Anda di halaman 1dari 16

HUBUNGAN ANTARA POLA MAKAN DENGAN KETERATURAN SIKLUS

MENSTRUASI PADA REMAJA PEREMPUAN

Dosen pengampu : Dr. Finta Isti Kundarti, M. Keb

Disusun oleh :

Alvi Nur Puspita Putri

NIM :

P17321211011

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN KEDIRI

TAHUN 2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pola makan telah menjadi salah satu isu paling hangat yang dibicarakan terkait
hubungannya dengan keteraturan menstruasi seseorang. Pola makan adalah kunci dari
berbagai faktor risiko yang menyebabkan terjadi gangguan pada siklus menstruasi.
Wanita dalam kehidupannya tidak luput dari adanya siklus haid normal yang terjadi
secara siklik. Seorang perempuan yang pertama kali mendapat haid adalah pertanda
bahwa ia siap bereproduksi atau menghasilkan keturunan . Umumnya datang haid
pertama kali sekitar 10-12 tahun. Panjang siklus haid ialah jarak antara tanggal mulainya
haid yang lalu dan mulainya haid berikutnya. Pada masing-masing wanita mempunyai
variasi dalam siklus haidnya, yang masih dalam batas normal (Prawiharjo,2006) .
Menurut Data Riset Kesehatan Dasar dilaporkan bahwa perempuan di Indonesia yang
berusia 10-59 tahun sebesar 68% mengalami menstruasi yang teratur dan sebanyak 13,7%
mengalami siklus menstruasi yang tidak teratur.
Panjang siklus haid yang normal atau dianggap siklus menstruasi yang khas adalah 28
hari, tetapi variasinya cukup luas, bukan saja antara beberapa wanita tetapi juga pada
wanita yang sama. Siklus menstruasi tersebut bervariasi, hampir 90% wanita memiliki
siklus menstruasi 25-35 hari dan hanya 10-15% yang memiliki panjang siklus 28 hari
(Nantoro, 2009) Kejadian menstruasi dipengaruhi beberapa faktor yang mempunyai
sistem saraf pusat dengan panca inderanya, sistem hormonal, perubahan pada ovarium
dan uterus, serta rangsangan esterogen dan progesteron pada panca indra langsung pada
hipotalamus dan melalui perubahan emosi. Semakin dewasa umur wanita semakin besar
pengaruh rangsangan emosi terhadap hipotalamus (Yuxie,2008).
Telah dilakukan penelitian terhadap 4000 wanita, ternyata hanya 3% diantaranya yang
mempunyai siklus menstruasi yang teratur dari bulan yang satu kebulan yang lainnya
(Sheldon, 2000). Wanita akan merasa terganggu bila hidupnya mengalami perubahan,
terutama bila haid menjadi lebih lama dan atau banyak,tidak teratur, lebih sering atau
tidak sama sekali (amenorea). Penyebab gangguan haid dapat karena kelainan biologik
(organik dan disfungsional) atau dapat pula karena spikologik seperti keadaan – keadaan
stres dan gangguan emosi atau gangguan biologik dan psikologik . Siklus menstruasi
mempunyai hubungan tertentu terhadap keadaan fisik dan psikologik wanita (Yuxie,
2008).
Serangan amenore pertama terjadi pada BMI normal untuk 38,5% peserta. BMI
premorbid tertinggi berkorelasi positif dengan BMI saat onset amenore, dan BMI yang
lebih tinggi saat onset amenore dikaitkan dengan BMI yang lebih tinggi saat dimulainya
kembali menstruasi.
Asupan makanan delapan manusia perempuan diperoleh dengan wawancara setiap
hari selama 60 hari untuk menentukan apakah siklus menstruasi mempengaruhi pola
asupan makanan. Penelitian bersifat double blind dalam arti subjek tidak mengetahui
tujuannya, sedangkan pewawancara tidak mengetahui waktu siklusnya. Rata-rata
perbedaan asupan kalori antara 10 hari praovulasi dan 10 hari pascaovulasi dihitung.
Untuk siklus satu perbedaannya adalah 504 (SD = 219) dan untuk siklus dua, 496 (SD =
378) kal/hari, dengan asupan makanan pascaovulasi lebih tinggi kalori. Uji dependen
dilakukan dan perbedaan ini ditemukan signifikan pada p kurang dari 0,0004 untuk siklus
satu dan p kurang dari 0,008 untuk siklus dua. Bukti menunjukkan bahwa wanita makan
lebih banyak makanan per hari selama 10 hari setelah mereka berovulasi dibandingkan
selama 10 hari sebelumnya.
Temuan ini menunjukkan bahwa penelitian di masa depan harus meneliti peran
potensial fluktuasi terkait siklus menstruasi dalam variabel makan pada perkembangan
gangguan pola makan. Potensi otak yang ditimbulkan oleh isyarat makanan berubah
sepanjang siklus menstruasi: Modulasi oleh gaya makan, pengaruh negatif, dan keluhan
pramenstruasi.
Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa fluktuasi hormon ovarium (yaitu
estradiol dan progesteron) memprediksi perubahan makan berlebihan dan makan
emosional sepanjang siklus menstruasi. Namun, sejauh mana gejala gangguan makan
lainnya berfluktuasi sepanjang siklus menstruasi dan dipengaruhi oleh hormon ovarium
sebagian besar masih belum diketahui. Studi ini berusaha untuk menguji apakah tingkat
keasyikan berat bervariasi di seluruh siklus menstruasi dan apakah perubahan hormon
ovarium dan / atau faktor lain (yaitu, makan emosional dan pengaruh negatif)
menyebabkan fluktuasi siklus menstruasi pada fenotipe gangguan makan ini.
Ada banyak bukti bahwa makanan yang berbeda memang memiliki mana sosial,
budaya, dan individu yang berbeda, dan bahwa faktor penerimaan sosial memang
memengaruhi apa yang kita makan kapan, dan apa yang kita akui untuk dimakan. Namun
belum ada tes langsung dari hipotesis bahwa laporan mengidam dan asupan premenstru-
ally dihasilkan dari disinhibisi kendala sosial baik pada makan atau pada deskripsi makan.
Kemungkinan bahwa asupan makanan diubah untuk mengatasi perubahan perimenstruasi
lainnya juga mendapat sedikit perhatian, meskipun dalam penelitian ole Choi and Salmon
(1995a) 40% wanita makan lebih banyak dari biasanya dan 16% menghindari makanan
tertentu sebagai cara mengatasi perubahan siklus menstruasi.
Meskipun ada bukti peningkatan asupan makanan dan keinginan selama fase luteal,
mekanisme yang mendasarinya belum sepenuhnya dipahami. Penelitian ini menyelidiki
respon elektrofisiologi terhadap gambar makanan sebagai fungsi dari fase siklus
menstruasi. Selain itu, efek moderat dari progesteron, perilaku makan (menahan diri,
emosional, ortoreksia), pengaruh negatif, dan keluhan pramenstruasi juga dieksplorasi.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana hubungan antara pola makan dengan keteraturan siklus menstruasi pada
remaja perempuan ?

