Anda di halaman 1dari 104

SAMBUTAN

Assalamualaikum Wr.Wb
Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT,
atas ijinNya, penyusunan “Penyusunan Indeks Pembangunan Gender
Kota Cilegon” ini akhirnya dapat diselesaikan.
Publikasi Penyusunan Indeks Pembangunan Gender Kota
Cilegon ini memberikan gambaran pencapaian pembangunan manusia
berbasis gender serta untuk melihat sejauh mana kapabilitas manusia
berbasis gender dapat dimanfaatkan di berbagai bidang kehidupan.
Diharapkan publikasi ini dapat bermanfaat sebagai evaluasi dan
penyusunan perencanaan kebijakan, program dan kegiatan yang
responsif gender.
Kepada tim penyusun, kami ucapkan terima kasih atas daya
dan upayanya dalam penyusunan publikasi ini. Akhirnya saran dan
kritik sangat kami harapkan untuk penyempurnaan penyusunan
publikasi ini di masa mendatang. Semoga publikasi ini bermanfaat bagi
banyak pihak.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Cilegon, Oktober 2014
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Kota Cilegon

Dra. Hj. Rt. Ati Marliati, MM


NIP. 19680410 199512 2 003

i
DAFTAR ISI

SAMBUTAN ............................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................... iii
DAFTAR TABEL DAN GRAFIK .................................................... v

PENDAHULUAN ........................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ............................................................... 1
1.2. Maksud dan Tujuan ........................................................ 3
1.3. Sistematika Penulisan ...................................................... 5
1.4. Sumber Data ................................................................... 6
METODOLOGI ........................................................................... 7
2.1. Konsep dan Definisi Gender ........................................... 7
2.2. Metode Penghitungan IPG .............................................. 10
2.3. Metode Penghitungan IDG .............................................. 14
GAMBARAN UMUM ................................................................ 17
3.1. Geografis dan Kependudukan ........................................... 17
3.2. Perekonomian ................................................................ 29
PENCAPAIAN PEMBANGUNAN GENDER ................................ 35
4.1. Pencapaian Pembangunan Gender ................................ 35
4.2. Pencapaian Komponen IPG ........................................... 38

iii
4.3. Perbandingan IPG Kota Cilegon dan
IPG Provinsi Banten ........................................................ 48
PENCAPAIAN PEMBERDAYAAN GENDER ................................ 57
5.1. Pencapaian Pemberdayaan Gender ................................ 58
5.2. Pencapaian Komponen IDG ........................................... 60
5.3. Perbandingan IDG Kota Cilegon dan
IGG Provinsi Banten ........................................................ 67
KETERKAIATAN ANTARA IPM, IPG DAN IDG ............................ 71
6.1. Hubungan Antara IPM dan IPG ...................................... 71
6.2. Hubungan Antara IPM dan IDG ...................................... 75
6.3. Hubungan Antara IPG dan IDG ..................................... 77
REKOMENDASI ....................................................................... 79

iv
DAFTAR TABEL DAN GRAFIK

TABEL
Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin
dan Rasio Jenis Kelamin Tahun 2012 – 2013 ......... 23

Tabel 3.2. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin


dan Rasio Jenis Kelamin Berdasarkan
Kelompok Umur Tahun 2013 ................................. 23

Tabel 3.3 Prosentase Penduduk Menurut Jenis Kelamin


Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2013 ........... 25

Tabel 3.4 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin


Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2013 ........... 26

Tabel 3.5 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin


dan Rasio Jenis Kelamin Berdasarkan
Kelompok Umur Tahun 2013 ............................. 28

Tabel 3.6 PDRB Kota Cilegon Tahun 2011 – 2013 ............... 29

Tabel 3.7 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Cilegon


Tahun 2011 – 2013 ................................................ 31

Tabel 3.8 Distribusi Persentase PDRB Kota Cilegon


Tahun 2011 – 2013 ................................................ 32

Tabel 5.1. Perkembangan Komponen IDG Kota Cilegon


dan Provinsi Banten Tahun 2011-2013 ................ 68

v
TABEL

Grafik 3.1. Peta Kota Cilegon .................................................. 17

Grafik 3.2 Piramida Penduduk Kota Cilegon Tahun 2013 ...... 27

Grafik 4.1. Perkembangan IPG Kota Cilegon


Tahun 2011 – 2013 ................................................ 37

Grafik 4.2. Perkembangan Angka Harapan Hidup


Kota Cilegon Tahun 2011 – 2013 ......................... 39

Grafik 4.3. Perkembangan Angka Melek Huruf Kota Cilegon


Tahun 2011 – 2013 ................................................ 42

Grafik 4.4. Perkembangan Angka Rata-rata Lama Sekolah


Kota Cilegon Tahun 2011 – 2013 ..................... 44

Grafik 4.5. Perkembangan Sumbangan Pendapatan


Kota Cilegon Tahun 2011 – 2013 ..................... 46

Grafik 4.6. Perkembangan IPG Kota Cilegon dan


Provinsi Banten Tahun 2011 – 2013 ..................... 49

Grafik 4.7. Perkembangan Angka Harapan Hidup Kota Cilegon


dan Provinsi Banten Tahun 2011 – 2013 ............. 50

Grafik 4.8. Perkembangan Angka Melek Huruf Kota Cilegon


dan Provinsi Banten Tahun 2011 – 2013 ............. 52

Grafik 4.9. Perkembangan Angka Rata-rata Lama Sekolah


Kota Cilegon dan Provinsi Banten
Tahun 2011 – 2013 ............................................... 53

vi
Grafik 4.10. Perkembangan Sumbangan Pendapatan
Kota Cilegon dan Provinsi Banten
Tahun 2011 – 2013 ............................................... 54

Grafik 5.1. Perkembangan Indeks Pemberdayaan Gender


Kota Cilegon Tahun 2011 – 2013 ......................... 59

Grafik 5.2. Perkembangan Keterlibatan Perempuan


di Parlemen Kota Cilegon Tahun 2011 – 2013 ...... 61

Grafik 5.3. Perkembangan Tenaga Manager, Profesional,


Administrasi, Teknis Kota Cilegon
Tahun 2011 – 2013 .............................................. 63

Grafik 5.4. Perkembangan TPAK dan Tenaga Kerja Perempuan


Kota Cilegon Tahun 2011 – 2013 ........................... 64

Grafik 5.5. Persentase Pejabat Struktural menurut


Jenis Kelamin dilingkungan Pemerintah
Kota Cilegon Tahun 2011 – 2013 ........................... 66
Grafik 5.6. Perkembangan IDG Kota Cilegon dan
Provinsi Banten Tahun 2011 – 2013 ................... 67

Grafik 6.1. Perkembangan IPM dan IPG Kota Cilegon


Tahun 2011 – 2013 .............................................. 72
Grafik 6.2. Selisih IPM dengan IPG Kota Cilegon
Tahun 2011 – 2013 .............................................. 74
Grafik 6.3. Selisih IPM dengan IDG Kota Cilegon
Tahun 2011 – 2013 .............................................. 76
Grafik 6.3. Hubungan IPM, IPG dan IDG Kota Cilegon
Tahun 2011 – 2013 .............................................. 77

vii
PENDAHULUAN
I. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Pembangunan merupakan sebuah usaha atau rangkaian
usaha pertumbuhan dan perubahan yang direncanakan dan
dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara, dan
pemerintah.Pembangunan sangat dipengaruhi oleh dua
komponen utama yaitu sumberdaya alam dan sumberdaya
manusia. Pembangunan yang terjadi pada tiap-tiap daerah
berbeda-beda.Hal ini dikarenakan kuantitas dan kualitas
sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia pada tiap-tiap
daerah juga berbeda-beda. Dua komponen utama dalam
pembangunan tersebut sangat berkaitan satu sama lain, adanya
sumberdaya alam yang melimpah tanpa disertai adanya
sumberdaya manusia yang berkualitas maka tidak akan terjadi
sebuah pembangunan yang ideal (Siagian dalam Badruddin,
2009).
Sumberdaya manusia merupakan sebuah kuantitas dan
kualitas penduduk yang terdapat pada suatu daerah
tertentu.Sumberdaya manusia dalam artian kuantitas merupakan
ketersediaan penduduk yang berada pada suatu daerah,

1
PENDAHULUAN

sedangkan sumberdaya manusia dalamartian kualitas adalah


kualitas kehidupan penduduknya. Kualitas tersebut dapat dilihat
dari hidup lebih lama dan sehat, lebih berpendidikan dan
terampil, dan memiliki pendapatan yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan dasar seperti: pemenuhan gizi, sandang, papan dan
lingkungan tempat tinggal yang baik, (Tukiran, 2010).
Hakekatnya manusia diciptakan laki-laki dan perempuan,
sedangkan laki- laki dan perempuan diciptakan berbeda, baik
berbeda secara fisik maupun secara biologis. Perbedaan tersebut
menyebabkan fungsi antara laki-laki dan perempuan pun
menjadi berbeda, sehingga dalam kehidupan bermasyarakat
sering terjadi kesenjangan antara laki-laki dan perempuan.
Kesenjangan yang kerap terjadi adalah pada bidang pekerjaan,
pendidikan, dan status sosial.
Perbedaan peran serta tanggung jawab antara laki-laki
dan perempuan, yang suatu saat dapat berubah tergantung pada
waktu, hal ini lah yang dinamakan gender. Pengertian gender
dengan jenis kelamin (sex) berbeda, jenis kelamin sendiri
merupakan perbedaan secara biologis dan fisik antara laki-laki
dan perempuan yang bersifat permanen. Perbedaan fisik
maupun biologis tersebut merupakan penyebab utama
terjadinya perbedaan peran dan tanggung jawab antara laki-laki

2
PENDAHULUAN
dan perempuan, (Suryanto, 2009). Pada dasarnya hakekat
pembangunan ditujukan untuk kesejahteraan seluruh penduduk
dengan tidak membedakan suku, agama, asal maupun
jeniskelamin. Meski demikian,pembangunan yang dilaksanakan
disinyalir masih bermuatan diskriminasi antara laki-laki dan
perempuan. Ditengarai, pembangunan yang dilaksanakan di
segala bidang lebih banyak menguntungkan laki-laki. Tentunya
untuk menjawab hal itu tidak mudah, perlu kajian mendalam
terhadap keseluruhan aspek pembangunan. Salah satu cara
untuk mengetahui adanya diskriminasi antara laki-laki dan
perempuan, yaitu menilai Indeks Pembangunan Gender (IPG).
Penulisan buku ini berupaya menyajikan perkembangan
kondisi sosial ekonomi perempuan serta pemberdayaan
perempuan di Kota Cilegon yang disajikan dalam bentuk data dan
analisa.

1.2. Maksud dan Tujuan


IPG mengukur tingkat pencapaian kemampuan dasar
yang sama seperti IPM, yakni harapan hidup, tingkat pendidikan,
dan pendapatan dengan memperhitungkan ketimpangan gender.
IPG dapat digunakan untuk mengetahui kesenjangan
pembangunan manusia antara laki-laki dan perempuan. Apabila

3
PENDAHULUAN

nilai IPG sama dengan IPM, maka dapat dikatakan tidak terjadi
kesenjangan gender, tetapi sebaliknya IPG lebih rendah dari IPM
maka terjadi kesenjangan gender. Publikasi IPG Kota Cilegon,
secara umum mempunyai maksud sebagai berikut :
a. Untuk membentuk paradigma baru di kalangan masyarakat
luas (terutama aparat pemerintah dan kalangan terdidik)
bahwa pembangunan manusia dan sosial mempunyai makna
yang lebih luas dan lebih berarti dibandingkan pembangunan
ekonomi.
b. Ikut menunjang program otonomi daerah, khususnya dalam
hal peningkatan kualitas perencanaan dan pembangunan di
daerah yang didukung oleh partisipasi dari masyarakat luas.
c. Sebagai acuan dasar perencanaan dan sebagai bahan
evaluasi sehingga keputusan- keputusan yang diambil oleh
pihak Pemerintah daerah dapat menguntungkan semua
pihak.
Beberapa tujuan yang akan dicapai dalam publikasi IPG yakni :
a. Memberikan gambaran masalah kesenjangan Gender yang
ada di Kota Cilegon.
b. Sebagai alat bantu perencanaan (planning tool)
pembangunan kota yang lebih mengakomodasikan dimensi
pembangunan sosial berwawasan kemitra sejajaran gender.

