Anda di halaman 1dari 9

KAJIAN PENERAPAN JEMBATAN TIMBANG

GUNA MEMENUHI KECEPATAN YANG DIINGINKAN


(STUDI KASUS : RUAS JALAN TOL SEMARANG-BAWEN)
Anugerah Fasikhullisan Canandara Oktabantaran
Taruna Manajemen Keselamatan Transportasi Jalan Taruna Manajemen Keselamatan Transportasi Jalan
Politeknik Keselamatan Transportasi Jalan Politeknik Keselamatan Transportasi Jalan
Jl. Perintis Kemerdekaan No. 17, Kampus PKTJ, Jl. Perintis Kemerdekaan No. 17, Kampus PKTJ,
Tegal, 52125 Tegal, 52125
Telp. 083837219380 Telp. 085741730774
Anugerah.efel@gmail.com Suryasekarmaji@gmail.com

Wahyu Dwi Prasetyo Agus Sahri


Taruna Teknik Keselamatan Otomotif Dosen
Politeknik Keselamatan Transportasi Jalan Politeknik Keselamatan Transportasi Jalan
Jl. Perintis Kemerdekaan No. 17, Kampus PKTJ, Jl. Perintis Kemerdekaan No. 17, Kampus PKTJ,
Tegal, 52125 Tegal, 52125
Singgihlaksana@gmail.com Agus.sahri@gmail.com

Abstract
The vehicle payload has been set up in notification letter of the Ministry of Transportation Directorate
General of Land Transportation on 2008. In fact found many vehicle which overload, especially heavy
vehicle. It make vehicle drove slowly and cannot fulfill minimum speed in toll road. Based on that case,
vehicle was needed checking the number of weight to fulfill minimum speed. Immplementation of Weigh
Bridge in toll road expected to reduce violation of the vehicle which overload. Moreover, it also expected to
contribute increasing safety and security for road users. To support of the realization of it must be
cooperation between the different linked to make good synergy. If the supporting factors are applied properly
and consistently expected problems of the speed limit minimum can be resolved.

Keywords: Vehicle Payload, Velocity, Heavy Vehicle, Toll Road, Weight Bridge

Abstrak
Muatan kendaraan barang telah diatur dalam surat edaran Kementerian Perhubungan Direktur Jendral
Perhubungan Darat tahun 2008. Namun, berdasarkan kondisi lapangan ditemukan kendaraan yang
mengangkut muatan melebihi ketentuan sehingga mengakibatkan kendaraan melaju dengan kecepatan rendah
dan tidak memenuhi Standar Pelayanan Minimum mengenai batas kecepatan di jalan tol. Dari permasalahan
tersebut diperlukan pengcekan jumlah berat muatan kendaraan yang melintas di jalan tol. Penerapan
jembatan timbang di jalan tol diharapkan dapat mengurangi pelanggaran jumlah berat muatan kendaraan.
Selain itu, juga diharapkan mampu memberikan andil dalam meningkatkan keselamatan dan keamanan bagi
para pengguna jalan. Untuk mendukung terwujudnya hal tersebut harus ada kerjasama antara berbagai pihak
yang terkait untuk saling bersinergi. Apabila faktor-faktor pendukung tersebut diterapkan dengan baik dan
konsisten diharapkan permasalahan lalu lintas terkait pemenuhan batas kecepatan minimum dapat teratasi.

Kata Kunci: Muatan Kendaraan, Kecepatan, Kendaraan Barang, Jalan Tol, Jembatan Timbang.

PENDAHULUAN

1
Simposium XIX FSTPT, Universitas Islam Indonesia, 11-13 Oktober 2016

Dewasa ini transportasi mempunyai peran vital dalam kehidupan sehari-hari, terutama
pada sektor ekonomi dan industri dimana kendaraan barang dibutuhkan dalam
pendistribusian barang. Semakin berkembang sebuah industri semakin luas pula cakupan
daerah pendistribusiannya. Dengan melihat faktor biaya produksi, banyak perusahaan yang
menggunakan moda transportasi darat sebagai opsi utama dalam penditribusian barang.
Selain lebih hemat biaya, penditribusian barang menggunakan moda darat juga lebih
praktis dalam pengangkutannya. Namun hal tersebut mengakibatkan sejumlah perusahaan
mengangkut barang melebihi jumlah berat yang diperbolehkan (JBB) sehingga sering kali
ditemukan kendaraan yang berjalan lambat.