1.3. Tujuan Penelitian


1. Tujuan Umum
- Mengetahui hubungan antara pola makan dengan keteraturan siklus menstruasi
pada remaja perempuan.
2. Tujuan Khusus
- Mengetahui tingkat pola makan pada remaja perempuan.
- Mengetahui tingkat keteraturan siklus menstruasi remaja perempuan.

1.4. Manfaat Penelitian


1. Manfaat Teoritis
- Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai hubungan
antara pola makan dengan keteraturan siklus menstruasi pada remaja
perempuan.
- Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif di ilmu
kebidanan.
2. Manfaat Praktis
- Bagi penulis, penelitian ini diharapkan menjadi sarana yang bermanfaat dalam
mengimplementasikan pengetahuan penulis.
- Bagi peneliti, mengetahui gambaran pengetahuan remaja putri tentang
hubungan antara pola makan dengan keteraturan siklus menstruasi pada
remaja perempuan.
- Bagi responden, menambah pengetahuan mengenai hubungan antara pola
makan dengan keteraturan siklus menstruasi pada remaja perempuan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pola Makan Dalam Keteraturan Menstruasi


2.1.1 Definisi Pola Makan

Perilaku atau pola makan adalah kebiasaan yang diatur tidak hanya oleh
mekanisme homeostatis, tetapi juga oleh jalur hedonis yang mengontrol proses nafsu
makan dan rasa kenyang. Faktor kognitif, emosional, sosial, ekonomi, dan budaya,
serta sifat organoleptik makanan, merupakan aspek dasar yang perlu diperhatikan
untuk memahami perilaku makan dan dampaknya terhadap kesehatan. Ulasan ini
menyajikan pandangan integratif multisensori tentang makanan baik pada tingkat
homeostatis maupun non-homeostatis. Informasi ini akan menjadi kepentingan ilmiah
untuk menentukan pendorong perilaku yang mengarah pada makan berlebihan dan,
dengan demikian, untuk mengusulkan tindakan yang efektif, baik pada tingkat
individu maupun populasi, untuk pencegahan obesitas dan penyakit metabolik terkait.

