Anda di halaman 1dari 25

KECERDASAN BAHASA (LINGUISTIC

INTELLIGENCE) DAN KAITANNYA DENGAN


KECERDASAN NAMA-NAMA TUHAN (ASMAUL
HUSNA)

Disusun oleh :

Maryatun
2019860056

Untuk memenuhi tugas mata kuliah


Filsafat Ilmu Pendidikan

Dosen Pengampu
Prof. Dr. Ansharullah

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNOLOGI PENDIDIKAN


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2020/2021
Kecerdasan Bahasa (Linguistic Intelligence) dan kaitannya dengan
Kecerdasan Nama-Nama Tuhan (Asmaul Husna)

Kecerdasan berasal dari kata cerdas yang berarti pintar dan cerdik, cepat tanggap
dalam menghadapi masalah dan cepat mengerti jika mendengar keterangan.
Kecerdasan adalah kesempurnaan perkembangan akal budi. Kecerdasan adalah
kemampuan seseorang untuk memecahkan masalah yang dihadapi, dalam hal ini
adalah masalah yang menuntut kemampuan pikiran (Daryanto, 2006 :141). Dari
definisi tersebut, kecerdasan merupakan satu aspek yang penting untuk dimiliki
oleh manusia. Bagi banyak orang, kecerdasan menjadi hal yang penting dan utama
untuk dimiliki sebagai bekal mengarungi kehidupan.

Alfred Binet merupakan seorang tokoh perintis pengukuran inteligensi, ia


menjelaskan bahwa inteligensi merupakan kemampuan individu mencangkup tiga
hal. Pertama, kemampuan mengarahkan pikiran atau mengarahkan tindakan,
artinya individu mampu menetapkan tujuan untuk dicapainya (goal setting).
Kedua, kemampuan untuk mengubah arah tindakan bila dituntut demikian, artinya
individu mampu melakukan penyesuaian diri dalam lingkungan tertentu. Ketiga,
kemampuan untuk mengkritik diri sendiri atau melakukan auto kritik, artinya
individu mampu melakukan perubahan atas kesalahan-kesalahan.

Tahun 1904, alfred Binet mengemukakan teori mengenai tes IQ untuk


mendeteksi kecerdasan logis matematik, yang dianggap sebagai puncak dari
semua kecerdasan. kecerdasan intelektual, yaitu suatu kecerdasan yang
digunakan untuk berpikir logis-rasional, yaitu cara berpikir linier yang meliputi
kemampuan berhitung, menganalisa sampai mengevaluasi dan seterusnya. Pola
berpikir kecerdasan intelektual ini merasuk kuat ke dalam ingatan kolektif
masyarakat, bahwa memiliki kecerdasan intelektual tinggi menjamin kesuksesan
hidup, dan sebaliknya memiliki kecerdasan intelektual sedang-sedang saja,
apalagi rendah begitu suram masa depannya.

2
Pada tahun 1983, Howard Gardner melalui bukunya frames of mind : The
Theory of Multiple Intelligences menyampaikan bahwa kecerdasan itu bukan
tunggal namun majemuk. Manusia memiliki kecerdasan yang berbeda-beda,
yaitu kecerdasan logis matematik, bahasa, spasial, natural, kinestetik,
interpersonal, intrapersonal dan kecerdasan musik. Gardner menyebutkan bahwa
bisa jadi seseorang unggul dalam kecerdasan tertentu, seperti cerdas bahasa dan
yang lainnya unggul dalam kecerdasan natural. Atau seseorang bisa jadi unggul
dalam beberapa kecerdasan sekaligus, sehingga bisa menunjang dalam menjalani
profesinya. Misalkan seorang penyanyi, bukan hanya memiliki kecerdasan
musik, namun juga harus cerdas bahasa, intra dan interpersonal.

Teori kecerdasan majemuk yang dikemukakan oleh Howard Gardner populer


diantara pendidik dan mulai diterapkan dalam kelas-kelas mereka. Dengan
menganut teori ini, pendidik meyakini bahwa setiap anak tidak ada yang bodoh,
yang ada hanyalah anak-anak yang memiliki kecerdasan berbeda-beda, sehingga
pendidik penting untuk mengetahui kecerdasan setiap anak agar bisa
mengoptimalkannya dan menjadikan kecerdasan tersebut menjadi modal sukses
anak.

Sekalipun kecerdasan manusia menurut teori Gardner sudah begitu kompleks,


namun dirasa masih ada ketidakseimbangan antara hubungan manusia dengan
kekuatan yang lebih besar yaitu Tuhan Semesta Alam. Menurut Gardner, dalam
setiap kecerdasan ada hubungan dengan subjek terkait. Kecerdasan interpersonal
menggambarkan hubungan antara manusia dengan manusia lain, intrapersonal
adalah hubungan manusia dengan dirinya sendiri sedangkan Kecerdasan natural
menjelaskan hubungan manusia dengan alam. Namun, belum ada kecerdasan
yang menggambarkan hubugan manusia dengan penciptanya. Gardner kemudian
membuat penelitian mengenai kecerdasan moral, tetapi penelitian tersebut
terhenti.

3
Penelitian untuk menggambarkan kecerdasan terus dilakukan, sehingga muncul
istilah spiritual quotion atau kecerdasan spiritual. Dalam Islam terdapat
pendekatan yang mengaitkan intensitas hubungan manusia dengan Tuhan, yaitu
tasawuf. Tasawuf mengajak manusia untuk memandang filsafat yang
mementingkan rasionalitas namun tetap mengutamakan spiritualitas yang
berorientasi kepada penyatuan diri (jiwa atau roh) manusia dengan Tuhan.

Untuk menyatu dengan Tuhan, tentu kita harus mengenal siapa Tuhan itu.
Mengenal Tuhan merupakan salah satu perintah-Nya. Kita bisa mengenal Tuhan
melalui ciptaan-Nya, serta melalui nama-nama-Nya. Tuhan menciptakan alam
sebagai manifestasi atau penjelmaan diri-Nya, yang memiliki sifat Verba atau
kata kerja, tergambar melalui nama-nama-Nya, seperti Yang Maha Menciptakan,
Maha Mendengar, dan lain-lain. Manusia sebagai salah satu ciptaan Tuhan
merupakan salah satu perwujudan-Nya, sehingga diindikasi memiliki potensi
kecerdasan nama-nama Tuhan. Munculah konsep `Insan Kamil`, yaitu manusia
yang sempurna, memiliki kecerdasan-kecerdasan dari nama-nama Tuhan.