Kepala Bidang Operasi dan Pemeliharaan BPJT Wahyudi Mandala mengatakan,


kendaraan barang tidak dapat mencapai kecepatan minimum yang diharuskan saat melintas
di jalan tol karena kelebihan beban. (detikfinance.com diakses pada Rabu, 15/06/2016
13:25 WIB). Pemenuhan batas kecepatan oleh para pengguna jalan perlu diwujudkan
sehingga tujuan penyelenggaraan transportasi lalu lintas dan angkutan jalan dapat
terselenggara dengan baik antara lain terwujudnya lalu lintas dan angkutan jalan yang
aman, selamat, tertib dan lancar (UU nomor 22, 2009).

Melihat pada permasalahan di atas penulis melakukan sebuah penelitian tentang


penerapan jembatan timbang guna memenuhi kecepatan yang diinginkan yang diharapkan
dapat membantu dalam mengurangi pelanggaran pemuatan beban. Ruang lingkup yang
penulis ambil adalah ruas jalan tol Semarang - Bawen. Pemilihan ruas jalan tol Semarang –
Bawen sebagai ruang lingkup penelitian dikarenakan jalan tol tersebut adalah rute yang
menghubungkan 2 (dua) kota besar di provinsi Jawa Tengah yaitu Semarang dan Solo
sehingga banyak dilalui oleh kendaraan - kendaraan berat.

TINJAUAN PUSTAKA
Penggolongan Kendaraan Bermotor Pada Jalan Tol
Berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No 370/KPTS/M/2007 golongan
kendaraan di jalan tol dibagi menjadi 6 (enam) golongan antara lain sebagai berikut :

Tabel 1 Golongan Kendaraan di Jalan Tol


Golongan Jenis Kendaraan
Golongan I Sedan, Jip, Pick Up/Truk Kecil, dan Bus
Golongan II Truk dengan 2 (dua) gandar
Golongan III Truk dengan 3 (tiga) gandar
Golongan IV Truk dengan 4 (empat) gandar
Golongan V Truk dengan 5 (lima) gandar
Golongan VI Kendaraan bermotor roda 2 (dua)

Kecepatan Jalan Tol


Berdasarkan Standar Pelayanan Minimum (SPM) Jalan Tol tahun 2014 dapat
diketahui mengenai batas kecepatan minimum di jalan tol kecepatan tempuh rata-rata
untuk jalan tol dalam kota 40 km/jam sedangkan jalan tol luar kota 60 km/jam.

Jembatan Timbang

2
Simposium XIX FSTPT, Universitas Islam Indonesia, 11-13 Oktober 2016

Jembatan timbang merupakan alat penimbangan yang keberadaannya merupakan salah


satu kebijakan untuk melindungi kerusakan jalan akibat muatan lebih serta untuk
keselamatan lalu lintas (Ilham, 2015). Alat penimbangan yang dipasang secara tetap
tersebut dilengkapi dengan fasilitas penunjang dan dioperasikan oleh pelaksana
penimbangan. Fasilitas penunjang yang dimaksud antara lain :
1. Gedung operasional;
2. Lapangan parkir kendaraan;
3. Fasilitas jalan keluar masuk kendaraan;
4. Gudang penyimpanan barang;
5. Lapangan penumpukan barang;
6. Bangunan gedung untuk generator set;
7. Pagar;
8. Perambuan untuk maksud pengoperasian.
Menurut KM 5 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Penimbangan Kendaraan
Bermotor di Jalan ada beberapa fungsi dari Jembatan Timbang, diantaranya :
1. Fungsi pemantauan
2. Fungsi pengawasan
3. Fungsi penindakan

