Anda di halaman 1dari 26

KONSTIPASI PADA KEHAMILAN

Muh Wahdiyat, AM Luthfi Parewangi


Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Gastroenterohepatologi

I. Pendahuluan

Konstipasi atau constipation berasal dari bahasa latin constipare yang berarti bergero
mbol bersama menyusun menjadi padat/keras. Konstipasi sering ditemukan di masyarakat. Di
Eropa, kejadian konstipasi 2-27%, dimana prevalensinya lebih banyak pada wanita, non kulit
putih, dan orang tua sementara di asia (khususnya korea selatan, china dan Indonesia) diperki
rakan terjadi pada 15-23 % wanita dan 11 % pria 1,2,3. Pada umumnya, konstipasi dihubungka
n dengan kurangnya konsumsi serat, kurang minum dan kurangnya aktifitas fisik, serta pengg
unaan obat-obatan tertentu dan faktor psikis. Selain itu, konstipasi juga sering terjadi pada ke
hamilan.1
Konstipasi pada wanita hamil dikaitkan dengan berbagai faktor, antara lain hormonal,
mekanik, pola diet, dan faktor psikologis1. Gejala-gejalanya dapat berupa nyeri, distress, tega
ng, feses keras, hambatan anorektal, penggunaan manuver manual untuk mengeluarkan feses
serta perasaan buang air besar tidak tuntas4. Konstipasi pada kehamilan dapat memiliki efek p
ada kesehatan fisik dan mental wanita hamil dan perkembangan normal janin5.

Konstipasi umumnya di bagi atas 2 kelompok, kelompok pertama disebut konstipasi f


ungsional atau idiopatik yang tidak berhubungan dengan kondisi patologis tertentu, kelainan
anatomis maupun fisiologis namun dihubungkan dengan gaya hidup, asupan serat rendah, akt
ivitas fisik kurang ataupun masalah psikis 6. Kelompok kedua disebut konstipasi sekunder yan
g dihubungkan dengan penggunaan obat-obatan atau kondisi patologis tertentu misalnya peny
akit traktus gastrointestinal (seperti fisura ani, striktur kolorektal, iritabel bowel syndrome, da
n neoplasia), gangguan metabolik (seperti hipotiroid, diabetes melitus, hiperkalsemia, sklerod
erma) dan gangguan saraf (misalnya stroke, penyakit parkinson, dll)7,8.

Konstipasi fungsional bertanggung jawab terhadap hampir seluruh konstipasi yang ad


a di dunia, terutama pada wanita hamil 7. Amna dkk (2018) menunjukkan bahwa konstipasi fu
ngsional sebanyak 62,3% pada wanita hamil7,8. Meskipun kejadian konstipasi fungsional keba
nyakan dialami oleh wanita hamil, namun kemungkinan adanya diabetes mellitus, hipotiroid

1
serta penyebab sekunder lainnya penting dievaluasi 9. Referat ini di susun untuk mengetahui i
nsidens, faktor-faktor resiko, serta tatalaksana konstipasi pada kehamilan

II. Insidensi dan Prevalensi Konstipasi pada Kehamilan: usia kehamilan, usia ibu hamil,
IMT sebelum hamil, sosial ekonomi

Konstipasi pada kehamilan ditemukan sebanyak 11-38 %, dimana konstipasi fungsio


nal sebanyak 62,3%. Insidens konstipasi tidak sama pada setiap tahap-tahap kehamilan. Gejal
a awal mulai tampak pada 12 minggu kehamilan, dan semakin jelas pada trimester ke tiga (6-
9 bulan kehamilan). Hal ini dapat berlangsung progresif pada primigravid yang tidak mengala
mi konstipasi sebelumnya. 4,10.
Bimba dkk (2016) menunjukkan prevalensi konstipasi sebesar 24 % pada populasi de
ngan prevalensi 18 % (trimester pertama), 34 % (trimester kedua) dan 31 % (trimester ketiga).
Insidens konstipasi lebih tinggi pada wanita hamil berusia lebih dari 35 tahun. Wenjun dkk
(2015) menunjukkan prevalensi konstipasi fungsional pada wanita dengan Pre-Pregnanci den
gan BMI > 24 lebih tinggi daripada BMI < 24 (27.34 %) 11. Prevalensi konstipasi juga lebih ti
nggi pada mereka yang memiliki status sosioekonomik tinggi (50 %) serta riwayat konstipasi
sebelumnya. Riwayat keluarga tidak memiliki hubungan yang signifikan. Hipotiroid juga dih
ubungkan dengan banyak kasus dan secara statistik signifikan12.

Derbyshire yang melakukan penelitian pada 7771 wanita hamil, mendapatkan kejadia
n konstipasi sebanyak 37.5 %. Derbyshire dkk meneliti prevalensi konstipasi pada wanita ha
mil dan tahapan selama kehamilan, serta post partum dan menemukan bahwa konstipasi fung
sional tertinggi pada trimester kedua kehamilan dimana pada trimester pertama 35 %, trimest
er kedua 39 %, trimester ketiga 21 % dan post partum 17 %, sementara Bradley dkk menemu
kan prevalensi pada trimester pertama 23.3 %, trimester kedua 26.3 %, trimester ketiga 15.7
% dan 3 minggu post partum 23.8 %(Gambar 1) 4,13,14.

2
Gambar 1. Prevalensi Konstipasi pada Berbagai Tahap Kehamilan 4

Melalui pendekatan multivariat menunjukkan bahwa prevalensi konstipasi pada keha


milan berhubungan dengan usia, indeks massa tubuh sebelum kehamilan, diet, asupan cairan,
aktivitas fisik serta riwayat konstipasi sebelumnya. Kebanyakan pasien berespon terhadap per
ubahan gaya hidup dan tatalaksana konservatif berupa diet, asupan cairan dan aktivitas fisik o
ptimal12.

III. Patofisiologi dan faktor-faktor resiko yang menyebabkan konstipasi pada wanita ha
mil

Berdasarkan patofisiologinya konstipasi dapat diklasifikasikan menjadi konstipasi aki


bat kelainan struktural dan konstipasi fungsional. Konstipasi akibat kelainan struktural terjadi
melalui proses obstruksi aliran tinja, sedangkan konstipasi fungsional berhubungan dengan ga
ngguan motilitas kolon atau anorektal. Konstipasi pada wanita hamil umumnya merupakan k
onstipasi fungsional serta memiliki banyak faktor penyebab. Faktor fisik, anatomi, dan fluktu
asi hormonal memainkan peran signifikan dalam perkembangan tanda dan gejala konstipasi.
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan konstipasi pada wanita hamil diantaranya (gam
bar 2)1,4

3
Gambar 2. Penyebab dan Faktor Resiko Konstipasi pada Kehamilan15

Gambar 3. Persentasi Faktor Resiko Konstipasi pada Ibu Hamil12

4
III.1. Faktor hormonal

III.1.a Efek Hormonal terhadap waktu transit usus

Tingginya prevalensi konstipasi pada awal kehamilan menunjukkan bahwa faktor hor
monal memberikan pengaruh yang besar, sebaliknya perubahan mekanik dihubungkan denga
n bertambahnya usia kehamilan. Terdapat bukti bahwa hormon sex mempengaruhi waktu tran
sit usus pada kondisi tidak hamil. Pada anak-anak konstipasi lebih sering pada pria sementara
masa reproduktif konstipasi lebih banyak dialami wanita. Kadar progesteron ditemukan lebih
tinggi pada saat kehamilan dibanding fase luteal siklus menstruasi. Penelitian ini menunjukka
n bahwa hormon sex tidak memiliki pengaruh signifikan pada fungsi usus ketika kondisi fisio
logis normal namun efek signifikan ditemukan ketika kehamilan dengan kadar progesteron ti
nggi. Kamm dkk mengukur kadar hormon sex pada fase follikular dan luteal siklus menstruas
i pada 23 wanita sehat dan 26 wanita dengan konstipasi idiopatik berat. Mereka menemukan
penurunan progesteron, 17 hidroksiprogesteron, kortisol, testosteron, androstenedion, dan deh
idroepiandrosteron sulfat pada fase follikular dan penurunan estradiol, kortisol dan testostero
n pada fase luteal. Penelitian ini menunjukkan bahwa wanita dengan konstipasi idiopatik bera
t mengalami penurunan hormon steroid16.