Asupan makanan dipengaruhi oleh faktor neurokimia, hormonal, fisiologis dan


psikologis. Beberapa penelitian telah menunjukkan variasi yang signifikan dalam
nafsu makan dan asupan energi pada wanita selama siklus menstruasi mereka.Variasi
ini sebagian dijelaskan oleh pengaruh estrogen dan progesteron pada pengosongan
lambun g dan pada sekresi beberapa hormon gastrointestinal seperti glucagon-like-
peptide-1 (GLP-1) dan cholecystokinin (CCK), yang merupakan faktor penting untuk
pengaturan nafsu makan dan asupan energi. Dalam konteks ini, kami melakukan studi
prospektif ini, yang tujuannya adalah:

• Untuk mengevaluasi asupan makanan spontan oleh wanita selama fase


folikuler, peri-ovulasi dan fase luteal dari siklus menstruasi mereka;
• Untuk membandingkan asupan makanan wanita serta berat badan dan
lingkar pinggang mereka selama tiga fase siklus menstruasi mereka.

a) Pola Makan Sehat


Dengan semakin bertambahnya usia, nutrisi yang masuk ke dalam
tubuh juga semakin diperhatikan. Apalagi jika seseorang menderita penyakit
tertentu. Menurut Pollan (2008), pola makan sangat berpengaruh bagi
kesehatan tubuh, dengan pola makan yang sehat dan seimbang khususnya
dalam hal ini, mahasiswa, mereka dapat beraktivitas dengan baik serta
memiliki daya tahan tubuh yang kuat. Selain itu, mahasiswa dapat memiliki
konsentrasi tinggi karena kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan terpenuhi secara
tepat waktu. Dengan demikian, stamina tubuh serta kinerja otak akan
meningkat sehingga, mahasiswa dapat melakukan aktifitas sehari-hari dengan
baik. Di bawah ini petunjuk bagaimana mengelola makanan yang paling tepat
agar menjadi zat-zat gizi yang bermanfaat bagi tubuh. Berikut ini halhal yang
harus diperhatikan dalam menerapkan pola makan yang sehat :
1) Pilihlah makanan yang “bermanfaat” misalnya, memilih makanan yang
berprotein yang mengandung lemak tak jenuh, seperti ikan tuna dan salmon.
Lebih baik mengkonsumsi protein nabati daripada protein hewani. Tentunya
dengan tidak meninggalkan sama sekali protein hewani karena tetap
dibutuhkan tubuh.
2) Patuhilah jadwal makan, yaitu makan makanan bergizi seimbang tiga kali
sehari pada waktu yang tepat, yaitu sarapan, makan siang, dan makan malam
dan dua kali makan makanan selingan.
3) Jangan makan pada kondisi lapar karena akan membuat acara makan anda
terburu-buru dan banyak. Akibatnya akan membuat perut menjadi panas.
Namun, jangan makan pada waktu perut masih kenyang. Dikhawatirkan hal
ini menjadi kebiasaan yang dapat menimbun lemak dalam tubuh.
4) Selain bervariasi, perbanyaklah mengkonsumsi makanan yang diolah dari
bahan makanan yang segar dengan proses pengolahan yang tidak terlalu lama.
Dengan demikian, kandungan zat gizinya diharapkan dapat diperoleh secara
maksimal.
5) Makanlah secukupnya. Jangan turuti selera makan anda yang sedang
meningkat atau sebaliknya yang sedang menurun.

b) Pola Makan Tidak Sehat


Menurut hasil sebuah penelitian di China, pola makan tidak sehat
adalah pola makan yang ditandai dengan tingginya konsumsi daging merah
dan atau daging olahan, biji-bijian olahan, makanan manis, produk susu tinggi
lemak, mentega, kentang dan kaldu tinggi lemak, dan rendah asupan buah-
buahan dan sayuran (Zhang, dkk., 2015). Hal serupa juga dijabarkan oleh
Suyono (2007) dan Suiraoka (2012), gaya hidup di perkotaan dengan pola
makan yang tinggi lemak, garam, dan gula mengakibatkan masyarakat
cenderung mengkonsumsi makanan secara berlebihan, selain itu pola makan
yang serba instan saat ini memang sangat digemari oleh sebagian masyarakat,
tetapi dapat mengakibatkan peningkatan kadar glukosa darah.