3
Simposium XIX FSTPT, Universitas Islam Indonesia, 11-13 Oktober 2016

METODOLOGI PENELITIAN
Kerangka Penelitian

Mulai A

Batasan Masalah :
Identifikasi Masalah
Peranan Jembatan timbang guna
mewujudkan kecepatan yang diinginkan
Perumusan Masalah : bagi kendaraan barang (golongan II s.d V)
1. Bagaimana kecepatan kendaraan di
ruas jalan tol Semarang-Bawen.
Studi Literatur
2. Bagaimana peran jembatan timbang
dalam mewujudkan kecepatan yang
diinginkan? Pengumpulan Data

Survei Observasi
Tujuan :
Kecepatan Lapangan
1. Mengetahui kecepatan kendaraan di
ruas jalan tol Semarang-Bawen.
Analisis Data
2. Mengetahui peran jembatan timbang
dalam mewujudkan kecepatan yang
diinginkan Kesimpulan

A Selesai
Gambar 1 Kerangka Penelitian

PEMBAHASAN
Data Kecepatan Kendaraan
Time Mean Speed yaitu rata-rata kecepatan dari seluruh kendaraan yang melewati suatu
titik pada jalan selama periode waktu tertentu. Untuk mendapatkan data TMS, diperlukan
survey kecepatan sesaat. Fraenkel dan Wallen (1993), menyarankan besar sampel
minimum untuk penelitian deskriptif sebanyak 100. Berdasarkan hasil survei pengukuran
kecepatan sesaat untuk jalur A dan B, didapatkan hasil kecepatan terendah adalah km/jam
pada jalur dan kecepatan tertinggi km/jam pada jalur .

Tabel 2 Kecepatan Kendaraan


Kecepatan (km/jam)
No Item Pengukuran
Jalur A Jalur B
1 Kecepatan terendah 20 20
2 Kecepatan tertinggi 62 69
3 Kecepatan rata-rata 39 40
Sumber : Hasil Analisis, 2016

4
Simposium XIX FSTPT, Universitas Islam Indonesia, 11-13 Oktober 2016

Untuk mengetahui mayoritas kecepatan yang dioperasikan oleh pengemudi jenis


kendaraan barang, nilai yang biasa digunakan adalah persentil ke-85 dari sampel kecepatan
100 kendaraan yang didapatkan. Berdasarkan hasil pengolahan data, untuk persentil ke-85
jalur A dan jalur B berturut-turut ditunjukkan pada butir (a) dan (b) pada Gambar 2 di
bawah ini. Persentil ke-85 untuk jalur A adalah 49 km/jam dan jalur B adalah 50 km/jam.

(a) Jalur A (b) Jalur B

Sumber : Hasil Analisis (2016)

Gambar 2 Persentile ke-85 Kecepatan Sesaat Jalur A dan B

Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa kecepatan kendaraan barang yang melewati
jalan tol Semarang - Bawen baik jalur A maupun jalur B tidak memenuhi kriteria batas
kecepatan minimum di jalan tol tersebut yaitu 60 km/jam. Hal ini membenarkan
pernyataan Kepala Bidang Operasi dan Pemeliharaan BPJT bahwa kendaraan barang tidak
dapat mencapai kecepatan minimum yang diharuskan saat melintas di jalan tol dikarenakan
kelebihan muatan. Selain itu berdasarkan hasil observasi lapangan ditemukan kendaraan
yang mengangkut barang melebihi muatan.

Gambar 3 Truk Kelebihan Muatan

5
Simposium XIX FSTPT, Universitas Islam Indonesia, 11-13 Oktober 2016

Pelanggaran pengangkutan muatan tersebut, salah satunya dipengaruhi oleh kurang


tegasnya penerapan sanksi administratif terhadap para pelanggar. Padahal sebenarnya pada
Undang-undang No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan telah
dijelaskan bahwa Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor Angkutan
Umum Barang yang tidak memenuhi ketentuan mengenai tata cara pemuatan, daya angkut,
dimensi kendaraan sebagaimana dimaksud dalam pasal 169 ayat (1) dipidana dengan
pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000,00 (lima
ratus ribu rupiah).

