Contoh Essay LPDP
Contoh Essay LPDP
Kesadaran untuk terus membangun diri adalah titik awal sebuah kesuksesan.
Ketika kecil sempat merasakan tak ada listrik, tak memiliki kamar mandi, tak ada
angkutan umum, membuat saya pernah mengalami perasaan inferior. Saya
merasa sukses ketika saya keluar dari perasaan tersebut dan kini memiliki
keinginan untuk membangun diri lebih jauh.
Sejak kecil di bangku sekolah saya selalu berusaha belajar dengan baik. Saya
selalu peringkat pertama di Sekolah Dasar dan berusaha mempertahankan
prestasi tersebut di SMP sehingga ketika lulus saya mendapat peringkat 4 secara
paralel (sekitar 280 anak). Saya kira itu cukup. Namun, ketika saya bersekolah di
SMAN 1 Kebumen, saya justru sempat rendah diri karena ternyata karena hanya
pelajaran yang saya tahu ketika teman-teman saya berbakat, aktif dalam
organisasi, kritis dalam berargumen, percaya diri berbicara di depan umum, dan
menguasai Bahasa Inggris dengan baik. Mereka memiliki kualifikasi yang saat itu
belum saya miliki.
Saya mencoba mengatasi rasa rendah diri tersebut. Saya belajar dari kesalahan
orang di sekitar yang hanya karena perasaan inferior mereka kehilangan banyak
kesempatan. Saya tidak mau mengulang kesalahan yang sudah dilakukan
mereka sehingga saya bertekad untuk menjadi lebih percaya diri. Jarak rumah ke
sekolah saya cukup jauh sehingga saya memutuskan untuk tinggal di kost yang
dekat sekolah. Awalnya tidak mudah hidup di kost tetapi justru itulah yang
membuat saya belajar mandiri dan punya lebih banyak waktu di sekolah.
Saya mulai ikut organisasi dan meningkatkan kemampuan Bahasa Inggris. Saya
mulai ikut organisasi dengan menjadi pengurus Palang Merah Remaja yang
memungkinkan saya bertemu orang baru, menerima tamu, dan berkunjung ke
sekolah lain membawa nama organisasi. Untuk Bahasa Inggris, saya mulai sering
ke warnet untuk chatting dengan orang asing dan membaca e-book, kemudian
mencatat kosakata yang tidak saya mengerti. Di saat yang sama, saya tetap
harus mengikuti pelajaran agar bisa lulus dan masuk perguruan tinggi negeri.
Alhamdulillah, dengan doa, usaha, dan dukungan dari banyak pihak, pada tahun
2010, saya lulus dan diterima di UNY dengan skor TOEFL tahun itu adalah 503.
Dengan itu, saya memulai babak baru dalam hidup saya. Hidup yang lebih
percaya diri.
Semasa kuliah, saya mencoba menggali potensi sebaik mungkin. Kuliah bagi
saya bukan hanya kegiatan akademik tetapi juga kegiatan organisasi, hobi, dan
pengalaman kerja. Saya berusaha mengikuti kuliah dengan baik. Standar
acuannya adalah masa studi tepat waktu dan Indeks Prestasi yang baik, hasil
dari keaktifan di kelas, tugas-tugas, dan ujian. Selama tiga tahun berturut-turut
saya juga menjadi penerima beasiswa untuk mahasiswa dengan performa
akademik bagus, yaitu beasiswa Pengembangan Prestasi Akademik (PPA) dari
UNY.
Saya menjadi pengurus organisasi kampus seperti Himpunan Mahasiswa dan
UKM Penelitian. Tahun 2011, saya aktif memimpin FORBI, sebuah forum diskusi
ilmiah membahas masalah sosial politik yang sedang terjadi di Indonesia saat
itu. Diskusi tersebut dilakukan rutin dua mingguan dan telah memberi saya
kesempatan untuk berlatih berdiskusi secara sehat, berpikir kritis, sekaligus lebih
peka terhadap perkembangan bangsa. Tahun 2012, saya berhasil menjadi
pembicara perwakilan mahasiswa dalam Seminar Nasional UNY bertema “Inovasi
Social Policy dalam Membangun Kesejahteraan Masyarakat yang Membumi”,
membawakan telaah kritis tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Saya
juga sering terlibat dalam berbagai kepanitiaan kegiatan mahasiswa termasuk
menjadi Ketua Panitia UNY Scientific Fair dalam rangka Dies Natalis ke-49 UNY
yang mengundang mahasiswa se-Indonesia untuk mengikuti LKTI tingkat
nasional di UNY.