Hipomotilitas usus besar dan kecil terjadi pada kehamilan karena relaksasi otot polos
ketika kadar progesteron meningkat. Peningkatan signifikan terjadi pada trimester kedua dan
ketiga namun normal pada periode post partum. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa hip
omotilitas ini disebabkan oleh peningkatan pelepasan oksida nitrat yang mendownregulasi sti
mulasi ekspresi protein-G dan mengupregulasi penghambatan ekspresi protein-G17. Wald dkk
menggunakan test ekspirasi hidrogen laktulosa untuk mengukur waktu transit gastrointestinal
yang dihubungkan dengan kadar hormon sex pada 15 wanita hamil. Test ekspirasi hidrogen la
ktulosa melibatkan pengukuran konsentrasi hidrogen ekspirasi ketika interval 10 menit setela
h mengkomsumsi laktulosa. Konsentrasi meningkat ketika laktulosa mencapai kolon dan men
galami fermentasi bakteri. Penelitian ini menunjukkan peningkatan signifikan waktu transit
usus kecil selama kehamilan terutama pada trimester kedua dan ketiga kehamilan ketika kada
r progesteron dan estradiol meningkat dibanding periode postpartum. Walaupun demikian, pe
nelitian ini juga menunjukkan waktu transit usus dan kadar progesteron pada trimester pertam
a sama dengan yang ditemukan pada saat masa nifas 16.

5
III.1.b Efek hormonal terhadap otot polos

Peningkatan pelepasan progesteron, estrogen dan relaksin selama kehamilan terutama


pada trimester pertama berperan pada terjadinya relaksasi otot polos yang berdampak pada b
erkurangnya kontraktilitas lambung, esofagus dan kolon18. Relaksin merupakan suatu inhibito
r polipeptida yang dilepaskan oleh korpus luteum dan plasenta selama kehamilan, juga meng
hambat kontraksi miometrium dan merelaksasi otot polos termasuk otot polos saluran gastroi
ntestinal sehingga menyebabkan konstipasi19. Peningkatan pelepasan progesteron dan somato
statin selama kehamilan diduga menghambat pelepasan motilin (sebuah hormon yang dikenal
untuk merangsang pergerakan otot polos melalui saluran gastrointestinal)20. Farghali dkk (201
2) menunjukkan estrogen memiliki efek konstipasi melalui penurunan pergerakan usus diban
dingkan dengan progesteron10.

III.1.c Efek hormonal terhadap keseimbangan cairan

Langer dkk menunjukkan bahwa aktivitas renin angiotensin aldosteron tertinggi pada
trimester ketiga kehamilan. Estrogen dan progesteron keduanya diketahui meningkatkan sekr
esi renin dan pembentukan angiotensin-2 yang berdampak pada peningkatan pelepasan aldost
eron di korteks adrenal dan peningkatan reabsorpsi cairan di tubulus distal ginjal. Penelitian p
erfusi kolon menunjukkan aldosteron meningkatkan penyerapan air di kolon selama kehamila
n16,21. Aldosteron diketahui meningkatkan absorpsi cairan di usus pada umur kehamilan 12 da
n 20 minggu. Sehingga dapat dihipotesiskan bahwa peningkatan konsentrasi aldosteron selam
a kehamilan dapat meningkatkan penyerapan air di usus pada kehamilan lanjut, meningkatka
n kebutuhan asupan cairan pada trimester kedua dan ketiga. Kurangnya asupan cairan pada w
anita hamil dapat menyebabkan hipohidrasi kolon dan menyebabkan konstipasi19.

III.2. Efek Mekanik Kehamilan

III.2.a. Efek penekanan uterus/fetus dan gangguan pada otot levator ani

Kombinasi pergerakan usus dan perkembangan uterus pada kehamilan lanjut dapat me
nghambat pergerakan feses, menghambat defekasi, mengurangi waktu transit usus dan menga
kibatkan konstipasi. Semakin bertambah usia kehamilan maka semakin besar tekanan pada us
us besar sehingga semakin mudah terjadinya konstipasi 1,4,12
. Perkembangan dan pergerakan j
anin pada kehamilan lanjut diduga dapat menyebabkan malrotasi usus dan dextrorotasi uterus.
Otot-otot levator ani membentuk bagian eksternal sfingter ani dan merupakan bagian penting

6
otot-otot yang berperan dalam defekasi. Karena lokasinya, levator ani dapat terganggu selama
kehamilan dan persalinan. Shafik dan El-Sibai menjelaskan adanya berbagai mekanisme yang
dapat mengganggu otot-otot levator ani. Hal ini termasuk peningkatan massa uterus, peningk
atan tekanan intraabdominal, gangguan mekanik yang mengakibatkan gangguan fungsi dan tr
auma selama persalinan. Spingter ani dapat juga terganggu oleh persalinan dengan forseps, be
rat badan bayi berlebih dan kala dua lama16.

III.2.b Posisi Defekasi

Posisi defekasi juga mempengaruhi terjadinya konstipasi. Pada posisi jongkok, sudut a
ntara anus dan rektum menjadi lurus akibat fleksi maksimal paha. Hal ini akan memudahkan t
erjadinya proses defekasi sehingga tidak memerlukan tenaga mengedan yang kuat. Pada posis
i duduk, sudut antara anus dan rektum menjadi tidak lurus sehingga membutuhkan tenaga me
ngedan yang lebih kuat. Proses mengedan kuat berkepanjangan dapat menimbulkan konstipas
i dan hemoroid. Ibu hamil cenderung lebih nyaman defekasi dengan posisi duduk tetapi dapat
berakibat timbulnya konstipasi1.

III.2.c. Faktor aktivitas fisik

Kurangnya aktivitas selama kehamilan dan gaya hidup menetap diketahui memiliki p
revalensi konstipasi yang lebih tinggi. Aktivitas fisik cukup akan memperbaiki motilitas penc
ernaan termasuk usus dengan memperpendek waktu transitnya. Pada usia kehamilan lanjut ke
banyakan wanita hamil semakin malas beraktifitas karena bobot tubuh yang semakin berat da
n cenderung beristirahat sepanjang hari untuk menjaga kehamilannya sehingga dapat mengur
angi motilitas gastrointestinal dan mengakibatkan konstipasi 1.