Menurut Pollan (2008), pola makan di kota-kota telah bergeser dari


pola makan yang tradisional yang banyak mengandung karbohidrat dan serat
dari sayuran berubah menjadi pola makan yang kebarat-baratan dan sedikit
serat. Komposisi makanan yang tinggi lemak, garam, dan sedikit serat pada
makanan siap saji yang pada akhir-akhir ini sangat digemari dikalangan
masyarakat Indonesia.

Menurut Pollan (2008), pola makan tidak sehat adalah sebagai berikut :
1) Melewatkan sarapan

Banyak orang yang masih belum menyadari arti pentingnya sarapan.


Mungkin bagi sebagian orang, sarapan berarti hanya mengisi makanan ke
perut saja. Padahal fungsinya tidak hanya sebatas menjaga agar lambung tidak
kosong saja, melainkan juga untuk meningkatkan energi dan konsentrasi pada
otak dan tubuh. Menyantap sarapan juga membantu kita agar tidak makan
terlampau banyak pada siang hari.

2) Makan sebelum tidur

Belum ada penelitian yang mampu membuktikan bahwa makan sebelum tidur
dapat menyebabkan bertambahnya berat tubuh seseorang, namun menyantap
makanan terlalu banyak atau menyantap makanan pedas, berlemak dan minum
kafein minimal 3 jam sebelum tidur dapat mengurangi kualitas dan lamanya
tidur lelap yang seharusnya kita dapatkan. Akibatnya, esok hari kita terbangun
dengan tubuh lemas, lunglai dan tak bersemangat. Para ahli mengatakan
bahwa menyantap makanan berlemak sebelum tidur dapat membuat kerja
lambung menjadi lebih lambat sehingga makanan masih tetap tertinggal di
lambung pada saat kita tidur.

3) Makan sambil melakukan kegiatan lain

Selain terlihat tidak sopan, tapi makan sambil berbicara di telepon, bermain
video game atau yang lebih parah, menonton TV secara tak sadar dapat
membuat makan lebih banyak. Jika melakukan hal ini, jangan heran jika angka
timbangan kita terus bertambah. Makan sembari melakukan kegiatan lain,
akan membuat Kita mengabaikan jumlah kalori yang kita santap. Apalagi jika
kita mengonsumsi snack favorit. Biasanya lebih sulit lagi menghentikan
jumlah kalori yang terus masuk ke tubuh.

4) Kurang minum air putih

Air putih sangat penting bagi kehidupan setiap makhluk hidup di bumi.
Namun yang tak diketahui oleh banyak orang adalah bahayanya kurang
minum air putih. Kurang minum air putih ternyata dapat membuat proses
metabolisme tubuh terganggu, contohnya adalah tubuh membutuhkan air
untuk membakar kalori, jika kita kurang minum air putih, otomatis proses
pembakaran tak berjalan lancar. Sebaiknya, minum banyak air putih setiap
hari. Para ahli menganjurkan minum air putih minimal 8-10 gelas perhari
untuk menjaga kesehatan.

2.1.2 Komponen Pola Makan

Menurut Sulistyoningsih (2011), pola makan terdiri dari tiga komponen yaitu;
jenis, frekuensi, dan jumlah makanan.

a. Jenis makan
Jenis makan adalah sejenis makanan pokok yang dimakan setiap hari
terdiri dari makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran dan buah
yang dikonsumsi setiap hari. Makanan pokok adalah sumber makanan
utama di negara indonesia yang dikonsumsi setiap orang atau sekelompok
masyarakat yang terdiri dari beras, jagung, sagu, umbiumbian, dan tepung.
b. Frekuensi makan
Frekuensi makan adalah beberapa kali makan dalam sehari meliputi makan
pagi, makan siang, makan malam dan makan selingan. Jumlah makan
Jumlah makan adalah banyaknya makanan yang dimakan dalam setiap
orang atau setiap individu dalam kelompok.

2.1.3 Definisi Menstruasi

Menstruasi adalah pengeluaran cairan berupa darah, mukus, dan debris sel dari
mukosa uterus atau vagina secara berkala selama masa usia reproduktif (Ramaiah,
2006). Menstruasi terjadi dalam interval-interval kurang lebih teratur, siklus, dan
dapat diperkirakan waktu-waktunya, sejak menarche sampai menopause kecuali saat
hamil, menyusui, anovulasi, atau mengalami intervensi farmakologis (Cunningham,
2005). Menstruasi adalah peristiwa keluarnya darah dari vagina. Darah berasal dari
rahim dan timbul akibat terlepasnya selaput lendir rahim yang mengalami proses
kemunduran dan kerusakan akibat sel telur yang tidak dibuahi. Pada umumnya, darah
bersifat cair atau hanya sedikit mengandung bekuan darah, berwarna merah atau
merah tua. Lamanya pendarahan haid berlangsung antara 2-6 hari.

