Umat manusia mempunyai sejarah yang panjang selama ribuan tahun. Dari
sejarah yang panjang tersebut terdapat ciri-ciri pokok dan pola-pola umum untuk
memahami dan melihat perkembangan manusia dan motif-motif yang menyebabkan
kemajuan peradaban manusia. Setiap tahap dan pola masyarakat yang ada di bumi ini,
termasuk masyarakat Indonesia harus dilihat dari perkembangan cara-cara manusia
memenuhi kebutuhan hidupnya. Bagaimana manusia menghidupi dirinya kian
menentukan posisi dan kepentingannya dalam masyarakat, karena itu dapat ditentukan
bahwa kepemilikan dari alat produksi merupakan akar, sebab, asal muasal dari motif-
motif penindasan atau pembebasan umat manusia. Sejarah manusia berkembang melalui
tahap-tahap perkembangan sejarah masyarakatnya. Kapitalisme merupakan suatu tahap
masyarakat produksi komoditi yang maju dan melimpah. Dimana pemegang modal
menentukan prinsip-prinsip kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Kekayaan sumber
daya alam, tehnologi dan sumber daya manusia yang ada dibumi sebetulnya cukup
menghidupi seluruh umat manusia. Tapi dibawah hubungan masyarakat kapitalisme
semua syarat-syarat kehidupan yang adil dan sejahtera bagi umat manusia di bumi
dirampas untuk kenikmatan sekelompok golongan yang minoritas. Sejarah ekspansi
kapitalisme di Indonesia masuk berbarengan dengan kolonialisme dan imperialisme.
Perkembangan ini menyebakan tidak tuntasnya pross penaklukan feodalisme kedalam
sistem masyarakat yang lebih maju. Sisa-sisa kultur feodalisme tetap bertahan dan hidup
untuk dimanfaatkan oleh kepentingan kelas dominan dari masyarakat yang lebih maju.
Dalam proses penetrasi, akumulasi dan penyerapan masyarakat Indonesia dalam
kapitalisme dunia, secara ekstrim melalui pemaksaan-pemaksaan dan persekongkolan
dengan penguasa elit Indonesia di lingkungan militer dan birokrasi. Proses integrasi
masyarakat Indonesia yang kaya sumber tenaga kerja dan sumber-sumber alam kedalam
sistem kapitalisme dunia diawali dengan tumbangnya pemerintahan koalisi konstitusional
dibawah pemerintahan presiden Sukarno. Tumbangnya suatu koalisi pimpinan Sukarno
merupakan suatu syarat-syarat politik yang tidak terhindarkan dari strategi imperialisme
untuk memusnahkan kekuatan-kekuatan politik masyarakat Indonesia yang menolak
corak masyarakat kapitalis sebagai dasar dalam hubungan sosial masyarakat. Dengan
tumbangnya pemerintahan koalisi pimpinan Sukarno, dipasangkanlah rantai kapitalisme
keleher masyarakat Indonesia. Babak eksploitasi kapitalisme tersebut dilakukan dengan
memanipulasi dan mengebiri alat-alat politik demokrasi yang ada seperti Parlemen,
pemilu dan lima paket UU politik. Tapi pada substansinya ABRI-lah yang mengontrol
semua ruang politik masyarakat dengan menciptakan suatu negara yang berwatak
militeris-kapitalis. Militeris dalam mekanisme kontrol dan mempertahankan kekuasaan
politik. Kapitalis dalam arti kepentingan-kepentingan yang di belanya. Dengan syarat-
syarat ekonomi politik tersebut dimulailah suatu akumulasi modal dengan cara-cara
primitif atas masyarakat Indonesia. Kaum buruh dan kekayaan alam diekploitasi sehabis-
habisnya dengan brutal untuk mengembang biakkan induk-induk imperialis Jepang,
Amerika, Korea Selatan, Inggris, Taiwan, Hongkong, Jerman, dll.