Burgess menyatakan bahwa gaya hidup menetap dan kurangnya olahraga saat hamil a
kan menyebabkan aktivitas usus melambat. Bonent dkk (1992) menemukan bahwa konsentra
si progesteron meningkat setelah subjek bersepeda (sepeda ergometer) selama 30 menit deng
an frekuensi denyut nadi berkisar 130–140 kali per menit. Penelitian ini menunjukkan bahwa
olahraga aerobik dapat memperlambat waktu transit gastrointestinal pada kehamilan melalui
peningkatan konsentrasi progesteron. Walaupun demikian, Artal & O’Toole (2003) menyatak
an bahwa aktivitas fisik ringan selama kehamilan dapat membantu meningkatkan motilitas us
us. Sullivan (1984) menitikberatkan bahwa posisi berdiri dan gerakan isi kolon dapat mengge
rakkan feses kedalam rektum, sehingga memicu motilitas usus19.

7
III.3. Faktor Diet dan Komsumsi Supplemen Besi

Perubahan diet pada wanita hamil berkontribusi untuk terjadinya konstipasi. Mual da
n muntah pada trimester pertama disertai asupan makanan khususnya serat dan minuman yan
g kurang akan mempengaruhi proses defekasi. Semakin bertambah usia kehamilan biasanya
wanita hamil cenderung mengurangi asupan cairan. Komposisi makanan yang cenderung ber
upa susu dan daging/ikan tanpa disertai cukup makanan yang kaya serat akan memperbesar re
siko terjadinya konstipasi1,12.

Supplemen besi oral merupakan terapi utama anemia defisiensi besi pada ibu hamil. N
amun demikian 70 % memiliki efek samping gastrointestinal (diantaranya konstipasi, diare,
mual, rasa metalik, dsb), untuk mengurangi efek samping terutama konstipasi dianjurkan ban
yak komsumsi serat dan intake cairan selama komsumsi supplemen besi. Menurut WHO keb
utuhan harian zat besi pada ibu hamil yakni 60 mg pada semua usia kehamilan. Hal ini dapat
dicapai dengan pemberian 325 mg tablets besi (masing-masing mengandung 50-65 mg besi el
emental) diberikan satu hingga 3 kali sehari. pH Asam lambung memudahkan konversi besi d
ari ferric (Fe31) ke ferrous (Fe21) untuk uptake duodenum. Penyerapan besi dimudahkan ole
h askorbat (yang memfasilitasi konversi Fe31 ke Fe21), asam amino, dan defisiensi besi, serta
dihambat oleh phytates, tannin, antasid, serta kelebihan besi. Preparat besi yang paling banya
k diresepkan yakni sulfas ferrous, glukonat ferrous, dan fumarat ferrous. Sulfas ferrous (ferr
ous sulfate–polymeric complex) merupakan preparat oral yang ditoleransi paling baik serta m
emiliki komplians yang baik4,7,22,23.

III.4. Faktor Psikis

Ketegangan psikis seperti stress, cemas, dan ketakutan akan terjadinya nyeri atau perd
arahan selama defekasi juga merupakan faktor resiko terjadinya konstipasi10. Wanita hamil ya
ng memiliki tingkat stressor tinggi dapat berakibat gangguan tidur. Gangguan tidur ini dihubu
ngkan dengan beberapa gangguan psikis misalnya anxietas, depresi, dan kelelahan. Gejala de
presi pada wanita hamil kejadiannya mulai 12 % hingga 21.1 % selama kehamilan. Anxietas
dan beberapa gangguan psikis lainnya mempengaruhi hipotalamus dan sistem saraf otonom, t
erutama sistem saraf parasimpatis yang memperlemah ketegangan traktus gastrointestinal dan
penurunan sekresi cairan pada saluran cerna yang memperlambat mobilitas feses sehingga me
nyebabkan konstipasi5.

8
IV. Diagnosis

IV.1. Anamnesis

Kebanyakan wanita hamil dengan konstipasi merupakan konstipasi fungsional. Namu


n penilaian untuk menyingkirkan faktor mekanik maupun sistemik tetap diperlukan. Ketika m
enanyakan riwayat penyakit, sebaiknya ditanyakan frekuensi dan konsistensi feses, keberadaa
n darah dalam feses, nyeri perut, dan kembung . Dua gejala terakhir dapat merupakan suatu g
ejala irritable bowel syndrome (IBS). Kemudian, penggunaan manipulasi digital dengan tang
an dan/atau penekanan perineum untuk memfasilitasi defekasi dapat dianggap suatu disfungsi
dasar panggul. Informasi berkenaan dengan penggunaan laksatif, enema, apakah konstipasi i
ni terjadi sebelum kehamilan dan memberat ketika kehamilan serta riwayat pengobatan sebel
um dan selama kehamilan sebaiknya diketahui. Perlu juga ditanyakan gaya hidup pasien, riw
ayat asupan serat, asupan cairan dan aktvitas fisik, serta keberadaan alarm simptom. Alarm sy
mptom dapat berupa perubahan ukuran feses, terdapat darah dalam feses, terdapat anemia def
isiensi besi, gejala obstruksi, konstipasi yang baru saja terjadi, perdarahan rektum, prolaps rek
tum dan penurunan berat badan. Dengan adanya alarm simptom biasanya terdapat penyebab s
ekunder yang menyertai konstipasi24. Konstipasi dapat dihubungkan dengan berbagai kondisi
penyakit saluran pencernaan lain misalnya haemoroid, irritable bowel syndrome (IBS) dan ka
dang membutuhkan konsultasi dari dokter ahli pada beberapa kasus21, 25.

Bristol Stool Form Scale dapat berguna untuk menilai dan menggambarkan konsiste
nsi feses. Kriteria Roma IV menyarankan penggunaan Bristol Scale dan Bowel Diaries diman
a merupakan prediktor yang baik untuk menilai waktu transit kolon dibandingkan frekuensi d
efekasi26. Penilaian konsistensi feses dapat menggunakan Skala Bristol seperti gambar 4 di ba
wah 24

Gambar 4. Bristol Stool Form Scale. Membantu dalam penilaian konsistensi feses24

9
Merujuk pada kriteria Diagnosa Rome IV. Konstipasi fungsional didiagnosa jika perta
ma sedikitnya memiliki dua atau lebih gejala yakni mengedan selama sekurang-kurangnya 25
% defekasi, feses padat atau keras pada sekurang-kurangnya 25 % defekasi, merasa defekasi t
idak tuntas pada sekurang-kurangnya 25 % defekasi, terasa adanya hambatan anorektal pada
sekurang-kurangnya 25 % defekasi, manuver manual untuk mengeluarkan feses minimum 25
% dari total defekasi atau kurang dari 3 defekasi tiap minggu. Feses lunak jarang tanpa pengg
unaan laksatif serta tidak terpenuhinya kriteria iritabel bowel sindrom4,9,12. Kriteria dipenuhi s
ekurang kurangnya selama 3 bulan dengan onset gejala sekurang-kurangnya 6 bulan sejak did
iagnosa7.20.27.
Selain menggunakan kriteria roma IV untuk mendiagnosa konstipasi pada wanita ham
il, dapat juga digunakan constipation assessment scale (CAS) dalam menskrining adanya kon
stipasi. CAS digunakan untuk menentukan apakah seorang individu mengalami konstipasi da
n menilai beratnya masalah. Skalanya terdiri dari 8 point yang menggambarkan konstipasi ya
kni distensi abdomen atau kembung, perubahan frekuensi buang angin, perubahan frekuensi p
ergerakan usus, feses encer, rektum terasa penuh, nyeri rektum ketika mengedan, feses beruk
uran kecil-kecil, ketidakmampuan untuk buang air besar29. Kemudian ditanyakan pada tiap-ti
ap point apakah tidak ada masalah, beberapa masalah, dan masalah yang berat. Tidak ada ma
salah skornya 0, beberapa masalah skornya 1, masalah berat skornya 2. Pasien kemudian dimi
nta merespon tiap-tiap point yang ditanyakan dan derajat pada tiap-tiap point dijumlahkan unt

10
uk mendapatkan total skor, yang berada pada rentang 0 yang berarti tidak ada konstipasi hing
ga skor total 16 yang berarti konstipasi berat29.