Menstruasi yang berulang setiap bulan tersebut pada akhirnya akan


membentuk siklus menstruasi. Menstruasi pertama (menarche) pada remaja putri
sering terjadi pada usia 11 tahun. Namun tidak tertutup kemungkinan terjadi pada
rentang usia 8-16 tahun. Menstruasi merupakan pertanda masa reproduktif pada
kehidupan seorang perempuan yang dimulai dari menarche sampai terjadinya
menopause (Kusmiyati, 2011). Awal siklus menstruasi dihitung sejak terjadinya
perdarahan pada hari pertama dan berakhir tepat sebelum siklus menstruasi
berikutnya. Umumnya, siklus menstruasi yang terjadi berkisar antara 21-40 hari.
Hanya 10-15% wanita yang memiliki siklus 28 hari. Jarak antara siklus yang paling
panjang biasanya terjadi sesaat setelah menarche dan sesaat sebelum menopause
(Kusmiyati, 2011).

Selama siklus menstruasi, pengaruh variasi hormonal terhadap kebiasaan


makan pada wanita telah dikemukakan oleh beberapa penelitian. Dalam konteks ini,
pekerjaan kami bertujuan untuk menilai asupan makanan spontan dan parameter
antropometri wanita pada periode siklus menstruasi yang berbeda.
2.1.4 Siklus Menstruasi

Siklus menstruasi dikontrol oleh hormon yang dimulai dari sekresi hormone
gonadotropin (GnRH) di hipotalamus yang kemudian ke hipofisis anterior. GnRH akan
memberi sinyal hipofisis anterior mengeluarkan follicle stimulating hormone (FSH) dan
luitenizing hormone (LH) di ovarium. Ketika kadar progesteron meningkat akan terjadi
umpan balik negatif pada hipofisis anterior untuk menurunkan kadar hormon FSH dan LH
(Thiyagarjan et al., 2020). Siklus menstruasi terbagi menjadi dua fase yaitu fase folikuler atau
proliferatif dan fase luteal atau sekretori. Durasi dari fase luteal relatif konstan pada semua
wanita yaitu 14 hari, namun terjadi variasi pada panjang siklus dari fase folikuer yang terjadi
antara 10 hingga 16 hari (Reed et al., 2018).

1. Fase Folikuler
Fase folikuler terjadi pada hari ke nol hingga hari ke-14 siklus menstruasi dengan
estrogen sebagai hormon utama pada fase ini. Peningkatan hormon estrogen ini
karena terjadi peningkatan reseptor FSH yang memberikan umpan balik negatif pada
hipofisis anterior. Menebalkan lapisan endometrium adalah tujuan dari fase ini
(Thiyagarajan, 2020). Hal penting yang terjadi pada fase folikuler adalah
perkembangan folikel ovarium. Penurunan produksi steroid oleh korpus luteum dan
penurunan inhibin A meningkatkan follicle stimulating hormone (FSH). Selama fase
ini terjadi peningkatan estradiol seiring pertumbuhan ukuran folikel dan penambahan
jumlah sel granulosa. Peningkatan kadar estradiol membuat FSH merangsang
pembentukan reseptor LH untuk mensekresi sejumlah kecil progesteron yang
memberi umpan balik positif pada hipofisis agar estrogen menambah pelepasan LH
(Reed et al., 2018). Setelah 10 – 12 jam LH mencapai kadar puncak kemudian akan
terjadi ovulasi. Lonjakan LH membuat folikel yang telah matang pecah dan
melepaskan oosit. Perubahan yang terjadi di serviks yaitu terjadinya peningkatan
mukus yang lebih encer yang memudahkan sperma bertemu dengan oosit
(Thiyagarajan et al., 2020).
2. Fase Lutheal
Rata-rata fase ini berlangsung selama 14 hari. Setelah ovulasi selsel granulosa yang
tidak dilepaskan bersama oosit akan membesar yang akan menjadi korpus luteum
(Reed, 2018). LH menstimulasi progesteron untuk mempersiapkan korpus luteum dan
endometrium untuk implantasi sel telur. Progesteron akan memberikan umpan balik
negatif pada hipofisis anterior untuk menurunkan kadar FSH dan LH. Jika sel telur
tidak dibuahi maka korpus luteumm akan regresi sehingga kadar progesterone akan
menurun sehingga lapisan endometrium akan terlepas dan memulai siklus baru
(Thiyagarajan et al., 2020).

