Laporan Praktikum Formulasi Teknologi Sediaan Cair Semi Padat Elixir

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM

FORMULASI TEKNOLOGI SEDIAAN CAIR SEMI PADAT

ELIXIR

DISUSUN OLEH:

ANISA RACHMAWATI (1504005)

APRILIA WULANDARI (1504006)

AZZI NUR ROMANDHONI (1504007)

BAYU SETIO AJI (1504008)

CHRISMA DEVI PERMATASARI (1504009)

LABORATORIUM DIII FARMASI

STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN

2017
ELIXIR

I. TINJAUAN PUSTAKA
Elixir adalah sediaan berupa larutan yang mempunyai rasa dan bau sedap,
mengandung selain obat, juga zat tambahan seperti gula dan atau zat pemanis lainnya,
zat warna, zat wangi dan zat pengawet, digunakan sebagai obat dalam. Sebagai pelarut
utama digunakan etanol yang dimaksudkan untuk mempertinggi kelarutan obat. Dapat
ditambahkan Gliserol, sorbitol dan propilenglikol, sebagai pengganti gula dapat
digunakan sirup gula.
(Anonim, 1979)
Eliksir adalah larutan hidroalkohol yang jernih dan manis dimaksudkan untuk
penggunaan vital, dan biasanya diberi rasa untuk menambah kelezatan. Eliksir bukan
obat yang digunakan sebagai pembawa tetapi eliksir obat untuk efek terapi dari senyawa
obat yang dikandungnya. Dibandingkan dengan sirup, eliksir biasanya kurang manis dan
kurang kental karena mengandung kadar gula yang lebih rendah dan akibatnya kurang
efektif dibanding sirup dalam menutupi rasa senyawa obat. Walaupun demikian, karena
sifat hidroalkohol, eliksir lebih mampu mempertahankan komponen-komponen larutan
yang larut dalam air dan yang larut dalam alkohol daripada sirup. Juga karena
stabilitasnya yang khusus dan kemudahan dalam pembuatannya, dari sudut pembuatan
eliksir lebih disukai dari sirup.
(Ansel, 1989)
A. Jenis-Jenis Eliksir
1. Medicated Elixir
Medicated Elixir yaitu mengandung bahan berkhasiat obat pemilihan
cairan pembawa bagi zat aktif obat dalam sediaan eliksir harus
mempertimbangkan kelarutan dan kestabilannya dalam air dan alkohol. Contoh
medicated elixir adalah Dexamethasone Elixir, Acetaminophen Elixir,
Diphenhydramin HCL Elixir, Reserpine Elixir, Diguxin Elixir, dan sebagainya.
2. Non-Medicated Elixir
Non-Medicated Elixir yaitu sebagai zat tambahan, ditambahkan pada
sediaan dengan tujuan meningkatkan rasa, sebagai bahan pelarut. Elixir bukan
obat digunakan untuk : menghilangkan rasa tidak enak dan untuk pengenceran
eliksir untuk obat.
Dalam pengenceran eliksir untuk obat dengan elixir bukan obat, harus