4
PENDAHULUAN
c. Sebagai data dasar bagi seluruh instansi terkait dalam
menyelenggarakan program pembangunan yang lebih
mencerminkan kesetaraan Gender.

1.3. Sistematika Penulisan


Penulisan pembangunan manusia berbasis gender ini
terdiri dari 6 (enam) bab yang terdiri dari :
Bab 1 menjelaskan tentang latar belakang, maksud dan
tujuan penulisan, sistematika penulisan, ruang
lingkup serta sumber data.
Bab 2 menjelaskan tentang konsep dan definisi gender dan
metode penghitungan.
Bab 3 menjelaskan tentang kondisi geografis dan
kependudukan serta gambaran perekonomian.
Bab 4 menjelaskan tentang pencapaian Pembangunan
Gender, pencapaian komponen IPG dan perbandingan
IPG Kota Cilegon dan IPG Provinsi Banten.
Bab 5 menjelaskan pencapaian pemberdayaan gender,
pencapaian komponen IDG dan perbandingan IPG Kota
Cilegon dan IDG Provinsi Banten.

5
PENDAHULUAN

Bab 6 menerangkan hubungan antara IPM dengan IPG,


hubungan antara IPM dengan IDG dan hubungan
antara IPG dengan IDG.
Bab 7 rekomendasi berupa merupakan kesimpulan dan
rekomendasi, berisi tentang kesimpulan hasil analisis
pencapaian pembangunan gender serta rekomendasi
untuk meningkatkan pencapaian pembangunan
gender.

1.4. Sumber Data


Sumber data untuk penghitungan Indeks Pembangunan
Gender berasal dari survei yang dilakukan BPS Kota Cilegon dan
dari dinas instansi terkait yang berkaitan dengan penulisan ini

6
METODOLOGI
II. Metodologi
2.1. Konsep dan Definisi Gender
Selama lebih dari sepuluh tahun istilah gender
meramaikan berbagai diskusi tentang masalah-masalah
perempuan, selama itu pulalah istilah tersebut telah
mendatangkan ketidakjelasan dan kesalahpahaman tentang apa
yang dimaksud dengan konsep gender dan apa kaitan konsep
tersebut dengan usaha emansipasi wanita yang diperjuangkan
kaum perempuan tidak hanya di Indonesia yang dipelopori ibu
Kartini tetapi juga di pelbagai penjuru dunia lainnya.
Distorsi makna atas istilah gender ini telah
mengakibatkan perjuangan gender menghadapi banyak
perlawanan yang tidak saja datang dari kaum laki-laki yang
merasa terancam “hegemoni kekuasaannya” tapi juga datang
dari kaum perempuan sendiri yang tidak paham akan apa yang
sesungguhnya dipermasalahkan oleh perjuangan gender itu.
Konsep gender pertama kali harus dibedakan dari konsep
seks atau jenis kelamin secara biologis. Pengertian seks atau jenis
kelamin secara biologis merupakan pensifatan atau pembagian
dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis,

7
METODOLOGI

bersifat permanen (tidak dapat dipertukarkan antara laki-laki dan


perempuan), dibawa sejak lahir dan merupakan pemberian
Tuhan; sebagai seorang laki-laki atau seorang perempuan.
Melalui penentuan jenis kelamin secara biologis ini maka
dikatakan bahwa seseorang akan disebut berjenis kelamin laki-
laki jika ia memiliki penis, jakun, kumis, janggut, dan
memproduksi sperma . Sementara seseorang disebut berjenis
kelamin perempuan jika ia mempunyai vagina dan rahim sebagai
alat reproduksi, memiliki alat untuk menyusui (payudara) dan
mengalami kehamilan dan proses melahirkan. Ciri-ciri secara
biologis ini sama di semua tempat, di semua budaya dari waktu
ke waktu dan tidak dapat dipertukarkan satu sama lain.
Berbeda dengan seks atau jenis kelamin yang diberikan
oleh Tuhan dan sudah dimiliki seseorang ketika ia dilahirkan
sehingga menjadi kodrat manusia, istilah gender yang diserap
dari bahasa Inggris dan sampai saat ini belum ditemukan
padanan katanya dalam Bahasa Indonesia, ---kecuali oleh
sebagian orang yang untuk mudahnya telah mengubah gender
menjadi jender--- merupakan rekayasa sosial, tidak bersifat
universal dan memiliki identitas yang berbeda-beda yang
dipengaruhi oleh faktor-faktor ideologi, politik, ekonomi, sosial,
budaya, agama, etnik, adat istiadat, golongan, juga faktor

8
METODOLOGI

sejarah, waktu dan tempat serta kemajuan ilmu pengetahuan


dan teknologi. (Kompas, 3 September 1995)
Oleh karena gender merupakan suatu istilah yang
dikonstruksi secara sosial dan kultural untuk jangka waktu yang
lama, yang disosialisasikan secara turun temurun maka
pengertian yang baku tentang konsep gender ini pun belum ada
sampai saat ini, sebab pembedaan laki-laki dan perempuan
berlandaskan hubungan gender dimaknai secara berbeda dari
satu tempat ke tempat lain, dari satu budaya ke budaya lain dan
dari waktu ke waktu.
Konsep kesetaraan gender pada prinsipnya
memposisikan perempuan dan laki-laki setara dalam kesempatan
dan hak-haknya. Kesetaraan gender perlu dipahami dalam arti
bahwa perempuan dan laki-laki menikmati status yang sama;
berada dalam kondisi dan mendapat kesempatan yang sama
untuk dapat merealisasikan potensinya sebagai hak-hak asasinya,
sehingga perempuan dapat menyumbangkan potensinya secara
optimal terhadap pembangunan dan menikmati hasil
pembangunan (Ambarsari Dwi C., et.all, 2002).
Secara normatif pemerintah tidak membedakan hak dan
kesempatan antara laki-laki dan wanita untuk beraktifitas
termasuk berpartisipasi dalam pembangunan. Dua arahan

9
METODOLOGI

kebijakan pemberdayaan wanita. Pertama, meningkatkan


kedudukan dan peranan wanita dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara melalui kebijakan nasional yang diemban oleh
lembaga yang mampu memperjuangkan terwujudnya kesetaraan
dan keadilan gender. Kedua, meningkatkan kualitas dan peranan
wanita dengan mempertahankan nilai persatuan dan kesatuan
serta nilai historis perjuangan kaum perempuan, dalam rangka
melanjutkan usaha pemberdayaan wanita serta kesejahteraan
masyarakat.

2.2. Metode Penghitungan IPG


Indeks Pembangunan Gender (IPG) mengukur tingkat
pencapaian kemampuan dasar yang sama seperti IPM, yakni
harapan hidup, tingkat pen-didikan dan pendapatan dengan
memperhitungkan ketimpangan gender. IPG dapat digunakan
untuk mengetahui kesenjangan pembangunan manusia antara
laki-laki dan perempuan. Apabila nilai IPG sama dengan IPM,
maka dapat dikatakan tidak terjadi kesenjangan gender, tetapi
sebaliknya IPG lebih rendah dari IPM makan terjadi kesenjangan
gender.
Untuk menghitung IPG (Indeks Pembangunan Gender),
terlebih Pada dasarnya metode penghitungan Indeks

10
METODOLOGI

Pembangunan Gender (IPG) hampir sama dengan penghitungan


indeks-indeks yang lainnya, seperti Indeks Pembangunan
Manusia (IPM). Perbedaannya adalah bahwa dalam
penghitungan Indeks Pembangunan Gender, komponen rata-
rata pencapaian usia harapan hidup, tingkat pendidikan dan
pendapatan disesuaikan dengan mengakomodasikan perbedaan
pencapaian antara perempuan dan laki-laki.
Parameter dimasukkan dalam rumus untuk
memperhitungkan tingkat penolakan terhadap ketimpangan.
Parameter ini menunjukkan elastisitas marjinal dari penafsiran
sosial terhadap pencapaian antar kelompok Gender yang
berbeda. Untuk merefleksikan tingkat penolakan yang moderat,
nilai parameter ditetapkan sama dengan 2.
Untuk melakukan penghitungan IPG secara matematis,
terlebih dulu dihitung pencapaian yang disetarakan dengan
tingkat pencapaian yang merata. (the equally distributed
equivalent achievement = Xede ) dengan formulasi rumus
sebagai berikut :

Xede = ( Pf Xf ( 1 –ε) + Pm Xm (1 –ε) ) 1/ (1 –ε)


di mana:
Xf = Pencapaian perempuan

11
METODOLOGI

Xm = Pencapaian laki – laki


Pf = Proporsi populasi perempuan
Pm = Proporsi populasi laki – laki
ε = Parameter penolakan ketimpangan ( = 2 )

Penghitungan komponen-komponen dalam IPG memang


cukup kompleks dibandingkan dengan IPM. Dengan
menggunakan data yang diperoleh dari Sakernas ( Survei Tenaga
kerja Nasional ) akan dilakukan penghitungan:
1. Menghitung rasio upah perempuan terhadap upah laki-laki di
sektor non-pertanian ( Wf )
2. Menghitung rata-rata upah dengan formula (W)

dimana:

Aecf : proporsi perempuan dalam angkatan kerja


(yang aktif secara ekonomi)

Accm : proporsi laki-laki dalam angkatan kerja (yang


aktif secara ekonomi)

Wf : rasio upah perempuan di sektor pertanian

3. Menghitung rasio antara upah untuk masing-masing


kelompok gender dengan upah rata-rata ( Rf )

12
METODOLOGI

4. Menghitung upah yang disumbangkan oleh masing-masing


kelompok gender ( IncC ) dengan formula:

5. Menghitung proporsi pendapatan yang disumbangkan oleh


masing-masing kelompok gender ( %IncC ) dengan formula:

6. Menghitung Xede dari %IncC


7. Menghitung indeks distribusi pendapatan [=I(Inc-dis)]

8. Penghitungan IPG dilakukan dengan prosedur sebagai


berikut:
a. Indeks dari masing-masing komponen IPG dihitung
dengan formula diatas dengan nilai batas minimum
seperti pada tabel di bawah:

13
METODOLOGI

L = Laki-laki P = Perempuan
b. Menghitung Xede dari tiap indeks
c. Menghitung IPG dengan formula

Dimana:
Xede(1) : Xede untuk harapan hidup
Xede(2) : Xede untuk harapan pendidikan.
I(Inc-dis) : Indeks distribusi pendapatan.

Nilai IPG berkisar antara 0-100 persen. Bila nilai IPG semakin
tinggi maka semakin tinggi kesenjangan pembangunan manusia
antara laki-laki dan perempuan.