IV.2. Pemeriksaan Fisis

Pemeriksaan fisis dapat digunakan untuk mengeliminiasi penyebab sekunder yang da


pat menyebabkan konstipasi pada kehamilan dimana dapat ditemukan massa feses yang terab
a pada abdomen ataupun rektum30. Pemeriksaan fisis sebaiknya fokus terhadap kemungkinan
adanya hipotiroid dan diabetes mellitus. Perineum sebaiknya diperiksa selama manuver reten
si dan simulasi defekasi untuk menilai adanya prolaps mukosa anorektal. Penilaian tonus sfin
gter dan anus dapat dilakukan melalui pemeriksaan digital rektum. Setelah melakukan pemeri
ksaan digital rektum, pasien sebaiknya diminta untuk mengeluarkan jari pemeriksa dengan m
engedan, jika hal ini tidak dapat dilakukan maka dapat mengindikasikan adanya dissinergik d
efekasi 21. Pemeriksaan digital rektum yakni dengan cara yakni pada posisi lateral kiri amati p
erineum ketika mengedan dan adanya pengangkatan perineum selama mengedan menandaka
n adanya retensi. Kulit perianal dapat diamati untuk mengetahui adanya bekas feses kemudia
n dilakukan pemeriksaan refleks ani menggunakan test pinprick atau garukan ringan. Selama
simulasi defekasi sebaiknya anal verge diperiksa, adanya pembukaan minimal menunjukkan
kecurigaan adanya konstipasi neurogenik dengan atau tanpa inkontinensia atau prolaps muko
sa anorektal. Pemeriksaan rektal sebaiknya dinilai tonus sfingter ani pada saat relaksasi dan a
danya peningkatan tonus saat mengedan. Diatas spingter ani interna merupakan otot puborekt
alis yang juga dapat berkontraksi selama mengedan. Nyeri akut pada palpasi sepanjang otot p
uborektalis merupakan ciri khas sindrom levator ani 16. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan unt
uk menilai adanya rektokele. Pemeriksaan rektal yang normal tidak menyingkirkan adanya pe
nyebab sekunder lainnya31.

IV.3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium yakni pemeriksaan darah rutin, kadar tiroid stimulating ho


rmone (TSH), serum kalsium dan kadar glukosa darah dilakukan untuk menyingkirkan kelain
an endokrin dan gangguan elektrolit yang dapat menyebabkan konstipasi. Ketika dicurigai ad
anya perdarahan atau lesi anorektal, sigmoidoskopi fleksibel atau anoskopi dapat dilakukan.
Endoskopi jarang dilakukan jika tidak ada indikasi klinis yang mendesak untuk menyingkirka
n kemungkinan suatu keganasan atau neoplasia. Pemeriksaan dengan sinar-X dikontraindikas

11
ikan dalam kehamilan. Pencitraan non ionisasi misalnya MRI memiliki peranan di masa depa
n namun saat ini jarang dilakukan16.

V. Tatalaksana

Penatalaksanaa konstipasi pada wanita hamil umumnya dibagi atas 2 yakni tatalaksan
a non farmakologi yang merupakan terapi lini pertama dengan meningkatkan asupan serat da
n cairan, serta aktifitas fisik yang cukup. Hindari makan porsi besar 3 kali sehari tetapi makan
lah dengan porsi kecil dan sering. Hindari ketegangan psikis seperti stres dan cemas. Jangan
menahan rasa ingin buang air besar karena akan memperbesar resiko konstipasi. Pemberian p
robiotik pada wanita hamil juga dianjurkan karena dapat memperbaiki keseimbangan flora ko
lon dan memperbaiki fungsi pencernaan1,4.

Sementara Penatalaksanaan farmakologi pada konstipasi adalah dengan pemberian oba


t pencahar (laxatives). Secara umum golongan obat pencahar terbagi atas bulking agents, pelu
nak tinja (stool softeners), pencahar minyak mineral (lubricant laxatives), pencahar bahan os
motik (osmotic laxatives) dan pencahar perangsang (stimulant laxatives). Terapi farmakologi
pada wanita hamil diberikan jika penatalaksanaan non farmakologi tidak berhasil. Pemberian
nya hanya bila benar-benar diperlukan dan tidak untuk jangka panjang. Pada wanita hamil pe
nggunaan laksatif merupakan sesuatu yang efektif, non teratogenik, tidak diekskresikan ke da
lam ASI dan mempunyai toleransi yang baik.1,4.

V.1. Penatalaksanaan non Farmakologi

V.1.a. Peningkatan intake cairan

Ketidakcukupan asupan cairan merupakan faktor resiko terjadinya konstipasi. Derbys


hire menilai hubungan antara asupan cairan dan konstipasi. Mereka menemukan wanita deng
an prevalensi tinggi pada trimester kedua mengkomsumsi cairan kurang pada trimester perta
ma dibandingkan dengan wanita yang tidak konstipasi di trimester yang sama. Garcia dkk me
nganggap bahwa asupan cairan yang cukup (sekitar 8 gelas air sehari dan segelas jus buah) be
rguna untuk mencegah konstipasi4. Wanita hamil membutuhkan asupan cairan 300 ml lebih b
anyak dari rata-rata 2000 ml cairan yang dikonsumsi orang normal. Sebaiknya hindari minum
an bersoda, alkohol dan kopi. Pagi hari setelah bangun tidur usahakan untuk mengkonsumsi s
egelas air untuk merangsang defekasi1,5.