diperhatikan bahwa kadar etanol sama, juga bau dan rasanya tidak saling
bertentangan dan semua zat yang terkandung dapat saling tercampur baik secara
fisika maupun kimia. Contoh : Compound Benzaldehyde Elixir, Iso-alcoholic
Elixir, dan Aromatic Elixir.
B. Komponen Eliksir
1. Zat Aktif
Yaitu zat utama/zat berkhasiat dalam sediaan eliksir.
2. Pelarut
Yaitu cairan yang dapat melarutkan zat aktif atau biasa disebut zat
pembawa. Pelarut utama digunakan etanol untuk mempertinggi kelarutan.
3. Pemanis dan Pewarna
Yaitu ditambahkan untuk memberikan rasa manis pada eliksir. Dapat dita
mbahkan gliserol, sorbitol & propilenglikol sebagai pengganti gula.
4. Zat Penstabil
Yaitu untuk menjaga agar eliksir dalam keadaan stabil. Penggunaan
pelarut khusus dalam kebanyakan eliksir sering diperhitungkan terhadap
pertimbangan stablitas, tetapi diperlukan penambahan penstabilisasi, sebagai
contoh Neomiksin Eliksir BPC yang diatur pH 4-5 dengan asam sitrat untuk
mengurangi timbulnya warna hitam saat penyimpanan, ditambahkan juga Na
EDTA sebagai pemisah terhadap logam yang mengkatalisa penguraian
antibiotik. Sebagai pengatur pH untuk sediaan oral biasa digunakan NaOH,
asam sitrat, dapar phosphat. Sedangkan sebagai antioksidan biasa ditambahakn
asam askorbat 0,01-0,1% dengan pH stabilitas 5,4 dan sodium metabisulfit 0,01-
1%.
(Excipient ed 4 hal 32 dan hal 571)
5. Pengawet
Yaitu untuk menjaga agar eliksir tahan lama dan tetap stabil dalam penyimp
ananyang lama. Eliksir dengan kadar alkohol 10%-12% dapat berfungsi sebagai
pengawet. Konsentrasi pengawet yang dapat digunakan Alkohol > 15% (batas
max penggunaan alkohol 15%), Propilen glikol 15- 30%, Metil paraben 0,1-
0,25%, Propil paraben 0,1- 0,25%, dan As. Benzoat 0,1- 0,5%
(RPS 2005 hal 748)
Kriteria pengawet yang ideal yaitu efektif terhadap mikroba dan
berspektrum luas, stabil secara fisika, kimia, dan mikrobiologi terhadap life time
produk dan tidak toksik, cukup melarut, tersatukan dengan komponen formula
lainnya, rasa dan bau dapat diterima pada konsentrasi yang digunakan. Sebagai
pengawet dapat digunakan turunan hidroksi-benzoat, misalnya metil p-
hidroksibenzoat dan propil p- hidroksibenzoat. Pemakaian pengawet ini
didasarkan atas rentang kerja pengawet tsb pada pH 4-8. Kombinasi keduanya
sering digunakan, karena dapat memperluas spektrum kerja menjadi anti jamur
dan anti bakteri.
(The Theory and Practice of Industrial Pharmacy, hal.467)