2.3. Metode Penghitungan IDG


Indeks pemberdayaan gender (IDG) memperlihatkan
sejauh mana peran aktif perempuan dalam kehidupan ekonomi

14
METODOLOGI

dan politik. Peran aktif perempuan dalam kehidupan ekonomi


dan politik mencakup partisipasi berpolitik, partisipasi ekonomi
dan pengambilan keputusan serta penguasaan sumber daya
ekonomi yang disebut sebagai dimensi IDG.
Dalam penghitungan IDG, terlebih dahulu dihitung EDEP
yaitu indeks untuk masing-masing komponen berdasarkan
persentase yang ekuivalen dengan distribusi yang merata
(Equally Distributed Equivalent Persentage). Penghitungan
sumbangan pendapatan untuk IDG sama dengan penghitungan
untuk IPG sebagaimana diuraikan di atas. Selanjutnya, masing-
masing indeks komponen, yaitu nilai EDEP dibagi 50. Nilai 50
dianggap sebagai kontribusi ideal dari masing-masing kelompok
gender untuk semua komponen IDG. Untuk penghitungan
masing-masing indeks dapat dilakukan sebagai berikut.
1. Indeks keterwakilan di parlemen (Ipar)
EDEP(par) = {(Xf)(Yf)-1 + (Xm)(Ym)-1]-1
I(par) = {EDEP(par)}/50
Dimana :
Xf = proporsi penduduk perempuan
Xm = proporsi penduduk laki-laki
Yf = proporsi keterwakilan perempuan di parlemen
Xm = proporsi keterwakilan laki-laki di parlemen

15
METODOLOGI

2. Indeks pengambilan keputusan (IDM)


EDEP(DM) = { (Xf)(Zf)-1 + (Xm)(Zm)-1]-1
I(DM) = {EDEP(DM)}/50
Dimana :
Zf = proporsi perempuan sebagai tenaga profesional
Zm = proporsi laki-laki sebagai tenaga professional

3. Indeks distribusi pendapatan (I inc-dis)


Sebagaimana disajikan pada penghitungan IPG di atas.
4. Indeks pemberdayaan gender
IDG=1/3 (I(par) + I(DM) +Iinc-dis )
2. Menghitung rata-rata upah dengan formula (W)

16
GAMBARAN UMUM
III. Gambaran Umum
3.1. Geografis dan Kependudukan
Kota Cilegon sebagai kota otonomi terbentuk secara
yuridis berdasarkan UU No. 15/1999 dan berada di ujung barat
pulau Jawa. Terletak pada posisi 5°52’24” hingga 6°04’07”
Lintang Selatan dan 105°54’05” hingga 106°05’11” Bujur Timur.
Kota Cilegon di sebelah Barat berbatasan dengan Selat Sunda. Di
sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Serang. Di sebelah
Timur berbatasan dengan Kabupaten Serang. Di sebelah Selatan
berbatasan dengan Kabupaten Serang.
Gambar 3.1
Peta Kota Cilegon

17
Gambaran Umum

Kota Cilegon merupakan pintu gerbang utama yang


menghubungkan pulau Jawa dengan Pulau Sumatera. Selain
dikenal sebagai kawasan Industri dan kawasan wisata, juga
terdapat 4 pelabuhan yang menjadi salah satu daya tarik migran.
Wilayah Cilegon memiliki iklim tropis dengan
temperature berkisar antara 21,90-33,50 Celcius dan curah hujan
rata-rata 100 mm per bulan. Kota Cilegon memiliki luas wilayah
175,5 Km² yang terdiri dari 8 kecamatan dan terbagi habis
menjadi 43 Kelurahan, Kecamatan terluas adalah Kecamatan
Ciwandan dengan luas wilayah 51,81 Km² dan kecamatan terkecil
adalah Kecamatan Cilegon dengan luas wilayah 9,15 Km².

Sejarah Kota Cilegon


Cilegon merupakan tempat/pusat bermusyawarah para
pangeran dan ponggawa kesultanan untuk menaklukkan kerajaan
Pajajaran saat awal masuknya Islam. Daerah Cilegon juga
dijadikan sebagai basis perjuangan melawan penjajahan Belanda
(Sardono Kartodiredjo, 1966).
Cilegon dimasa lalu bukanlah merupakan kota Pelabuhan
dari masa kolonial, oleh sebab itu upaya pengembangan Cilegon
tentunya berbeda dengan penataan daerah maritim. Kota
Cilegon yang berada di ujung barat Pulau Jawa merupakan

18
Gambaran Umum
wilayah bekas kewedanaan (Wilayah Kerja Pembantu Bupati
Wilayah Cilegon) yang meliputi 3 (tiga) kecamatan yaitu Cilegon,
Bojonegara dan Pulomerak. Hadirnya Pabrik Baja Trikora diawal
tahun 1960 yang menjadi PT Krakatau Steel telah mendorong
pembangunan dan perkembangan yang sangat pesat bagi
wilayah ini yang akhirnya mempengaruhi kondisi sosial budaya
dan tata guna lahan daerah persawahan dan perladangan
menjadi daerah industri, perdagangan, jasa dan perumahan,
serta pariwisata.
Keadaan tersebut di atas menggambarkan bahwa kota
Cilegon adalah kota kecil yang memiliki fasilitas kota besar, pada
kenyataannya sedang bergerak sesuai dengan pembangunan.
Akibat dari itu, sejalan dengan tuntutan budaya kota, maka
dibutuhkan tuntutan kehidupan masyarakat kota serta
memerlukan pembinaan dan pengaturan penyelenggaraan.
Berdasarkan pasal 72 ayat (4) Undang-Undang Nomor 5
tahun 1974 tentang “Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah,
kiranya sudah memenuhi persyaratan dibentuknya Kota
Administratif Cilegon. Atas usul pemerintah Daerah Tingkat II
Serang No. 86/Sek/Bapp/VII/84 tentang usulan pembentukan
Kota Administratif Cilegon dan atas pertimbangan yang obyektif
maka dikeluarkan peraturan pemerintah No 40 Tahun 1986,

19
Gambaran Umum

tanggal 17 September 1986 tentang pembentukan Kota


Administratif Cilegon dan juga ditetapkan luas kota Cilegon
adalah 17.550 Ha yang meliputi 3 (tiga) wilayah Kecamatan yaitu
Kecamatan PuloMerak, Ciwandan, Cilegon dan 1 perwakilan
Kecamatan Cilegon di Cibeber. Sedangkan Kecamatan Bojonegara
masuk wilayah kerja pembantu Bupati Wilayah Kramatwatu.
Berdasarkan PP. No. 3 tahun 1992 tertanggal 7 Februari
1992 tentang penetapan perwakilan Kecamatan Cilegon di
Cibeber menjadi Kecamatan Cibeber. Dengan demikian kota
Administratif Cilegon meliputi 4 (empat) Kecamatan yaitu
Kecamatan PuloMerak, Ciwandan, Cilegon, dan Cibeber.
Tujuan pembentukan Kotif Cilegon ini adalah dalam
rangka meningkatkan kegiatan penyelenggaraan pemerintah
secara berdaya guna dan berhasil guna serta merupakan sarana
bagi pembinaan wilayah dan unsur pendorong yang kuat bagi
usaha peningkatan laju pembangunan.
Sebagian pusat pelayanan bagi wilayah Banten dan
sekitarnya baik pelayanan jasa koleksi maupun distribusi sangat
ditopang oleh adanya pertumbuhan dan perkembangan Industri
dan perdagangan. Sebagai pusat pertumbuhan Cilegon akan
memberikan kontribusi Multiplier Effek terhadap Hinterland-nya
dalam mengoleksi hasil-hasil produksinya dan demikian pula

20
Gambaran Umum
sebaliknya yaitu mendistribusikan hal-hal yang dibutuhkan
daerah Hinterland tersebut.
Pertumbuhan Kota Cilegon yang diakibatkan oleh
kegiatan Industri dan perdagangan akan terpelihara apabila ada
pertimbangan kontribusi yang diberikan dengan apa yang
didapatkan. Industri dan perdagangan akan makin berkembang
apabila ditunjang dan diperhatikan kebutuhannya sesuai dengan
apa yang telah diberikan. Untuk melayani kebutuhan tersebut
perlu aparat yang memadai setingkat dengan Daerah Tingkat II.
Dengan ditetapkan dan disyahkannya Undang-Undang No
15 Tahun 1999 tanggal 21 April 1999 tentang pembentukan
Kotamadya Daerah Tingkat II Cilegon dengan dilantiknya Drs. H.
Tb. Rifa’i Halir sebagai pejabat Walikota Madya pada tanggal 27
April 1999 maka terwujudlah Kota Cilegon menjadi Kota
Administratif Kotamadya Daerah Tingkat II Cilegon.
Dalam melaksanakan pembangunan sudah menjadi
keharusan harus selalu menempatkan penduduk sebagai titik
sentral kegiatan pembangunan. Ketika berbicara masalah
kependudukan, penduduk atau manusia adalah faktor produksi
utama dalam sebuah aktifitas produksi, karenanya SDM mutlak
diperlukan agar output yang dihasilkan dapat optimal,
berkualitas, kompetitif, dan menguntungkan. Penduduk atau

21
Gambaran Umum

manusia merupakan subyek sekaligus obyek dalam sebuah


produksi atau pembangunan. Oleh karena itu, perencanaan dan
pengelolaan SDM yang tepat dan benar harus dilakukan agar
produksi/pembangunan dapat tercapai sebagaimana yang
diharapkan. Perencanaan dan pengelolaan penduduk yang salah
akan berdampak secara multiplier pada sektor lain, baik langsung
maupun tidak langsung. Perencanaan dan pengelolaan SDM
menjadi tidak berarti apabila informasi yang berkaitan dengan
penduduk/manusia tidak ada. Sehingga keberadaan data atau
informasi tentang penduduk mutlak dibutuhkan, antara lain
adalah jumlah, kepadatan, pertumbuhan, rasio jenis kelamin,
struktur umur, fertilitas, mortalitas dan migrasi.

Rasio Jenis Kelamin


Rasio jenis kelamin merupakan perbandingan banyaknya
laki-laki dengan perempuan. Jumlah penduduk Kota Cilegon
tahun 2013 sebesar 398.304 jiwa yang terdiri 203.502 laki-laki
dan 194.802 perempuan dengan rasio jenis kelaminnya sebesar
104.47 persen.
Dari tabel 3.1 terlihat bahwa rasio jenis kelamin
penduduk di Cilegon tahun 2013 sebesar 100,47, ini memberikan

22
Gambaran Umum
gambaran bahwa menurut jenis kelamin di Kota Cilegon
perbandingannya 104 laki-laki dengan 100 perempuan.
Tabel 3.1
Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan
Rasio Jenis Kelamin Tahun 2012 - 2013
Rasio Jenis
Tahun Laki-laki Perempuan Jumlah
Kelamin
(1) (2) (3) (4) (5)
2012 200.550 191.791 392.341 104,57
2013 203.502 194.802 398.304 104,47

Tabel 3.2
Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan
Rasio Jenis Kelamin
Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2013

Rasio
Kelompok
Laki-laki Perempuan Jumlah Jenis
Umur
Kelamin
(1) (2) (3) (4) (5)
0 - 14 58.656 55.745 114.401 105,22
15 - 64 140.475 133.571 274.046 105,17
65 + 4.371 716 9.857 79,68
Jumlah 203.502 194.802 398.304 100,47
Bila dilihat dalam kelompok umur anak (0-14 tahun),
dewasa (15-64 tahun) dan tua (65 tahun keatas) rasio jenis
kelamin menunjukkan kecenderungan bahwa semakin tinggi
kelompok umur, rasio jenis kelamin semakin rendah. Seperti yang
terlihat pada tabel 3.2 rasio jenis kelamin pada kelompok usia 0-

23
Gambaran Umum

14 tahun sebesar 105.22 persen sedangkan 15-64 tahun 105.17


persen dan kelompok umur 65 tahun keatas sebesar 79.68
persen.
Kondisi ini memberikan gambaran bahwa kecenderungan
banyak anak-anak yang baru lahir atau berusia muda berjenis
kelamin laki-laki. Tetapi seiring usia yang lebih tua atau dewasa
banyak sekali laki-laki yang tidak mencapai usia diatas 65 tahun.
Hal ini terlihat dari sex rasio pada kelompok umur 65 tahun
keatas sebesar 79.68 persen, yang berarti terdapat sebanyak
80 laki-laki berbanding dengan 100 perempuan

Struktur Umur Penduduk


Penanganan masalah kependudukan dengan
memperhatikan secara seksama karakteristik menurut struktur
umur diharapkan bisa memberikan input analisa optimal. Dari
struktur umur penduduk dapat diketahui apakah penduduk
termasuk dalam struktur “muda atau tua”. Struktur penduduk
dikatakan muda apabila proporsi penduduk usia 0 - 14 tahun
sekitar 40 persen dan dikatakan tua bila proporsi penduduk usia
65 tahun ke atas mencapai 10 persen atau lebih.
Kalau dilihat berdasarkan kriteria batasan struktur
penduduk tua atau muda, maka Kota Cilegon tidak termasuk