12
V.1.b. Peningkatan Diet Fiber (Serat)

Tambahan serat (kulit padi, jagung, atau supplement kandungan gandum, buah-buahan
dengan kelembaban tinggi, misalnya pear dan apel) pada diet dapat memperbaiki gejala konst
ipasi. Serat mengikat air namun akan segerai terurai oleh bakteri kolon. Beberapa tipe serat te
rtentu (misalnya kulit padi) tidak mudah di pecah oleh bakteri kolon sehingga menahan kema
mpuannya untuk mengikat air20. Serat diklasifikasikan sebagai polisakarida misalnya selulosa,
pektin, lignin dsb. Serat makanan terdiri dari serat larut dan serat tidak larut. Serat larut meny
erap air, terikat dengan asam lemak, memperlambat penyerapan karbohidrat, mengalami ferm
entasi di usus besar, menahan air dan membentuk gel, serta membantu pengosongan lambung.
Contohnya apel, jeruk, anggur, gandum atau padi-padian, roti gandum utuh, strawberi, kacan
g merah, kacang pinto, kubis, brokoli, bayam, timun jepang, dsb. Serat tidak larut sukar difer
mentasi, berfungsi menjaga kadar pH usus dan memperpendek waktu transit di usus serta me
mperbesar massa tinja. Serat tidak larut banyak terdapat pada sereal, sayur-sayuran hijau, kulit
buah, produk-produk gandum utuh, jagung, kacang-kacangan, dan biji-bijian. Rekomendasi s
erat harian yang dikomsumsi yakni 25-35 gram/hari selama kehamilan. Selama komsumsi ser
at harus diimbangi dengan asupan cairan yang cukup. Komsumsi serat yang berlebihan juga ti
dak direkomendasikan karena akan menyebabkan gangguan nutrisi dan diare 32. Hindari konsu
msi serat yang berlebihan secara bersamaan dalam waktu cepat karena akan menimbulkan ke
mbung, sebah dan rasa tidak nyaman di perut1. Supplemen fiber selama kehamilan (25-35 gra
m/hari) menyebabkan peningkatan frekuensi defekasi dan berakibat feses akan lebih lunak. D
iet fiber merangsang defekasi normal dan mencegah konstipasi. Diet tinggi serat juga mengur
angi resiko kanker kolon1,4,20. Burgess (1972) menyatakan bahwa kekurangan asupan s
erat (terutama serat englyst, juga diketahui sebagai non-starch polysacchar
ide (NSP)) dan cairan merupakan faktor penting penyebab konstipasi selama d
an setelah kehamilan19.

Anderson dkk, juga meneliti peranan supplemen diet pada konstipasi wanita hamil. 40
wanita pada dua grup yang diintervensi yang diberikan supplemen diet 10 gram/hari, salah sat
unya biskuit yang kandungannya jagung atau 23 gram kulit gandum selama 2 minggu pada tri
mester ketiga kehamilan. Mereka menyimpulkan bahwa penambahan diet serat baik itu biskui
t jagung maupun kulit gandum sama efektifnya dalam memperbaiki frekuensi defekasi selam
a 2 minggu dan menunjukkan tidak ada efek samping. Bradley dkk, melakukan quisioner unt
uk menilai hubungan konstipasi selama kehamilan dan jumlah asupan serat. Walaupun demik

13
ian mereka menemukan tidak ada perbedaan yang signifikan antara wanita yang konstipasi da
n wanita tanpa konstipasi pada trimester pertama berdasarkan asupan dan supplement serat4.

V.1.c. Aktivitas Fisik yang cukup

Aktifitas fisik rutin dipercaya merangsang peristaltik usus untuk bekerja normal sehing
ga memperpendek waktu transit di saluran pencernaan dan membantu pengeluaran tinja. Oleh
karena itu wanita hamil sebaiknya melakukan olahraga ringan yang rutin seperti senam hamil
dan jalan pagi1. The American College of Obstetrician and Gynecology mengeluarkan pandua
n beraktivitas bagi ibu hamil. Pemeriksaan klinis sebaiknya dilakukan sebelum wanita hamil
memulai latihan aktivitas fisik untuk memastikan pasien tidak memiliki kondisi medis yang k
ontraindikasi untuk latihan aktivitas fisik. Idealnya wanita hamil melakukan 150 menit aktivit
as aerobik intensitas sedang setiap minggu. Aktivitas aerobik di mana anda melakukan geraka
n melibatkan hampir sebagian besar otot (seperti misalnya pada tungkai dan lengan) dalam ge
rakan yang berirama. Intensitas sedang berarti anda bergerak cukup untuk meningkatkan den
yut nadi dan mulai berkeringat. Anda dapat berbicara dengan normal namun anda tidak dapat
bernyanyi. Contoh aktivitas intensitas sedang yakni berjalan cepat dan berkebun (menyapu de
daunan, menyiangi, menggali, dsb). Anda dapat membagi 150 menit ke dalam 30 menit aktivi
tas intensitas sedang tiap hari selama 5 hari. Jika anda baru memulai latihan mulailah secara p
erlahan dan bertahap untuk meningkatkan aktivitas fisik, mulai sekurang-kurangnya 5 menit
dalam sehari, tambahkan 5 menit tiap minggu hingga anda dapat mencapai aktivitas intensitas
sedang selama 30 menit dalam sehari. Jika anda adalah seorang yang sangat aktif sebelum ke
hamilan. Anda dapat melakukan aktivitas yang sama dengan persetujuan ahli kandungan. Piki
rkan bahwa aktivitas dengan intensitas tinggi dapat menurunkan berat badan. Bila berat bada
n anda turun anda perlu menambah jumlah kalori yang anda komsumsi33. Wanita hamil sebai
knya dianjurkan komsumsi air cukup ketika latihan aktivitas fisik, hindari posisi telentang dal
am waktu lama dan menghentikan latihan jika terdapat salah satu atau lebih tanda bahaya mi
salnya perdarahan pervaginam, nyeri perut, kontraksi regular yang nyeri, kebocoran cairan a
mnion, sesak napas sebelum latihan, pusing, sakit kepala, nyeri dada, kelemahan otot yang m
empengaruhi keseimbangan, nyeri atau pembengkakan betis.33

14
Tabel 1. Latihan yang dianjurkan pada wanita hamil33

V.2. Penatalaksanaan Farmakologi

V.2.a. Laksatif pembentuk Feses

Laksatif pembentuk feses, misalnya metilselulosa, psillium, kalsium polikarbofil, hidr


olized guargum pada umumnya digunakan dalam tatalaksana konstipasi pada kehamilan dan
dianggap paling aman bagi ibu hamil dan janinnya. Laksatif pembentuk feses aman digunaka
n untuk penggunaan jangka panjang kehamilan sebab tidak diabsorpsi secara sistemik dan tid
ak dihubungkan dengan peningkatan resiko deformitas janin20. Namun kurang efektif karena
penderita diharuskan banyak minum selama pemberian obat, bisa dijumpai efek samping sepe
rti perut kembung, gas, dan kram-kram serta membutuhkan waktu beberapa hari untuk meni
mbulkan efeknya serta tidak cocok digunakan pada keadaan akut 22. Greenhalf dkk meneliti ef
ek agen ini pada konstipasi dalam kehamilan dan menyimpulkan bahwa agen ini menurunkan
masalah konstipasi sebanyak 50 %1,4,9,20.

V.2.b. Laksatif osmosis

Laksatif osmosis termasuk laktulosa, polietilenglikol, sorbitol (70 %) dan garam (mag
nesium sitrat, magnesium sulfat, potassium klorida dan sodium klorida). Golongan laksatif o
smosis dan laksatif stimulant dihubungkan dengan kejadian dehidrasi dan gangguan elektrolit
terutama pada penggunaan jangka panjang. Contoh golongan laksatif osmosis yang beredar di
Indonesia adalah Lactulose, termasuk golongan B untuk kehamilan menurut The United
States Food and Drug Administration (US-FDA)1. Laksatif osmosis meningkatkan osmolarita
s yang menyebabkan peningkatan jumlah cairan pada usus, meningkatkan peristaltik dan eva
kuasi feses4. Laksatif osmosis dikenal aman bagi ibu dan janin (pada penelitian hewan tidak
ditemukan resiko teratogenik) direkomendasikan pada tatalaksana konstipasi selama kehamil

15
an9. Polietilen glikol mengandung laksatif yang memenuhi standar terbaik dalam tatalaksana
konstipasi. Nery dkk mempelajari efek polietilen glikol (PEG-4000) pada 37 wanita hamil. Pe
mberian PEG-4000 selama 15 hari menunjukkan perbaikan frekuensi evakuasi dan perbaikan
gejala konstipasi pada 73 % wanita. Namun, 8 dari 37 wanita (21.6 %) melaporkan beberapa
efek samping (gambar 5). Meng dkk melaporkan laktulosa efektif dan aman dalam tatalaksan
a konstipasi wanita hamil baik antenatal maupun postpartum. Polietilen glikol (PEG) ditamba
h elektrolit (PEG+E) merupakan laksatif ideal digunakan selama kehamilan karena absorpsin
ya minimal dan tidak ditemukan tanda-tanda teratogenik pada hewan uji. Namun pada pengg
unaan PEG+E terdapat beberapa efek samping diantaranya mual, astenia, kembung, dan nyeri
perut20,22. Gharehbaghi dkk juga menyarankan penggunaan laktulosa dan makrogol sebagai ag
en efektif dalam tatalaksana konstipasi yang berkepanjangan pada kehamilan karena makrogo
l menunjukkan keuntungan seperti kerja yang cepat dan rendahnya flatulen4,20,22.