C. Keuntungan dan Kekurangan Elixir
1. Keuntungan sediaan elixir diantaranya adalah :
a. Lebih mudah ditelan daripada bentuk padat, sehingga dapat digunakan
untuk bayi, anak-anak, dan orang tua.
b. Segera diabsorbsi karena sudah dalam bentuk larutan.
c. Obat secara homogen terdistribusi dalam seluruh sediaan
d. Bersifat hidroalkohol sehingga eliksir lebih mampu mempertahankan
komponen larutan yang larut dalam air dan larut dalam alkohol
dibandingkan daripada sirup.
e. Stabilitas yang khusus dan kemudahan dalam pembuatan (lebih disukai
darpada sirup)
f. Kemudahan penyesuaian dosis dan pemberian terutama pada anak-anak.
g. Dosis selalu seragam (bentuk larutan) sehingga tidak perlu pengocokan.
h. Dosis dapat diubah sesuai kebutuhan penggunaannya (dari sendok takar
yang digunakan).
i. Waktu absorbsi lebih cepat maka kerja obat lebih cepat (tidak butuh
desintegrasi dahulu).
j. Sifat mengiritasi dari obat bisa diatasi dengan bentuk sediaan larutan karena
adanya faktor pengenceran. Contoh: KI dan KBr dalam keadaan kering
menyebabkan iritasi.
k. Anak-anak dan beberapa orang dewasa yang sukar menelan tablet atau
kapsul, akan lebih mudah menelan sediaan larutan.
l. Sediaan larutan dapat dengan mudah diberi bahan pewangi, pemanis, atau
pewarna untuk meningkatkan penampilan.
2. Kekurangan sediaan elixir diantaranya adalah :
a. Voluminus sehingga kurang menyenangkan untuk diangkut atau disimpan.
b. Stabilitas dalam bentuk larutan lebih jelek dibanding bentuk tablet atau
kapsul terutama bila bahan mudah terhidrolisis.
c. Larutan mudah ditumbuhi mikroorganisme.
d. Ketepatan dosis tergantung pada kemampuan pasien menakar.
e. Rasa obat yang kurang enak akan lebih terasa dalam bentuk larutan
dibanding dalam bentuk tablet.
f. Dibandingkan dengan sirup, eliksir biasanya kurang manis dan kurang
kental karena mengandung kadar gula yang lebih rendah sehingga kurang
efektif dalam menutupi rasa obat dibanding dengan sirup.
g. Sediaan cair umumnya kurang stabil dibandingkan bentuk sediaan padat
(tablet atau kapsul) dan ada beberapa obat yang tidak stabil dalam air.
h. Obat cairan memerlukan wadah yang besar sehingga merepotkan dibawa-
bawa.
i. Beberapa obat yang mengandung bau yang kurang menyenangkan sukar
ditutupi.
j. Memerlukan alat sendok untuk pemberian dosisnya
k. Jika terjadi wadah obat bentuk larutan pecah maka isi akan terbuang semua.
(Dispensing of Pharmaceutical Student, hal 67;Disp of med, hal 502)

D. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Pembuatan Elixir :


1. Pertumbuhan kristal yang disebabkan oleh perubahan suhu, keseragaman
ukuran, dll.
2. Ketercampuran zat aktif dengan pelarut campur ataupun zat tambahan untuk
menghindari terjadinya pengendapan. Dasar pemilihan pelarut campur:
toksisitas, kelarutan, konstanta dielektrik pelarut, ketercampuran bahan.
3. Untuk penambahan sirupus simpleks lebih dari 30 % harus diperhatikan
terjadinya cap locking pada tutup botol sediaan. Karena itu perlu diberikan anti
cap locking. Contoh anti cap locking yaitu gliserin, sorbitol dan poliol lainnya.
Penambahan gliserin sebagai anti cap locking harus diperhatikan karena gliserin
dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan diare.
4. Untuk meningkatkan penerimaan perlu diberikan peningkat rasa dengan
penambahan pemanis dalam sediaan, disamping itu ditambahkan rasa dan warna
yang sesuai. Antara warna dan essens yang ditambahkan harus ada kesuaian.
5. Untuk sediaan oral pemilihan zat aktif perlu memperhatikan pemerian (rasa dan
bau).
6. Pemanis yang digunakan : gula, sirupus simpleks, sorbitol, siklamat, aspartam.
7. Karena ada komponen air dalam sediaan maka perlu ditambahkan pengawet.
Pengawet yang dapat digunakan :
- Nipagin-nipasol = 9 : 1 (0,18 : 0,02)
- Asam benzoat dengan konsentrasi 0,01-0,1%
(Sumber : Handbook of Exicipient, 2003, hal 50,390)
8. Sediaan eliksir yang baik harus mempunyai viskositas yang cukup (aliran yang
baik) untuk memudahkan penuangan. Tetapi biasanya pelarut campur yang
digunakan sudah cukup kental untuk memudahkan penuangan.
E. Evaluasi Sediaan Elixir
1. Organoleptis
Diamati dengan cara pancar indera, apakah sediaan elixir tersebut sudah
sesuai dengan ketentuan sediaan elixir yang benar, yaitu bau dan rasa yang
sedap, tidak ada pertikel yang tidak larut.
2. Uji Kejernihan
Dengan cara melihat langsung sediaan tersebut, apakah masih ada / tidak
partikel yang tertinggal / tidak larut.
3. Uji Densitas ( Bobot jenis)
Dengan menggunakan piknometer :
a. Timbang pikno bersih.
b. Letakkan kaca arloji dan isi dengan elixir yang akan diuji.
c. Masukkan pikno yang berisi sampel kedalam beaker glass dengan 200 ml
air es -> 20˚C.
d. Segera ambil teteskan cairan yang berada diluar kapiler dengan kertas
saring menyedot sisi ujunga kapiler terus tutp kapiler dengan tudung cepat-
cepat.
e. Biarkan pada suhu ruangan, baru bagian luar pikno dilab.
f. Timbang pikno dengan isinya.
g. Bobot jenis dihitung dengan rumus
( p+ e ) −p
Bj =
vp
Keterangan :
p + e = Berat pikno + elixir
p = Berat pikno kosong
vp = Volume piknometer
4. Viskositas
a. Viskometer kapiler / ostwold
Dengan cara waktu air dari cairan yang diuji dibandingkan dengan
waktu yang dibutuhkan bagi suatu zat yang viskositasnya sudah diketahui
(biasanya air) untuk lewat dua tanda tersebut.
(Moectar, 1990)
b. Viskometer hoppler
Berdasarkan hukum Stokes pada kecepatan bola maksimum, terjadi
keseimbangan sehingga gaya gesek = gaya berat – gaya archimides. Prinsip
kerjanya adalah menggelindingkan bola ( yang terbuat dari kaca ) melalui
tabung gelas yang hampir tikal berisi zat cair yang diselidiki. Kecepatan
jatuhnya bola merupakan fungsi dari harga resiprok sampel.
(Moechtar,1990)
c. Viskometer cup dan pob
Prinsip kerjanya sample digeser dalam ruangan antara dinding luar dari
bob dan dinding dalam dari cup dimana bob masuk persis ditengah-tengah.
Kelemahan viscometer ini adalah terjadinya aliran sumbat yang disebabkan
geseran yang tinggi disepanjang keliling bagian tube sehingga
menyebabkan penueunan konsentrasi. Penurunan konsentrasi ini
menyebabkan bagian tengah zat yang ditekan keluar memadat. Hal ini
disebut aliran sumbat.
(Moechtar,1990)
d. Viskometer cone dan plate
Dengan cara sampel ditempatkan ditengah-tengah, kemudian dinaikan
hingga posisi dibawah kerucut. Kerucut digerakkan oleh motor dengan
bermacam kecepatan dan sampelnya digeser pada ruangan yang sangat
sempit antara papan yang didalam kemudian kerucut yang berputar.
5. pH
Sediaan diukur pH nya dengan menggunakan pH meter, yaitu disesuaikan
dengan pH usus karena sediaan diabsorbsi di usus jadi pH sediaan harus sama
dengan pH usus.