24
Gambaran Umum
kedua kriteria tersebut karena persentase penduduk 0 -14 tahun
sebesar 28.72 persen dan persentase penduduk usia 65 tahun ke
atas sebesar 2.48 persen.
Berdasarkan struktur penduduk di Kota Cilegon terlihat
bahwa hampir 70 persen merupakan penduduk usia dewasa (15-
64 tahun). Bila dilihat antara jenis kelamin maka dalam penduduk
usia dewasa tersebut setengahnya adalah perempuan.
Tabel 3.3
Prosentase Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2013
Kelompok
Laki-laki Perempuan Jumlah Persentase
Umur
(1) (2) (3) (4) (5)
0 - 14 58.656 55.745 114.401 28,72
15 - 64 140.475 133.571 274.046 68,80
65 + 4.371 716 9.857 2,48
Jumlah 203.502 194.802 398.304 100,00

Angka ketergantungan penduduk Cilegon secara umum


sekitar 45,34 persen yang berarti bahwa setiap 100 penduduk
usia produktif menanggung sekitar 45 penduduk usia tidak
produktif. Bila dibandingkan angka ketergantungan antara laki-
laki dan perempuan maka terlihat bahwa angka ketergantungan
penduduk perempuan lebih tinggi dibandingkan angka
ketergantungan penduduk laki-laki, angka ketergantungan

25
Gambaran Umum

perempuan adalah sebesar 45,84 sedangkan laki- laki sebesar


44,87. Di sisi lain terlihat juga pada tabel dibawah ini, angka
ketergantungan penduduk usia muda sebesar 41,75 sedangkan
ketergantungan penduduk usia tua sebesar 3,60 jadi dapat
diartikan bahwa penduduk usia produktif banyak menanggung
penduduk yang usianya masih muda dibandingkan penduduk
yang usianya tua.
Tabel 3.4
Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2013
Angka Angka Angka
Jenis
Ketergantungan ketergantungan Ketergantungan
Kelamin
Usia Muda Usia Tua Total
(1) (2) (3) (4)
Laki-laki 41,76 3,11 44,87

Perempuan 41,73 4,11 45,84

D.R (Total) 41,75 3,60 45,34

Kalau kita lihat piramida penduduk Kota Cilegon tahun


2013, menunjukkan pola yang membesar pada tengah. Pola ini
menjelaskan bahwa penduduk di Kota Cilegon banyak usia
produktifnya dan dinominasi oleh penduduk usia 10 sampai 34
tahun. Sedangkan pada kelompok usia 65 tahun keatas lebih
banyak perempuan dari pada laki-laki, hal ini menggambarkan

26
Gambaran Umum
bahwa usia harapan hidup penduduk perempuan lebih tinggi
dibandingkan laki dan ini merupakan suatu fenomena universal.
Data jumlah penduduk menurut jenis kelamin berdasarkan
kelompok umur dapat dilihat pada tabel 3.5 dan gambar
piramida penduduk pada gambar 3.2.
Gambar 3.2
Piramida Penduduk Kota Cilegon Tahun 2013
Perempuan Laki-laki

75+
70-74
65-69
60-64
55-59
50-54
45-49
40-44
35-39
30-34
25-29
20-24
15-19
10-14
5-9
0-4
25.000 20.000 15.000 10.000 5.000 0 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000

27
Gambaran Umum
Tabel 3.5
Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan
Rasio Jenis Kelamin
Berdasarkan Kelompok Umur, Tahun 2013
Rasio
Kelompok
Laki-laki Perempuan Jumlah Jenis
Umur
Kelamin
(1) (2) (3) (4) (5)
0–4 21.890 20.529 42.419 106,63
5–9 18.867 17.774 36.641 106,15
10 – 14 17.899 17.442 35.341 102,62
15 – 19 18.343 18.015 36.358 101,83
20 – 24 19.331 18.433 37.764 104,87
25 – 29 18.700 18.437 37.137 101,43
30 – 34 18.239 18.184 36.423 100,30
35 – 39 17.077 16.687 33.764 102,34
40 – 44 15.596 14.819 30.415 105,24
45- 49 12.865 11.500 24.365 111,87
50 – 54 9.603 8.407 18.010 114,23
55 – 59 6.877 5.595 12.472 122,91
60 – 64 3.844 3.494 7.338 110,02
65 + 4.371 5.486 9.857 79,68
Jumlah 203.502 194.802 398.304 104,47

28
Gambaran Umum
3.2. Perekonomian
Meskipun mengalami perlambatan perekonomian kota Cilegon
masih bisa tumbuh di atas angka nasional dan Banten, gambaran
peningkatan aktifitas ekonomi Kota Cilegon terefleksikan pada besaran
angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)nya. Besaran nilai PDRB
Kota Cilegon tahun 2011-2013 seperti terlihat pada tabel di bawah.
Tabel 3.6
PDRB Kota Cilegon Tahun 2011 – 2013
(juta rupiah)

PDRB Atas Dasar Harga PDRB Atas Dasar Harga


Tahun
Berlaku Konstan 2000
(1) (2) (3)
2011 34.636.358,27 18.078.435,39

2012 38.728.008,41 19.470.423,39

2013 44.164.662,11 20.624.738,48


Sumber : BPS Kota Cilegon
Indikator makro yang paling banyak digunakan untuk
melihat kinerja perekonomian suatu daerah adalah laju
pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi tidak terlepas
dari pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi mendorong
pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya, pertumbuhan ekonomi
memperlancar proses pembangunan ekonomi. Pertumbuhan
ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu

29
Gambaran Umum

perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan


pendapatan regional atau nasional.
Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah dapat
diukur melalui besaran pertumbuhan ekonomi daerah tersebut.
Dengan melihat laju pertumbuhan ekonomi akan dapat
diketahui naik atau turunnya total produk yang dihasilkan suatu
daerah. Indikator ini menunjukkan kemampuan berproduksi
suatu daerah secara agregat dalam kurun waktu tertentu
dibandingkan dengan kurun waktu sebelumnya.
Secara umum kondisi perekonomian kota Cilegon tahun
2013 mampu tumbuh sebesar 5,93 persen, jika dibandingkan
dengan kondisi 2012 perekonomian Cilegon melambat 1,77
persen namun hal ini dinilai wajar karena kondisi perekonomian
nasional dan Banten juga mengalami perlambatan.
Melambatnya perekonomian merupakan salah satu Indikator
bahwa pertumbuhan ekonomi yang terjadi baru sebatas
meningkatnya kuantitas output perekonomian, namun tidak
diikuti dengan adanya perbaikan kualitas perekonomian baik itu
struktur, teknologi produksi dan sebagainya.
Data laju pertumbuhan ekonomi secara sektoral di suatu
daerah dapat menunjukkan perkembangan masing-masing
sektor di daerah tersebut.

30
Gambaran Umum
Tabel 3.7
Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Cilegon
Tahun 2011-2013
Tahun
Sektor
2011 2012 2013
Pertanian 0,38 0,87 2,70
Pertambangan dan Penggalian 6,70 6,89 7,24
Industri Pengolahan 5,39 7,95 5,65
Listrik, Gas dan Air Bersih 2,89 3,06 6,41
Bangunan 8,66 7,06 14,15
Perdagangan, Hotel dan Restoran 9,44 10,17 7,93
Pengangkutan dan Komunikasi 4,66 4,78 2,72
Keuangan, Persewaan & Jasa Prshn 7,58 8,36 9,44
Jasa-Jasa 7,73 9,54 8,65
Total 5,68 7,70 5,93
Sumber : BPS Kota Cilegon

Sektor industri pengolahan merupakan tulang punggung


perekonomian Kota Cilegon, terutama industri kimia dan industri
baja. Sektor industri pengolahan memberikan memberikan
kontribusi di atas 70% setiap tahunnya dari total perekonomian
Kota Cilegon. Struktur perekonomian Kota Cilegon berdasarkan 9
sektor ekonomi dapat dilihat pada tabel di bawah.

31
Gambaran Umum

Tabel 3.8
Distribusi Persentase PDRB Kota Cilegon
Tahun 2011 - 2013
Tahun
Sektor
2011 2012 2013
Pertanian 1,61 1,53 1,50
Pertambangan dan Penggalian 0,05 0,05 0,05
Industri Pengolahan 70,01 70,00 70,26
Listrik, Gas dan Air Bersih 5,12 5,04 5,10
Bangunan 0,45 0,47 0,52
Perdagangan, Hotel dan Restoran 13,55 13,77 13,74
Pengangkutan dan Komunikasi 5,09 4,89 4,45
Keuangan, Persewaan & Jasa
2,86 2,90 2,93
Prshn
Jasa-Jasa 1,26 1,36 1,46
Total 100,00 100,00 100,00
Sumber : BPS Kota Cilegon

PDRB per kapita Kota Cilegon tahun 2013 sebesar


Rp.101,88 juta meningkat sebesar 12 persen dibandingkan
dengan tahun sebelumnya yang sebesar Rp.99,00 juta.
Peningkatan PDRB perkapita atas dasar harga berlaku tidak
menggambarkan peningkatan pendapatan riil, karena pada PDRB
perkapita pengaruh kenaikan harga masih sangat dominan.

32
Gambaran Umum
Nilai PDRB per kapita atas dasar harga berlaku cenderung
menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Bila dihitung
dengan menggunakan harga konstan 2000 akan diketahui
pertumbuhan PDRB perkapita secara riil. Pada tahun 2013 PDRB
perkapita atas dasar harga konstan Kota Cilegon mengalami
kenaikan sebesar 4,04 persen dibanding tahun sebelumnya, yaitu
dari sebesar Rp.49,77 juta menjadi sebesar Rp.51,78 juta.

33
PENCAPAIAN PEMBANGUNAN
GENDER
IV. Pencapaian Pembangunan Gender

Upaya untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender


dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara perlu secara
bertahap dan berkesinambungan. Upaya itu diwujudkan dalam
kebijakan negara maupun dalam kebijakan informal yang dipelopori
oleh tokoh masyarakat dan tokoh agama terkait dengan kendala-
kendala yang struktural maupun kultural yang terjadi pada
masyarakat. Diharapkan dengan adanya kebijakan tersebut, masing-
masing elemen masyarakat dan individu mempunyai sensifitas
gender dan program-program pemerintah harus
mengimplementasikan kebijakan yang responsif gender.

4.1. Pencapaian Pembangunan Gender


Persamaan status dan kedudukan merujuk pada tidak adanya
perbedaan hak dan kewajiban antara perempuan dan laki -laki yang
tidak hanya dijamin oleh perundang-undangan, tetapi juga dalam
praktek kehidupan sehari-hari. Jaminan persamaan status dan
kedudukan ini meliputi partisipasi dalam program pembangunan
terutama dalam peningkatan kualitas hidup melalui program-
program peningkatan kapabilitas dasar (BPS,1998). Program
35
Pencapaian Pembangunan Gender

peningkatan kapabilitas dasar yang dimaksud mencakup berbagai


pelayanan dasar kesehatan, pendidikan, dan kemudahan akses
ekonomi yang diberikan pemerintah kepada semua penduduk.
Namun kenyataannya, implementasi pada kehidupan sehari-hari
khususnya upaya peningkatan kapabilitas dasar penduduk
perempuan belum sepenuhnya dapat diwujudkan karena masih
kuatnya pengaruh nilai-nilai sosial budaya yang patriarki. Nilai-nilai
sosial budaya patriarki ini secara langsung maupun tidak langsung
dapat menempatkan laki-laki dan perempuan pada kedudukan dan
peran yang berbeda dan tidak setara. Belum lagi persoalan
ketidaktepatan pemahaman ajaran agama yang seringkali
menyudutkan kedudukan dan peranan perempuan di dalam keluarga
dan masyarakat (Parawansa,2003). Untuk itu, diperlukan upaya lebih
serius dan berkesinambungan dalam mewujudkan persamaan status
dan kedudukan antara laki-laki dan perempuan melalui berbagai
program pembangunan seperti peningkatan peran perempuan dalam
pengambilan keputusan di berbagai proses pembangunan,
penguatan peran masyarakat, dan peningkatan kualitas kelembagaan
berbagai instansi pemerintah, organisasi perempuan dan lembaga-
lembaga lainnya. Melalui upaya ini diharapkan peningkatan
kapabilitas dasar perempuan akan dapat segera diwujudkan.