Kecerdasan dalam perspektif nama-nama Tuhan memiliki keterkaitan dengan


kecerdasan menurut howard gardner. Diantara kesamaan tersebut yaitu
pemahaman bahwa kecerdasan berbentuk jamak dan bukan tunggal, sama-sama
memiliki fungsi untuk menyelesaikan masalah dan kecerdasan saling terkait
dalam aplikasinya, seperti menjadi dokter berarti memiliki beberapa kecerdasan
yang saling mendukung.

Kecerdasan bahasa, salah satu kecerdasan yang dikemukakan oleh Gardner,


merupakan bentuk kemampuan untuk mempelajari bahasa dan memahami
informasi, serta kapasitas untuk menggunakan bahasa dalam rangka mencapai
berbagai hal. Orang yang memiliki kecerdasan bahasa memiliki sensitifitas
terhadap bahasa, baik tertulis atau lisan dan memiliki kemampuan yang baik
dalam mengemukakan bahasa tulis atau lisan. Tipikal orang yang cerdas bahasa
juga pandai dalam menulis cerita, mendapatkan dan mengingat informasi serta

4
memiliki kemampuan membaca yang baik. Kekuatan mereka ada pada kata,
bahasa dan menulis.

Gardner lebih lanjut menyebutkan bahwa seorang penyair atau penulis


merupakan salah satu contoh orang yang memiliki kecerdasan bahasa yang
tinggi. Mereka memiliki pemahaman yang kuat dalam semantik atau pengertian
kata, fonologi atau bunyi kata, efektif dalam pragmatig atau penggunaan kata
serta dapat menggunakan sintaks atau kaidah bahasa dengan benar.

Penguasaan terhadap aspek-aspek dalam bahasa tentu menjadi salah satu


indicator untuk menentukan kecerdasan bahasa seseorang. Diantara aspek-aspek
bahasa tersebut yaitu Fonologi, Morfologi dan sintakis. Fonologi merupakan
ilmu yang membahas mengenai bunyi bahasa, yang terdiri dari fonetik, yaitu
bunyi-bunyian yang dihasilkan manusia serta fonemik, yang berarti ilmu yang
membahas perbedaan bunyi bahasa sebagai pembeda makna. Seseorang yang
memiliki kecerdasan bahasa tentu dapat berbicara sesuai bunyi bahasa yang tepat
saat berbicara, berpidato atau melakukan presentasi. Mereka juga akan tepat
dalam mengucapkan bunyi bahasa sesuai dengan makna dan maksud dari kata
yang digunakan.

Morfologi mempelajari seluk beluk bentuk serta fungsi perubahan-perubahan


bentuk kata, baik secara gramatik atau tata bahasa maupun fungsi semantik, atau
pengertian kata. Sedangkan semantik artinya ilmu bahasa yang mempelajari
prinsip dan peraturan dalam membuat kalimat. Orang yang cerdas bahasa, akan
mampu menyusun kalimat yang sesuai aturan tata bahasa yang benar, baik secara
lisan maupun tulisan. Saat berbicara atau memberi respon, mereka akan
mengucapkan kalimat yang tepat dengan ritme, stressed pengucapan yang sesuai,
serta diikuti body language yang mendukung.

5
Berdasarkan uraian diatas, karakteristik kecerdasan bahasa ini diantaranya :
 Mengingat informasi tertulis dan lisan
 Senang membaca dan menulis
 Dapat memberikan pidato atau berdebat
 Dapat menjelaskan berbagai hal dengan baik
 Menggunakan humor dalam bercerita

Berdasarkan karakteristik tersebut, beberapa contoh profesi yang memerlukan


kecerdasan bahasa yaitu penulis, penyair, wartawan, Da`i, politikus, editor, guru,
penyiar radio, pembawa berita, trainer, motivator, serta mediator dan pedagang.

Salah satu contoh tokoh yang memiliki kecerdasan bahasa adalah Nabi
Muhammad SAW. Beliau adalah seorang Nabi terakhir yang diangkat untuk
mengajarkan tauhid kepada umat manusia hingga akhir zaman. Sudah tentu
kecerdasan beliau berperan penting akan kesuksesan beliau berdakwah kepada
umat manusia seperti salah satu sifat yang dimilikinya, yaitu fathonah atau
cerdas. Sampai 14 abad setelah kematian beliau, kita saat ini masih merasakan
dampak dari kekuatan berbahasa Nabi SAW yang luar biasa. Perkataan beliau
yang kita kenal sebagai hadist, menjadi salah satu sumber hukum dalam
melaksanakan ajaran Islam. Gaya bertutur beliau yang santun, indah dan lugas,
menjadikan pendengarnya merasakan kebenaran dan keyakinan akan apa yang
beliau sampaikan.

Dalam hal kecerdasan verbal atau berbicara, Rasulullah dikenal sebagai penutur
bahasa yang baik. Banyak hadis yang menjelaskan betapa bagus, lancar, dan
komunikatif serta sempurnanya cara berbicara Beliau. Aisyah menyebutkan:
Dari Aisyah Rahimahallaahu, beliau berkata: “Bahwasanya perkataan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itu perkataan yang jelas sehingga bisa
difahami oleh semua yang mendengar.” (HR Abu Daud)

6
Tidak berlebihan jika Abu Bakar Shiddik berkata kepada Rasulullah, “Saya telah
mengelilingi tanah Arab dan saya telah mendengar orang-orang yang fasih di
antara mereka, tetapi belum pernah saya dengar orang yang lebih fasih daripada
engkau”. Di antara cara berbicara Nabi adalah dengan sangat jelas, tegas,
perlahan-lahan, tidak tergesa-gesa, sehingga orang yang mendengar bisa
mengulanginya.

