Anda di halaman 1dari 22

A.

Konsep Penyakit

1. Definisi Penyakit

Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau

mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna

manis atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang

mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi.

Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan

ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel

terhadap insulin (Corwin, 2009).

Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai

kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai

komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi

pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron

(Mansjoer dkk, 2007).

Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari insulin dan kehilangan

toleransi terhadap glukosa ( Rab, 2008).

Dari ketiga pengertian diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa Diabetes

Mellitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari insulin, keadaan hiperglikemia

kronik yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan

relative insensitivitas sel terhadap insulin.

2. Etiologi

1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)

a. Faktor genetik :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi

suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes

tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe

antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan

gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun

lainnya.

b. Faktor imunologi :

Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini

merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal

tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya

seolah-olah sebagai jaringan asing.

c. Faktor lingkungan

Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai

contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat

memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas.

2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)

Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic

diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.

Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola

familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin

maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari

sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya

kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi


intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel.

Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin

dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat

reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi

penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system

transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu

yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya

sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan

euglikemia (Price, 1995 cit Indriastuti 2008). Diabetes Melitus tipe II disebut

juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin

Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok

heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada

orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.

Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,

diantaranya adalah:

a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65

tahun)

b. Obesitas

c. Riwayat keluarga

d. Kelompok etnik

3. Tanda Gejala

1. Meningkatnya frekuensi buang air kecil (kencing) dan biasanya sering


terjadi di malam hari
2. Sering merasa haus
3. Terjadi penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas
4. Sering merasa lapar
5. Penglihatan menjadi buram
6. Tangan atau kaki mati rasa atau kesemutan
7. Merasa sangat lelah
8. Kulit menjadi sangat kering
9. Jika terdapat luka, waktu penyembuhan luka menjadi lama
10. Mengalami beberapa infeksi

4. Komplikasi

Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM (Diabetes Melitus) digolongkan

sebagai akut dan kronik (Mansjoer dkk, 2007)

1. Komplikasi akut

Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dari

glukosa darah

a. HIPOGLIKEMIA/ KOMA HIPOGLIKEMIA

Hipoglikemik adalah kadar gula darah yang rendah. Kadar gula darah yang normal

60-100 mg% yang bergantung pada berbagai keadaan. Salah satu bentuk dari

kegawatan hipoglikemik adalah koma hipoglikemik. Pada kasus spoor atau koma

yang tidak diketahui sebabnya maka harus dicurigai sebagai suatu hipoglikemik dan

merupakan alasan untuk pembarian glukosa. Koma hipoglikemik biasanya

disebabkan oleh overdosis insulin. Selain itu dapat pula disebabkan oleh karana

terlambat makan atau olahraga yang berlebih.

Diagnosa dibuat dari tanda klinis dengan gejala hipoglikemik terjadi bila kadar gula

darah dibawah 50 mg% atau 40 mg% pada pemeriksaaan darah jari.


Penatalaksanaan kegawat daruratan:

1) Pengatasan hipoglikemi dapat diberikan bolus glukosa 40% dan biasanya kembali

sadar pada pasien dengan tipe 1.

2) Tiap keadaan hipoglikemia harus diberikan 50 cc D50 W dalam waktu 3-5 menit

dan nilai status pasien dilanjutkan dengan D5 W atau D10 W bergantung pada

tingkat hipoglikemia

3) Pada hipoglikemik yang disebabkan oleh pemberian long-acting insulin dan

pemberian diabetic oral maka diperlukan infuse yang berkelanjutan.

4) Hipoglikemi yang disebabkan oleh kegagalan glikoneogenesis yang terjadi pada

penyakit hati, ginjal, dan jantung maka harus diatasi factor penyebab kegagalan

ketiga organ ini.

b. SINDROM HIPERGLIKEMIK HIPEROSMOLAR NON KETOTIK

(HHNC/ HONK).