36
Pencapaian Pembangunan Gender

Grafik 4.1.
Perkembangan IPG Kota Cilegon Tahun 2011 – 2013

Secara umum pencapaian pembangunan gender di Kota


Cilegon dari tahun 2011 sampai 2013 memperlihatkan
perkembangan yang semakin membaik. Hal ini dapat
diindikasikan dengan adanya peningkatan IPG selama kurun
waktu 2011-2013 (Gambar 4.1). Pada tahun 2011 IPG Kota
Cilegon telah mencapai 58,44, kemudian naik menjadi 58,80
pada tahun 2012 dan bergerak naik lagi hingga menjadi 59,32
pada tahun 2013.
Peningkatan IPG selama kurun waktu 2011-2013
tersebut tentunya dipengaruhi oleh peningkatan beberapa

37
Pencapaian Pembangunan Gender

komponen IPG itu sendiri. Hal ini berarti bahwa kapabilitas


dasar perempuan yang terangkum dalam dimensi kesehatan,
pendidikan maupun hidup layak selama kurun waktu 2011-2013
terus mengalami peningkatan seiring dengan pelaksanaan
program-program pembangunan.

4.2. Pencapaian Komponen IPG


Sama halnya dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM),
sebagai indeks komposit IPG juga memiliki komponen-komponen
pembentuk yang turut menentukan nilai dari IPG itu sendiri.
Komponen pembentuk tersebut sama dengan yang digunakan dalam
pengukuran IPM, yakni angka harapan hidup (mewakili dimensi
kesehatan), angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah (mewakili
dimensi pengetahuan), serta sumbangan pendapatan (mewakili
dimensi ekonomi) yang disajikan menurut jenis kelamin. Dengan kata
lain, dinamika IPG dari waktu ke waktu sangat dipengaruhi oleh
perubahan dari tiga komponen tersebut.

Angka Harapan Hidup


Angka Harapan Hidup didefinisikan sebagai rata-rata tahun
hidup yang masih akan dijalani oleh seseorang yang telah berhasil
mencapai umur x, pada suatu tahun tertentu, dalam situasi
mortalitas yang berlaku di lingkungan masyarakatnya. Angka Harapan

38
Pencapaian Pembangunan Gender

Hidup merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam


meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya, dan
meningkatkan derajat kesehatan pada khususnya. Angka Harapan
Hidup yang rendah di suatu daerah harus diikuti dengan program
pembangunan kesehatan, dan program sosial lainnya termasuk
kesehatan lingkungan, kecukupan gizi dan kalori termasuk program
pemberantasan kemiskinan.
Grafik. 4.2.
Perkembangan Angka Harapan Hidup
Kota Cilegon Tahun 2011 - 2013

Secara umum perkembangan angka harapan hidup baik


untuk penduduk laki-laki maupun penduduk perempuan

39
Pencapaian Pembangunan Gender

cenderung mengalami peningkatan dari dari tahun 2011-2013.


Hal tersebut merupakan indikasi bahwa pembangunan di
bidang kesehatan di Kota Cilegon telah berdampak pada
kualitas kesehatan penduduk.
Pada tahun 2011 antara harapan hidup perempuan
mencapai 70,62 tahun, kemudian tahun 2012 meningkat
menjadi 70,67 berikutnya meningkat lagi menjadi 70,89 tahun
pada tahun 2013. Peningkatan antara harapan hidup
perempuan juga diikuti dengan peningkatan antara harapan
hidup laki-laki, hanya saja level yang dicapai masih dibawah.
Pada tahun 2011 antara harapan hidup laki-laki mencapai 66,65,
meningkat menjadi 67,70 tahun 2012 dan pada tahun 2013 naik
menjadi 66,93. Pola peningkatan antara harapan hidup
perempuan yang juga diikuti oleh peningkatan antara harapan
hidup laki-laki namun peningkatan kedua antara harapan hidup
tersebut tidak cukup nyata untuk mempersempit gap antara
pencapaian antara harapan hidup perempuan dan laki-laki.
Tetapi, dalam jangka panjang perbedaan tersebut diperkirakan
semakin mengecil sejalan dengan perbaikan pelayanan di
bidang kesehatan. Jika dilihat secara umum terlihat bahwa
antara harapan hidup laki-laki cenderung empat tahun lebih
rendah dibanding antara harapan hidup perempuan.

40
Pencapaian Pembangunan Gender

Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah


Kemajuan di bidang pendidikan memiliki andil yang sangat
besar dalam kemajuan pembangunan manusia karena pendidikan
membawa dampak positif bagi kualitas manusia. Penuntasan buta
huruf dan penurunan angka putus sekolah menjadi program prioritas
dalam kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah.
Pembangunan serta revitalisasi gedung-gedung sekolah merupakan
salah satu upaya dalam meningkatkan partisipasi sekolah secara
berkelanjutan. Disamping itu kebijakan pendidikan murah untuk
semua dengan BOS dan Program Wajib Belajar 9 tahun harus
dilanjutkan dan ditingkatkan
Indikator pendidikan yang merepresentasikan dimensi
pengetahuan baik dalam IPM maupun IPG adalah Angka Melek
Huruf dan Rata-rata lama Sekolah. Angka Melek Huruf
menggambarkan persentase penduduk umur 15 tahun ke atas
yang mampu baca tulis, sedangkan indikator rata-rata lama
sekolah menggambarkan rata-rata jumlah tahun yang dijalani
oleh penduduk usia 15 tahun ke atas untuk menempuh semua
jenis pendidikan formal.
Secara umum angka melek huruf penduduk laki-laki dan
juga penduduk perempuan terus mengalami peningkatan,
meski laju peningkatannya terlihat sangat perlahan. Pada

41
Pencapaian Pembangunan Gender

prakteknya dibutuhkan jangka waktu yang cukup lama untuk


menjadikan indikator-indikator sosial seperti angka melek huruf
maupun rata-rata lama sekolah untuk meningkat secara
signifikan.
Hal tersebut dikarenakan perubahan angka melek huruf
atau rata-rata lama sekolah tersebut membutuhkan proses
yang kompleks, tidak cukup dengan pembangunan gedung-
gedung dan fasilitas sekolah saja, tetapi harus diiringi dengan
penyediaan tenaga pendidik yang cukup dan berkualitas, akses
yang memadai, serta faktor budaya yang mengesampingkan
pendidikan harus diperbaiki.
Grafik. 4.3.
Perkembangan Angka Melek Huruf
Kota Cilegon Tahun 2011 - 2013

42
Pencapaian Pembangunan Gender

Angka melek huruf perempuan masih lebih rendah dari


angka melek huruf laki-laki. Pada tahun 2011 terlihat bahwa
angka melek huruf laki-laki mencapai 99,53 persen sedangkan
angka melek huruf perempuan berada pada angka 98,12
persen. Kemudian angka melek huruf naik menjadi 99,55
persen untuk laki-laki dan 98,14 persen untuk perempuan.
Sedangkan tahun 2013 angka melek huruf laki-laki menyentuh
angka 99,57 persen dan angka melek huruf perempuan berada
pada angka 98,16 persen. Dengan kata lain, di Kota Cilegon
pada tahun 2013 masih ada sekitar 0,43 persen penduduk laki-
laki dan 1,84 penduduk perempuan berusia 15 tahun ke atas
yang masih buta huruf. (tidak bisa baca tulis huruf latin).
Perbedaan angka melek huruf laki-laki dan perempuan
sekitar 1,4 pont menunjukkan masih ada ketimpangan dalam
hal baca dan tulis di Kota Cilegon antara laki-laki dan
perempuan. Salah satu penyebab ketimpangan tersebut adalah
belum meratanya akses pendidikan dasar bagi perempuan
terutama bagi keluarga dengan kemampuan ekonomi yang
sangat terbatas.

43
Pencapaian Pembangunan Gender

Grafik. 4.4.
Perkembangan Angka Rata-rata Lama Sekolah
Kota Cilegon Tahun 2011 - 2013

Komposisi capaian angka rata-rata lama sekolah Kota


Cilegon tidak berbeda dengan komposisi angka melek huruf.
Angka rata-rata lama sekolah penduduk laki-laki selalu di atas
capaian penduduk perempuan, meskipun perbedaannya kurang
dari 1 tahun. Selama kurun waktu 2011-2013, pola peningkatan
angka rata-rata lama sekolah laki-laki dan perempuan relatif
sama. Pada 2011 angka rata-rata lama sekolah laki-laki sebesar
10,28 tahun atau setara dengan kelas 1 SMA, sedangkan angka
rata-rata lama sekolah perempuan adalah 9,64 tahun atau
setara dengan kelas 3 SMP. Sedangkan tahun 2013 angka rata-

44
Pencapaian Pembangunan Gender

rata lama sekolah penduduk laki-laki sebesar 10,30 tahun dan


angka rata-rata lama sekolah penduduk perempuan sebesar
9,66 tahun. Secara umum, perbedaan capaian rata-rata lama
sekolah antara laki-laki dan perempuan menunjukkan
kecenderungan yang mengecil meskipun tidak terlalu signifikan.
Hal ini menjadi masukan bagi Pemerintah untuk lebih
mengupayakan peningkatan pembangunan pendidikan
masyarakat khususnya bagi perempuan

Sumbangan Pendapatan
Sumbangan pendapatan disini mencerminkan kontribusi
perempuan di bidang ketenagakerjaan untuk sektor non pertanian.
Secara umum, perkembangan sumbangan pendapatan perempuan
mengalami fluktuasi pada rentang periode tersebut. Pada tahun 2011
sumbangan pendapatan perempuan mencapai angka 18,76 persen
kemudian naik sebesar 1,12 persen menjadi 19,89 persen pada tahun
2012. Tahun 2013 angka sumbangan pendapatan perempuan
mencapai 20,07 persen, atau meningkat hanya sebesar 0,18 persen
dari tahun 2012. Perubahan sumbangan pendapatan ini terkait
dengan dua faktor yang memengaruhinya, yaitu faktor angkatan
kerja dan upah yang diterima.

45
Pencapaian Pembangunan Gender

Grafik. 4.5.
Perkembangan Sumbangan Pendapatan
Kota Cilegon Tahun 2011 - 2013

Berdasarkan data Sakernas menunjukkan bahwa


proporsi angkatan kerja perempuan di kota Cilegon pada tahun
2013 sekitar 30,20 persen. Artinya, penduduk laki-laki masih
mendominasi angkatan kerja di Indonesia. Hal ini berpengaruh
pada sumbangan pendapatan perempuan yang lebih kecil. Jika
partisipasi perempuan dalam ketenagakerjaan meningkat,
tentunya akan menurunkan proporsi angkatan kerja laki-laki.
Akibatnya proporsi sumbangan pendapatan perempuan akan
meningkat dan mempersempit gap dengan proporsi
sumbangan pendapatan laki-laki.

46
Pencapaian Pembangunan Gender

Banyak faktor yang diduga sebagai penyebab adanya


perbedaan upah yang diterima laki-laki dan perempuan. Salah
satu faktor yang berpengaruh pada perbedaan tingkat upah
adalah tingkat pendidikan. Rendahnya pendidikan perempuan
dibandingkan laki-laki, akan sangat berpengaruh terhadap
tingkat upah yang diterima perempuan. Faktor lain juga erat
kaitannya dengan faktor lapangan pekerjaan, jenis pekerjaan,
dan status pekerjaan. Berdasarkan data Sakernas sebagian
besar pekerja perempuan bekerja di sektor jasa yang umumnya
di perdagangan, dan jasa kemasyarakatan, sosial dan
perorangan. Pada tahun 2013 persentase perempuan yang
bekerja di sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran serta sektor
Jasa - jasa sebesar 85,21 persen. Sedangkan jenis pekerjaan
yang dilakukan perempuan kebanyakan sebagai tenaga usaha
perdagangan, dan status pekerjaannya sebagai buruh/karyawan
dan pekerja tidak dibayar. Penduduk yang bekerja pada kategori
ini umumnya memiliki produktivitas yang rendah dan upah yang
relatif lebih kecil. Sementara itu, pekerja laki-laki lebih banyak
bekerja di sektor padat modal, sebagai tenaga profesional,
teknisi dan kepemimpinan dengan upah yang diterima relatif
besar. Perbedaan mendasar tersebut menjadikan adanya gap
pada upah yang diterima pekerja laki-laki dan perempuan.