2.1.5 Epidemiologi Menstruasi

Pada wanita, siklus menstruasi dimulai saat pubertas dan selama tahun-tahun awal
inilah wanita mengalami perubahan paling banyak dalam siklus menstruasi mereka. Siklus
menstruasi yang normal adalah teratur dan berlangsung antara 24 dan 38 hari. Sekali per
siklus, wanita mengalami menstruasi, dengan aliran menstruasi yang biasanya berlangsung
dari 5 hingga 8 hari. Jumlah kehilangan darah yang biasa adalah antara 5 dan 80 mL. Nyeri
haid atau kram, juga dikenal sebagai dismenore, adalah masalah umum yang berkaitan
dengan siklus menstruasi pada wanita muda. Biasanya muncul sebagai nyeri panggul kronis
atau perut bagian bawah. Terkadang disertai dengan beberapa gejala lain, seperti perasaan
depresi, pusing, lekas marah, diare atau mual.

Paling sering, masalah ini tidak terkait dengan penyebab organik, dalam hal ini
dikenal sebagai dismenore primer. Masalah siklus menstruasi lainnya yang sering terjadi pada
dewasa muda adalah siklus yang tidak teratur dan jumlah perdarahan yang tidak teratur.
Gangguan kesehatan lainnya juga dapat mempengaruhi siklus menstruasi. Ini adalah kasus
gangguan makan tertentu yang terkait dengan ketidakteraturan dan periode amenore.

Mengenai faktor makanan, beberapa penelitian sebelumnya telah menganalisis


kemungkinan pengaruh antara konsumsi makanan tertentu dan nyeri haid, menyoroti potensi
peran protektif dari peningkatan konsumsi buah, sayuran, ikan, dan produk susu terhadap
nyeri haid; namun, bukti mengenai hal ini tetap terbatas saat ini dan penelitian lebih lanjut
diperlukan.

2.1.6 Gangguan Menstruasi

Menurut Winkjosastro (2008) Gangguan haid dalam masa reproduksi dapat


digolongkan kedalam :

a. Hipermenorea
Hipermenorea (menoragia) adalah perdarahan menstruasi yang lebih
banyak dari normal atau lebih lama dari normal (lebih dari 8 hari). Sebab
kelainan ini terletak pada kondisi dalam uterus, misalnya adanymioma
uteri dengan permukaan endometrium lebih luas dari biasa dan dengan
kontraktilitas yang terganggu, polip endometrium, gangguan pelepasan
endometrium pada waktu menstruasi.
b. Hipomenorea
Hipomenorea adalah perdarahan menstruasi yang lebih pendek dan atau
lebih kurang dari biasa. Penyebabnya dapat terletak pada konstitusi
penderita, pada uterus (misalnya sesudah miomektomi), pada gangguan
endokrin, dan lainlain. Adanya hipomenorea tidak mengganggu fertilitas.

c. Polimenore atau Epinore


Pada polimenore siklus menstruasi lebih pendek dari biasanya yaitu terjadi
dengan interval kurang dari 21 hari. Perdarahan kurang lebih sama atau
lebih banyak dari biasa.
d. Oligomenore
Oligomenore siklus menstruasi lebih panjang dari normal yaitu lebih dari
35 hari. Perdarahan pada oligomenore biasanya berkurang. Pada
kebanyakan kasus oligomenore kesehatan wanita tidak terganggu, dan
fertilitas cukup baik. Siklus menstruasi biasanya ovulatoar dengan masa
proliferasi lebih panjang dari biasanya.
e. Amenore Amenore adalah keadaan tidak adanya menstruasi sedikitnya tiga
bulan berturut-turut. Lazimnya diadakan pembagian antara amenorea
primer dan amenorea sekunder . Amenore primer terjadi apabila seorang
wanita berumur 18 tahun ke atas tidak pernah mendapatkan menstruasi.