Beberapa penulis lain juga menguraikan kecerdasan verbal Rasulullah SAW,


Ubaidul Akbar, misalnya, menulis tentang orasi-orasi Rasulullah, sebuah
dokumen sejarah yang memperlihatkan kepiawaian Rasul dalam berorasi
terutama dalam menjelaskan ajaran Islam kepada kaumnya. Muhammad Jaeni
dalam tulisannya Muhammad Seorang Penutur yang Santun (Sebuah Telaah
Pragmatik), mengutip Musthofa Shodiq ar-Rafi’i dalam bukunya Ijazu al-Qur’an
wa al-Balaghah an-Nabawiyah yang menjelaskan mengenai kehebatan
Rasulullah dalam bertutur kata. Diantaranya tuturan Rasulullah sedikit kata, sarat
makna. Perkataannya tidak dibuat-buat dan hampir tidak pernah salah. Kata-kata
sederhana, tidak berlama-lama, penuh kesiapan dan tidak spontan. Ritme
pertuturannya sangat seimbang, tidak terlalu cepat dan juga terlalu lambat (la
yabti wa la ya’jal). Subtansi tuturnya tidak menekan dan mencela (la yahmuz wa
yalmuz), tidak dipanjang-panjangkan dan juga tidak terkena gagap (la yashab wa
la yahshur).

Kesantunan, kebijaksanaan, kelembutan serta kelugasan bahasa Rasulullah SAW


dapat tersampaikan dengan baik, sehingga sampai saat ini, banyak hati akan
tersentuh dan tergerak untuk beriman kepada Rasulullah SAW, Nabi utusan
Allah yang terakhir. Melalui sosok beliaulah kita bisa melihat contoh bagaimana
manifestasi kecerdasan nama-nama Tuhan diaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari.

Dari penjabaran diatas telah dijelaskan mengenai keterkaitan antara teori


kecerdasan majemuk yang disampaikan oleh Gardner dengan kecerdasan nama-

7
nama Tuhan. Kecerdasan bahasa menurut Gardner memiliki kesamaan fungsi
dengan kecerdasan dari perspektif nama-nama Tuhan, diantara :

Allah Al Khaliq : Maha Pencipta


Allah Al Aliim : Maha Mengetahui
Allah As Samii : Maha Mendengar
Allah Al Bashiir : Maha Melihat
Allah Al Haliim : Maha Penyantun
Allah Al Hakiim : Maha Bijaksana
Allah Al Haqq : Maha Benar
Allah Al Wali : Maha Memerintah
Allah Al Hadii : Maha Memberi Petunjuk
Allah Ar Rashiid : Maha Pandai

Kecerdasan nama-nama Tuhan diatas memiliki keterkaitan erat dengan bahasa.


Kecerdasan bahasa memiliki aspek yang terdiri dari menerima bahasa,
mengekspresikan bahasa dan keaksaraan. Menerima bahasa terdiri dari
kemampuan mendapatkan informasi melalui mendengar dan membaca,
mengekspresikan bahasa dilakukan dengan berbicara dan menulis, serta
keaksaraan berkaitan dengan literasi dan tulisan. Bila dikaitkan dengan
kecerdasan nama-nama Tuhan, jelas bahwa dalam menerima dan
mengekspresikan bahasa serta dalam keaksaraan, kita memiliki kecerdasan untuk
`mencipta` kata dan kalimat, `mengetahui` berbagai informasi,
`mendengar`bahasa dan `melihat` visualisasi bahasa dalam bentuk tulisan.

Dalam berbahasa kita juga harus `santun` dan `bijaksana`, serta mengutamakan
`kebenaran`. Bahasa juga memiliki sifat `memberi perintah` serta `memberi
petunjuk`. Dan tentu saja orang yang pandai dalam hal bahasa ini dapat
dikategorikan menjadi `pandai`

8
Dalam berbahasa, kesantunan menjadi salah satu indikator yang menentukan
tingkat kecerdasan seseorang. Kesantunan dalam berbahasa dibagi menjadi dua
tingkatan, tingkat pertama kesantunan yang berkaitan dengan norma sosial yang
berlaku, tingkat kedua berkaitan dengan penggunaan bahasa untuk menjaga
hubungan interpersonal. Artinya, setiap orang harus memilih bagaimana dapat
menggunakan bahasa dengan santun agar dapat menjaga hubungan baik dengan
orang lain.

Proses yang terjadi dalam kesantunan tingkat kedua, bukan hanya dipengaruhi
oleh budaya yang berlaku serta dorongan naluriah seseorang saja, namun juga
dari tingkat kecerdasan bahasa, intrapersonal dan interpersonal seseorang.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa salah satu ciri orang yang cerdas bahasa
tentu dapat menggunakan bahasa secara santun sehingga kecerdasannya selaras
dengan kecerdasan nama Tuhan Al Haliim, Allah yang Maha Penyantun, Allah
Al Hakiim, Allah Yang Maha Bijaksana dan Allah Al Haqq, Allah Yang Maha
Benar.

NAMA-NAMA TUHAN DALAM PERSPEKTIF KECERDASAN


BAHASA (LINGUISTIC INTELLIGENCES)

Kecerdasan nama-nama Tuhan merupakan bentuk dari perwujudan Tuhan dalam


ciptaan-Nya yaitu manusia. Manusia dikatakan sebagai ciptaan Tuhan yang
paling sempurna, Dalam Al Qur`an surat At Tiin ayat 4, Allah berfirman :
“sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-
baiknya”. Manusia memiliki keistimewaan dalam penciptaannya, sehingga
manusia yang dipilih untuk memikul tanggung jawab sebagai khalifah di muka
bumi. Hal ini karena manusia diciptakan memiliki akal dan pikiran, yang
membedakannya dari ciptaan lainnya.

9
Allah SWT berfirman dalam Al Qur`an surat Al Jatsiyah ayat 13, “Dan Dia
menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi
semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang
berpikir”. Melalui ayat ini kita dapat merefleksi diri bahwa Allah SWT
memberikan akal pikiran kepada manusia untuk berpikir, menganalisa segala
sesuatu sehingga dapat mengambil pelajaran akan kebesaran dan keagungan
Allah SWT.

