Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH BIOKIMIA DAN BIOLOGIMOLEKULAR

ANALISIS BIOKIMIA URIN

Disusun oleh :
110121040_Lutfiyah Sultanah
110121130_Baguza Puspa Mertha D
110121175_Tabitha Rachel Turnip
110121231_Namira Indar Asyifa
110121276_Nadya Siska Amalia
110121316_Zikirna Aulia Safitri
DAFTAR ISI

MAKALAH BIOKIMIA DAN BIOLOGIMOLEKULAR 1

DAFTAR ISI 2

BAB I 4

PENDAHULUAN 4

BAB II 7
TUJUAN PRAKTIKUM 7

BAB III 8
PERCOBAAN 8
3.1 Pemeriksaan Fisik Urin 8
3.2 Pemeriksaan kimiawi 8
3.2.1 Derajat keasaman (pH) 8
3.2.2 Uji Benedict semi kuantitatif 8
3.3.3 Uji Koagulasi Panas 9
3.2.4 Uji Gerhardt 9
3.2.5 Percobaan Kreatinin Urine 10
3.2.6 Pemeriksaan Urobilinogen 10
3.2.7 Uji Fehling 11
3.2.8 Uji Protein Bence Jones 11
3.2.9 Penetapan Kadar Asam Urat 11

BAB IV 13
HASIL PERCOBAAN 13
4.1 Pemeriksaan Fisik Urin 13
4.2 Pemeriksaan Kimiawi Urin 13
4.3 Pemeriksaan Asam Urat 14
4.4 Pemeriksaan Urin menggunakan Urine Analyzer 14

BAB V 16
PEMBAHASAN 16
5.1 Pemeriksaan Fisik Urin 16
5.2 Pemeriksaan Kimiawi Urin 18
5.3 Pemeriksaan Kadar Asam Urat 21
5.4 Pemeriksaan Urin Menggunakan Urine Analyzer 23

BAB VI 27
KESIMPULAN 27

BAB VII 28
LAMPIRAN 28
Soal kasus 28

DOKUMENTASI 29

DAFTAR PUSTAKA 30
BAB I

PENDAHULUAN

Urine atau air seni atau air kencing merupakan cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal
kemudian dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Urine disaring di dalam ginjal,
dibawa melalui ureter menuju kandung kemih, akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra
(Ganong 2003).

Urinalisis penting untuk penapisan penyakit. Tahap pertama untuk pemeriksaan


kualitatif/kuantitatif dapat dipakai urin segar yang ditampung dalam tempat yang bersih dan
kering. Urin pagi lebih baik karena lebih kental, mengandung lebih banyak solut dan belum
mengalami perubahan karena pekerjaan kuman-kuman. Kompenen yang umum diuji adalah :
glukosa, bilirubin, keton, berat jenis, pH, protein, urobilinogen, nitrit dan leukosit.

Dalam keadaan normal pada orang dewasa akan dibentuk 1200-1500 ml urin dalam satu
hari. Secara fisiologis maupun patologis volume urin dapat bervariasi. Pembentukkan urin
dipengaruhi oleh cairan yang masuk dan jenis makanan. Poliuria (volume urin meningkat0
ditemukan di berbagai keadaan. Pada diabetes insipidus, akibat tidak adanya hormon
antidiuretik, volume urin dapat mencapai 10-20 L. Pada diabetes melitus, volume urin dapat
mencapai 5-6 L dalam 1 hari.

Urin yang sangat encer dapat menyebabkan perubahan morfologis, di samping itu
kelainan yang kecil mungkin tidak dapat dilihat. Pemeriksaan harus dilakukan secepat mungkin,
jangan menahan urin lebih dari 3 jam bila tidak diberikan bahan pengawet oleh karena susunan
akan berubah. Banyak pasien dalam perawatan rumah sakit mengalami penurunan output urin.
Keadaan ini khususnya terjadi pada pasien pasca operasi atau yang sakit berat. Output urin
adalah indikator sensitif dari status cairan dan kecukupan hemodinamik.