HONK adalah keadaan hiperglikemi dan hiperosmoliti tanpa terdapatnya ketosis.

Konsentrasi gula darah lebih dari 600 mg bahkan sampai 2000, tidak terdapat aseton,

osmolitas darah tinggi melewati 350 mOsm perkilogram, tidak terdapat asidosis dan

fungsi ginjal pada umumnya terganggu dimana BUN banding kreatinin lebih dari 30 :

1, elektrolit natrium berkisar antara 100 – 150 mEq per liter kalium bervariasi.

Penatalaksanan kegawat daruratan:

Terapi sama dengan KAD (Ketoasidosis Diabetic) dengan skema

IV Cairan

1 sampai 12 jam NaCl 0,9% bila natrium 130 mEq/liter atau osmolitas plasma

330 mOsm/liter
NaCl 0.45% bila diatas 145 mEq/liter

Dibutuhkan 8 sampai 12 liter dari cairan selama 24 jam

menggantikan air yang hilang selama 12 jam

Bila gula darah 250 sampai 300 mg/dl berikan 5% dekstrose

Insulin

Permulaan Jam IV bolus 0.15 unit/kg RI

berikutnya 5 sampai 7 unit/jam RI

Elektrolit

Permulaan Bila serum K+ lebih besar dari 3.5

mEq/liter berikan 40 mEq/liter secara secara intravena untuk

mempertahankan kadar cairan setengahdari KCl dan

setengah dari KPO4

Jam kedua dan Bila jumlah urin cukup dan serum kalsium kurang dari 5.5

jam berikutnya mEq/liter, berikan 20-30 mEq/liter K+

Untuk mengatasi dehidrasi diberikan cairan 2 jam pertama 1 - 2 liter NaCl 0,2 %.

Sesudah inisial ini diberikan 6 – 8 liter per 12 jam. Untuk mengatasi hipokalemi dapat

diberikan kalium. Insulin lebih sensitive dibandingkan ketoasidosis diabetic dan harus

dicegah kemungkinan hipoglikemi. Oleh karena itu, harus dimonitoring dengan hati –

hati yang diberikan adalah insulin regular, tidak ada standar tertentu, hanya dapat

diberikan 1 – 5 unit per jam dan bergantung pada reaksi. Pengobatan tidak hanya
dengan insulin saja akan tetapi diberikan infuse untuk menyeimbangkan pemberian

cairan dari ekstraseluler keintraseluler.

c. KETOASIDOSIS DIABETIC (KAD)

DM Ketoasidosis adalah komplikasi akut diabetes mellitus yang ditandai dengan

dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis.

Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya  jumlah insulin yang nyata, yang dapat

disebabkan oleh :

1) Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi

2) Keadaan sakit atau infeksi

3) Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak

diobati.

Rehidrasi

1) Jam pertamaberi infuse 200 – 1000 cc/ jam dengan NaCl 0,9 % bergantung pada

tingkat dehidrasi

2) Jam kedua dan jam berikutnya 200 – 1000 cc NaCl 0,45 % bergantung pada

tingkat dehidrasi

3) 12 jam pertama berikan dekstrosa 5 % bila kadar gula darah antara 200 – 300 mg/

100 cc, ganti dengan dextrose 10 % bila kadar gula darah sampai 150 mg/ 100 cc.

Kehilangan elektrolit. Pemberian Kalium lewat infus harus dilakukan meskipun

konsentrasi kalium dalam plasma normal.

Elektrolit

Permulaan Bila serum K+ lebih besar dari 3.5

mEq/liter berikan 40 mEq/liter secara secara

intravena untuk mempertahankan kadar cairan


setengahdari KCl dan setengah dari KPO4

Jam kedua dan Bila jumlah urin cukup dan serum kalsium

jam berikutnya kurang dari 5.5 mEq/liter, berikan 20-30

mEq/liter K+

Insulin

Skema pemberian insulin adalah sebagai berikut:

1. Komplikasi kronik

Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.

Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi koroner,

vaskular perifer dan vaskular serebral.

a. Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati) dan

ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau

menunda awitan baik komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.


b. Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta

menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.

c. Rentan infeksi, seperti tuberkulosis paru dan infeksi saluran kemih

d. Ulkus/ gangren/ kaki diabetik

5. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Barbara C. Long (1995 : 9 ) pemeriksaan diagnostik untuk


penyakit diabetes millitus adalah :

Pemeriksaan Prosedur dan Interpretasi


persiapan
Gula darah puasa Puas mulai tengah Kriteria diagnostik untuk
(GDP) : 70 – 110 malam diabetes millitue >
mg/dL plasmavena 140mg/dL palni sedikit
dal m 2x pemeriksaan
atau > 140 mg/dL
disertai gejala klasik
hiperglikemia atau CGT
: 115 : 140 mg/dL
Gula darah 2 jam Gula darah diukur 2jam Digunakan untuk
postprandial < 140 setelah makan berat skrining atau evaluasi
mg/dL atau 2 jam setelah pengobatan, bukan
mendapat 100 gr gula diagnostik
Gula darah sewaktu : Digunakan untuk
140 mg/dL skrining bukan
diagnostik
Tes intoleransi glukosa Puasa mulai tengah Kriteria diagnotik unuk
oral (TTGO).GD < malam, GDP diambil diabetes millitus , GDP :
115mg/dL diberi 75 mg glukosa, 140 mg/dL. Tapi gula
sampel darah (dan darah 2 jam dan
urine) ditampung pada pemeriksaan lainya >
½ 1, dan 2 jam 200 mg/dL dalam 2x
kadangkadang pada2, pemeriksaan untuk 165
4, dan 5 jam berikut. GDP < 140 mg/dL 2 jam
natara 140-200 mg/dL
dan pemeriksaan untuk
IGT : GDP < 140 mg/dL
. TTGO dilakukan
hanya pada pasien
yang bebas diit dan
beraktivitaas fisik 3 hari
sebelum tes, tidak
dianjurkan pad (1)
hiperglekimia yang
sedang puasa (2) orang
yang mendapat
thiazide, dilantin
propanolol, lasix, tiroid,
estrogen, pil KB, steroid
(3) pasien yang dirawat
Tes toleransi glukosa Sama untuk TTGO Dilakukan jika TTGO
intravena (TTGI) merupakan kontra
indikasi kelainan
gaastrointestinal yang
mempengaruhi glukosa

6. Perawatan Mandiri

1. Bersihkan luka

Cara mengobati luka bernanah pada penderita diabetes yang pertama adalah


dengan membersihkan luka secepatnya dan secara berkala.
Bersihkan luka dengan menggunakan air hangat dan cairan antiseptik,
kemudian keringkan menggunakan kain kasa.  Selain itu, jangan menutup
luka, biarkan terbuka agar sirkulasi udaranya tetap terjaga.

2. Hindari menekan luka

Usahakan untuk menghindari tekanan pada daerah luka, misalnya dengan


tidak menggunakan pakaian ketat. Jika akan keluar rumah, sebaiknya luka
dibalut atau diperban namu jangan terlalu kencang.

Jika lukanya terdapat di kaki, bisa dengan menggunakan alas kaki yang tidak
sempit. Usahakan nyaman agar tidak memperburuk kondisi luka. Selain itu,
jangan menjadikan area luka sebagai tumpuan saat berjalan.

3. Rutin Mengganti Perban


Jika luka dibalut oleh kain kasa atau kapas, maka sangat penting untuk
menjaganya tetap bersih. Hal ini dilakukan untuk mencegah infeksi yang
dapat diakibatkan oleh kontaminasi kuman atau bakteri pada perban.

4. Rutin Kontrol Kadar Gula Darah


Penting untuk memperhatikan kadar gula dalam tubuh, jangan sampai terlalu
tinggi. Hal ini dikarenakan kadar gula yang tinggi akan mempersulit proses
penyembuhan luka.