Allah SWT berfirman dalam Al Qur`an Surat Al Maidah ayat 58, “Dan apabila
kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) sembahyang, mereka
menjadikannya buah ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena
mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal”. Jelas kiranya
bahwa kedudukan akal dalam Islam sangatlah penting. Bahkan syariat Islam
sendiri tidak berlaku bagi orang-orang yang belum berakal, seperti anak-anak
yang belum bisa membedakan baik dan benar, atau orang gila yang hilang akal.
Sehingga seharusnya orang-orang yang berakal tidak akan meninggalkan
kewajibannya karena memahami konsekuensinya. Allah bahkan mencela orang-
orang tersebut dengan menyebut “apakah kamu tidak mempergunakan akal?”
“apakah kamu tidak berpikir?”.

Berpikir merupakan salah satu indikasi kecerdasan manusia. Dengan berpikir,


manusia menggunakan otaknya menganalisa mana yang baik dan buruk,
sehingga dapat menentukan jalan hidupnya. Berpikir juga bisa membawa
manusia mengenal dan dekat dengan Tuhannya. Sebagaimana Nabi Ibrahim AS,
yang berpikir bahwa tiadalah mungkin sosok berhala bisa menjadi Tuhan yang
dapat mengabulkan permintaan manusia serta melindungi manusia dari mara
bahaya. Karena pada dasarnya berhala hanyalah sebuah benda yang tidak
berdaya, bahkan merupakan hasil ciptaan manusia itu sendiri. Dari proses
berpikirnya, Nabi Ibrahim mengeliminasi berbagai elemen yang tiada mungkin
menjadi Tuhan, sampai Allah mengkaruniakan ilham dan wahyu kepada beliau

10
untuk mengenal-Nya, sebagai satu-satunya Tuhan Yang Maha Esa.

Saat ini pun, banyak kita dengar kisah orang-orang yang mencari Tuhan. Mereka
tidak begitu saja menerima doktrin dan kepercayaan dari orangtua, namun
berusaha menganalisa berbagai kitab suci dan mengikuti kajian serta diskusi
mengenai sosok Tuhan. Hingga pada akhirnya mereka mendapatkan hidayah
karena menemukan kebenaran dari proses berpikirnya.

Dalam Islam, terdapat 3 ilmu yang dipelajari untuk lebih mengenal Tuhan dan
Islam, yaitu ilmu tauhid (ushuluddin), ilmu fiqih dan  ilmu tasawuf. Ilmu tauhid
untuk bertugas membahas soal-soal i’tiqad, seperti i’tiqad mengenai ke-Tuhanan,
kerasulan, hari akhirat dan lain-lain sebagainya. Ilmu fiqih bertugas membahas
soal-soal ibadah lahir, seperti shalat, puasa, zakat, haji dan lain-lain. Ilmu
tasawuf bertugas membahas soal-soal yang bertalian dengan akhlak dan budi
pekerti, bertalian dengan hati, yaitu cara-cara ikhlas, khusyuk, tawadhu,
muraqabah, mujahadah, sabar, ridha, tawakal dan lain-lain.

Dalam ketiga ilmu tersebut, kita akan menemukan Allah dan mengenal-Nya.
Salah satunya dengan mengenal nama-nama Tuhan yang ada dalam Al Qur`an.
Firman Allah dalam Al Qur`an surat Al A`raf ayat 180, “Dan Allah SWT.
Memiliki asmaul husna, maka bermohonlah kepadanya dengan (menyebut)
nama-nama-Nya yang baik itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang
dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan
terhadap apa yang mereka kerjakan.” Melalui nama-nama-Nya, Allah
menjelaskan sifat dan kecerdasan-Nya, yang telah dimanifestasikan kedalam
ciptaan-ciptaan-Nya. Sebagai ciptaan Allah yang paling sempurna, kecerdasan
Tuhan tercermin dalam kecerdasan manusia yang memiliki akal dan mampu
berpikir mencari kebenaran.

Kecerdasan manusia sejak zaman dahulu menjadi bahan pemikiran dan


penelitian para ahli Pendidikan, hingga pada akhirnya Howard Gardner

11
mengemukakan teori mengenai kecerdasan majemuk. Manusia dinyatakan
memiliki ragam kecerdasan seperti logic matematika, Bahasa, natural, spasial,
kinestetik, interpersonal dan intra personal. Jika ditarik dari titik awalnya,
kecerdasan-kecerdasan ini berasal dari Zat Yang Menciptakan manusia, yaitu
Allah SWT. Oleh sebab itu, berikut kita akan membahas kecerdasan Tuhan yang
termaktub dalam nama-nama-Nya dikaitkan dengan kecerdasan Bahasa, yang
telah dibahas diatas.

Allah Al Khaliq
“Dia-lah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa,
Yang Mempunyai Nama-Nama Yang Paling baik. Bertasbih kepada-Nya apa yang
ada di langit dan di bumi. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana”. Firman Allah Al Qur`an Al Hasyr ayat 24 ini bermaknanya Dialah
yang bersendirian  dalam menciptakan semua makhluk, yang mengadakan semua
yang ada dengan hikmahnya. Selain itu Dia menggambarkan rupa semua alam
semesta dengan penuh kesempurnaan. Dia yang menciptakan dan mengadakan,
dan menyususn semua makhluk ini dengan waktu yang tepat, dan menentukan 
kadarnya dengan sebaik-baiknya, membuatnya dengan sesempurna perbuatan,
kemudian dia memberi petunjuk kepada kemashlahatannya.
Menurut Al-Ashfahaniy dalam Mufradat Alfadz Al-Qur’an, “Al-Khaliq” berarti
Dzat yang menciptakan sesuatu tanpa bahan atau contoh yang sudah ada (QS.
Al-A’raf:189). Selain itu, juga bermakna “menciptakan sesuatu dari yang lain”
(QS. An-Nisa:1). Melalui pemikiran terhadap penciptaan alam semesta, manusia
diharapkan memperoleh kesadaran ketuhanan dan “menemukan” Tuhan
sebagaimana Nabi Ibrahim AS.

