 43.2 70.4
sering 24 29.6 29.6 100.0
Total 81 100.0 100.0
P3
Valid Cumulative
Frequency Percent Percen Percent
t
Valid tidak pernah 10 12.3 12.3 12.3
jarang 17 21.0 21.0 33.3
kadang-kadang 25 30.9 30.9 64.2
sering 29 35.8 35.8 100.0
Total 81 100.0 100.0
71
P4
Valid Cumulative
Frequency Percent Percen Percent
t
Valid tidak pernah 3 3.7 3.7 3.7
jarang 1 1.2 1.2 4.9
kadang-kadang 16 19.8 19.8 24.7
sering 61 75.3 75.3 100.0
Total 81 100.0 100.0
P5
Valid Cumulative
Frequency Percent Percen Percent
t
Valid jarang 1 1.2 1.2 1.2
kadang-kadang 3 3.7 3.7 4.9
sering 77 95.1 95.1 100.0
Total 81 100.0 100.0
P6
Valid Cumulative
Frequency Percent Percen Percent
t
Valid tidak pernah 2 2.5 2.5 2.5
jarang 4 4.9 4.9 7.4
kadang-kadang 21 25.9 25.9 33.3
sering 54 66.7 66.7 100.0
Total 81 100.0 100.0
P7
Valid Cumulative
Frequency Percent Percen Percent
t
Valid tidak pernah 2 2.5 2.5 2.5
jarang 6 7.4 7.4 9.9
kadang-kadang 20 24.7 24.7 34.6
sering 53 65.4 65.4 100.0
Total 81 100.0 100.0
72
P8
Valid Cumulative
Frequency Percent Percen Percent
t
Valid tidak pernah 4 4.9 4.9 4.9
jarang 10 12.3 12.3 17.3
kadang-kadang 14 17.3 17.3 34.6
sering 53 65.4 65.4 100.0
Total 81 100.0 100.0
P9
Valid Cumulative
Frequency Percent Percen Percent
t
Valid tidak pernah 3 3.7 3.7 3.7
jarang 5 6.2 6.2 9.9
kadang-kadang 15 18.5 18.5 28.4
sering 57 70.4 70.4 98.8
41 1 1.2 1.2 100.0
Total 81 100.0 100.0
P10
Valid Cumulative
Frequency Percent Percen Percent
t
Valid tidak penah 6 7.4 7.4 7.4
jarang 9 11.1 11.1 18.5
kadang-kadang 31 38.3 38.3 56.8
sering 35 43.2 43.2 100.0
Total 81 100.0 100.0
P11
Valid Cumulative
Frequency Percent Percen Percent
t
Valid tidak pernah 8 9.9 9.9 9.9
jarang 12 14.8 14.8 24.7
kadang-kadang 27 33.3 33.3 58.0
sering 34 42.0 42.0 100.0
Total 81 100.0 100.0
73
ANALISIS BIVARIAT
1.
kebiasaan_menggosokgigi * Karies_gigi Crosstabulation
Karies_gigi
ya tidak Total
% within
27.9% 72.1% 100.0%
kebiasaan_menggosokgigi
baik Count 15 23 38
% within
39.5% 60.5% 100.0%
kebiasaan_menggosokgigi
Total Count 27 54 81
% within
33.3% 66.7% 100.0%
kebiasaan_menggosokgigi
Chi-Square Tests
N of Valid Casesb 81
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,67.
2.
Case Processing Cases
waktumalamhari *
81 100.0% 0 .0% 81 100.0%
Karies_gigi
sikatgigiberbuluhalus *
81 100.0% 0 .0% 81 100.0%
Karies_gigi
menggunakanodol *
81 100.0% 0 .0% 81 100.0%
Karies_gigi
gigidepanmemutar *
81 100.0% 0 .0% 81 100.0%
Karies_gigi
gigidepanmajumundur *
81 100.0% 0 .0% 81 100.0%
Karies_gigi
gigisampingmemutar *
81 100.0% 0 .0% 81 100.0%
Karies_gigi
gigisampingmajumundur3 *
81 100.0% 0 .0% 81 100.0%
Karies_gigi
3.