2.1.7 Hubungan Antara Pola Makan Dengan Keteraturan Siklus Menstruasi


Pada Remaja Perempuan

Hormon estrogen dan progesteron sangat berperan penting dalam siklus


menstruasi. Siklus menstruasi diatur oleh estrogen sedangkan progesteron
mempengaruhi uterus agar mengurangi kontraksi selama siklus menstruasi. Jika kedua
hormon ini tidak seimbang kadarnya, akan mengakibatkan keluhan-keluhan dalam
siklus menstruasi. Agar dalam siklus ini tidak terjadi keluhan-keluhan yang dapat
mengganggu aktivitas, sebaiknya wanita menerapkan pola makan sehat yang
mengandung gizi seimbang. Pola makan sehat yaitu jika sumber zat energi, zat
pembangun, dan pengatur dikonsumsi sesuai dengan kebutuhan tubuh dalam
frekuensi dan jangka waktu tertentu. Pola makan yang tidak sehat akan
mempengaruhi pertumbuhan fungsi organ tubuh dan akan menyebabkan
terganggunya fungsi reproduksi.

Wanita perlu mengkonsumsi gizi seimbang untuk mempertahankan pola


makan yang sehat, hal ini sangat dibutuhkan pada saat menstruasi terlebih pada fase
luteal yang akan terjadi peningkatan nutrisi. Dampak seperti keluhankeluhan akan
terjadi jika hal ini diabaikan dan akan menimbulkan rasa ketidaknyamanan selama
siklus menstruasi (Paath, dkk., 2005)

Masa remaja merupakan masa di mana perkembangan hormon akan naik turn
dan dapat menyebabkan terjadinya menstruasi khusususnya pada wanita. Menurut
(Perry, 2009) masa remaja adalah masa dimana terjadinya transisi dari masa kanak-
kanak menuju dewasa, biasanya antara usia 13 - 20 tahun, yang mengalami perubahan
psikologi, kognitif, dan seksualitas.

Menurut (Prihatanti, 2010) pada masa remaja muncul beberapa perubahan


fisiologis yang kritis, dimana perubahan individu pada kematangan fisik dan biologis.
Kematangan fisik remaja putri di lihat dari adanya perubahan-perubahan siklis pada
alat kandungannya sebagai persiapan untuk kehamilan. Perubahan siklus yang di
alami remaja menuju kematangan fisik tersebut adalah menstruasi. Salah satu faktor
yang mempengaruhi gangguan siklus menstruasi yaitu pola makan yang tidak sehat.

Pola makan dipengaruhi oleh asupan kalori yang dikonsumsi per hari, pilihan
makanan yang lebih dipilih untuk dikonsumsi, sikap seseorang dalam mengontrol dan
menentukan makanan yang dikonsumsi, serta kebiasaan dalam menentukan waktu
makan. Konsumsi kalori per hari rata rata untuk perempuan adalah 2000 kalori.
Makanan yang baik untuk dikonsumsi adalah yang mengandung lemak tidak jenuh,
mengkonsumsi karbohidrat kompleks, protein, buah, dan sayur . Waktu makan yang
dianjurkan adalah tidak melewatkan waktu makan karena dapat menimbulkan
konsentrasi insulin postpandrial yang lebih tinggi dan terjadi peningkatan oksidasi
lemak.

Pola makan yang tidak sehat seperti konsumsi makanan yang mengandung
gula dan lemak trans tinggi, kurang konsumsi sayur, buah, dan sumber protein.
Mengkonsumsi makanan yang tidak sehat seperti makanan yang mengandung gula
dan lemak trans tinggi menyebabkan peningkatan fatty acid. Peningkatan fatty acid
menyebabkan peningkatan dari produksi hormon estrogen dimana hormone estrogen
akan menyebabkan penebalan pada endometrium menjadi lebih tebal dan akan
meningkatkan produksi prostaglandin.

2.2 Kerangka Konseptual

Variabel Independen Variabel Dependen

Pola Makan Siklus Menstruasi

Faktor penyebab siklus Faktor penyebab siklus


menstruasi teratur : menstruasi tidak teratur :

1. Pola makan sehat 2. Pola makan tidak


sehat

2.3 Hipotesis
1. Ada hubungan antara pola makan dengan keteraturan siklus menstruasi pada
remaja perempuan.
DAFTAR PUSTAKA

