Anda di halaman 1dari 2

Bila Anda Ingin Menjadi Dosen

Dalam enam bulan ini Unitomo telah mengukuhkan dua guru besar baru, yaitu Prof. Dr. Hj. Sukesi,
M.M dalam bidang gital marketig dan Prof. Dr. Nur Sayidah, S.E., M.Si., Ak. Dalam bidang akuntasi
pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Tentu saja ini merupakan pencapaian yang membanggakan
sebagai dosen.

Setiap dosen seharusnya memiliki keinginan untuk menjadi seorang guru besar atau profesor.
Dengan demikian, dia akan berusaha untuk menjalankan tridharma perguruan tinggi dengan
sungguh-sungguh dan profesional. Tentu saja tidak mudah untuk mencapainya. Banyak hal yang
harus dilakukan bagi seorang dosen, agar bisa mencapai posisi tertinggi sebagai dosen dengan
menjadi guru besar. Butuh waktu puluhan tahun mulai dari jabatan fungsional sebagai asisten ahli,
lektor, lektor kepala, dan hingga akhirnya menjadi guru besar.

Berikut ini sekilas cerita bagaimana menjadi dosen.

Bila saya ingin menjadi dosen, apa yang harus saya lakukan?

Untuk menjadi dosen, tentu saja harus melamar ke sebuah perguruan tinggi dan diterima bila
memenuhi syarat dan sesuai kompetensi yang dibutuhkan. Saat ini pemerintah mensyaratkan
rekruitmen dosen PTN berpendidikan S3. Sedangkan untuk PTS masih diperbolehkan dengan jenjang
S2. Namun 10 tahun ke depan, pemerintah bisa saja menerapkan hal yang sama untuk
meningkatkan mutu pendidikan Indonesia. Jadi bagi dosen muda sebaiknya persiapkan untuk studi
lanjut hingga mencapai S3.

Apakah saya bisa kaya dengan menjadi dosen?

Sering kita dengar kalau kata dosen itu dimaknai sebagai “omongane sak dos, duite sak sen” atau
omongannya banyak, tapi uangnya recehan. Ungkapan tersebut tidak sepenuhnya salah, tetapi tidak
juga benar. Menjadi dosen itu pasti kaya relasi, kaya jalan untuk beramal, kaya ilmu pengetahuan,
dan bisa awet muda karena selalu bertemu dengan mahasiswa-mahasiswa muda yang penuh
semangat.

Secara finansial, gaji seorang dosen akan meningkat secara bertahap. Dua-tiga tahun pertama dosen
muda harus mengurus jabatan akademik atau fungsional menjadi Asisten Ahli. Kemudian dua tahun
berikutnya lulus Sertifikasi Dosen (serdos) untuk menjadi dosen profesional yang diakui pemerintah
untuk mendapatkan tunjangan sebesar 2.5 - 5 juta per bulan. Tunjangan tersebut akan naik sesuai
jabatan fungsional masing-masing dosen. Jadi setelah lima tahun, seorang dosen sudah cukup secara
finansial dengan pendapatan per bulan lebih dari 6 juta dari gaji dan tunjangan profesi. Tentu saja
untuk gaji dari kampus, tergatung dari kemampuan keuangan kampus itu sendiri.

Pendapatan seorang dosen sebenarnya tidak hanya tergantung dari berapa banyak jam (SKS)
mengajarnya, tetapi juga dari kegiatan lain seperti mengikuti hibah kompetitif. Lagi pula terlalu
banyak mengajar sampai menjadi asdoling (asosiasi dosen keliling) itu tidak baik untuk kesehatan.
Dosen bisa mengirimkan proposal penelitian dan pengabdian kepada masyarakat untuk mengikuti
hibah kompetitif yang diselenggarakan oleh pemerintah setiap tahun. Anggarannya bisa ratusan juta
per proposal tergantung dari skema yang diikuti. Hibah kompetitif ini juga diselenggarakan oleh
internal kampus untuk meningkatkan minat dosen muda melakukan penelitian dan pengabdian
kepada masyarakat.

Kemudian seorang dosen bisa juga mendapatkan penghasilan dari proyek di luar kampus. Menjadi
seorang dosen bisa menjadi modal untuk mendapatkan pekerjaan di luar kampus. Bisa sebagai staf
ahli, pimpinan proyek, atau pekerjaan lain yang berhubungan dengan bidang keahlian. Istilah
umumnya disebut dosen mroyek. Tentu saja fenomena dosen mroyek ini ada bagusnya. Pengalaman
seorang dosen di luar kampus sebagai praktisi, sangat bermanfaat untuk dibagikan kepada
mahasiswa di kampus. Namun banyak juga dosen yang tersesat akibat menjadi dosen mroyek
dengan lebih mementingkan proyek di luar. Akibatnya dia lalai melaksanakan kewajibannya sebagai
dosen untuk memberikan pengajaran dan bimbingan kepada mahasiswa. Belum lagi dosen mroyek
ini juga menjadi lupa untuk mengurus jabatan fungsionalnya. Walau sudah bekerja menjadi dosen
selama puluhan tahun, jabatan akademiknya masih saja asisten ahli atau lektor.

Bila saya adalah dosen muda, hal apa yang harus saya siapkan?

Hal yang paling penting di awal menjadi dosen adalah niat dan komitmen. Niatkan bahwa menjadi
dosen itu adalah ibadah. Kemudian berkomitmen untuk menjadi dosen profesional untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan pendidikan yang berkualitas kepada
mahasiswa. Karena jangan sampai menjadi dosen itu hanya asal mengajar dan gugur kewajiban
untuk memenuhi SKS saja. Dibutuhkan pikiran dan hati, untuk bisa mengabdi sebagai seorang dosen
profesional.

Kemudian bila pendidikan masih S2, maka perlu merencanakan untuk studi lanjut dan tentukan mau
jadi pakar di bidang apa, sesuai penelitian yang dilakukan di S3 tentunya. Untuk studi lanjut, ada
banyak beasiswa dari pemerintah baik untuk di dalam negeri maupun luar negeri. Perlu persiapan
yang baik untuk studi lanjut. Terutama kesiapan untuk rencana desertasi dan finansial untuk
berbagai keperluan selama studi.

Buat roadmap penelitian sesuai dengan bidang keahlian yang kita tentukan. Dari kegiatan dalam
tridharma perguruan tinggi, penelitian dengan publikasinya merupakan hal yang sangat penting
untuk menunjang pengurusan jabatan fungsional. Oleh karena itu perlu membangun kolaborasi
dengan dosen lain untuk melakukan penelitian dan publikasi ilmiah bersama. Kolaborasi dosen tidak
hanya dibangun pada ruang lingkup prodi, tetapi juga bisa dengan kampus lain.

Sebagai penutup, bila nanti sudah lulus sertifikasi sebagi dosen profesional dan mendapatkan
tunjangan dari pemerintah, maka setiap kali menerima tunjangan tersebut untuk bertanya pada diri
sendiri, apakah yang telah dilakukan sebagai seorang dosen profesional, sudah sepadan dengan apa
yang telah dibayarkan oleh pemerintah kepada kita. Jangan sampai pemerintah sia-sia memberikan
tunjangan profesi, namun ternyata kita tidak memiliki kontribusi apapun pada kemajuan pendidikan
bangsa kita.

Anda mungkin juga menyukai