Konspirasi-konspirasi antara imperialis seperti APEC, NAFTA, AFTA, European
Union (EU) diciptakan untuk semakin merangsang penghisapan dan mengoptimalkan
perbudakan sebuah masyarakat disuatu bangsa untuk kepentingan perusahaan multi
nasional. Masyarakat Indonesia dibawah rejim orde baru, kaum buruh khususnya,
terserap kedalam arus bah globalisasi kapital. Semua kongsi-kongsi perdagangan antar
bangsa tersebut pada prinsipnya adalah salah satu jalan sistem Kapitalisme untuk
membagi-bagikan pasar buruh murah dan sumberdaya alam agar terhindar dari krisis dan
tetap mempertahankan hegemoni politik mereka. Kompromi-kompromi diantara
pemegang kapital multi nasional dalam berbagai kongsi perdagangan regional adalah
salah satu cara agar rivalitas akumulasi modal tidak meledak menjadi perang fisik terbuka
dengan menggunakan operasi perang seperti PD I dan PD II. Desakan-desakan
imperialispun tidak kuasa ditahan oleh bangsa-bangsa dunia ke tiga dimanapun.
Kebijakan perdagangan pemerintah dimanapun termasuk Indonesia lalu disesuaikan
dengan paket deregulasi ekonomi sebagaimana tampak dengan dikeluarkannya peraturan
yang membolehkan modal asing melakukan investasi 100% pada tahun 1994. paket-paket
deregulasi dan perundangan merupakan mega proyek dari Bank dunia untuk
mengintegrasikan dunia dalam hegemoni neo liberalisme. Jumlah investasi asing yang
masuk ke Indonesia terus meningkat, seperti yang tergambar dari tabel di bawah ini :
JUMLAH INVESTASI ASING DI INDONESIA
(MILIAR $)
BAB II
ASAL USUL KAPITALISME DI INDONESIA
Indonesia adalah negeri yang strategis, yang memiliki syarat-syarat untuk menjadi
negeri yang makmur dan sejahtera; luas tanah dan laut, kekayaan alam, serta jumlah
tenaga kerjanya melimpah (86.000.000 tenaga kerja). Letak geografisnya
menguntungkan; terletak di antara dua benua (Asia dan Australia), serta diapit dua
samudera, (Samudra Hindia dan Pasifik, pusat pertumbuhan ekonomi menjelang dan di
abad ke 21 nantinya). Kebudayaannya kaya, beragam, dan bila berpapasan dengan
kebudayaan rakyat negeri lain, bisa memberi syarat-syarat bagi tumbuhnya masyarakat
yang dinamik dan kuat.
Indonesia berpotensi membentuk kebudayaan rakyat dunia, satu-satunya
kebudayaan yang layak dikembangkan. Tiada alasan masyarakat Indonesia menjadi
masyarakat yang miskin, tidak adil, dan berkebudayaan cupet (parokial).
BAB III
ZAMAN PERGERAKAN DAN PERJUANGAN PEMBEBASAN NASIONAL
Realitas obyektif di atas merupakan syarat material bagi sistim kapitalis dapat
berkembang dalam masyarakat Hindia Belanda, sehingga memungkinkan munculnya
kesadaran rakyat. Revolusi di Cina di bawah Sun Yat Sen, kebangkitan kaum terpelajar
Turki, dan Revolusi Rusia (Oktober 1917) memberi pengaruh pada kesadaran kaum
terpelajar negeri jajahan.
Pergerakan nasional modern Indonesia diawali dengan kemunculan serikat buruh.
Salah satunya, yaitu ISDV yang didirikan pada tahun 1914, secara sistematis
mengajarkan pengetahuan progresif kepada para aktivis buruh dan menjadi senjata
material dalam perjuangan pembebasan.
Pada tanggal 23 Mei, 1920, berdirilah untuk pertama kalinya di Asia, sebuah
partai kaum radikal, yakni Perserikatan Komunist Hindia (PKI). Partai ini lahir, ketika
mperialisme di tanah jajahannya telah melahirkan kaum buruh, dan sekaligus di dalam
masyarakat yang masih mempertahankan sisa-sisa feodal. Sementara
organisasi-organisasi lain semacam SI (Sarekat Islam), BO (Boedi Oetomo) dan lain-lain,
tidak mampu membaca dan memanifestasikan kesadaran perlawanan rakyat.