Lakukan kontrol kadar gula darah secara rutin saat sebelum dan sesudah
makan. Selain itu, wajib untuk mengatur menu makan agar tidak
memperburuk kondisi.

5. Konsumsi Obat Diabetes


Mengkonsumsi obat-obatan yang diresepkan oleh dokter wajib dilakukan
sesuai jadwalnya, jangan pernah melewatkan waktu minum obat agar tidak
menyebabkan kadar gula darah melambung tinggi.

Jika luka diabetes tidak membaik dalam waktu 48 jam atau muncul luka yang
semakin buruk maka sebaiknya segera konsultasikan dengan dokter.

Selain melakukan perawatan secara langsung terhadap luka diabetes,


lakukan juga tips berikut agar penderita diabetes bisa hidup normal tanpa
menggunakan obat-obatan.

1. Diet Ketogenik

Diet ketogenik adalah cara mengobati diabates secara alami. Diet ketogenik
yaitu diet dengan tinggi asupan lemak, protein, namun rendah karbohidrat.
Sehingga tubuh akan menjadi lebih efisien membakar lemak untuk diubah
menjadi energi.

Diet ini dapat bermanfaat untuk menurunkan gula darah dan menaikkan
produksi kadar insulin dalam jumlah yang signifikan.

2. Mengkonsumsi makanan yang sehat

Mengkonsumsi makanan sehat dengan gizi yang seimbang dapat menjadi


cara terbaik untuk mengobati diabetes secara alami. Konsumsilah sayuran
dan buah-buahan segar dalam setiap menu makanan harian.
Hindari untuk mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung kalori,
karbohidrat, gula, garam, dan lemak untuk menjaga berat badan ideal.

3. Rutin Berolahraga
Rutin berolahraga dapat menurunkan kadar gula dalam darah, mencegah
berat badan naik, membantu kinerja produksi insulin, menyehatkan organ
tubuh seperti paru-paru dan jantung.

Konsultasikan kepada dokter untuk mengetahui olahraga yang cocok dengan


kondisi Anda. Beberapa olahraga seperti jalan sehat, senam atau yoga dapat
menjadi pilihan terbaik untuk olahraga secara rutin setiap hari.

B. ASKEP TEORI

1. Pengkajian

Fokus utama pengkajian pada klien Diabetes Mellitus adalah melakukan

pengkajian dengan ketat terhadap tingkat pengetahuan dan kemampuan

untuk melakukan perawatan diri. Pengkajian secara rinci adalah sebagai

berikut

1. PENGKAJIAN  PRIMER

Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain

a. Airway

Lidah jatuh kebelakang (coma hipoglikemik), Benda asing/ darah pada

rongga mulut

b. Cervical Control : -

c. Breathing              : Ekspos dada, Evaluasi pernafasan

d. Oxygenation : Kanula, tube, mask

e. Circulation            : Tanda dan gejala schok dan Resusitasi: kristaloid,

koloid, akses vena.

f. Hemorrhage control : -

g. Disability : pemeriksaan neurologis è GCS


A : Allert                   : sadar penuh, respon bagus

V : Voice Respon      : kesadaran menurun, berespon thd suara

P : Pain Respons      : kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, berespon

thd rangsangan nyeri

U : Unresponsive     : kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, tdk

bersespon thd nyeri

2. PENGKAJIAN SEKUNDER

Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan

atau penenganan pada pemeriksaan primer.

Pemeriksaan sekunder meliputi :

a. AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal, event

b. Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe

c. Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang

1. Pemeriksaan Diagnostik

a. Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl).

Biasanya, tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar

glukosa meningkat dibawah kondisi stress.

b. Gula darah puasa normal atau diatas normal.

c. Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.

d. Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.


e. Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan

ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada

terjadinya aterosklerosis.