Untuk mengatasi pelanggaran tentang muatan di jalan tol Semarang – Bawen,


khususnya sebagai langkah untuk memenuhi kriteria batas kecepatan minimum yaitu 60
km/jam. Selain itu sebagai upaya pengawasan dan pengamanan prasarana dan sarana lalu
lintas dan angkutan jalan maka disarankan untuk menerapkan jembatan timbang pada jalur
akses masuk gerbang tol sehingga dapat diketahui berat kendaraan beserta muatannya (PP
Nomor 43, 1993).

Hal tersebut bertujuan untuk menertibkan para pengguna kendaraan barang agar
mematuhi aturan mengenai tata cara pemuatan, daya angkut serta dimensi kendaraan pada
saat berlalu lintas. Selain itu, penerapan jembatan timbang juga akan berdampak terhadap
keselamatan dan keamanan pengguna jalan lain yang diakibatkan terpenuhinya standar
kecepatan minimum di jalan tol oleh kendaraan barang.

Peran Jembatan Timbang


Pada dasarnya penerapan jembatan timbang berperan penting bagi instansi yang terlibat
dalam pengoperasianya. Terutama menguntungkan pada aspek-aspek yang berkaitan
dengan keselamatan lalu lintas karena keberadaan jembatan timbang yang merupakan alat
penimbangan muatan kendaraan dan juga salah satu bentuk kebijakan untuk melindungi
kerusakan jalan akibat muatan lebih (Ilham, 2015).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Arief, Bagus & Okty (2014) menyebutkan bahwa
jembatan timbang yang dioperasikan sesuai prosedur akan berdampak positif pada daya tahan
perkerasan jalan, sedangkan untuk pengoperasian jembatan yang tidak memenuhi standar akan
mengurangi umur rencana perkerasan jalan yang semula direncanakan selama 10 tahun
menjadi 9,48 tahun untuk kondisi aktual dimana beban >125% tetap boleh lewat. Hal ini
menjelaskan bahwa pengoperasian jembatan timbang bukan hanya beroperasi namun harus
sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Selain melihat dari faktor keselamatan lalu lintas, jembatan timbang juga dapat
memberikan penambahan pendapatan. Penambahan pendapatan yang dapat diperoleh dari
pengoperasian jembatan timbang dinilai potensial, seperti pada penilitian yang dilakukan
oleh Ilham (2015) di jembatan timbang Lubuk Buaya, dalam 3 (tiga) tahun jembatan
timbang tersebut berperan menambah pendapatan daerah sebesar Rp. 91.112.200.000
dengan jumlah kendaraan masuk 811.122 kendaraan.

Penerapan jembatan timbang pada daerah kota atau kabupaten tentunya tidak lepas dari
pelanggaran. Mayoritas pelanggaran yang terjadi dikarenakan pengemudi dan oknum
petugas yang kurang bertanggung jawab. Maka dari itu penulis memberi gambaran apabila

6
Simposium XIX FSTPT, Universitas Islam Indonesia, 11-13 Oktober 2016

penerapan jembatan timbang ditempatkan pada jalan tol, dimana jalan tol merupakan salah
satu jalur dengan tingkat keamanan yang lebih tinggi, dengan demikian maka diharapkan
pelanggaran kendaraan yang melebihi muatan akan berkurang.

Pada saat terjadi pelanggaran di jembatan timbang petugas jembatan timbang wajib
memberi sanksi tegas pada setiap pelanggar. Sanksi yang dapat diberikan yaitu dengan
menurunkan muatan kendaraan yang melebihi ketentuan atau dengan tidak mengijinkan
kendaraan tersebut untuk melanjutkan perjalanan. Namun, pada kondisi di lapangan masih
terdapat kendaraan yang bermuatan berlebih dapat lewat atau lolos dari petugas jembatan
timbang dengan hanya membayar denda menurut berat dari muatan kendaraan yang
berlebih (Setyo & Rosyid, 2012). Hal ini memerlukan perbaikan sistem operasional pada
jembatan timbang yang akan diterapkan pada jalan tol.