Gambar 5. Efek polyethylene glycol electrolyte solution


(PEG-4000) pada wanita hamil yang konstipasi. Subjek :
37 wanita hamil, berusia diantara 28-34 tahun; Periode Penelitian :
6-38 minggu kehamilan; Dosis : 250 ml PEG-4000 solution, dua
kali sehari dan kemudian 250 ml/hari selama 15 hari4.

V.2.c. Laksatif Stimulant

Laksatif stimulant mengandung bisakodil (Correctol, Doxidan, Dulcolax) dan senna


(Senokot, Ex-Lax). Cara kerjanya dengan meningkatkan sekresi cairan usus, merangsang peri
staltik usus dan mengurangi penyerapan air di usus besar 20. Walaupun bisakodil memiliki abs
orpsi minimal dan bioavaibilitas rendah namun dapat merangsang uterus sehingga terjadi kon
traksi uterus oleh karena itu sebaiknya tidak digunakan pada wanita hamil. Termasuk golonga

16
n C untuk kehamilan menurut FDA1,22. Penggunaan laksatif stimulant direkomendasikan pada
wanita yang tidak berespon dengan prosedur diet, laksatif osmotik dan laksatif pembentuk fes
es4.

Greenhalf dkk membandingkan efektifitas laksatif pembentuk feses dan laksatif stim
ulant pada 70 orang wanita hamil kemudian dibagi 2 kelompok dimana yang diberikan pengo
batan oral yakni laksatif stimulant (14 mg senna/hari atau 120 mg dioctyl sodium succinat dit
ambah 100 mg dihydroxyantraquinone/hari) dan laksatif pembentuk feses (10 ml 60 % stercu
lia ditambah 8 % frangula/hari atau 10 ml 60 % sterculia/hari). Laksatif stimulant (16/70; 23
%) dianggap mengurangi konstipasi dibandingkan laksatif pembentuk feses (35/70; 50 %) ata
u 0.3, 95 % CI 0.14 hingga 0.61; P : 0.01). Walaupun demikian penelitian tersebut menunjuk
kan laksatif stimulant dapat meningkatkan efek samping misalnya diare dan nyeri perut diban
dingkan dengan laksatif pembentuk feses4,20.

Jewel dan Young juga melaporkan laksatif stimulant lebih efektif dibandingkan laksati
f pembentuk feses dalam tatalaksana konstipasi namun laksatif stimulant menunjukkan efek s
amping lebih berat seperti peningkatan kontraksi otot polos uterus, nyeri abdomen dan diare,
serta pada penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan gangguan elektrolit22. Rungsiprak
arn dkk menilai efisiensi dan keamanan tatalaksana konstipasi pada wanita hamil dan menem
ukan bahwa dibanding laksatif pembentuk feses, penggunaan laksatif stimulant menunjukkan
perbaikan konstipasi, namun laksatif stimulant (senna) sebaiknya digunakan secara hati-hati s
elama kehamilan dan laktasi sebab dapat diekskresikan ke dalam ASI, namun demikian senna
tidak menunjukkan adanya hubungan kejadian peningkatan resiko malformasi dan tidak diabs
orpsi secara sistemik22. Twigg dkk meneliti penggunaan laksatif pada 119 wanita hamil dan
menyimpulkan bahwa 60 % menggunakan laksatif yang bekerja osmosis sementara pengguna
an laksatif pembentuk feses (ispaghula) 21.8 % dan laksatif stimulant (senna) 18.5 % 1,4,20.

V.2.d. Pelunak feses (Stool Softener)

Pelunak feses (misalnya sodium docusat) merupakan agen yang digunakkan untuk mel
unakkan feses yang menyebabkan feses mudah keluar. Bekerja dengan cara menstimulasi cair
an, potassium, klorida dan sodium serta mencegah penyerapan bikarbonat dan glukosa di jeje
num. Sodium dokusate aman digunakan sebab dilaporkan tidak menyebabkan adanya efek sa
mping pada kehamilan. Namun demikian, ada satu laporan dimana wanita hamil yang mengg
unakan sodium dokusate jangka Panjang selama kehamilan menyebabkan hipomagnesemia si
mptomatik pada neonatus4.

17
V.2.e. Laksatif Lubrikan

Laksatif lubrikan mengurangi ketegangan permukaan cairan di usus dengan tujuan un


tuk menahan lebih banyak cairan di feses yang memudahkan evakuasi. Minyak mineral absor
psinya buruk dari saluran pencernaan 22. Laksatif lubrikan dapat menyebabkan penurunan absor
bsi vitamin yang larut lemak. Golongan ini belum ada rekomendasi FDA untuk penggunaan p
ada wanita hamil1,4.

Tabel 2. Tipe Laksatif22

Tabel 3. Keamanan penggunaan laksatif dalam kehamilan serta efek samping15

18
V.2.f. Supposituria dan Enema

Penggunaan gliserin supposituria diindikasikan pada pasien dengan impaksi feses seb
agai tambahan penggunaan laksatif oral. The UK Teratology Information Service menganjur
kan bahwa gliserin supposituria dapat digunakan selama kehamilan. Belum ada data penelitia
n berkenaan keamanan penggunaan fosfat enemas selama kehamilan dan kemungkinan adany
a teratogenisitas21.

V.2.g. Laksatif yang tidak direkomendasikan

Terdapat beberapa laksatif yang mendapat perhatian untuk tidak digunakan dalam ke
hamilan, golongan antraquinon misalnya dantron dihubungkan dengan malformasi kongenital.
Laksatif osmosis salin (magnesium sitrat dan sodium fosfat) dapat menyebabkan retensi sodi
um. Castor oil dapat menyebabkan kontraksi prematur uterus. Minyak mineral dapat mempen
garuhi penyerapan vitamin yang larut dalam lemak. Jika vitamin K yang terganggu penyerapa
nnya dapat menyebabkan hipoprotrombinemia dan perdarahan. Tegaserod merupakan 5 Hydr
oxytryptamine receptor 4 (5HT4) Agonis yang menunjukkan keefektifan dalam tatalaksana I
BS predominan konstipasi. AGA awalnya menganggap tegaserod cukup aman digunakan pad