2. Anamnese

a. Keluhan Utama

Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, nafas pasien

mungkin berbau aseton pernapasan kussmaul, poliuri, polidipsi, penglihatan

yang kabur, kelemahan dan sakit kepala

b. Riwayat kesehatan sekarang

Berisi tentang kapan terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/ HONK),

penyebab terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/ HONK) serta upaya

yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.

c. Riwayat kesehatan dahulu

Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit  lain yang ada

kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas.  Adanya

riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis

yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh

penderita.

d. Riwayat kesehatan keluarga

Riwayat atau adanya faktor resiko, riwayat keluarga tentang penyakit,

obesitas, riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan anak lebih dari 4 kg,

riwayat glukosuria selama stress (kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi,

penyakit) atau terapi obat (glukokortikosteroid, diuretik tiasid, kontrasepsi

oral).
e. Riwayat psikososial

Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami

penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga

terhadap penyakit penderita.

f. Kaji terhadap manifestasi Diabetes Mellitus: poliuria, polidipsia, polifagia,

penurunan berat badan, pruritus vulvular, kelelahan, gangguan

penglihatan, peka rangsang, dan kram otot. Temuan ini menunjukkan

gangguan elektrolit dan terjadinya komplikasi aterosklerosis.

g. Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan, pemeriksaan

diagnostik dan tindakan perawatan diri untuk mencegah komplikasi.

2. Diagnosa

1. Nyeri akut b.d agen injuri biologis (penurunan perfusi jaringan perifer)

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d.

ketidakmampuan menggunakan glukose (tipe 1)

3. Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh b.d. kelebihan

intake nutrisi (tipe 2)

4. Defisit Volume Cairan b.d Kehilangan volume cairan secara aktif,

Kegagalan mekanisme pengaturan

5. PK: Hipoglikemia / Hiperglikemia

6. Perfusi jaringan tidak efektif b.d hipok

3. Perencanaan
Setelah diagnosa keperawatan ditemukan, dilanjutkan dengan menyusun

perencanaan untuk masing-masing diagnosa yang meliputi prioritas diagnosa

keperawatan, penetapan tujuan dan kriteria evaluasi sebagai berikut :

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis (penurunan perfusi

jaringan perifer)

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam

diharapkan nyeri berkurang bahkan hilang

Kriteria hasil : skala nyeri 0-1, ttv dalam batas normal, pasien tampak rileks

Intervensi :

a. Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,

karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan ontro presipitasi.

b. Observasi  reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.

c.  Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman

nyeri klien sebelumnya.

d. Kontrol ontro lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,

pencahayaan, kebisingan

e. Kurangi ontro presipitasi nyeri.

f. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis)..

g. Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi

nyeri..

h. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.

i. Evaluasi tindakan pengurang nyeri/ontrol nyeri.

j. Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian analgetik 11.    


2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d.

ketidakmampuan menggunakan glukose (tipe 1)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x 24 jam diharapkan

nutrisi seimbang

Kriteria hasil : Intake makanan peroral yang adekuat, intake NGT adekuat,

intake cairan peroral adekuat, intake cairan yang adekuat, intake TPN

adekuat

Intervensi :

a. Monitor intake makanan dan minuman yang dikonsumsi klien setiap hari

b. Tentukan berapa jumlah kalori dan tipe zat gizi yang dibutuhkan dengan

berkolaborasi dengan ahli gizi

c. Dorong peningkatan intake kalori, zat besi, protein dan vitamin C

d. Beri makanan lewat oral, bila memungkinkan

e.  Kaji kebutuhan klien akan pemasangan NGT

f. Lepas NGT bila klien sudah bisa makan lewat oral

3. Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh b.d kelebihan

intake nutrisi (tipe 2)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x 24 jam diharapkan

nutrisi seimbang

Kriteria hasil : nutrisi seimbang , berat badan ideal

Intervensi :

a. Diskusikan dengan pasien tentang kebiasaan dan budaya serta faktor

hereditas yang mempengaruhi berat badan.


b. Diskusikan resiko kelebihan berat badan.

c. Kaji berat badan ideal klien.

d. Kaji persentase normal lemak tubuh klien.

e. Beri motivasi kepada klien untuk menurunkan   berat badan.

f. Timbang berat badan setiap hari.

g. Buat rencana untuk menurunkan berat badan klien.

h. Buat rencana olahraga untuk klien.

i. Ajari klien untuk diet sesuai dengan kebutuhan nutrisinya.