Proses penciptaan adalah suatu aktivitas yang sangat menentukan sebuah eksisten-
si. Eksistensi Tuhan sepenuhnya melekat pada penciptaan. Karenanya, dalam
ciptaan-Nya termuat eksistensi diri Tuhan. Kesempurnaan, keteraturan dan
keseimbangan yang terkandung dalam ciptaan-Nya adalah wujud kesempurnaan
Tuhan. Karenanya, jika manusia ingin diakui eksistensinya, maka ia harus terus

12
mencipta. Manusia dapat menciptakan sesuatu di dunia ini sesuai dengan
kemampuan berpikirnya dengan bahan yang telah diciptakan oleh Allah.

Dengan segala potensi dan kecerdasan yang ada pada dirinya, manusia didorong,
bahkan diperintahkan, untuk dapat menghasilkan karya, cipta dan rasa yang
bermanfaat bagi dirinya dan orang lain. Derajat “sebaik-baik manusia” dapat
dicapai saat manusia menjadi yang paling bermanfaat bagi sesamanya. Manusia
bisa menciptakan sesuatu yang baru (dalam perspektif manusia) atau berinovasi
seiring dengan perkembangan ruang dan waktu. Jika Allah Yang Maha Besar dan
Sempurna dalam ciptaan-Nya, maka manusia yang ingin besar mesti mencipta
dengan segala kekurangannya.

Salah satu bentuk cipta dan karya yang dapat dibuat manusia adalah berbahasa.
Bahasa merupakan adalah kemampuan yang dimiliki manusia untuk
berkomunikasi dengan manusia lainnya menggunakan tanda, misalnya kata dan
gerakan. Kajian ilmiah bahasa disebut ilmu linguistik. Perkiraan jumlah bahasa di
dunia beragam antara 6.000–7.000 bahasa. Bentuk Bahasa yang beragam ini
merupakan hasil dari kecerdasan manusia yang luar biasa. Sebagaimana Allah
SWT telah menciptakan Bahasa yang sangat indah dalam bentuk firman-firman-
Nya, yang telah diteliti tidak dapat dipalsukan atau dibuat oleh manusia. Sehingga
melalui Bahasa Al Qur`an, kita dapat berkomunikasi dengan Allah SWT, dengan
memahami perintah dan larangan-Nya.

Orang yang memiliki kecerdasan Bahasa, dapat `menciptakan` bentuk Bahasa


tertulis, seperti puisi, karya tulis, cerita, maupun bentuk tulisan lain. Mereka juga
dapat menciptakan bentuk Bahasa lisan seperti pidato, pembacaan berita,
membacakan cerita atau mendongeng dan bentuk lainnya yang bisa
mempengaruhi pendengarnya.

13
Allah Al Aliim
Al Alim dalam Asmaul Husna memiliki arti Yang Maha Mengetahui. Maksudnya
adalah, Allah memiliki pengetahuan yang luas dan menyeluruh terhadap apa yang
terlihat dan tidak terlihat, jelas dan tersembunyi, saat ini dan masa depan, jauh dan
dekat. Pengetahuan-Nya melampaui dan sadar akan segala hal, bahkan sebelum
seluruh makhluk di dunia ada. Mulai dari detail dan tidak ada yang luput
seorangpun dari pengawasan dan catatan-Nya. Sungguh, Dia Yang Maha
Mengetahui.

Berdasarkan Bahasa Arab Klasik, akar kata dari ‘a-m-m mengandung arti sebagai
berpengatuhan, sadar, terjaga, teliti, mencari informasi, mengumpulkan informasi
demi pengetahuan intuitif, memiliki pengetahuan dasar terhadap segala hal.

Dilansir dari Rumaysho, ada sebanyak 175 tempat penyebutan nama Allah Al
Alim (Yang Maha Mengetahui) dalam Alquran, seperti pada firman Allah :
“Mereka menjawab: ‘Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari
apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana’.” (QS. Al-Baqarah: 32).

Makna Al Alim pun terkandung dalam Alquran yang berada di berbagai surah
lainnya, yaitu Surah An-Nur Ayat 41, “Tidakkah engkau (Muhammad) tahu
bahwa kepada Allah-lah bertasbih apa yang di langit dan di bumi, dan juga
burung yang mengembangkan sayapnya. Masing-masing sungguh, telah
mengetahui (cara) berdoa dan bertasbih. Allah Maha Mengetahui apa yang
mereka kerjakan.” Dalam ayat tersebut, jelas bahwa Allah Yang Maha
Mengetahui yang mengilhamkan ilmu pengetahuan kepada makhluk ciptaan-Nya,
termasuk manusia yang diciptakan memiliki akal dan pikiran. Sebagaimana dalam
surat Al Baqarah ayat 231. “ketahuilah bahwasanya Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu.”.

14
Melalui Nama Tuhan Al Aliim, kita mengetahui mengenai ilmu dan pengetahuan,
diantaranya yaitu :
1.  Ilmu sangatlah luas, sebagaimana dijelaskan Allah dalam Al Qur`an Surat
Thaha ayat 98 : “Sesungguhnya Tuhanmu hanyalah Allah, yang tidak ada
Tuhan selain Dia. Pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu”
2.  Bentuk kesempurnaan dari ilmu Allah bahwa Allah mengetahui dengan
ilmunya. Sesuatu yang akan terjadi, yang sedang terjadi, dan yang telah
terjadi. Karena Allah mengetahui segala yang ghaib. Dalam firman Allah Al
Qur`an Surat Al An`am ayat 59 : “Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua
yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia
mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun
yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir
biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang
kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)” 
3.  Diantara pengetahuan Allah terhadap sesuatu yang akan terjadi, sedang
terjadi, dan telah terjadi, bagaimana Dia telah mencatat semuanya dalam
kitab Lauh Mahfuzh. Sesuai dengan firman Allah SWT : “ada
suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu
sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami
menciptakan, sungguh yang demikian itu mudah bagi Allah.” (Qs. Al hadid:
22)
4.  Ilmu Allah menjangkau seluruh rahasia dalam hati, sebagaimana firman Allah
SWT dalam Al Qur`an Surat Ali Imran ayat 119 : “Sesungguhnya Allah
mengetahui segala isi hati.”