Urine normal biasanya berwarna kuning, berbau khas jika didiamkan berbau ammoniak,
pH berkisar 4,8 – 7,5 dan biasanya 6 atau 7. Berat jenis urine 1,002–1,035. Volume normal
perhari 900 – 1400 ml. (Evelyn 1993)

Urin yang terlalu keruh menandakan tingginya kadar unsur-unsur yang terlarut di
dalamnya. Hal ini bisa terjadi karena faktor makanan, karena adanya infeksi yang mengeluarkan
bakteri atau karena konsumsi air yang kurang. Bau urin dapat bervariasi karena kandungan asam
organik yang mudah menguap. Diantara bau yang berlainan dari normal seperti: bau oleh
makanan yang mengandung zat-zat atsiri seperti jengkol, petai, durian, asperse dll. Bau
obat-obatan seperti terpentin, menthol dsb, Bau amoniak biasanya terjadi kalau urin dibiarkan
tanpa pengawet atau karena reaksi oleh bakteri yang mengubah ureum di dalam kantong kemih.
Bau keton sering pada penderita kencing manis, dan bau busuk sering terjadi pada penderita
keganasan (tumor) di saluran kemih (Dawiesah 1989)

Urin yang kita keluarkan terdiri dari berbagai unsur seperti : air, protein, amoniak,
glukosa, sedimen, bakteri, epitel dsb. Unsur-unsur tersebut sangat bervariasi perbandingannya
pada orang yang berbeda dan juga pada waktu yang berbeda dan dipengaruhi oleh makanan yang
kita konsumsi. Kandungan urin inilah yang menentukan tampilan fisik air urin seperti
kekentalannya, warna, kejernihan, bau, busa, dsb. Dalam keadaan normal kencing memang
tampak sedikit berbusa karena kencing mengandung unsur-unsur tersebut. Apalagi jika kencing
dicurahkan ke dalam tempat berwadah dari posisi tinggi, akan terjadi reaksi yang menyebabkan
urin tampak berbusa. Barangkali untuk memastikan adanya kelainan perlu diperhatikan beberapa
hal lain seperti warna, bau, kejernihan, kekentalan dan sebagainya. Warna yang memerah
menandakan adanya darah yang bercampur dalam urin. Ini bisa terjadi pada keadaan infeksi,
luka, batu saluran kemih, tumor, minum obat tertentu dsb. Jika warna sangat merah menyerupai
fanta ini menandakan adanya perdarahan yang masif di saluran kemih (Poedjiadji 1994).

Urin yang terlalu keruh menandakan tingginya kadar unsur-unsur yang terlarut di
dalamnya. Hal ini bisa terjadi karena faktor makanan, karena adanya infeksi yang mengeluarkan
bakteri atau karena konsumsi air yang kurang. Bau urin dapat bervariasi karena kandungan asam
organik yang mudah menguap. Diantara bau yang berlainan dari normal seperti: bau oleh
makanan yang mengandung zat-zat atsiri seperti jengkol, petai, durian, asperse dll. Bau
obat-obatan seperti terpentin, menthol dsb, Bau amoniak biasanya terjadi kalau urin dibiarkan
tanpa pengawet atau karena reaksi oleh bakteri yang mengubah ureum di dalam kantong kemih.
Bau keton sering pada penderita kencing manis, dan bau busuk sering terjadi pada penderita
keganasan (tumor) di saluran kemih (Dawiesah 1989)
Banyaknya urine yang dikeluarkan dari dalam tubuh seseorang yang normal sekitar 5 liter
setiap hari. Faktor yang mempengaruhi pengeluaran urine dari dalam tubuh tergantung dari
banyaknya air yang diminum dan keadaan suhu apabila suhu udara dingin, pembentukan urine
meningkat sedangkan jika suhu panas, pembentukan urine sedikit.
Pada saat minum banyak air, kelebihan air akan dibuang melalui ginjal. Oleh karena itu
jika banyak minum akan banyak mengeluarkan urine. Warna urine setiap orang berbeda-beda.
Warna urine biasanya dipengaruhi oleh jenis makanan yang dimakan, jenis kegiatan atau dapat
pula disebabkan oleh penyakit. Namun biasanya warna urine normal berkisar dari warna bening
sampai warna kuning pucat. (Evelyn 1993)
Urin yang kita keluarkan terdiri dari berbagai unsur seperti : air, protein, amoniak,
glukosa, sedimen, bakteri, epitel dsb. Unsur-unsur tersebut sangat bervariasi perbandingannya
pada orang yang berbeda dan juga pada waktu yang berbeda dan dipengaruhi oleh makanan yang
kita konsumsi. Kandungan urin inilah yang menentukan tampilan fisik air urin seperti
kekentalannya, warna, kejernihan, bau, busa, dsb. Dalam keadaan normal kencing memang
tampak sedikit berbusa karena kencing mengandung unsur-unsur tersebut. Apalagi jika kencing
dicurahkan ke dalam tempat berwadah dari posisi tinggi, akan terjadi reaksi yang menyebabkan
urin tampak berbusa. Barangkali untuk memastikan adanya kelainan perlu diperhatikan beberapa
hal lain seperti warna, bau, kejernihan, kekentalan dsb. Warna yang memerah menandakan
adanya darah yang bercampur dalam urin. Ini bisa terjadi pada keadaan infeksi, luka, batu
saluran kemih, tumor, minum obat tertentu dsb. Jika warna sangat merah menyerupai fanta ini
menandakan adanya perdarahan yang masif di saluran kemih (Poedjiadji 1994).