Dengan semua kegiatan tersebut, ada kalanya saya merasa penat dan saya
melepaskannya dengan hobi. Saya menekuni hobi membaca dan menulis fiksi.
Sejak tahun 2011, saya bergabung dengan komunitas menulis Writing Revolution
dan pada 2012 menjadi koordinator bedah cerpen mingguan di komunitas
tersebut. Beberapa karya saya yang dilombakan berhasil dimuat dalam
beberapa antologi, yaitu: Dalam Genggaman Tangan Tuhan (Penerbit WR, 2012),
Serahim Nira (WR Publishing, 2012), Curhat Colongan Sahabat Inspirasiku
(LeutikaPrio, 2013), Kisah dari Rumah Kambira (WR Publishing, 2013), dan
Cenningrara (Penerbit WR, 2014). Saya juga pernah menulis artikel populer
ketika saya bekerja sebagai English content writer untuk [……] Jogja. Pekerjaan
tersebut memberi saya kesempatan untuk mengembangkan kemampuan
menulis dalam Bahasa Inggris.
Alhamdulillah dengan semua kegiatan di atas, saya berhasil lulus dalam waktu 3
tahun 8 bulan dengan IPK [….] (cum laude). Namun, saya sadar suatu langkah
maju tidak mengenal kata usai. Untuk itu, saya ingin melanjutkan pendidikan
agar diri saya lebih berkembang dan dapat memberi manfaat kepada orang lain.
Essay 2: Sukses Terbesar dalam Hidupku SUKSES: SINERGISME ANTARA
KELUARGA – KOMUNITAS – PENCAPAIAN PRIBADI
Bagi saya, tahun 2010 merupakan salah satu periode hidup dengan tantangan
yang cukup besar, sehingga terpatri di dalam memori. Perspektif yang saya
gunakan adalah sinergisme hidup: kombinasi antara tanggung jawab yang harus
saya emban di rumah, di dalam komunitas kampus maupun kampung, sekaligus
tanggung jawab terhadap diri saya sendiri sebagai seorang mahasiswa dengan
aspek akademiknya. Periode tersebut adalah masa di mana saya menempuh
semester 5-6-7 studi saya di Fakultas Farmasi UGM. Secara umum, ‘usia’ tersebut
jelas telah lewat masa beradaptasi bagi mahasiswa dan telah memasuki fase
senior. Begitu juga dilihat dari segi usia, saya mulai memasuki usia dengan
kepala dua. Artinya, saya harus meluangkan porsi lebih banyak untuk
berkontribusi bagi lingkungan. Tantangan yang tersaji saya jalani dengan
semangat belajar, karena kesuksesan bagi saya adalah keberhasilan untuk
menjalani proses dengan niat yang baik, sehingga diperoleh pembelajaran yang
berharga. Tantangan pertama adalah 2 PR besar saya di rumah. Pertama, Adik
saya (yang notabene semangat belajarnya harus selalu dipacu) baru saja naik
kelas 2 SMA dan memutuskan untuk masuk ke kelas IPA, sementara nilai-nilai
mata pelajaran IPA-nya agak mengkhawatirkan. Yang kedua, Ayah baru saja
didiagnosis menderita kanker prostat di akhir tahun 2009, sehingga kami
sekeluarga harus fokus untuk men-support sekaligus mengontrol diet dan pola
hidup beliau. Sementara di kampus, setelah melalui diskusi dan lobi yang cukup
panjang, saya diamanahi untuk bergabung dalam tim Pengurus Harian BEM
Fakultas, sebagai Kepala Departemen Pengembangan Bahasa (Language Club).