4. Defisit volume cairan b.d kehilangan volume cairan secara aktif ,

kegagalan mekanisme pengaturan

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan

volume cairan tercekupi

Kriteria hasil : Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ

urine normal, HT normal, Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas

normal, Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik,

membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan

Intervensi :

a. Timbang popok/pembalut jika diperlukan

b. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat

c. Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat,

tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan

d. Monitor vital sign

e. Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian


f. Kolaborasikan pemberian cairan IV

g. Monitor status nutrisi

h. Berikan cairan IV pada suhu ruangan

i. Dorong masukan oral

j. Berikan penggantian nesogatrik sesuai output

k.  Dorong keluarga untuk membantu pasien makan

l. Tawarkan snack ( jus buah, buah segar )

m. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk

n. Atur kemungkinan tranfusi

5. Hipoglikemia / hiperglikemia

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan

perawat akan menangani dan meminimalkan episode hipoglikemia /

hiperglikemia.

Kriteria hasil : gula darah dalam batas normal

Intervensi :

a. Monitor GDS sesuai indikasi

b. Monitor TTV

c. Kaji keadaan umum

d. Pertahankan akses IV

e. Kolaborasi pemberian terapi

4. Pelaksanaan

Pelaksanaan merupakan tindakan mandiri dasar berdasarkan ilmiah, masuk

akali dalam melaksanakan yang bermanfaat bagi klien yang diantisipasi


berhubungan dengan diagnosa keperawatan dan tujuan yang telah

ditetapkan. pelaksanaan merupakan pengelolaan dan perwujudan dari

rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan . tindakan

keperawatan yang dilakukan pada klien dapat berupa tindakan mandiri

maupun kolaborasi.

Dalam pelaksanaan tindakan langkah-langkah yang dilakukan adalah

mengkaji kembali keadaan klien , validasi rencana keperawatan, menentukan

kebutuhan dan bantuan yang diberikan serta menetapkan strategi tindakan

dilakukan. Selain tiu juga dalam pelaksanaan tindakan semua tindakan yang

dilakukan pada klien dengan respon klien pada setiap tindakan keperawatan

didokumentasikan dalam catatan keperawatan. Dalam pendokumentasian

catatan keperawatan hal yang perlu didokumentasikan adalah waktu tindakan

dilakukan , tindakan dan respon klien serta diberikan tanda tangan sebagai

aspek legal dari dokumentasi yang dilakukan.

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang mengukur

seberapa jauh tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai berdasarkan

standar atau kriteria yang telah ditetapkan. Evaluasi merupakan aspek

penting didalam proses keperawatan, karena menghasilkan kesimpulan

apakah perencanaan keperawatan diakhiri atau ditinjau kembali atau

dimodifikasi . dalam evaluasi prinsip objektifitas, reliabilitas dan validitas

dapat dipertahankan agar keputusan yang diambil tepat.


Evaluasi proses keperawatan ada dua yaitu evaluasi proses dan evaluasi

hasil. Evalusi proses / formatif adalah evaluasi yang dilakukan segera setelah

tindakan dilakukan dan didokumentasikan pada catatan keperawatan .

sedangkan evaluasi hasil / sumatif adalah evaluasi yang dilakukan untuk

mengukur sejauh mana pencapaian tujuan yang ditetapkan , dan dilakukan

pada akhir asuhan.

Anda mungkin juga menyukai