Dari Penjabaran diatas, kita meyakini bahwa segala hal yang ada di muka bumi,
termasuk ilmu pengetahuan berasal dari pengetahuan Allah. Termasuk
kecerdasan berbahasa, yang dalam keilmuannya menyangkut bentuk Bahasa
lisan, tulis maupun isyarat. Orang yang memiliki kecerdasan Bahasa, memiliki
kemampuan yang baik dalam membaca dan memahami bacaan sehingga dapat
mengetahui berbagai informasi. Kecerdasan Bahasa juga berarti dengan

15
kemampuan berbahasanya, mereka dapat menjelaskan berbagai pengetahuan
yang dimiliki dengan baik, secara lisan maupun tertulis.

Allah As Samii
“Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Qs: Al Baqarah:
137). Dalam ayat tersebut, Allah menyebut diri-Nya sebagai Yang Maha
Mendengar. Hal tersebut memiliki makna :
1. Allah mendengar segala sesuatu dengan sempurna, yang lahir maupun yang
batin, yang jelas maupun yang samar.
2. Allah mendengar, dengannya, Dia mengabulkan setiap doa dan permintaan
hamba-hamba-Nya, menerima setiap amal soleh yang dilakukan hamba-
hamba-Nya serta membalasnya dengan pahala.

Kecerdasan nama Allah ini berkaitan erat dengan kecerdasan Bahasa. Salah satu
aspek dalam berbahasa yaitu mendengar. Mendengar merupakan salah satu
kegiatan untuk mendapatkan informasi sekaligus pengalaman berharga untuk
mempelajari bahasa. Tanpa adanya kemampuan mendengar maka ucapan yang
disampaikan oleh pembicara tidak dapat disimpan di memori pendengar. Hal
tersebut akan mengakibatkan tidak adanya komunikasi lisan yang baik antara
pemberi informasi dan penerima informasi. Sehingga mendengar menjadi salah
satu indicator dalam kemampuan menerima Bahasa, selain membaca.
Orang yang memiliki kecerdasan Bahasa, tentu memiliki kemampuan mendengar
yang baik. Allah selaku pemilik kecerdasan mendengar, mampu mengabulkan
do`a dengan mendengarkan do`a, dan memahami do`a yang disampaikan hamba-
Nya. Hal ini mengindikasikan bahwa mendengar juga berarti memahami makna
kata dan Bahasa yang didengar, sehingga bisa menjadi suatu bentuk pengetahuan
dan pemahaman. dalam Bahasa Inggris, hal ini dibedakan menjadi `hear` dan
`listen`. `hear` diibaratkan seperti saat kita mendengarkan suara-suara di jalan,
seperti klakson mobil, deru kendaraan maupun suara angin. Walaupun kita tidak
bermaksud mendengarkan, kita akan mendengarnya, namun hal tersebut tidak
memiliki makna dan menimbulkan pemahaman kita. `listen` berarti kita

16
bermaksud untuk mendengarkan. Seperti saat kita mendengarkan guru berbicara
atau dialog dalam drama. Kita mengerahkan focus dan kemampuan mendengar,
sehingga kita bisa memahami apa yang kita dengar.

Allah Al Haliim
Howard Gardner menyebutkan bahwa kecerdasan berbahasa berkaitan dengan
kemampuan seseorang menggunakan kata secara efektif, baik lisan maupun
tulisan. Kecerdasan berbahasa melibatkan kepekaan (sensitivity) terhadap
penguasaan bahasa lisan dan tulisan dan kesanggupan untuk menggunakan
bahasa tersebut dalam meraih tujuan tertentu. Dalam berbahasa, kita harus
mempertimbangkan ketepatan penggunaan Bahasa serta dimana dan kapan
ujaran Bahasa tersebut digunakan. Hal ini karena Bahasa berkaitan erat dengan
kaidah social dan norma. Cara berbahasa di suatu tempat berbeda dengan tempat
lain, begitu pula penggunaan Bahasa berbeda kepada satu orang dengan orang
lain. Hal ini penting untuk diperhatikan agar tujuan berbahasa dapat dicapai.

Dalam Islam kaidah berbahasa merupakan hal yang sangat penting. Sebagaimana
perintah Tuhan dalam Firman-Nya Surat Al-Baqarah ayat 83: “Ucapkanlah
kata-kata yang baik kepada manusia” (QS. Al Baqarah (2): 83). Jelas bahwa
Allah meemrintahkan kita untuk berbicara dengan baik kepada sesame manusia.
Begitu pula yang diajarkan oleh Rasulullah SAW : “Barang siapa yang iman
kepada Allah dan hari akhir , maka hendaklah ia berbicara yang baik-baik atau
hendaklah diam saja.” (HR. Muslim).

Hal ini sesuai dengan Nama Tuhan Al Haliim, Allah Yang Maha Penyantun.
Allah memperkenalkan diri-Nya sebagai Al Haliim, salah satunya dalam Al
Qur`an Surat Al Baqarah ayat 235 : “Ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyantun.”

Al-Halim berarti Yang Maha Memaafkan dan Menangguhkan, Dia tidak dikuasai


amarah dan tidak merasa direndahkan oleh kebodohan orang bodoh atau oleh

17
maksiat para pendosa. Imam Al-Khattabi menuturkan, Al-Halim berarti Zat yang
pemaaf dan penyabar, yang tidak terpancing oleh kemarahan, dan yang tidak
pernah kesal oleh tindakan bodoh orang yang tidak tahu atau orang yang memang
durhaka.” ( Sya’n ad-Du’a; 63).

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda kepada al-Asyajj bin ‘Abdil


Qais :  “Sesungguhnya pada dirimu ada dua hal yang Allah cintai :
penyantun dan kehati-hatian.” ( HR. Muslim : 126 ). Maka selaku muslim, kita
harus berusaha untuk menjadi orang yang santun dan selalu berhati-hati, baik
dalam ucapan maupun perbuatan agar menjadi orang yang dicintai oleh Allah dan
orang lain serta menjadi orang yang selamat dari ketergelinciran pada perbuatan
dosa dan maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya. 