19
a kehamilan namun penelitian menunjukkan peningkatan resiko kardiovaskular sehingga tida
k direkomendasikan digunakan pada kehamilan 15. Lubiproston, merupakan suatu asam lemak
derivatif prostaglandin E1 dapat meningkatkan sekresi cairan dan ion ke saluran gastrointesti
nal. Penelitian pada manusia belum dilakukan, namun pada hewan uji menunjukkan efek pad
a janin. Oleh karena itu sebaiknya hati-hati digunakan pada wanita hamil.15

V.2.h. Probiotik

Probiotik merupakan mikroorganisme hidup yang membawa dampak kesehatan bagi


individu. Kebanyakan probiotik bekerja dengan dua cara dalam mengurangi konstipasi. Perta
ma, adanya disbiosis pada flora normal usus berkonstribusi terhadap konstipasi. Probiotik me
mbantu memperbaiki disbiosis dan memperbaiki fungsi usus. Kedua, probiotik menyebabkan
penurunan pH kolon yang mengsekresi asam, laktat, dan asam lemak rantai pendek, dengan p
H yang rendah menyebabkan peningkatan peristaltis kolon dan menyebabkan penurunan wak
tu transit kolon. Probiotik diduga efektif dalam tatalaksana konstipasi pada wanita hamil. Beb
erapa penelitian mengenai keamanan probiotik selama kehamilan tidak melaporkan adanya p
eningkatan efek samping yang berhubungan dengan probiotik30. Probiotik yang paling banyak
diberikan yakni bakteri hidup diantaranya spesies bifidobacterium lactis dan lactobacillus da
n ragi non pathogen seperti Sakkaromices4.

Penelitian metaanalisis Eirini dkk (2014) menunjukkan bahwa probiotik menurunkan


secara signifikan waktu transit usus (GTT) hingga setengah hari. Waktu transit usus yang nor
mal yakni 30-40 jam dengan maksimal 72 jam. Frekuensi defekasi secara signifikan meningk
at dengan probiotik terutama oleh bifidobacterium laktis. Penelitian menunjukkan probiotik
memiliki efektivitas meningkatkan frekuensi defekasi sekurang-kurangnya setengah dari yan
g dapat dilakukan oleh agen laksatif (laksatif stimulant dan laksatif osmosis). Probiotik juga
memperbaiki konsistensi feses terutama genus bifidobacterium laktis serta mengurangi perut
kembung34.

Walaupun evidensi penggunaan probiotik masih kurang dalam tatalaksana konstipasi


wanita hamil, Miliano dkk (2012) menemukan bahwa terdapat peningkatan signifikan frekue
nsi defekasi disertai perbaikan gejala-gejala konstipasi20. Studi terkontrol pada wanita hamil t
erbatas, namun demikian direkomendasikan aman digunakan baik pada ibu maupun janin sela
ma kehamilan4. Tidak dilaporkan adanya efek samping yang berhubungan dengan penggunaa
n probiotik dan memiliki absorpsi yang rendah20.

20
Gambar 6. Respon Berbagai Tatalaksana Konstipasi pada Kehamilan12

Gambar 7. Algoritma Tatalaksana Konstipasi pada Kehamilan21

VI. Kapan Menghentikan Laksatif

Ketika tidak ada kesulitan dalam defekasi, laksatif dapat dihentikan penggunaannya s
ecara perlahan-lahan. Penurunan dosis laksatif sebaiknya mengikuti frekuensi dan konsistensi
feses. Penghentian secara perlahan-lahan akan mengurangi resiko terapi ulang. Jika digunaka
n kombinasi laksatif, salah satu laksatif sebaiknya dihentikan saat itu juga, untuk mengurangi

21
efek laksatif yang pertama. Pasien sebaiknya menyadari proses penyapihan laksatif dapat hin
gga beberapa bulan. Kekambuhan sering terjadi dan diterapi dengan meningkatkan dosis laks
atif secara cepat. Pada seseorang dengan kondisi medis ataupun obat-obatan yang menyebabk
an konstipasi dapat membutuhkan penggunaan jangka panjang laksatif21.

VII. Komplikasi

Jika terjadi konstipasi pada kehamilan yang berkepanjangan serta tidak ditangani den
gan baik dapat menyebabkan masalah serius terhadap saraf pudendal yang menyebabkan oto
t-otot dasar panggul melemah, pada kasus yang ekstrim dapat menyebabkan prolaps uterovag
inal10. Sementara komplikasi lainnya dapat berupa hemoroid, fisura ani, inkontinensia alvi, pe
rdarahan per rektum dan impaksi feses. Pembesaran dan prolaps pembuluh darah hemoroidali
s dapat disebabkan oleh mengedan terus-menerus serta feses yang keras. Hemoroid yang dise
babkan oleh ketegangan karena dilalui oleh feses yang keras dapat menyebabkan gatal, sensa
si terbakar, nyeri dan kadang-kala feses bercampur darah35.

Pada beberapa penelitian konstipasi pada wanita hamil memiliki angka persalinan le
bih tinggi dengan operasi sesar (66.97 %) di banding yang tidak memiliki konstipasi selama k
ehamilan (27.29 %) dan pada akhirnya menyebabkan masalah pada aktivitas atau pola hidup
sehari hari1,7. Konstipasi juga dapat menyebabkan beban fisik dan psikis pada wanita hamil ya
ng dapat berkontribusi terhadap depresi dan anxietas serta menurunkan kualitas hidup, juga d
apat meningkatkan resiko aborsi dan kelahiran prematur serta komplikasi berat lainnya yang
membahayakan ibu dan janin5.

VIII. RINGKASAN

Konstipasi merupakan masalah yang sering dikeluhkan wanita hamil yang disebabkan
berbagai faktor seperti faktor hormonal, perubahan pola diet, pertumbuhan janin, kurangnya a
ktifitas fisik, riwayat penggunaan obat-obatan sebelum dan selama kehamilan, serta riwayat k
osntipasi sebelumnya. Terapi lini pertama yakni penatalaksanaan non farmakologi berupa pen
ingkatan asupan cairan, diet tinggi serat 25-35 gram/hari, aktivitas fisik yang cukup, serta me
nghindari stress ataupun kecemasan yang berlebihan. Jika terapi lini pertama tidak berhasil ke

22
mudian diberikan terapi lini kedua diantaranya laksatif osmosis, laksatif stimulant, pelunak fe
ses, dsb. Laksatif stimulant sebaiknya hati-hati digunakan pada wanita hamil karena dapat me
ngakibatkan kontraksi uterus. Laksatif yang paling aman digunakan pada wanita hamil yakni
laksatif pembentuk feses karena tidak diabsorpsi sistemik namun kerja laksatif ini lebih 24 ja
m hingga berhari hari, tidak cocok digunakan pada keadaan akut selain itu juga ada beberapa
efek samping diantaranya pembentukan gas, perut kembung dan nyeri perut. Menurut Amerik
an Gastrointestinal Association laksatif osmosis (PEG) merupakan laksatif yang direkomenda
sikan pada konstipasi kronik dalam kehamilan karena efektivitas dan keamanannya. Walaupu
n demikian laksatif osmosis maupun laksatif stimulant tidak direkomendasikan penggunaan j
angka panjang karena dapat menyebabkan gangguan elektrolit. Selain itu probiotik juga dapat
digunakan dalam tatalaksana konstipasi pada wanita hamil dan pada beberapa penelitian men
unjukkan efektivitas dan keamanan pada penggunaan konstipasi dalam kehamilan walaupun e
fektivitas dalam memperbaiki konstipasi tidak sebaik agen laksatif.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sembiring LP. Konstipasi pada Kehamilan. J Ilmu Kedokt. 2017;9(1):7. doi:10.26891/j


ik.v9i1.2015.7-10

2. Stanghellini V, Boeckxstaens G, Kamm MA, et al. Diagnosis and treatment of chronic


constipation – a European perspective. 2011;(March):697-710. doi:10.1111/j.1365-298
2.2011.01709.x

23
3. Gwee KA, Ghosha UC, Gonlachanvit S, et al. Primary care management of chronic co
nstipation in asia: The anma chronic constipation tool. J Neurogastroenterol Motil. 20
13;19(2):149-160. doi:10.5056/jnm.2013.19.2.149

4. Zahoor S, Babar ME, Javed MM, et al. Constipation in pregnancy : causes and remedie
s. Prog Nutr. 2018;20:305-311. doi:10.23751/pn.v20i1-S.5788

5. Fan W, Kang J, Xiao X, et al. Causes of constipation during pregnancy and health man
agement. Int J Clin Exp Med. 2022;13(3):2022-2026.