47
Pencapaian Pembangunan Gender

Dari tiga dimensi pembentuk IPG, ternyata masih


terdapat ketimpangan pada dimensi pengetahuan dan juga
dimensi ekonomi. Oleh sebab itu, pemerintah harus mampu
menyusun program pembangunan yang lebih responsif
terhadap gender, mengingat Pemerintah menargetkan
kesetaraan gender bisa terwujud paling lama di tahun 2025
mendatang. Hal tersebut ditujukan agar perempuan juga
mampu secara optimal menikmati perannya sebagai subyek
sekaligus objek pembangunan.

4.3. Perbandingan IPG Kota Cilegon dan IPG Provinsi Banten


Untuk melihat keberhasilan pencapaian pembangunan
gender di suatu daerah haruslah dibandingkan dengan capaian
pembangunan gender daerah lain. Dengan perbandingan ini kita bisa
melihat sejauh mana pencapaian pembangunan gender di masing-
masing daerah.
Pencapaian pembangunan gender di Kota Cilegon sepanjang
tahun 2011-2013 sudah cukup menggembirakan. Walaupun
demikian ternyata pencapaian tersebut masih jauh di bawah
pencapaian pembangunan gender Provinsi Banten. Pada tahun 2011
IPG Banten sudah mencapai angka 63,35 persen sedangkan IPG Kota
Cilegon baru pada angka 58,44 persen. Terdapat selisih jarah sebesar

48
Pencapaian Pembangunan Gender

4,91 persen. Dan pada tahun-tahun berikutnya jarah tersebut


semakin lebar yaitu 5,13 persen dan 5,28 persen.
Grafik. 4.6.
Perkembangan IPG Kota Cilegon dan Provinsi Banten
Tahun 2011 - 2013

Berdasarkan fakta diatas dapat dikatakan pembangunan


gender Kota Cilegon masih jauh dari kata ideal jika dibandingkan
dengan pembangunann gender yang terjadi di Provinsi Banten. Perlu
dikaji persoalan yang menyebabkan pembangunan gender Kota
Cilegon masih jauh tertinggal dengan pembangunan gender Provinsi
banten. Untuk lebih jelasnya perbedaan pencapaian pembangunan
gender antara Provinsi Banten dan Kota Cilegon yaitu dengan melihat
pencapaian masing-maing komponen pembentuk Indeks

49
Pencapaian Pembangunan Gender

Pembangunan Gender kedua daerah tersebut.

Angka Harapan Hidup


Grafik. 4.7.
Perkembangan Angka Harapan Hidup
Kota Cilegon dan Provinsi Banten
Tahun 2011 - 2013

Secara umum angka harapan hidup bail penduduk laki-laki


dan penduduk perempuan Kota Cilegon lebih tinggi dari angka
harapan hidup penduduk Banten. Rata-rata angka harapan hidup
penduduk Kota Cilegon lebih tinggi 3,5 tahun di banding angka
harapan hidup penduduk Banten. Pada tahun 2011 angka harapan
hidup penduduk laki-laki Kota Cilegon mencapai 66,65 tahun dan
angka harapan hidup penduduk perempuan Kota Cilegon 70,62

50
Pencapaian Pembangunan Gender

tahun. Sedangkan angka harapan hidup penduduk laki-laki Banten


baru mencapai 63,04 tahun dan angka harapan hidup penduduk
perempuan Banten sebesar 66,88 tahun. Sedangkan pada tahun
2013 angka harapan hidup penduduk laki-laki Kota Cilegon sudah
mencapai 66,93 tahun dan angka harapan hidup penduduk
perempuan Kota Cilegon 70,89 tahun. Pada tahun yang sama angka
harapan hidup penduduk laki-laki Banten sebesar 63,72 tahun dan
angka harapan hidup penduduk perempuan Banten sebesar 67,58
tahun.
Berdasarkan data tersebut disa dikatakan capaian
pembangunan di bidang kesehatan Kota Cilegon jauh lebih baik jika
dibandingkan dengan capaian pembangunan bidang kesehatan
provinsi banten pada umumnya.

Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah


Kemajuan pembangunan di bidang pendidikan di Kota
Cilegon ternyata jauh lebih baik jka dibandingkan dengan
pembangunan pendidikan di Provinsi Banten. Hal ini berdasarkan
capaian angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah selama kurun
waktu tahun 2011-2013.

51
Pencapaian Pembangunan Gender

Grafik. 4.8.
Perkembangan Angka Melek Huruf
Kota Cilegon dan Provinsi Banten
Tahun 2011 - 2013

Pada tahun 2011 angka melek huruf Kota Cilegon baik laki-
laki maupaun perempuan sebesar 99,53 persen dan 98,12 persen.
Jauh lebih tinggi dibandingkan angka melek huruf Banten yang baru
mencapai 98,91persen untuk laki-laki dan 94,82 persen untuk
perempuan. Pada tahun 2012 juga angka melek huruf Kota Cilegon
masih di atas angka melek huruf Banten. Pada Tahun ini capaian
angka melek huruf penduduk laki-laki Kota Cilegon sebesar 99,55
persen, sedangkan angka melek huruh perempuan Kota Cilegon
sebesar 98,14 persen. Disaat yang sama angka melek huruf penduduk
laki-laki Banten sebesar 99,04 persen dan angka melek huruf

52
Pencapaian Pembangunan Gender

penduduk perempuan Banten sebesar 94,95 persen. Demikian juga


pada tahun 2013, angka melek huruf Kota Cilegon rata-rata lebih
tinggi sekitar 1,73 persen disbanding angka melek huruf Provinsi
Banten.
Grafik. 4.9.
Perkembangan Angka Rata-rata Lama Sekolah
Kota Cilegon dan Provinsi Banten
Tahun 2011 - 2013

Hal yang sama terjadi pada indikator rata-rata lama sekolah,


angka rata-rata lama sekolah penduduk Kota Cilegon selalu lebih
tinggi dibanding angka rata-rata lama sekolah penduduk Banten.
Pada tahun 2011 rata-rata lama sekolah penduduk laki-laki Kota
Cilegon sebesar 10,28 tahun atau setingkat kelas 1 SMU dan rata-rata
lama sekolah penduduk perempuan Cilegon sebesar 9,64 tahun atau

53
Pencapaian Pembangunan Gender

kelas 3 SMP. Sedangkan rata-rata lama sekolah penduduk laki-laki


Banten baru mencapai 8,92 tahun (hampi kelas 3 SMP) dan rata-rata
lama sekolah penduduk perempuan Banten sebesar 7,90 tahun
(hampi kelas 2 SMP). Hal yang sama terjadi pada tahun 2012 dan
2013, di kedua tahun tersebut perbedaan angka rata-rata lama
sekolah Kota Cilegon dan Provinsi Banten hamper mencapai 1,4
tahun, baik penduduk laki-laki maupun penduduk perempuan.

Sumbangan Pendapatan
Grafik. 4.10.
Perkembangan Sumbangan Pendapatan
Kota Cilegon dan Provinsi Banten
Tahun 2011 - 2013

54
Pencapaian Pembangunan Gender

Persentase sumbangan pendapatan penduduk perempuan


Kota Cilegon sepanjang tahun 2011-2013 ternyata lebih rendah
dibandingkan sumbangan pendapatan penduduk perempuan Banten
pada umumnya.
Pada tahun 2011 sumbangan pendapatan penduduk
perempuan Kota Cilegon sebesar 18, 76 persen, sedangkan
sumbangan pendapatan penduduk perempuan Banten sudah
mencapai 29,54 persen. Pada tahun 2012 walaupun sumbangan
pendapatan penduduk perempuan Kota Cilegon meningkat menjadi
19,89 persen, tetapi sumbangan pendapatan penduduk perempuan
Bantenpun mengalami peningkatan menjadi 29,56 persen. Hal yang
sama terjadi pada tahun 2013, sumbangan pendapatan penduduk
perempuan Kota Cilegon naik pada angka 20,07 persen dan
sumbangan pendapatan penduduk Banten berada pada kisaran
29,75 persen.
Salah satu kemungkinan yang menyebabkan besarnya gap
yang terjadi pada sumbangan pendapata antara penduduk
perempuan Banten dan Kota Cilegon adalah karena sebagian besar
penduduk Kota Cilegon bekerja pada sektor industri pengolahan dan
sector-sektor pendukung industri pengolahan. Sedangkan industri
pengolahan di Kota Cilegon lebih banyak membutuhkan tenaga kerja
laki-laki dibanding perempuan.

55
PENCAPAIAN PEMBERDAYAAN
GENDER
V. Pencapaian Pemberdayaan Gender

Selain Indeks Pembangunan Gender (IPG), UNDP juga


mengenalkan ukuran komposit lainnya yang terkait dengan gender,
yakni Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) yang digunakan untuk
mengukur persamaan peranan antara perempuan dan laki-laki dalam
kehidupan ekonomi, politik dan pengambilan keputusan. Kedua
ukuran ini, diharapkan mampu memberikan penjelasan tentang
kesetaraan dan keadilan gender yang telah dicapai melalui berbagai
program pembangunan serta dapat digunakan sebagai bahan dalam
menentukan arah kebijakan yang berkaitan dengan peningkatan
kesetaraan dan keadilan gender.
IDG menggambarkan besarnya peranan gender dalam bidang
politik, ekonomi, dan pengambilan keputusan. Saat ini, upaya yang
telah dilakukan oleh pemerintah untuk mendorong kesetaraan
gender di berbagai bidang kehidupan telah mulai tampak hasilnya.
Secara kuantitas, telah banyak perempuan yang menduduki jabatan
strategis yang memungkinkan perempuan dapat berperan sebagai
pengambil keputusan. Namun dari aspek kualitas, masih terdapat
banyak hal yang perlu ditingkatkan terkait dengan kompetensi yang

57
Pencapaian Pemberdayaan Gender

dimiliki. Untuk mengkaji lebih jauh peranan perempuan dalam


pengambilan keputusan, peran dalam politik dan ekonomi maka
dapat digunakan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG).
IDG diukur berdasarkan tiga komponen, yaitu keterwakilan
perempuan dalam parlemen; perempuan sebagai tenaga profesional,
manajer, administrasi, dan teknisi; dan sumbangan pendapatan.
Dengan demikian, arah dan perubahan IDG sangat dipengaruhi oleh
ketiga komponen tersebut. Besaran nilai indikator yang terekam dari
kegiatan pengumpulan data (survey) merupakan hasil akumulasi dari
berbagai kebijakan baik bersifat langsung maupun tidak langsung dari
program-program pembangunan yang telah dilaksanakan. Hasilnya
menggambarkan kondisi terkini peranan perempuan dalam
pengambilan keputusan di berbagai bidang kehidupan.

5.1. Pencapaian Pembangunan Gender


Kesetaraan dan keadilan gender sering dimaknai sebagai
suatu kondisi dimana porsi dan siklus sosial perempuan dan laki-laki
setara, serasi, seimbang dan harmonis, tanpa ada salah satu pihak
yang merasa dirugikan atau diuntungkan. Makna dari kesetaraan
gender bukan hanya persoalan pencapaian persamaan status dan
kedudukan antara perempuan dan laki-laki, tetapi juga dapat
bermakna sebagai persoalan pencapaian persamaan peranan.

58
Pencapaian Pemberdayaan Gender

Maksud dari persamaan peran disini adalah perempuan


memiliki peranan yang proposional dalam hal: proses pengambilan
keputusan di bidang politik, penyelenggaraan pemerintahan, dan
kehidupan ekonomi, khususnya kontribusi perempuan dalam
pendapatan rumah tangga. Unsur-unsur persamaan peranan
tersebut merupakan komponen/indikator yang tercakup dalam
pengukuran IDG. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, IDG
merupakan ukuran komposit yang dapat digunakan untuk mengkaji
sejauh mana persamaan peranan perempuan dan laki-laki dalam
proses pengambilan keputusan serta kontribusi dalam aspek
ekonomi
Grafik. 5.1.
Perkembangan Indeks Pemberdayaan Gender
Kota Cilegon Tahun 2011 - 2013

59
Pencapaian Pemberdayaan Gender

Perkembangan indeks pemberdayaan gender Kota Cilegon


2011-2013 tidak cukup menggembirakan. Pada tahun 2011, capaian
indeks pemberdayaan gender Kota Cilegon sebesar 57,79. Tetapi
pada tahun 2012 angka indeks pemberdayaan gender mengalami
penurunan sebesar 2,63 persen menjadi 55,16 persen. Kemudian
pada tahun 2013 kembali menurun menjadi sebesar 54,24 persen.
Penurunan angka indeks pemberdayaan gender dalam tiga tahun
terakhir bisa diartikan bahwa peran serta perempuan dalam
pengambilan keputusan dan kegiatan ekonomi semakin berkurang.
Dengan demikian pemberdayaan dalam konteks ini, perempuan
belum bias diposisikan memiliki peranan yang strategis. Untuk
mengetahui lebih jauh peranan perempuan dalam pengambilan
keputusan, maka perlu mengkaji setiap komponen indeks
pemberdayaan gender.