Urin yang terlalu keruh menandakan tingginya kadar unsur-unsur yang terlarut di
dalamnya. Hal ini bisa terjadi karena faktor makanan, karena adanya infeksi yang mengeluarkan
bakteri atau karena konsumsi air yang kurang. Bau urin dapat bervariasi karena kandungan asam
organik yang mudah menguap. Diantara bau yang berlainan dari normal seperti: bau oleh
makanan yang mengandung zat-zat atsiri seperti jengkol, petai, durian, asperse dll. Bau
obat-obatan seperti terpentin, menthol dsb, Bau amoniak biasanya terjadi kalau urin dibiarkan
tanpa pengawet atau karena reaksi oleh bakteri yang mengubah ureum di dalam kantong kemih.
Bau keton sering pada penderita kencing manis, dan bau busuk sering terjadi pada penderita
keganasan (tumor) di saluran kemih (Dawiesah 1989).
BAB II
TUJUAN PRAKTIKUM

1. Mengetahui sifat fisiko kimia urin


2. Mengetahui kandungan urin secara kualitatif dan semikuantitatif
3. Menetapkan kadar asam urat
4. Mendeskripsikan penilaian hasil pemeriksaan analit urin
5. Menjelaskan penyebab kelainan volume urin
6. Menginterpretasikan hasil penilaian uji biokimia
BAB III
PERCOBAAN

3.1 Pemeriksaan Fisik Urin


● Tujuan : Mengamati sifat fisik urin
● Alat dan Bahan : Beaker glass dan Urin Praktikan
● Prosedur :
Jumlah (volume)
Tentukan jumlah/volume urin yang diproduksi selama 24 jam dengan mengalikan
jumlah satu kali buang air kecil dengan berapa kali buang air kecil setiap hari
Warna
Dilakukan pemeriksaan warna urin untuk menentukan normal atau tidak (non
patologis atau patologis)
Buih
Masukkan beberapa mL urin dalam tabung reaksi kemudian kocok, amati apa
yang terjadi
Kekeruhan
Amati urin yang ditampung apakah keruh atau tidak. Tentukan penyebab
kekeruhan
Bau
Segera setelah diambil, tentukan bau urin. Jangan dibiarkan lama karena akan
mempengaruhi hasil

3.2 Pemeriksaan kimiawi


3.2.1 Derajat keasaman (pH)
● Tujuan : Menentukan pH urin
● Alat dan Bahan :
Kertas lakmus/indikator universal
Urin
● Prosedur :
Tentukan pH urin menggunakan kertas lakmus atau indikator universal

3.2.2 Uji Benedict semi kuantitatif


● Tujuan : Menentukan kadar glukosa urin secara semikuantitatif
● Alat dan Bahan :
Tabung reaksi
Pipet tetes
Urin praktikan
Larutan glukosa 0,3%
Larutan glukosa 1%
Larutan glukosa 5%
Reagen
● Prosedur :
2 mL larutan Benedict dimasukkan ke 5 tabung reaksi
tambahkan ke dalam masing-masing tabung secara berturut, urin praktikan,
larutan glukosa 0,3%, larutan glukosa 1%, larutan glukosa 5%
Kocok perlahan
Panaskan dalam penangas air selama 5 menit atau didihkan selama 2 menit
Dinginkan dan amati warna dan endapan yang terbentuk. Hasil positif bila
terdapat endapan berwarna hijau, kuning atau merah bata