F. Monografi Bahan
1. Acetaminophenum (Asetaminofen)
Sinonim : Parasetamol
Pemerian : Serbuk hablur atau kristal, putih, tidak berbau, rasa sedikit
pahit.
Kelarutan : Larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol (95%) P,
dalam 13 bagian aseton P, dalam 40 bagian gliserol P dan
dalam 9 bagian propilenglikol P; larut dalam larutan alkali
hidroksida.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya.
Dosis : Dewasa 0,5 – 1 gram tiap 4 jam. Maksimal 4 g / hari
Titik Leleh : 168 °C sampai 172 °C.
pH : 3,8 – 6,1
OTT : Penggunaan bersama dengan antikoagulan akan meningkatkan
potensi antikoagulan.
Stabilitas : Paracetamol stabil dalam larutan. Degradasi paracetamol di
katalisis oleh asam dan basa, terdegradasi menjadi asam asetat
dan p-aminofenol.
(Anonim, 1979)
2. Glycerolum (Gliserol)
Sinonim : Gliserin
Pemerian : seperti sirop; jernih. tidak berwarna; tidak berbau; manis
diikuti rasa hangat. Higroskopik. Jika disimpan beberapa lama
pada suhu rendah dapat memadat membentuk massa hablur
tidak berwarna yang tidak melebur hingga suhu mencapai 20O.
Kelarutan : Dapat campur dengan air, dan dengan etanol (95%) P; praktis
tidak larut dalam kloroform P, dalam eter P dan dalam minyak
lemak.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Titik Leleh : 17,8 OC
OTT : Gliserin bisa meledak jika bercampur dengan oksidator kuat
seperti kromium trioksida, potasium klorat atau potasium
permanganat. Adanya kontaminan besi bisa menggelapkan
warna dari campuran yang terdiri dari fenol, salisilat dan tanin.
Gliserin membentuk kompleks asam borat, asam gliseroborat
yang merupakan asam yang lebih kuat dari asam borat.
Stabilitas : Gliserin bersifat higroskopis. Dapat terurai dengan pemanasan
yang bisa menghasilkan akrolein yang beracun. Campuran
gliserin dengan air, etanol 95% dan propilena glikol secara
kimiawi stabil. Gliserin bisa mengkristal jika disimpan pada
suhu rendah yang perlu dihangatkan sampai suhu 200OC untuk
mencairkannya.
(Anonim, 1979)
3. Propylenglycolum (Propilenglikol)
Pemerian : Cairan kental, jenuh, tidak berwarna, rasa khas, praktis tidak
berbau, menyerap air pada udara lembab.
Kelarutan : Dapat campur dengan air, dengan etanol (95%) P dan dengan
kloroform P; larut dalam aseton dan dengan kloroform larut
dalam eter dan dalam beberapa minyak esensi tidak dapat
bercampur dengan minyak lemak.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
OTT : Propilenglikol memiliki inkompatibilitas dengan reagen
oksidasi seperti kalium permanganat.
4. Glycerolum (Gliserol)
Pemerian : Serbuk, granul atau lempengan; higroskopis; warna putih; rasa
manis.
Titik Leleh : Anhidrat : 110-112o C; Kristal polimorf : 97,78oC; Kristal
metastabil 93o C
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air; sukar larut dalam etanol, dalam
metanol dan asam asetat.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
Titik Leleh : 174-179OC
pH : 4,5 – 7,0
OTT : Inert dan cocok dengan berbagai eksipien. Dapat membentuk
khelat dengan ion logam divalen atau trivalen pada kondisi
asam atau basa kuat. Larutan sorbitol bereaksi dengan besi
oksida menjadi tidak berwarna. Dapat menurunkan laju
degradasi penisilin pada larutan netral.
Stabilitas : Stabil di udara, tidak terdekomposisi pada kenaikan suhu. Bulk
bersifat higroskopis.
5. Aethanolum (Etanol)
Pemerian : Cairan mudah menguap, jernih, tidak berwarna. Bau khas dan
menyebabkan rasa terbakar pada lidah. Mudah menguap
walaupun pada suhu rendah dan mendidih pada suhu 78 oC.
Kelarutan : Bercampur dengan air, praktis bercampur dengan semua pelarut
organik.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat terlindung dari cahaya, ditempat
sejuk dan jauh dari nyala api.
Titik leleh : – 112oC
OTT : Etanol berinkompatibilitas dengan aluminium, material oksidasi,
alkali, dan garam organik.
(Anonim, 1979)
6. Aqua Destilata (Air Suling)
Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
OTT : Dalam formula air dapat bereaksi dengan bahan eksipient
lainya yang mudah terhidrolisis.
Stabilitas : Air adalah salah satu bahan kimia yang stabil dalam
bentuk Fisik (es, air, dan uap). Air harus disimpan dalam wadah
yang sesuai. Pada saat penyimpanan dan penggunaannya harus
terlindungi dari kontaminasi partikel – pertikel ion dan bahan
organik yang dapat menaikan konduktivitas dan jumlah karbon
organik. Serta harus terlindungi dari partikel – partikel lain dan
mikroorganisme yang dapat tumbuh dan merusak fungsi air.
(Anonim, 1979)