5.2. Pencapaian Komponen Indeks Pemberdayaan Gender


Secara umum capaian komponen IDG untuk perempuan
masih lebih rendah dari laki-laki. Hal ini terjadi di semua komponen
pembentuk IDG, baik dalam partisipasi politik, pengambilan
keputusan, maupun dalam bidang perekonomian. Masih relatif
rendahnya capaian perempuan dibandingkan laki-laki tersebut,
diduga disebabkan oleh dua hal. Pertama, bahwa pembangunan yang

60
Pencapaian Pemberdayaan Gender

selama ini dilakukan lebih banyak menguntungkan laki-laki; dan


kedua, walaupun pembangunan manusia telah memberikan
kesempatan yang sama kepada semua penduduk tanpa terkecuali,
namun kesempatan ini belum dapat digunakan secara optimal oleh
kelompok lain (dalam hal ini perempuan).

Keterlibatan Perempuan di Parlemen


Upaya pemerintah dalam meningkatkan aksesibilitas
penduduknya khususnya perempuan, masih belum maksimal. Hal
tersebut ditunjukkan dengan masih terjadinya ketimpangan
aksesibilitas antara perempuan dengan laki-laki, diantaranya dalam
bidang politik.
Grafik. 5.2.
Perkembangan Keterlibatan Perempuan di Parlemen
Kota Cilegon Tahun 2011 - 2013

61
Pencapaian Pemberdayaan Gender

Keterwakilan perempuan dalam parlemen masih relatif kecil,


yaitu hanya sebesar 17,14 persen pada tahun 2011. Nilai ini masih
jauh di bawah kuota yang diatur dalam UU No.12 Tahun 2003
tentang Pemilihan Umum, yang menyebutkan bahwa kuota
perempuan untuk dapat berpartisipasi dalam politik sekitar 30
persen. Apabila kuota perempuan yang telah diatur dalam UU
tersebut mampu dicapai secara optimal, tentu akan membawa
dampak yang positif dalam pemberdayaan perempuan, mengingat
kebijakan-kebijakan yang dibuat akan lebih memperhatikan isu-isu
gender. Bahkan pada tahun 2012 dan 2013 persentase keterlibatan
perempuan di parlemen hanya sebesar 14,29 persen.
Jika melihat perkembangannya, maka pemberdayaan
perempuan di Kota Cilegon khususnya dalam bidang politik belum
mengindikasikan arah yang positif.

Tenaga Manager, Profesional, Administrasi, Teknisi


Indikator lain yang juga digunakan dalam pembentukan
indeks pemberdayaan perempuan adalah persentase perempuan
sebagai tenaga manager, profesional, kepemimpinan, dan teknisi.
Indikator ini menunjukkan peranan perempuan dalam pengambilan
keputusan di bidang penyelenggaraan pemerintahan, kehidupan
ekonomi dan sosial. Keterlibatan perempuan di posisi ini memberikan

62
Pencapaian Pemberdayaan Gender

gambaran kemajuan peranan perempuan. Selama ini perempuan


dipandang hanya berurusan dengan pekerjaan rumah tangga,
padahal perempuan sebenarnya memiliki potensi yang sama baiknya
dengan laki-laki. Perempuan hanya kurang memiliki kesempatan
karena terbentur oleh persoalan budaya serta kodrat yang melekat
terkait dengan fungsi-fungsi reproduksi (Parawansa, 2003).
Sayangnya, keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan-
keputusan strategis pada bidang penyelenggaraan pemerintahan,
swasta, dan organisasi sosial lainnya masih relatif kecil, mengingat
masih terbatasnya perempuan sebagai tenaga profesional,
kepemimpinan/managerial, administrasi, serta teknisi.
Grafik. 5.3.
Perkembangan Tenaga Manager, Profesional, Administrasi, Teknisi
Kota Cilegon Tahun 2011 - 2013

63
Pencapaian Pemberdayaan Gender

Komponen ini juga menunjukkan bahwa capaian perempuan


masih lebih rendah dari laki-laki, meskipun capaian pada komponen
ini masih lebih besar dibandingkan komponen keterwakilan
perempuan di parlemen. Perkembangan persentase perempuan
sebagai tenaga professional selama kurun waktu 2011-2013, capaian
perempuan juga mengalami penurunan. Hal ini cukup
memprihatinkan, persentase perempuan sebagai tenaga profesional,
manajer, dan teknisi pada tahun 2011 sebesar 51,67 persen
(melampaui jumlah laki-laki), tetapi pada tahun 2012 dan 2013
mengalami penurunan menjadi 48,20 persen, bahkan pada tahun
2013 menjadi 39,36 persen.
Grafik. 5.4.
Perkembangan TPAK dan Tenaga Kerja Perempuan
Kota Cilegon Tahun 2011 - 2013

64
Pencapaian Pemberdayaan Gender

Selanjutnya perkembangan tingkat partisipasi angkatan kerja


(TPAK) dan persentase angkatan kerja perempuan periode 2011-
2013 penurunan. Komposisi angkatan kerja Kota Cilegon masih
didominasi oleh laki-laki. Pada tahun 2011 angkatan kerja perempuan
baru mengisi porsi sebesar 35,94 persen dengan TPAK mencapai
52,37 persen. Pada tahun 2012 angkatan kerja perempuan
mengalami penurunan menjadi 35,31 persen dengan TPAK sebesar
46,65 persen. Bahkan pada tahun 2013 angkatan kerja perempuan
menjadi 37,18 persen dengan TPAK 29,72.
Informasi lain terkait peranan perempuan dalam komponen
tenaga manager, profesional, kepemimpinan, dan teknisi, adalah
formasi perempuan sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Persentase
PNS perempuan yang mengisi jabatan eselon II sampai eselon IV
senantiasa mengalami penurunan pada 2011-2013, dan relatif mulai
mendekati persentase laki-laki. Pada tahun 2009, persentase
perempuan yang menjadi PNS sebanyak 43,63 persen. Angka ini
menurun sejak tahun 2007, yang tercatat sebanyak 45,73 persen.
Selanjutnya sejak 2009 persentase PNS perempuan meningkat setiap
tahun hingga mencapai 47,79 persen pada tahun 2012. Hal ini
mengindikasikan bahwa tidak terjadi diskriminasi gender dalam
penerimaan PNS di Indonesia.

65
Pencapaian Pemberdayaan Gender

Grafik. 5.5.
Persentase Pejabat Struktural menurut Jenis Kelamin
dilingkungan Pemerintah Kota Cilegon Tahun 2011 - 2013

Pejabat struktural di lingkungan pemerintah Kota Cilegon


ternyata masih didominasi oleh laki-laki, yakni sebanyak 64,33 persen
pada tahun 2011, sedangkan pejabat stuktural perempuan hanya
sebanyak 35,67 persen. Sedangkan pada tahun 2012 persentase
pejabat struktural perempuan turun menjadi 35,49 persen.
Walaupun mengalami kenaikan pada tahun 2013 persentase pejabat
struktural hanya sebesar 35,51 persen.
Rendahnya kesenjangan persentase pejabat struktural
perempuan merupakan indikasi peranan perempuan dalam
mengambil keputusan masih relatif kecil. Untuk itu masih diperlukan
upaya lebih serius dari berbagai pihak terutama penentu kebijakan

66
Pencapaian Pemberdayaan Gender

dalam rangka mendorong perempuan lebih maju dalam mencapai


kapabilitas yang optimum sehingga dapat berpeluang menduduki
jabatan-jabatan strategis.

5.3. Perbandingan IDG Kota Cilegon dan IDG Provinsi banten


Grafik. 5.6.
Perkembangan IDG Kota Cilegon dan Provinsi Banten
Tahun 2011 - 2013

Seperti halnya indeks pembangunan gender, indeks


pemberdayaan gender Kota Cilegon sepanjang tahun 2011-2013
masih dibawah Provinsi Banten. Perbedaan IDG Banten terhadap IDG
Kota Cilegon cukup besar. Pada tahu 2011 IDG Banten sebesar 66,58
persen sedangkan Kota Cilegon baru sebesar 57,79 persen terdapat
perbedaan sebesar 8,79 pont. Pada tahun berikutnya perbedaan

67
Pencapaian Pemberdayaan Gender

semakin melebar menjadi 10,37 poin, dengan IDG Banten 65,53


persen sedangkan Kota Cilegon senesar 55,16 persen. Bahkan pada
tahun 2013 perbedaan semakin tertinggal jauh menjadi 11,25 poin,
pada tahun 2013 IDG Banten mencapai 65,49 persen dan IDG Kota
Cilegon hanya sebesar 54,24 persen.
Tabel 5.1. Perkembangan Komponen
IDG Kota Cilegon dan Provinsi Banten
Tahun 2011-2013
Cilegon Banten
Komponen
2011 2012 2013 2011 2012 2013
Keterlibatan
Perempuan di 17,14 14,29 14,29 18,82 17,65 17,65
Parlemen
Perempuan
sebagai tenaga
Manager,
51,67 48,20 39,36 41,01 39,34 38,17
Profesional,
Administrasi,
Teknisi
Sumbangan
Perempuan dalam 18,76 19,89 20,07 29,54 29,56 29,75
Pendapatan Kerja

Lebih rendahnya IDG Kota Cilegon dibanding Provinsi Banten


menunjukkan peranan perempuan Kota Cilegon dalam proses
pengambilan keputusan serta kontribusi dalam aspek ekonomi masih
jauh lebih rendah dibandingkan perempuan Banten pada umumnya.
Hal ini perlu penelitian lebih lanjut apakah perempuan Kota Cilegon

68
Pencapaian Pemberdayaan Gender

lebih tidak berkualitas jika dibandingkan dengan perempuan se


Provinsi banten.
Hampir semua komponen pembentuk Indeks Pemberdayaan
Perempuan Kota Cilegon lebih rendah dibanding komponen Indeks
Pemberdayaa Perempuan Provinsi banten, seperti terlihat pada table
5.1.
Dalam hal keterlibatan perempuan di parlemen persentase
parlemen perempuan Provinsi Banten sebesar 18,82 persen pada
tahun 2011 sedangkan Kota Cilegon hanya sebesar 17,14. Sedangkan
pada tahun 2012 dan 2013 keterlibatan perempuan di Banten dan
Kota Cilegon tidak mengalami perubahan yaitu masing-masing
sebesar 17,65 dan 14,29 persen.
Persentase perempuan sebagai tenaga manager, profesional,
kepemimpinan, dan teknisi Kota Cilegon pada tahun 2011-2013 lebih
baik jika dibandingkan persentase perempuan sebagai tenaga
manager, profesional, kepemimpinan, dan teknisi di Provinsi Banten.
Pada Tahun 2011 persentase perempuan sebagai tenaga manager,
profesional, kepemimpinan, dan teknisi di Kota Cilegon sebesar 51,67
persen sedangkan persentase perempuan sebagai tenaga manager,
profesional, kepemimpinan, dan teknisi Provinsi banten baru
mencapai 41,01 persen. Begitupun pada tahun 2012 dan 2013,
persentase perempuan sebagai tenaga manager, profesional,

69
Pencapaian Pemberdayaan Gender

kepemimpinan, dan teknisi Kota Cilegon berada pada angka 48,20


persen dan 39,36 persen, sedangkan persentase perempuan sebagai
tenaga manager, profesional, kepemimpinan, dan teknisi Provinsi
Banten baru sebesar 39,34 dan 38,17 persen. Berdasarkan data
tersebut terlihat bahwa gap persentase perempuan sebagai tenaga
manager, profesional, kepemimpinan, dan teknisi antara Kota Cilegon
dan Provinsi Banten semakin mengecil.
Komponen sumbangan perempuan dalam pendapatan kerja
Kota Cilegon kembali lebih rendah dibandingkan sumbangan
perempuan dalam pendapatan kerja Provinsi Banten. Tahun 2011
sumbangan perempuan dalam pendapatan kerja di Kota Cilegon
18,76 persen sedangkan sumbangan perempuan dalam pendapatan
kerja telah mencapai 29,54 persen. Tahun 2012 sumbangan
perempuan dalam pendapatan kerja di Kota Cilegon mengalami
kenaikan menjadi 19,89 persen, tetapi masih jauh di bawah
sumbangan perempuan dalam pendapatan kerja Provinsi Banten
yang sebesar 29,56. Pada tahun 2013 sumbangan perempuan dalam
pendapatan kerja kembali naik menjadi 20,07 persen begitupun
sumbangan perempuan dalam pendapatan kerja di Provinsi banten
menjadi 29,75 persen.