Sistem operasional jembatan timbang yang diterapkan pada jalan umum kurang cocok
apabila diterapkan pada jalur akses masuk jalan tol. Salah satu penyebabnya ialah untuk
menggunakna jasa jalan tol pengguna jalan harus membayarkan sejumlah uang sehingga
apabila pengguna kendaraan barang dipaksa untuk membayar 2 (kali), hal tersebut akan
menimbulkan efek negatif terhadap pelaksanaan operasi jalan tol. Para pengguna
kendaraan barang akan lebih memilih menggunakan jalan arteri dibandingkan jalan tol. Hal
ini diakibatkan oleh timbulnya persepsi uang ekstra yang harus dikeluarkan untuk
menggunkan jasa jalan tol.

Hal tersebut perlu disiasati dengan sistem pembayaran yang ditata sedemikian rupa agar
tidak menimbulkan persepsi terdapat uang ekstra untuk melintas di jalan tol. Salah satu
cara yang dapat diterapkan ialah pembayaran operasional jembatan timbang hanya
dibayarkan oleh kendaraan barang yang lulus dan diperbolehkan melintas. Pembayaran
operasional jembatan timbang digabungkan dengan pembayaran tol. Berikut standar
operasional prosedur yang dapat diterapkan pada penerapan jembatan timbang di jalur
akses masuk jalan tol dapat dilihat pada Gambar 4 di bawah ini :

Mulai A

Lulus Jembatan Penimbangan


Berat Muatan
Kendaraan Barang Timbang
Kendaraan
Tidak
Penindakan
Kendaraan
Akses Masuk Tol
Pengurangan Beban
Gudang Muatan Sesusai
Ketentuan
Jalur Khusus
 Pembayaran tol
Kendaraan Barang Gerbang Tol  Pembayaran
jembatan timbang

A Selesai

Gambar 4 Standar Operasional Jembatan Timbang

7
Simposium XIX FSTPT, Universitas Islam Indonesia, 11-13 Oktober 2016

Selain penerapan standar operasional di atas, untuk mendukung penerapan jembatan


timbang sangatlah diperlukan peran serta dari berbagai pihak instansi yang berwenang,
seperti POLRI, Dinas Perhubungan, Dinas Pekerjaan Umum dan Operator Tol. Instansi
tersebut harus saling bersinergi untuk mewujudkan tujuan dari penerapan jembatan
timbang pada jalan tol tersebut. Berikut adalah beberapa upaya yang perlu dilakukan untuk
mewujudakan optimalisasi jembatan timbang (Setyo & Rosyid, 2012) :

1. Pengawasan terhadap jumlah berat muatan kendaraan yang telah diatur di dalam surat
edaran Kementrian Perhubungan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Tahun 2008
tentang Panduan batasan masksimum perhitungan JBI (Jumlah Berat yang diijinkan)
dan JBKI (Jumlah Berat Kombinasi yang diijinkan untuk mobil barang, kendaraan
khusus, kendaraan penarik berikut kereta tempelan/kereta gandeng.
2. Petugas jembatan timbang berhak dan wajib memberikan sanksi yaitu mengurangi
muatan atau tidak memberi ijin jalan. Fasilitas pergudangan perlu disediakan untuk
menyimpan hasil pengurangan muatan. Namun terdapat batas waktu penitipan apabila
melebihi batas waktu barang menjadi milik negara.
3. Jembatan Timbang dapat berperan ganda, tidak hanya menimbang muatan namun juga
melakukan pemeriksaan kondisi kendaraan.
4. Pemeriksaan kondisi kesehatan dan adanya fasilitas istirahat pada pengemudi.
Pemberian fasilitas istirahat juga sangat diperlukan karena dapat membantu pengemudi
untuk beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan.
5. Pengaturan jadwal piket sangat efektif dilakukan agar kinerja petugas dapat efektif dan
maksimal. Pengawasan juga perlu dilakukan kepada petugas jembatan timbang untuk
menghindari terjadinya pungutan liar atau suap ketika terdapat kendaraan yang
melanggar jumlah berat muatan.