6. Yousefi A, Kardarian B, Mojtaba Hashemi S, et al. The relation between anxiety and f
unctional constipation: A multicenter study in Iranian medical interns. Trends Med. 20
20;20(2):1-4. doi:10.15761/tim.1000227

7. Shamim S and Begum A. Functional Constipation in Pregnancy ; Need to Furnish Som


e More Emphasis. Ann ASH KM&DC. Published online 2019:96-102.

8. M MAR, Nashed AB, Taha MM, et al. Response of pregnancy related functional const
ipation to acupressure in postpartum women. Phys Ther Rehabil. 2018;5. doi:10.7243/
2055-2386-5-11

9. Frias C, Sousa M, Lourenço I, et al. Gastrointestinal diseases during pregnancy : what


does the gastroenterologist need to know ? Ann Gastroenterol. Published online 2018:
1-11.

10. Farghali MM, Abdelazim IA, Awadalla AM, et al. Effect of Progesterone Therapy vers
us Diet Modification on Constipation during Pregnancy. J Basic Clin Reprod Sci. 2016;
5:82-87. doi:10.4103/2278-960X.194477

11. Shi W, Xu X, Zhang Y, et al. Epidemiology and Risk Factors of Functional Constipati
on in Pregnant Women. PLoS One. Published online 2015:1-10. doi:10.1371/journal.p
one.0133521

12. Patil GL, Shridevi AS, Praveena SN, et al. Prevalence of Constipation in pregnancy -
A prospective study at a tertiary care hospital. J Gynecol. 2017;1(2):1-11.

13. Derbyshire EJ, Davies J, Detmar P, et al. Changes in bowel function: Pregnancy and th
e puerperium. Dig Dis Sci. 2007;52(2):324-328. doi:10.1007/s10620-006-9538-x

14. Shigueshissa Kawaguti F, Klug WA, Bin Fang C, et al. Constipation in pregnancy. Re

24
v Bras Coloproctol. 2008;28(1):46-49. doi:10.1590/s0101-98802008000100007

15. Body C and Christie JA. Gastrointestinal Diseases in Pregnancy. Gastroenterol Clin N
Am. 2016;45(2):267-283. doi:10.1016/j.gtc.2016.02.005

16. Cullen G and Donoghue D. Constipation and pregnancy. Best Pr Res Clin Gastroenter
ol. 2007;21(5):807-818. doi:10.1016/j.bpg.2007.05.005

17. Keller J, Frederking D, Layer P, et al. The spectrum and treatment of gastrointestinal d
isorders during pregnancy. Nat Clin Pract Gastroenterol Hepatol. 2008;5(8):430-443.
doi:10.1038/ncpgasthep1197

18. Palupi KC, Sa M, Mulyani EY, et al. Jurnal Gizi Indonesia Perilaku gizi dan hidrasi sel
ama kehamilan berhubungan dengan konstipasi. J Gizi Indones. 2020;9(1):27-32.

19. Derbyshire E, Davies J, Costarelli V, et al. Diet , physical inactivity and the prevalence
of constipation throughout and after pregnancy. Matern Child Nutr. 2006;2:127-134.

20. Sofia A and Matos R De. Constipation in Pregnancy - A Systematic Review Agradeci
mentos. Published online 2014.

21. Verghese TS, Futaba K, Latte P, et al. Constipation in pregnancy. Obstet Gynaecol. Pu
blished online 2015:111-116. doi:10.1111/tog.12179

22. Trottier M, Erebara A, Bozzo P, et al. Treating constipation during pregnancy. Mother
isk Updat. 2012;58:836-838.

23. Achebe MM and Gafter-gvili A. How I Treat. 2017;129(8):940-949. doi:10.1182/bloo


d-2016-08-672246.

24. Lindberg G, Hamid S, Thomsen O, et al. Constipation : A Global Perspective.; 2010.

25. Kumari V PK. The Effectiveness of Honey on Constipation Among Antenatal Mothers
in Third Trimester Admitted in Iinstitute of Obstetrics and Gynaecology and Govt Hos
pital for Women and Children, Chennai. Dissertation. 2016;66(April).

26. Walter C, José I, Corrêa F, et al. Coloproctology Diagnosis and treatment of constipati
on : a clinical update based on the Rome IV criteria. J Coloproctology. 2018;38(2):13
7-144. doi:10.1016/j.jcol.2018.02.003

27. Mearin F, Ciriza C, Mínguez M, et al. Clinical Practice Guideline : Irritable bowel syn
drome with constipation and functional constipation in the adult. Rev Esp Enferm Dig.
25
2016;108:332-361.

28. Mansouri A, Shahraki-vahed A, Shadadi H, et al. The effect of prune on the severity of
constipation in elderly women. Bali Med J. 2018;7(1):141-145. doi:10.15562/bmj.v7i1
847

29. Tsuda H, Kotani T, Sumigama S, et al. Taiwanese Journal of Obstetrics & Gynecology
Ef fi cacy and safety of daikenchuto ( TJ-100 ) in pregnant women with constipation.
Taiwan J Obstet Gynecol. 2016;55(1):26-29. doi:10.1016/j.tjog.2015.12.003

30. Milliano I De, Tabbers MM, Post JA Van Der, et al. Is a multispecies probiotic mixtur
e effective in constipation during pregnancy ? ’ A pilot study ’. Nutr J. 2012;11(1):1. d
oi:10.1186/1475-2891-11-80

31. Locke GR, Pemberton JH, Phillips SF, et al. American Gastroenterological Associatio
n Medical Position. Gastroenterology. Published online 2000:1761-1766.

32. Laleh H. Importance of optimal fiber consumption during pregnancy. Int J Women’s H
eal Reprod Sci. 2013;1(3):10-13. doi:10.15296/ijwhr.2013.13

33. Birsner M and Bannerman C. Physical Activity and Exercise During Pregnancy and T
he Post Partum Period. Obs Gynecol. 2020;135(804):178-188.

34. Dimidi E, Christodoulides, Fragkos KC, et al. The effect of probiotics on functional co
nstipation in adults : a systematic review and meta-analysis of randomized. Am J Clin
Nutr. 2014;(1). doi:10.3945/ajcn.114.089151.1

35. Carolina L, Syamsuri K, Manawan E, et al. Hemorhoid Dalam Kehamilan. MKS. 2014;
(2):164-170.

26

Anda mungkin juga menyukai