Crosstab
Karies_gigi
ya tidak Total
Jenis_kelamin ya Count 14 23 37
tidak Count 13 31 44
Total Count 27 54 81
Chi-Square Tests
N of Valid Casesb 81
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,33.
4.
Crosstab
Karies_gigi
ya tidak Total
frekuensi 0 Count 9 18 27
1 Count 18 36 54
Total Count 27 54 81
Chi-Square Tests
N of Valid Casesb 81
76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,00.
5.
Crosstab
Karies_gigi
ya tidak Total
waktumalamhari 0 Count 17 40 57
1 Count 10 14 24
Total Count 27 54 81
Chi-Square Tests
N of Valid Casesb 81
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,00.
6.
Crosstab
Karies_gigi
ya tidak Total
waktupagihari 0 Count 17 35 52
1 Count 10 19 29
Total Count 27 54 81
Chi-Square Tests
N of Valid Cases b
81
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,67.
7.
Crosstab
Karies_gigi
ya tidak Total
sikatgigiberbuluhalus 0 Count 4 16 20
% within sikatgigiberbuluhalus
20.0% 80.0% 100.0%
1 Count 23 38 61
% within sikatgigiberbuluhalus
37.7% 62.3% 100.0%
Total Count 27 54 81
% within sikatgigiberbuluhalus
33.3% 66.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Continuity Correction b
1.403 1 .236
N of Valid Cases b
81
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,67.
8.
Crosstab
Karies_gigi
ya tidak Total
menggunakanodol 0 Count 1 3 4
1 Count 26 51 77
Total Count 27 54 81
Chi-Square Tests
N of Valid Casesb 81
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,33.
9.
Crosstab
Karies_gigi
ya tidak Total
gigiatasdalam 0 Count 8 19 27
1 Count 19 35 54
Total Count 27 54 81
Chi-Square Tests
N of Valid Casesb 81
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,00.
10.
Crosstab
Karies_gigi
ya tidak Total
gigidepanmemutar 0 Count 5 23 28
1 Count 22 31 53
Total Count 27 54 81
Chi-Square Tests
N of Valid Casesb 81
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,33.
11.
Crosstab
Karies_gigi
ya tidak Total
gigidepanmajumundur 0 Count 4 24 28
% within
14.3% 85.7% 100.0%
gigidepanmajumundur
1 Count 23 30 53
% within
43.4% 56.6% 100.0%
gigidepanmajumundur
Total Count 27 54 81
% within
33.3% 66.7% 100.0%
gigidepanmajumundur
Chi-Square Tests
N of Valid Casesb 81
81
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,33.
12.
Crosstab
Karies_gigi
ya tidak Total
gigidepanmutar 0 Count 14 32 46
1 Count 13 22 35
Total Count 27 54 81
Chi-Square Tests
N of Valid Cases b
81
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,67.
13.
Crosstab
Karies_gigi
ya tidak
Total
11 36 47
gigisampingmemutar0 Count
% within gigisampingmemutar
23.4% 76.6% 100.0%
1 Count 16 18 34
82
% within gigisampingmemutar
47.1% 52.9% 100.0%
Total Count 27 54 81
% within gigisampingmemutar
33.3% 66.7% 100.0%
Chi-Square Tests
N of Valid Casesb 81
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,33.
14.
Crosstab
Karies_gigi
ya tidak Total
gigisampingmajumundur3 0 Count 9 14 23
% within
39.1% 60.9% 100.0%
gigisampingmajumundur3
1 Count 18 40 58
% within
31.0% 69.0% 100.0%
gigisampingmajumundur3
Total Count 27 54 81
% within
33.3% 66.7% 100.0%
gigisampingmajumundur3
83
karies_gigi
tidak ya Total
perempuan Count 13 31 44
Total Count 27 54 81