Dengan upaya-upaya tersebut diahrapkan penerapan jembatan timbang pada akses jalan
tol dapat memberi dampak positif terhadap pemenuhan kriteria batas kecepatan minimum
di jalan tol. Selain itu, penerapan jembatan timbang juga akan berdampak terhadap
keselamatan dan keamanan pengguna jalan lain yang diakibatkan terpenuhinya standar
kecepatan minimum di jalan tol oleh kendaraan barang.

KESIMPULAN
Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan tentang kajian penerapan
jembatan timbang guna memenuhi kecepatan yang diinginkan yang mengambil studi kasus
di ruas jalan tol Semarang – Bawen dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. kecepatan kendaraan barang yang melewati jalan tol Semarang - Bawen baik jalur A
maupun jalur B tidak memenuhi kriteria batas kecepatan minimum di jalan tol. Dari
hasil penghitungan menggunakan metode persentile ke-85 diketahui kecepatan pada
jalur A 49 Km/jam sedangkan pada jalur B 50 Km/jam.
2. Jembatan timbang berperan untuk menertibkan para pengguna kendaraan barang agar
mematuhi aturan mengenai tata cara pemuatan, daya angkut serta dimensi kendaraan
pada saat berlalu lintas. Selain itu, penerapan jembatan timbang juga akan berdampak
terhadap keselamatan dan keamanan pengguna jalan lain yang diakibatkan terpenuhinya
standar kecepatan minimum di jalan tol oleh kendaraan barang.

8
Simposium XIX FSTPT, Universitas Islam Indonesia, 11-13 Oktober 2016

UCAPAN TERIMA KASIH


Ucapan terima kasih kami haturkan kepada :
1. Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dan kelancaran dalam pembuatan paper ini;
2. PT. Trans Marga Jateng yang telah memberi izin untuk melakukan penelitian;
3. Manajemen PKTJ yang telah memberi semangat dan informasi lomba; dan
4. Seluruh taruna PKTJ yang telah membantu dan memberi semangat dalam .

DAFTAR PUSTAKA
Atiya, A.F, dkk.2014. Analisis Pengaruh Kinerja Jembatan Timbang Terhadap Kinerja
Perkerasan Dan Umur Rencana Jalan (Studi Kasus Jembatan Timbang Salam,
Magelang). Universitas Diponegoro. Semarang.
Cahyono, S.D. & Rohman, R.K. 2012. Optimalisasi Kinerja Jembatan Timbang Untuk
Menciptakan Angkutan Jalan yang Berkeselamatan. Universitas Merdeka.
Madiun.
Erianto, I. 2015. Peranan Jembatan Timbang Oto (Jto) Lubuk Buaya Dalam Mendukung
Pendapatan Asli Daerah Propinsi Sumatera Barat. Universitas Tamansiswa.
Padang.
Fraenkel, J. & Wallen, N. 1993. How to Design and evaluate research in education. Edisi
Kedua. McGraw-Hill Inc. New York.
Hendrianto, A. 2013. Kajian Yuridis Terhadap Jembatan Timbang Dalam Fungsi
Pengawasan Angkutan Barang Oleh Pemerintah Daerah. Universitas Jember.
Jember.
Pemerintah Republik Indonesia. 2007. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
370/KPTS/M/2007 tentang Golongan Jenis Kendaraan Bermotor pada Jalan Tol
yang Sudah Beroperasi. Jakarta.
__________. 2014. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16/PRT/M/2014 tentang
Standar Pelayanan Minimal Jalan Tol. Jakarta.
__________. 2012. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan.
Jakarta.
__________. 2009. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan. Jakarta.
Setiawan, A.T dkk. 2013. Pengaruh Kinerja Jembatan Timbang. Politeknik Keselamatan
Transportasi Jalan. Tegal

Anda mungkin juga menyukai