Perjuangan pembebasan dalam menentang imperialisme mencapai puncaknya
pada pemberontakan nasional 1926/1927 yang berakhir dengan kekalahan. Sekitar 13.000
pejuang dibuang ke Boven Digul oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Salah satu
sebabnya adalah ketidakmampuan kaum radikal dalam mengkonsolidasikan
kekuatan-kekuatan potensial rakyat, yaitu kaum buruh, kaum tani, dan kaum tertindas
lainnya. Sehingga kekuatan kaum radikal sendiri tidak cukup kuat untuk menghadapi
aparat militer Pemerintah Kolonial.
Satu pelajaran yang harus kita ambil adalah bahwa perjuangan bersenjata adalah
kebutuhan nyata massa dan merupakan kulminasi dari situasi revolusioner perlawanan
rakyat terhadap watak negara kolonial, dengan aparat kemiliterannya, yang selama ini
melakukan penghisapan/penindasan terhadap segala bentuk perlawanan rakyat.
Dengan demikian, kekalahan perlawanan 1926/1927, adalah kekalahan gerakan
pada umumnya. Sejarah perjuangan ternyata bergerak maju. Kekalahan gerakan
pembebasan nasional tidak serta-merta menyurutkan perjuangan.
Pada tahun 1929 berdiri Partai Nasional Indonesia (PNI) di bawah pimpinan Ir.
Sukarno. PNI berwatak kerakyatan dan garis massa. Sisa-sisa kaum progresif yang masih
hidup lalu bergabung dengan PNI, sebagai alat perlawanan kolonialisme. Dukungan yang
luas atas PNI membuat penguasa harus mengirim para aktivis PNI ke penjara, termasuk
Sukarno. Aktivitas revolusioner yang dilakukan oleh kaum radikal tetap dilanjutkan
dengan gerakan bawah tanah. Di bawah kondisi yang represif, terbitan dan pertemuan
gelap lainnya terus dijalankan.
Ketika fasisme mulai merambah Eropa dan Asia, konsistensi perjuangan
pembebasan tetap terjaga terus-menerus. Kaum radikal kembali mengkonsolidasikan
kekuatan-kekuatan rakyat dengan membentuk Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) di
bawah pimpinan Amir Sjarifudin. Pada tahun 1939 Gerindo bersama-sama Parindra dan
PSII membangun suatu front bersama untuk menghadapi fasisme. Front tersebut bernama
Gabungan Politik Indonesia (GAPI). Dengan GAPI kaum radikal berharap dapat
menggunakan perjuangan anti-fasisme sekaligus perjuangan anti- kolonialisme.
Perang Dunia Kedua Adalah Perang Kaum Imperialis. Pada tahun 1939, Perang
Dunia II meletus ketika Jerman di bawah Hitler menyerbu Polandia. Jepang lalu
menyerbu Hindia Belanda dan mengusir kekuasaan Belanda, digantikan dengan
pemerintahan administrasi militer. Kerja paksa (romusha) diberlakukan untuk
membangun infrastruktur perang, seperti pelabuhan, jalan raya, dan lapangan udara tanpa
diupah. Serikat buruh dan partai politik dilarang. Yang diperbolehkan berdiri hanya
organisasi boneka buatan pemerintah militer Jepang seperti Peta, Keibodan dll.
Sebab-sebab dari timbulnya PD II adalah persaingan di antara negara-negara
imperialis untuk memperebutkan pasar dan sumber bahan baku. Siapapun yang menang
maka kemenangannya adalah tetap atas nama imperialisme. Walaupun kaum radikal
mengalami jatuh bangun dalam perjuangannya, namun garis perjuangan anti fasis tetap
dipertahankan. Kaum radikal dengan melalui organisasi-organisasi pergerakan bawah
tanah mulai membentuk Gerakan Anti-fasis (Geraf), Gerakan Indonesia Merdeka
(Gerindom), dan sebagainya.
Amir Sjarifudin, sebagai orang yang paling konsisten anti-fasisme ditangkap dan
dipenjarakan pada tahun 1943. Di lain pihak, sebagian besar kaum priyayi justru tidak
mengambil praktek politik konfrontatif terhadap fasisme Jepang. Kompromi, konsesi, dan
kolaborasi terhadap fasis Jepang menjadi bagian dari politik elit kaum feodal. Sementara
kaum demokrat-liberal terpaksa harus menjalankan taktik politik koperasi dengan
pemerintahan militer Jepang.
Bab IV
PENUMPULAN KEKUATAN RAKYAT
Bab V
ORDE BARU DALAM KAPITALISME