Orang yang memiliki kecerdasan Bahasa, akan memiliki kesensitifan dalam


berbahasa baik secara lisan dan tulisan, sehingga perkataan mereka santun dan
tidak menyinggung. Ucapan orang yang cerdas tidaklah kasar dan penuh makna.
Contohnya kita akan terkesan dan terinspirasi saat mendengar pidato negarawan
yang santun seperti Anis Baswedan, yang dapat mengolah kata sehingga mudah
dipahami, terkesan cerdas, dan nyaman didengar karena kesantunannya.

Allah Al Hadii
Allah memiliki Nama Al hadii yang artinya Maha Pemberi Petunjuk. Dalam Al
Qur`an Surat Al Furqan ayat 31 disebutkan : “… dan cukuplah Rabbmu menjadi
pemberi petunjuk dan penolong.” [QS. Al-Furqan: Ayat 31]

Allah yang maha memberi petunjuk kepada hamba-hamba-Nya untuk mencapai


kebahagiaan di dunia dan akhirat. Allah memberi hidayah kepada siapapun yang
dikehendaki-Nya. Adapun hidayah atau petunjuk yang diberikan Allah SWT
terdiri dari :
1. Hidayah umum:

18
Diberikan kepada seluruh makhluk baik orang beriman atau orang
kafir bahkankepada binatang, tumbuh-tumbuhan  juga seluruh alam semesta.
Contohnya : lebah yang hinggap di tanaman memakan sari bunga-bunga dan
buah-buahan lalu memproduksi madu, semut diberi petunjuk mencari makanan
(di sebut insting), bayi-bayi yang baru lahir langsung menyusu kepada ibunya
2. Hidayah khusus yaitu dalil atau hujjah
Allah akan memberi petunjuk berupa penjelasan dan dalil-dalil, tetapi mereka
yang tidak mengikuti petunjuk maka Allah akan menyesatkan mereka
sebagai hukumannya.
3. Hidayah taufik : 
Adalah kelapangan dada untuk menerima kebenaran dengan ikhlas untuk
mengamalkan petunjuk dalil. maka Allah perintahkan seluruh hamba-Nya
untuk memohon petunjuk siang dan malam agar berada di jalan yang lurus.
4. Hidayah Allah guna menunjukan jalan ke syurga dan ke neraka pada hari
kiamat. Allah berfirman, “dan Kami mencabut rasa dendam dari dalam dada
mereka, di bawahnya mengalir sungai-sungai. Mereka berkata, ‘Segala puji bagi
Allah yang telah menunjukkan kami ke (surga) ini. Kami tidak akan mendapat
petunjuk sekiranya Allah tidak menunjukkan kami.’ Sesungguhnya rasul-rasul
Tuhan kami telah datang membawa kebenaran.’ Diserukan kepada mereka,
‘Itulah surga yang telah diwariskan kepadamu, karena apa yang telah kamu
kerjakan’.” [QS. Al-A’raf: Ayat 43]
Tujuan dari berbahasa yaitu untuk berkomunikasi dengan sesama manusia.
Komunikasi sendiri merupakan proses penyampaian informasi (pesan, ide,
gagasan) dari satu pihak ke pihak lainnya. Informasi yang berupa pesan, ide
maupun gagasan ini tentu dapat bersifat memberikan petunjuk akan suatu hal.

Proses komunikasi disampaikan melalui lisan atau tulisan. Secara lisan, orang
berkomunikasi dengan berbicara sedangkan secara tulisan dilakukan dengan
menulis. Orang yang mendengar atau membaca, tentu akan mendapatkan petunjuk
akan apa yang disampaikan oleh pembicara atau penulis. Contohnya, seorang
pemuka agama ingin menyampaikan dakwahnya melalui ceramah atau membuat

19
tulisan berupa buku, sehingga yang mendengar atau membaca menjadi penganut
agama yang lebih baik.

Al Haqq
Allah yang tiada keraguan dan kerancuan pada-Nya, tidak pada Dzat-Nya, asma
dan sifat-Nya. Dialah yang berhak untuk disembah dengan sebenarnya, Dia yang
Maha Benar, benar asma dan sifat-Nya, benar perbuatan maupun firman-Nya,
benar agama dan syariat-Nya, benar berita tentang-Nya, benar janji-Nya, dan
benar pertemuan dengan-Nya.

Allah SWT berfirman, “Di hari itu, Allah akan memberi mereka balasan yang
setimpal menurut semestinya, dan tahulah mereka bahwa Allah-lah yang Benar,
lagi Yang Maha menjelaskan. (Qs. An Nur : 25).

Konsekuensi dari Maha Benar Allah, maka :


1. Allah adalah Al Haqq Dia mencintai dan memerintahkan kebenaran, maka
Allah tidak merasa malu untuk menjelaskan kepada manusia agar
mereka faham.
2. Tidak boleh malu dalam hal kebenaran.
3. Saling menasihati didalam kebenaran serta kesabaran.
4. Kebenaran dan kebatilan tidak akan pernah menyatu selamanya.
Salah satu indikator dalam Bahasa yaitu mengungkapkan Bahasa secara verbal
dan non verbal (Bahasa ekspresif). Secara verbal ekspresi Bahasa bisa dilakukan
dengan berbicara, berpidato, bernyanyi, berpuisi maupun berdialog. Sedangkan
secara non verbal bias dilakukan melalui tulisan. Jika dikaitkan dengan nama
Allah Al Haqq, maka hendaknya ekspresi Bahasa merupakan kebenaran yang
ingin disampaikan. Ekspresi Bahasa yang kita utarakan, akan sampai kepada
penerima informasi, yang berikutnya akan menimbulkan dampak serta
konseskuensi. Contohnya seorang guru yang mengajar murid-muridnya, apabila
apa yang diajarkan bukan sebuah kebenaran, maka apa yang dipelajari dan akan
dipraktekan murid tersebut akan menjadi kesalahan. Begitu pula seorang

20
wartawan, jika menuliskan berita yang merupakan kebohongan, maka akan
berdampak buruk bahkan bias menimbulkan kekacauan di masyarakat.