70
KETERKAITAN ANTARA
IPM, IPG DAN IDG
VI. Keterkaiatan Antara IPM, IPG dan IDG

6.1. Hubungan Antara IPM dan IPG


Pembangunan merupakan suatu proses yang kompleks dan
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk secara
menyeluruh, baik secara ekonomi, sosial, budaya dan berbagai aspek
lain. Untuk mengukur kinerja pembangunan diperlukan suatu indikator
pembangunan.
Oleh karena kompleksitas dari suatu kegiatan pembangunan,
sampai saat ini belum ada satu indikator yang disepakati semua pihak
sebagai ukuran tunggal tentang capaian pembangunan secara
keseluruhan. Itulah sebabnya, untuk melakukan analisis dan
perbandingan capaian pembangunan (baik antarwaktu maupun
antarwilayah) pada umumnya digunakan indikator-indikator
pembangunan yang secara khusus memiliki fokus terhadap aspek
tertentu.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Indeks
Pembangunan Gender (IPG) merupakan dua jenis indikator yang
sering digunakan dalam analisis capaian pembangunan negara dan
wilayah. Walaupun IPM dapat menggambarkan analisis terhadap
capaian pembangunan di suatu wilayah, akan tetapi indikator ini

71
Keterkaitan antara Ipm, IPG dan IDG

belum mampu mencerminkan disparitas gender yang justru sedang


menjadi isu global. Untuk memenuhi kebutuhan terakhir maka
disusun Indeks Pembangunan Gender (IPG), yang pada dasarnya
hampir sama dengan IPM tetapi dilakukan pemilahan jenis kelamin
untuk masing-masing komponennya.
Dengan menggunakan IPG akan dapat diukur capaian
pembangunan manusia yang telah memasukkan aspek disparitas
gender. Penting untuk dicatat bahwa IPG sebenarnya merupakan
IPM setelah dikoreksi dengan tingkat disparitas gendernya. Artinya,
nilai maksimal dari IPG di suatu wilayah tidak akan pernah melampaui
nilai IPM-nya. Nilai IPG yang semakin jauh dari nilai IPM-nya
memperlihatkan bahwa disparitas gender yang terjadi di wilayah
pengamatan juga akan semakin tinggi pula.
Grafik. 6.1.
Perkembangan IPM dan IPG Kota Cilegon
Tahun 2011 - 2013

72
Keterkaitan antara Ipm, IPG dan IDG

Capaian IPM Kota Cilegon yang relatif tinggi ternyata tidak


diikuti oleh capaian IPG. Pada tahun 2011, IPM Kota Cilegon sebesar
75,60 sementara IPG hanya sebesar 58,44. Kemudian pada tahun
2012 IPM Kota Cilegon meningkat menjadi 75,89 serta IPG sebesar
58,80. Sedangkan tahun 2013 besaran IPM Kota Cilegon menyentuh
angka 76,31 tetapi IPG hanya sebesar 59,32. Tingginya IPM Kota
Cilegon tidak diikuti dengan angka IPGnya. Rendahnya IPG Kota
Cilegon disebabkan kecilnya sumbangan pendapatan perempuan
terhadap total pendapatan.
Selisih antara IPM dan IPG sebenarnya menunjukkan tingkat
koreksi terhadap IPM yang diakibatkan oleh adanya disparitas
gender. Dalam kondisi ideal, yaitu ketika disparitas gender relatif
rendah, maka nilai selisih antara kedua indeks ini akan mendekati nol.
Berdasarkan Gambar 6.2 dapat dilihat bahwa disparitas gender dalam
pelaksanaan pembangunan manusia di Kota Cilegon pada periode
2011-2013 terus mengalami penurunan. Hal tersebut merupakan
indikasi adanya peningkatan kesetaraan gender selama 3 tahun
terakhir. Setidaknya selisih antara IPM dan IPG bisa dibawah angka 2
digit. Selisih antara IPM dan IPG pada tahun 2011 sebesar 17,16 poin
kemudian menurun menjadi 17,10 poin pada tahun 2012 dan pada
tahun 2013 kembali mengalami penurunan selisih menjadi 16,99.

73
Keterkaitan antara Ipm, IPG dan IDG

Grafik. 6.2.
Selisih IPM dengan IPG Kota Cilegon
Tahun 2011 - 2013

Namun perlu diperhatikan bahwa peningkatan IPG dalam


kurun waktu 2011-2013 tersebut belum memberikan gambaran yang
menggembirakan apabila dilihat dari kerangka pencapaian
persamaan status dan kedudukan menuju kesetaraan dan keadilan
gender. Hal ini dikarenakan pencapaian IPG selama kurun waktu
tersebut masih belum mampu mengurangi jarak secara nyata dalam
pencapaian kapabilitas dasar antara laki-laki dan perempuan. Gap
antara IPM dengan IPG masih cukup jauh walaupun sedikit
mengalami penurunan pada tahun 2012 dan 2013.

74
Keterkaitan antara Ipm, IPG dan IDG

6.2. Hubungan Antara IPM dan IDG


Selain IPM dan IPG, indeks lain dapat digunakan untuk melihat
capaian pembangunan dalam konteks gender adalah Indeks
Pemberdayaan Gender (IDG). Berbeda dengan IPG yang pada dasarnya
hanya merupakan IPM setelah dikoreksi dengan kesetaraan gender
untuk setiap komponennya, IDG merupakan angka indeks komposit
yang secara khusus dimaksudkan untuk mengukur pemberdayaan
perempuan dalam berbagai aspek pembangunan.
Terdapat tiga komponen yang digunakan dalam penghitungan
IDG, yaitu kesamaan peranan antara laki-laki dan perempuan dalam
proses pengambilan keputusan politik (sebagai anggota parlemen) di
suatu wilayah, kesamaan kontribusi secara ekonomi (pendapatan), dan
kesamaan peranan dalam kehidupan sosial (peran sebagai manajer,
tenaga profesional, administrasi dan teknisi).
Seperti halnya hubungan antara IPM dengan IPG, hubungan
antara IPM dengan IDG selama kurun waktu 2011-2013 belum
menunjukkan hal yang menggembirakan. Sepanjang tahun 2011-
2013 selisih antara IPM dan IDG di Kota Cilegon terus mengalami
peningkatan. Pada tahun 2011 selisihnya sebesar 17,80 poin,
kemudian meningkat menjadi 20,73 poin dan pada tahun 2013
kembali meningkat menjadi 22,07 poin.

75
Keterkaitan antara Ipm, IPG dan IDG

Grafik. 6.3.
Selisih IPM dengan IDG Kota Cilegon
Tahun 2011 - 2013

IPM yang tinggi ternyata belum disertai dengan


pemberdayaan gender yang tinggi. Artinya, peran perempuan dalam
kegiatan politik, ekonomi dan sosial di Kota Cilegon masih sangat
rendah. Selisih antara IPM dan IDG yang terus mengalami kenaikan
merupakan indikasi bahwa kesuksesan pembangunan manusia di
Kota Cilegon tidak diiringi dengan peningkatan peran perempuan
dalam kegiatan politik, ekonomi dan sosial di Kota Cilegon. Bahkan
kondisi tersebut semakin memprihatinkan pada tahun 2012 dan
2013.

76
Keterkaitan antara Ipm, IPG dan IDG

6.3. Hubungan Antara IPG dan IDG


Idealnya, capaian pembangunan gender memiliki hubungan
positif dengan capaian pemberdayaan gender. Artinya, meningkatnya
pembangunan gender pada suatu wilayah harus diiringi dengan
meningkatnya pemberdayaan gendernya. Singkatnya, apabila nilai IPG
di suatu wilayah tinggi, maka nilai IDG juga seharusnya tinggi.
Grafik. 6.4.
Hubungan IPM, IPG dan IDG Kota Cilegon
Tahun 2011 - 2013

Nilai IPG dan IDG Kota Cilegon sepanjang tahun 2011-2013


masih rendah, bahkan jauh di bawah nilai IPG dan IDG Banten. Hal
tersebut menunjukkan bahwa Kota Cilegon masih harus
meningkatkan kesetaraan gender dalam pembangunan manusia
dengan mengupayakan peningkatan peranan perempuan dalam
proses pengambilan keputusan politik, dan kegiatan sosial ekonomi.

77
REKOMENDASI
VII. Rekomendasi
Pembangunan manusia di Kota Cilegon dalam kurun waktu
2011-2013 sudah cukup tinggi dengan angka IPM masing-masing
sebesar 75,60; 75,89 dan 76,81. Walau demikian masih terdapat
beberapa hal yang harus ditingkatkan terutama dalam hal
pembangunan dan pemberdayaan gender di Kota Cilegon.
Hal tersebut terlihat dari besarnya gap antara IPM dengan
IPG dan IDG. Ada beberapa rekomendasi yang dapat dijadikan
rujukan kebijakan untuk meningkatkan angka IPG dan IDG Kota
Cilegon di tahun mendatang.
Rekomendasi yang dapat disampaikan berkaitan dengan
usaha meningkatkan pencapaian IPG dan IDG Kota Cilegon adalah
sebagai berikut:
1. Indikator rata-rata lama sekolah dan sumbangan pendapatan
yang masih mungkin ditingkatkan. Karena indiaktor angka
harapan hidup penduduk perempuan Kota Cilegon sudah cukup
tinggi bahkan di atas angka harapan hidup penduduk
perempuan Provinsi Banten. Begitupun dengan angka melek
huruf, angka melek huruf sudah cukup tinggi bahkan di atas 98
persen.

79
Rekomendasi

2. Rata-rata lama sekolah juga tidak mungkin ditingkatkan dalam


jangka pendek. Berbagai faktor seperti kesiapan infrastruktur
dan tenaga pengajar memiliki pengaruh yang cukup besar
terhadap capaian indikator ini.Akan tetapi pengaruh lingkungan
seperti kondisi budaya dan ekonomi juga perlu dipertimbangkan
dalam mendorong penduduk untuk bertahan di bangku sekolah.
3. Memperluas kesempatan bagi penduduk perempuan untuk
memasuki dunia kerja. Dengan TPAK yang baru sebesar 37,18
persen angka ini masih sangat bisa untuk ditingkatkan melalui
program peningkatan ketrampilan tenaga kerja serta perluasan
pasar bagi produk barang dan jasa.
4. Peningkatan IDG tidak dapat dilakukan dlam jangka pendek,
selain faktor kapabilitas perempuan, faktor lain yang diduga juga
memiliki peran penting adalah persepsi dan budaya masyarakat
dengan terhadap keterlibatan perempuan dalam berbagai
bidang kehidupan. Berbagai program sosialisasi, dan fasilitasi
untuk mendorong peningkatan peran perempuan dalam
berbagai kegiatan pembangunan mungkin dapat dijadikan
sebagai pilihan. Alternatif lain yang mungkin juga dapat
ditempuh adalah dengan memberikan affirmative action
tertentu kepada perempuan untuk menduduki profesi tertentu
atau terlibat dalam politik dan pengambilan keputusan

80

Anda mungkin juga menyukai