II. FORMULA STANDAR

Tiap 5 ml mengandung :
Acetaminophenum 120 mg
Glycerolum 2,5 ml
Propylenglycolum 500 µl
Sorbitol Solutio 70% 1,25 ml
Aethanolum 500 µl
Zat tambahan yang cocok qs
Aqua destilata ad 5 ml

III. FORMULA PENGEMBANGAN

Tiap 5 ml mengandung :
Acetaminophenum 120 mg
Glycerolum 2,5 ml
Propylenglycolum 500 µl
Sorbitol Solutio 70% 1,25 ml
Aethanolum 500 µl
Pewarna dan pengaroma qs
Sirupus simplek ad 5 ml

IV. ALAT DAN BAHAN


A. Alat
1. Beaker glass
2. Mortir dan stamper
3. Timbangan
4. Corong
5. Kompor
6. erlenmeyer
7. Pipet
8. Gelas ukur
9. Termometer
10. Piknometer
11. Baskom
B. Bahan
1. Acetaminophenum
2. Glycerolum
3. Propylenglycolum
4. Sorbitol solutio 70 %
5. Aethanolum
6. Essen dan flavour
7. Sirupus simplex
8. Es Batu

V. PERHITUNGAN DOSIS

Anak sampai 1 th = 1 sendok teh (5 ml)

Anak 1- 5 th = 2 sendok teh (10 ml)

VI. PENIMBANGAN DAN PERHITUNGAN

Di buat sediaan sebanyak 300 ml, maka

120 mg
1. acetaminophenum = x 300 ml = 7200 mg
5 ml

2,5 mg
2. Glycerolum = 5 ml x 300 ml = 150 ml

500 µl
3. Propylenglycolum = x 300 ml = 30.000 µl = 30 ml
5 ml

1, 25 ml
4. Sorbitol Solutio 70 % = x 300 ml = 75 ml
5 ml

500 µl
5. Aethanolum = x 300 ml = 30.000 µl = 30 ml
5 ml

0,1
6. Pewarna dan pengaroma= x 300 ml = 0.06 mg
5 ml

7. Sirupus simplex ad 300 ml


VII. CARA KERJA

Acetaminophenum dilarutkan dengan aethanolum

Tambahkan dengan Glycerolum dan Propylenglicol

Masukkan sirupus simplek yang telah dibuat aduk ad homogen

Tambahkan solutio sorbitol 70% aduk ad homogen

Tambahkan essen dan flavour secukupnya aduk ad homogen

Masukkan dalam wadah yang sesuai dan sudah ditara, lalu tambahkan sisa sirupus
simplek ad 60ml

Beri etiket

VIII. ETIKET

APOTEK STIKES FARMA


Jl. Jombor Indah KM.01 Buntalan
APA : Drs. H. Sunyoto, B. Sc, M. Sc., Apt
Sp. Kp. 01.03.1.3.5778
No. 01 Tgl 01 Nov 2017

An. Lina

3 x sehari 1 sendok teh


Sesudah Makan
IX. PROSEDUR KERJA KONTROL KUALITAS
1. Organoleptis
Amati elixir yang sudah dibuat

catat hasil pengamatan berupa warna, bau dan rasa elixir


2. Homogenitas

Amati elixir dibawah lampu atau cahaya

Amati ada partikel atau tidak

amati sediaan homogen atau tidak


3. Kejernihan

Amati elixir dibawah lampu atau cahaya

Amati elixir jernih atau tidak


4. Berat jenis
Cara kerja :
a. Timbang berat piknometer kosong dan kering + tutupnya
b. Ukur volume piknometer
Dengan cara :
Timbang berat piknometer kosong dan kering + tutupnya (misal pgram)

Isi piknometer dengan air hingga penuh, lalu rendam dalam es hingga
suhunya 2o di bawah suhu percobaan

Piknometer ditutup, suhu dinaikkan hingga suhu percobaan. Mestinya ada


bagian air tumpah karena pemuaian. Lalu air yang menempel di
piknometer dibersihkan

Timbang piknometer beserta isinya (misal p + a gram)

Hitung massa air {( p+a ) – p}

Volume piknometer tersebutn sama dengan volume air

Bj = (berat piknometer + air) – berat pikno kosong

Volume piknometer

Volume piknometer = (berat piknometer + air) – berat pikno kosong


Bj
Hitung Bj
Dengan cara :

Timbang berat piknometer kosong dan kering + tutupnya


Isi piknometer dengan elixir hingga penuh, lalu direndam dalam es hingga
suhunya 2o di bawah suhu percobaan

Piknometer ditutup, suhu dinaikkan hingga suhu percobaan. Mestinya ada


bagian elixir tumpah karena pemuaian. Lalu elixir yang menempel di
piknometer dibersihkan.