Menurut prinsip Al Haqq ini pula, orang yang memiliki kecerdasan Bahasa akan
menggunakan ekspresi Bahasa untuk menasehati dan menyuarakan kebenaran.
Hal ini hendaknya diterapkan para politisi dan para pemimpin negara agar apa
yang disampaikan merupakan kebenaran agar dapat membawa kebaikan pula.

Indikator Kecerdasan Bahasa

Kecerdasan verbal atau Bahasa dapat dikenali sejak dini. Anak yang memiliki
kecerdasan Bahasa akan memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Memiliki perbendaharaan kata lebih banyak dibanding anak lain seusianya.
2. Senang diajak ngobrol.
3. Mudah mengerti istilah-istilah baru.
4. Suka berbicara di depan orang banyak.
5. Senang membaca.
6. Senang membacakan buku untuk orang lain.
7. Senang menceritakan ulang buku yang ia baca.
8. Senang bercerita.
9. Suka berdiskusi.
10. Suka memberi tanggapan saat mendengar orang lain berbicara.
11. Senang diajak ke perpustakaan.
12. Menyukai seni sastra, seperti puisi, prosa, dan lainnya.
13. Menyukai seni peran, seperti opera, teater, dan lainnya.
14. Sering menyematkan humor dan percakapannya.
15. Senang membuat tulisan, seperti diari, cerpen, atau bahkan puisi.
16. Suka mempelajari bahasa asing.
17. Tertarik untuk mengenali beberapa bahasa asing, termasuk bahasa daerah.

Menurut Peraturan Pemerintah no. 146 Tahun 2014, indicator perkembangan

21
Bahasa yaitu :
1. Memahami bahasa reseptif (menyimak dan membaca)
2. Memahami bahasa ekspresif (mengungkapkan bahasa secara verbal dan non
verbal)
3. Mengenal keaksaraan awal melalui bermain

Berdasarkan indicator tersebut, berbagai aktivitas dilakukan untuk


mengembangkan kemampuan berbahasa anak. Kegiatan tentu dilaksanakan
dengan cara bermain dan menggunakan prinsip fun learning.

Lebih detail, indicator kecerdasan Bahasa tersebut yaitu :

Indikator 4-5 tahun 5-6 tahun


Memahami bahasa  Menceritakan  Menceritakan
reseptif (menyimak dan kembali apa yang kembali apa yang
membaca) didengar dengan didengar dengan
kosakata yang kosakata yang lebih
terbatas  Melaksanakan
 Melaksanakan perintah yang lebih
perintah sederhana kompleks sesuai
sesuai dengan dengan aturan yang
aturan yang disampaikan (misal:
disampaikan (misal: aturan untuk
aturan makan melakukan kegiatan
bersama) memasak ikan)
Memahami bahasa  Menggunakan  Mengungkapkan
ekspresif kalimat pendek untuk keinginan,
(mengungkapkan bahasa berinteraksi dengan perasaan, dan
secara verbal dan non anak atau orang pendapat dengan
verbal) dewasa untuk kalimat sederhana
menyatakan apa yang dalam

22
dilihat dan dirasa berkomunikasi
 Menceritakan dengan anak atau
gambar yang ada orang dewasa
dalam buku  Menunjukkan
 Berbicara sesuai perilaku senang
dengan kebutuhan membaca buku
(kapan harus terhadap buku-
bertanya, buku yang
berpendapat) dikenali
 Bertanya dengan  Mengungkapkan
menggunakan lebih perasaan, ide
dari 2 kata kata tanya dengan pilihan
seperti: apa, kata yang sesuai
mengapa, ketika berkomuni
bagaimana, dimana kasi
 Menceritakan
kembali isi cerita
secara sederhana
Mengenal keaksaraan  Menulis huruf-huruf  Menunjukkan
awal melalui bermain yang dicontohkan bentukbentuk simbol
dengan cara meniru (pra menulis)
 Menceritakan isi  Membuat gambar
buku walaupun tidak dengan beberapa
sama tulisan dengan coretan/ tulisan yang
bahasa yang sudah berbentuk
diungkapkan huruf/kata
 Menghubungkan  Menulis huruf-huruf
benda-benda konkret dari namanya sendiri
dengan lambang  Menyebutkan angka
bilangan 1- 10 bila diperlihatkan

23
lambang bilangannya
 Menyebutkan jumlah
benda dengan cara
menghitung

Adapun cara mengukur atau menilai kecerdasan Bahasa kepada anak dapat
dilakukan dengan cara :
1. Observasi
Observasi atau pengamatan dilakukan kepada anak saat anak melakukan
kegiatan yang menampilkan anak berkomunikasi dan berbahasa, baik yang
didesain atau insidental. Adapun penilaian berdasarkan indicator di atas
dengan asesor membuat rubrik sebagai dasar penilaian.
2. Tanya jawab
Tanya jawab dapat menjadi salah satu metode dalam melakukan penilaian
terhadap kecerdasan Bahasa. Instrument yang dibuat adalah format
pertanyaan yang dibuat disesuaikan dengan indicator penilaian dengan
Bahasa yang sesuai usia anak.
3. Survey atau angket
Survey atau angket juga dapat menjadi salah satu cara membuat penilaian
kecerdasan Bahasa. Dalam membuat survey, instrument disesuaikan dengan
indicator dan menggunakan Bahasa yang mudah dipahami anak.

TINJAUAN PUSTAKA

24
Ansharullah. Nama-nama Tuhan Dalam Perspektif Kecerdasan Jamak. Jakarta :
Step Publishing, 2018

Ansharullah. Pendidikan Islam Berbasis Kecerdasan Jamak. Jakarta : Step


Publishing, 2011

Gardner, Howard, Katie Davies, Joana Christodoulou, Scott Seider. The Theory
of Multiple Intelligences. Cambridge University Press, 2011.

Martini Jamaris, Edwita. Formal Multiple Intelligences Assessment Instrument


for 4-6 Years Old Children. Jakarta : Universitas Negeri Jakarta, 2014.

Tampubolon, D.P. Bahasa dan Kecerdasan dalam Berkomunikasi. Medan :


Universitas Negeri Medan, 2018.

WWW. AsmaulHusnaCenter.com

25

Anda mungkin juga menyukai