Di samping itu, saya memasuki tahun kedua sebagai staf riset junior di CCRC,
dan saya bertanggung jawab mengelola sebuah penelitian dengan desain in
vivo. Ditambah lagi, selepas aktivitas Ramadhan di kampung, saya turut
dilibatkan sebagai panitia inti penyelenggaraan Idul Adha di organisasi tingkat
ranting (yang merupakan hal baru bagi saya). Di masa yang bagi saya terasa
cukup berat tersebut, saya mendapatkan banyak ilmu dan pengalaman baru
yang membentuk pribadi saya apa adanya saat ini. Pada kondisi tersebut,
keluarga adalah salah satu penyokong terbesar kesuksesan saya. Bagi saya
keluarga adalah suatu tim kerja utama yang menjadi tanggung jawab, sekaligus
sumber energi. Pada periode ini, saya belajar banyak mengenai kedisiplinan,
efisiensi waktu, dan konsistensi. Saya berusaha menjaga intensitas sekaligus
kualitas waktu saya untuk keluarga. Salah satu terobosan konkritnya adalah
pemberlakuan jam malam dan hari Minggu untuk keluarga yang saya coba
inisiasi. Walaupun pada prakteknya aturan ini terkadang masih terlanggar akibat
urgensi beberapa agenda tertentu di luar rumah, namun saya merasakan bahwa
dengan berusaha mendisiplinkan diri pada aturan tersebut, efisiensi kerja
terpacu untuk meningkat, terutama efisiensi kerja terkait aktivitas di komunitas.
Turut terjun untuk aktif di komunitas merupakan pilihan saya sejak SMA. Hal baru
yang saya hadapi di BEM adalah tanggung jawab sebagai pemimpin (dalam hal
ini Kepala Departemen) dalam jangka waktu yang panjang (satu tahun). Artinya,
saya bertanggung jawab mulai dari penyusunan ide hingga keseluruhan
pertanggungjawaban departemen saya. Di samping itu, saya mengampu
tanggung jawab bukan hanya sebagai Kepala Departemen, namun juga sebagai
tim Pengurus Harian. Tantangan yang saya hadapi adalah banyaknya personil
baru dalam tim (perlu membimbing adaptasi sekaligus memberikan kesan yang
baik), serta diperlukannya inovasi baru dalam program kerja departemen.
Tantangan tersebut sekaligus menjadi kekuatan, sebab personil baru dapat
memberikan perspektif baru, jug ide-ide baru. Sementara di CCRC, saya
mempelajari banyak sekali hal baru terkait bidang ilmu yang saya tekuni, yang
tentu saja menuntut perhatian dan porsi waktu tersendiri. Di sini, saya banyak
mengasah kemampuan untuk mengelola dan mengarahkan tim, bermulti tasking
namun fokus, dan menjadi fast learner. Setelah berjuang melalui proses yang
cukup panjang, dengan rahmat Tuhan tantangan di tahun 2010 ini dapat saya
jawab dengan baik. Kondisi di keluarga terkendali, dan saya merasa sangat
bersyukur dengan hasilnya. Sementara di komunitas, saya berhasil menutup
lembaran dengan LPJ BEM dengan beberapa program baru, seperti lomba pidato
Bahasa Jawa dan pembentukan komunitas debat, serta capaian yang cukup
memuaskan di agenda lain. Dalam hal riset, saya berhasil menulis manuskrip
publikasi pertama saya. Dan secara tak terduga, pencapaian pribadi saya juga
terbilang cukup memuaskan, dengan IP yang terus mengalami peningkatan,
serta pencapaian sebagai mahasiswa berprestasi peringkat 3 di Fakultas.
Terlepas dari keberhasilan fisik yang dicapai, tahun tersebut sangat berkesan
karena banyaknya ilmu dan pengalaman baru yang saya peroleh, yang ternyata
sangat bermanfaat di kemudian hari.
Kesuksesan Terbesar dalam Hidupku Sukses Dunia Akhirat
'Mau jadi apa besar nanti nak? Cita-citamu apa nak? Mimpimu apa nak?' kata-
kata yang sering ditanyakan oleh orang terdekat kita untuk mengukur seberapa
ingin atau kemauan kita terhadap satu bidang. Dan semua orang punya hak
untuk menjawab sesuai bidang yang dia inginkan, termasuk saya pribadi.