Timbang piknometer beserta isinya

Bj = (berat piknometer + elixir) – berat pikno kosong


Volume piknometer

5. pH : diukur dengan pH strip

Tuanglah elixir dalam wadah

Ukur ph menggunakan ph strip

Catat hasil pada lembar hasil, lakukan 3 kali


replikasi
6. Viskositas
Dengan cara :

Viskometer dibersihkan, larutan elixir sebanyak 150ml


dimasukkan dalam cup

Rotor dimasukkan dalam cup, kemudian dinyalakan

Lihat skala yang ditunjukkan oleh jarum sesuai nomor rotor


yang digunakan, ditunggu hingga konstan. Dicatat skalanya

Lakuka replikasi uji viskositas sebnyak 3 kali

X. Hasil
1. Organoleptis

Uji Organoleptis Hasil Pengamatan


Warna Merah Muda
Bau Khas Etanol
Rasa Manis

2. Homogenitas
 Homogen

3. Kejernihan
 Tidak Jernih

4. Berat Jenis

p p+a a p p+e e
46,60 24,6 22,0 29,50
Replikasi I 22,00 51,50
0 0
46,60 24,6 22,0 29,40
Replikasi II 22,00 51,40
0 0
46,60 24,6 22,0 29,60
Replikasi III 22,00 51,60
0 0
46,60 24,6 22,0 29,50
Rata-rata 22,00 51,50
0 0
( p+ a )− p
Vp =
Bj
46,60 g−22,00 g
= 0,99
g
ml

= 24,84 ml

*) Keterangan : p = piknometer kosong


p+a = piknometer + air
a = air
p+e = piknometer + elixir
e = elixir
Vp = volume piknometer
Bj = berat jenis

5. pH

Replikasi I 5
Replikasi II 5
Replikasi III 5
pH Rata-Rata 5

6. Viskositas

Replikasi I 0,7 dap’s


Replikasi II 0,7 dap’s
Replikasi III 0,7 dap’s
Viskositas Rata-Rata 0,7 dap’s
XI. PEMBAHASAN

Dalam praktikum kali ini, praktikan membuat sediaan obat dalam bentuk elixir.
Elixir adalah sediaan berupa larutan yang mempunyai rasa dan bau sedap, mengandung
selain obat, juga zat tambahan seperti gula dan atau zat pemanis lainnya, zat warna, zat
wangi dan zat pengawet, digunakan sebagai obat dalam. Sebagai pelarut utama
digunakan etanol yang dimaksudkan untuk mempertinggi kelarutan obat. Dapat
ditambahkan Gliserol, sorbitol dan propilenglikol, sebagai pengganti gula dapat
digunakan sirup gula.