DI, K. H. P. R. P. (2017). HUBUNGAN POLA MAKAN (JUMLAH, JENIS DAN


FREKUENSI) STATUS GIZI (ANTROPOMETRI DAN SURVEI KONSUMSI)
DENGAN KETERATURAN HAID PADA REMAJA PUTRI DI SMA NEGERI 51
JAKARTA TIMUR TAHUN 2015. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 9(1).
Walker, A. E. (1997). The Menstrual Cycle. Britania Raya: Routledge.
S P Dalvit, The effect of the menstrual cycle on patterns of food intake, The American
Journal of Clinical Nutrition, Volume 34, Issue 9, September 1981, Pages 1811–
1815,
Wanggy, D. M., Ulfiana, E., & Suparmi, S. (2022). Hubungan Antara Status Gizi, Pola
Makan, Aktivitas Fisik dan Stres dengan Gangguan Siklus Menstruasi. Indonesian
Journal of Midwifery (IJM), 5(2), 90-101. ISO 690
Hildebrandt BA, Racine SE, Keel PK, Burt SA, Neale M, Boker S, Sisk CL, Klump KL. The
effects of ovarian hormones and emotional eating on changes in weight preoccupation
across the menstrual cycle. Int J Eat Disord. 2015 Jul;48(5):477-86. doi:
10.1002/eat.22326. Epub 2014 Jun 26. PMID: 24965609; PMCID: PMC4277499.
J. Strahler, A. Hermann, N.M. Schmidt, R. Stark, J. Hennig, A.J. Munk, Food cue-elicited
brain potentials change throughout menstrual cycle: Modulation by eating styles,
negative affect, and premenstrual complaints, Hormones and Behavior, Volume 124,
2020,104811, ISSN 0018-506X,https://doi.org/10.1016/j.yhbeh.2020.104811.
(https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0018506X20301379)
Ariel B. Handy, Shelly F. Greenfield, Kimberly A. Yonkers, Laura A. Payne, Psychiatric
Symptoms Across the Menstrual Cycle in Adult Women: A Comprehensive Review,
Harvard Review of Psychiatry, 10.1097/HRP.0000000000000329, 30, 2, (100-117),
(2022).
Jean M. Lamont, Trait Body Shame Predicts Menstrual-Related Symptoms: Evidence for
Extending the Menstrual Reactivity Hypothesis, Women's Reproductive Health,
10.1080/23293691.2022.2034275, (1-19), (2022).
Agnieszka Drosdzol-Cop, Monika Bąk-Sosnowska, Dominika Sajdak, Agnieszka Białka,
Agnieszka Kobiołka, Grzegorz Franik & Violetta Skrzypulec-
Plinta (2017) Assessment of the menstrual cycle, eating disorders and self-esteem of
Polish adolescents, Journal of Psychosomatic Obstetrics & Gynecology, 38:1, 30-
36, DOI: 10.1080/0167482X.2016.1216959
Stephanie P. Dalvit-McPhillips, The effect of the human menstrual cycle on nutrient intake,
Physiology & Behavior, Volume 31, Issue 2,1983,
Miguel Alonso-Alonso, Florencia Ziemke, Faidon Magkos, Fernando A Barrios, Mary
Brinkoetter, Ingrid Boyd, Anne Rifkin-Graboi, Mary Yannakoulia, Rafael Rojas,
Alvaro Pascual-Leone, Christos S Mantzoros, Brain responses to food images during
the early and late follicular phase of the menstrual cycle in healthy young women:
relation to fasting and feeding, The American Journal of Clinical Nutrition, Volume
94, Issue 2, August 2011, Pages 377–384, https://doi.org/10.3945/ajcn.110.010736
Marie Lefebvre, Michael P. Hengartner, Enrico Tronci, Toni Mancini, Fabian Ille, Susanna
Röblitz, Tillmann Krüger, Brigitte Leeners, Food preferences throughout the
menstrual cycle – A computer-assisted neuro-endocrino-psychological investigation,
Physiology & Behavior, Volume 255, 2022, 113943, ISSN 0031-
9384,https://doi.org/10.1016/j.physbeh.2022.113943.
(https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0031938422002499)
Kammoun, I., Ben Saâda, W., Sifaou, A., Haouat, E., Kandara, H., Ben Salem, L., & Ben
Slama, C. (2017). Change in women's eating habits during the menstrual
cycle. Annales d'endocrinologie, 78(1), 33–37.
https://doi.org/10.1016/j.ando.2016.07.001
Onieva-Zafra, M. D., Fernández-Martínez, E., Abreu-Sánchez, A., Iglesias-López, M. T.,
García-Padilla, F. M., Pedregal-González, M., & Parra-Fernández, M. L. (2020).
Relationship between Diet, Menstrual Pain and other Menstrual Characteristics
among Spanish Students. Nutrients, 12(6), 1759. https://doi.org/10.3390/nu12061759
Rahma, B. (2021). Hubungan Kebiasaan Konsumsi Fast Food Dan Stres Terhadap Siklus
Menstruasi Pada Remaja Putri Sman 12 Kota Bekasi. Jurnal Health Sains, 2(4), 432-
443.

Anda mungkin juga menyukai