Sukses, Bahagia, Senang, Gembira, dan kawan-kawannya itu memiliki relativitas
yang sangat tinggi. Bisa jadi seorang anak kecil bila ditanya waktu kecilnya
menjawab dengan penuh keyakinan, "cita-citaku menjadi seorang astronot, guru,
dokter, polisi dan lainnnya" akan berubah 180 Derajat bila telah mengetahui
kondisi riil dari cita-cita yang telah dia idamkan atau bahkan semakin menggebu-
ngebu cita-cita itu untuk segera diwujudkan, dan ini pasti berbeda kasus setiap
dari kita. Sukses dan kawan-kawan selalu diidentikkan dengan sesuatu yang
bernilai di dunia saja, misalkan, 'aku mau jadi orang sukses, rumahku 10 uangku
100 Triliun, mobilku ribuan dan sebagainya', hal ini menitikberatkan pada
pemikiran bahwa kita hanya mencintai kehidupan kita di dunia saja. Hal yang
sudah menjadi paradigma baru di dunia internasional, bahkan di Indonesia
tercinta ini. Sebagai contoh, saya pernah menanyakan seorang teman, "kenapa
kamu bekerja di tempat itu?". lantas teman ini menjawab dengan cepat dan
yakin, "gue pingin cepet kaya bro, pingin cepet beli mobil, rumah, handphone,
gajinya besar banget di sini, meskipun gak halal kan yang penting kita niatannya
halal bro!". Sebuah ironi yang sangat biasa dan sering kita temukan di mana
saja. Atau mungkin yang menjadi tren adalah ucapan seperti ini, "cari yang
haram aja susah, apalagi yang halal bro, udah jangan kolot deh!". Padahal
tetangga samping rumah saja, membuka lowongan untuk menjadi karyawan
rumahan saja tidak ada yang melamar, padahal omset dia hampir 50 juta
sebulan, hal aneh dan tidak seimbang yang terjadi di Indonesia ini. Hal ini sering
terjadi bisa jadi dikarenakan pemikiran tertutup dari orang tersebut sehingga
menyebabkan tidak membuka untuk terbuka pada orang lain, atau mencari
informasi yang baru, yang bisa kita artikan kolot atau ndeso. Padahal peluang itu
ada di mana saja, tinggal bagaimana kita membuka diri dan mencari peluang
yang sesuai dengan kebutuhan kita. Istilah 'sekularisme' pun muncul sebagai
definisi hal ini, karena pemikiran yang hanya memikirkan lingkup duniawi saja
selalu melupakan bahwa ada kehidupan yang lebih kekal setelah di dunia ini,
yaitu kehidupan akhirat. Sehingga pribadi ini bila ditanya perihal cita-cita
sewaktu kecil dengan lantang pun akan menjawab ingin menjadi astronot. tetapi
hal ini pun berubah sesuai dengan berkembangnya pemikiran penulis. Semenjak
menginjak dunia perkuliahan dengan mengenal istilah "Falah" yaitu
keseimbangan dunia dan akhirat yang merupakan tujuan akhir dari Ekonomi
Syariah, penulis sadar bahwa masih ada kehidupan yang seharusnya lebih
disukseskan daripada di duniawi ini saja, yaitu kehidupan di akhirat. Bisa kita
implementasikan bersama apa arti dari kesuksesan dunia dan akhirat ini dengan
berbagai macam pedoman dan sumber agama kita masing-masing. Tetapi
pribadi ini selalu mengutip sabda Nabi Muhammad SAW,"Sebaik-baiknya orang
adalah orang yang bermanfaat bagi orang lain". Hal ini menjadi pedoman pribadi
ini untuk mengabdikan lembaga ini menjadi lembaga yang bisa memberikan
kemanfaatan sebesar-besarnya bagi orang lain, bisa memberikan amal jariyah
kelak bila penulis telah pergi dari kehidupan duniawi yang hanya sementara saja.