Formulasi eliksir parsetamol dalam praktikum kali ini adalah parasetamol sendiri
sebagai zat aktif/analgetik antipiretik, Gliserol sebagai wetting agent (pembasah),
Propilenglikol sebagai antimikroba, Sorbitol solution 70% sebagai pemanis, Ethanol
sebagai pelarut, zat tambahan terdiri dari zat pewarna (merah) serta perasa (strawberry)
dan Aqua destillata yang diganti sirupus simplek sebagai pelarut dan pemberi rasa manis.
Parasetamol atau Acetaminophenum (zat aktif) memiliki rasa yang pahit dan
tidak berbau seperti yang tertera pada monografi sehingga ditambahkan corigens saporis
atau pemanis seperti yang digunakan dalam formula pengembangan yaitu Sorbitol
solution 70% dan sirupus simplek. Sorbitol solution 70% selain berfungsi sebagai
pemanis juga dapat digunakan untuk perangkat anticaplocking. Dalam formula
pengembangan ditambahkan corigen saporis yaitu zat tambahan perasa (rasa strawberry)
agar lebih disukai.
Setelah sediaan jadi, dilakukan uji kontrol kualitas yaitu uji organoleptis,
homogenitas, kejernihan, berat jenis, pH, dan viskositas. Uji organoleptis meliputi
pengujian warna, bau, dan rasa. didapatkan warna sediaan merah, rasa manis, dan bau
khas etanol. Bau sediaan elixir yang dibuat seperti bau alkohol berdasarkan literatur hal
ini dikarenakan alkohol atau etanol yang digunakan sebagai pelarut masih terperangkap
didalam larutan sehingga ketika botol dibuka untuk dicium etanol menguap dari sediaan
sehingga yang tercium merupakan bau etanol, Rasa pahit dari paracetamol dapat tertutupi
karena pada formula pengembangan menggunakan komponen pemanis berupa gliserin
(berfungsi ganda sebagai pemanis dan pelarut), sorbitol sebagai pencegah caplocking dan
sebagai pemanis, dan sirupus simplek sebagai pengganti aquades.
Uji homogenitas dilakukan di bawah sinar atau cahaya dengan tujuan untuk
mengetahui bahwa komponen obat atau formula elixir sudah tercampur dengan baik.
Hasil uji homogenitas elixir yang dibuat di dapatkan hasil sediaan elixir sudah homogen.
Uji kejernihan dilakukan dengan cara melihat langsung sediaan tersebut dan
didapatkan hasil bahwa sediaan elixir yang dibuat tidak jernih masih ada partikel yang
melayang dalam sediaan elixir hal ini tidak sesuai dengan literatur bahwa sediaan oral
harus terbebas dari mikroorganisme maupun partikel pengotor. Adanya partikel didalam
sediaan elixir yang dibuat kemungkinan berasal dari sirupus simplek yang kurang bersih
dalam penyaringannya.
Uji berat jenis dilakukan dengan alat piknometer pada suhu 25C sesuai dengan
Farmakope Indonesia Edisi IV, dibuat dalam 3 replikasi dan didapatkan hasil untuk 3

g g g
replikasi berturut-turut yaitu 1,187 , 1,183 , dan 1,191 , dengan rata-
ml ml ml

g
rat Bj sebesar 1,187 . Berdasarkan literatur Bj eliksir harus mendekati Bj air yaitu
ml
1 agar sediaan tidak mudah terpisah. Dari percobaan ini, eliksir yang dihasilkan memiliki

g
Bj mendekati Bj air yaitu 1,187 .
ml
Uji pH dilakukan dengan menggunakan Ph strip dalam 3 kali replikasi dengan hasil
semua replikasi meunjukkan pH 5 untuk elixir yang telah dibuat, hal ini sesuai dengan
literatur bahwa sediaan paracetamol memiliki pH antara 3,8 - 6,1.
Uji viskositas dilakukan menggunakan alat viskometer cup and bob dalam 3
replikasi didapatkan hasil yang sama yaitu 0,7 dap’s.

XII. KESIMPULAN
A. Praktikan telah mampu membuat sediaan eliksir parasetamol sebanyak 300 ml
B. Hasil uji kontrol kualitas sediaan eliksir yang dibuat adalah :
1. Uji Organoleptis :
a. Warna : Merah Muda
b. Bau : Khas etanol
c. Rasa : Manis
2. Homogenitas : Homogen
3. Kejernihan : Tidak Jernih
g
4. Berat Jenis : 1,187 /ml
5. pH :5
6. Viskositas : 0,7 dap’s
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1995. Farmakope Indonesia Edisi Keempat. Departemen Kesehatan RI. Jakarta

Ansel, Howard, 2005, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi keempat, UI Press, Jakarta

Moh. Anief. 1988. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Rowe C Raymond, Paul J Sheskey, and Marian E Quinn, 2009, Handbook of Pharmaceutical
Excipients Sixth Edition, Pharmaceutical Press, London

Anda mungkin juga menyukai