3.3.3 Uji Koagulasi Panas


● Tujuan : Menentukan adanya protein secara kualitatif di dalam urin
● Alat dan Bahan :
Tabung reaksi
Pipet tetes
Urin praktikan
Sampel yang disediakan
Reagen
● Prosedur :
Sampel yang akan diuji (urin praktikan, sampel yang disediakan) sebanyak 3 mL
Dimasukkan ke dalam tabung reaksi
Didihkan dalam penangas
Amati terjadinya endapan
Bagi tabung yang terbentuk endapan, tambahkan 5 tetes asam asetat
Amati perubahan yang terjadi

3.2.4 Uji Gerhardt


● Tujuan : Mengetahui adanya asam asetoasetat dalam urin
● Alat dan Bahan :
Tabung reaksi
Pipet tetes
Urin praktikan
Sampel yang disediakan
Reagen
● Prosedur :
Sampel yang akan diuji (urin praktikan, sampel yang disediakan) sebanyak 3 mL
Dimasukkan ke tabung reaksi
Tambahkan FeCl3 10% disaring
Tambahkan beberapa tetes FeCl3 pada fitrat. Reaksi positif bila timbul warna
merah

3.2.5 Percobaan Kreatinin Urine


● Tujuan : Menentukan kreatinin urin sebatas kualitatif
● Alat dan Bahan :
Tabung reaksi
Pipet tetes
Urin praktikan
Sampel yang disediakan
Reagen
● Prosedur :
Sampel yang akan diuji (urin praktikan, sampel yang disediakan) sebanyak 3 mL
Dimasukkan ke dalam tabung reaksi
Tambahkan 1 mL asam pikrat dan 1 mL NaOH 10%
Amati warna yang timbul

3.2.6 Pemeriksaan Urobilinogen


● Tujuan : Menentukan urobilinogen dalam urin
● Alat dan Bahan :
Tabung reaksi
Pipet tetes
Urin praktikan
Sampel yang disediakan
Reagen
● Prosedur :
Sampel yang akan diuji (urin praktikan, sampel yang disediakan) sebanyak 3 mL
Dimasukkan ke tabung reaksi
Ditambah 10-12 tetes larutan para dimetil aminobenzaldehid
Campur dan tunggu selama 5 menit.
Amati perubahan warna! Hasil positif ditandai warna merah ceri. Warna merah
muda sampai sedikit merah menunjukkan kadar normal urobilinogen dalam urin
3.2.7 Uji Fehling
● Tujuan : Menentukan karbohidrat dalam urin
● Alat dan Bahan :
Tabung reaksi
Pipet tetes
Urin praktikan
Sampel yang disediakan
Reagen

● Prosedur :
Sampel yang akan diuji (urin praktikan, sampel yang disediakan) sebanyak 2 mL
Dimasukkan ke tabung reaksi
Ditambahkan 1 mL fehling A dan 1 mL fehling B
Dipanaskan dalam penangas air selama 5 menit.
Amati perubahan yang terjadi. Hasil positif ditandai dengan terbentuknya endapan
merah bata

3.2.8 Uji Protein Bence Jones


● Tujuan :
● Alat dan Bahan :
Tabung reaksi
Rak tabung reaksi
Termometer
Beaker glass
Kertas saring
● Prosedur :
5 mL urin dimasukkan dalam tabung reaksi
Panaskan dalam penangas
Gunakan termometer untuk mencatat suhu mulai timbul kekeruhan pertama kali
dan kekeruhan maksimal
Angkat tabung reaksi dari penangas dan panaskan dengan api langsung sampai
mendidih selama 1 menit
Amati adanya presipitat. Dinginkan tabung, jika ada presipitat, tambahkan asam
asetat 50% setetes demi setetes
Hentikan jika tidak ada perubahan pada kekeruhan. Saring, filtrat didiamkan 5
menit, kalau terbentuk kekeruhan berarti positif protein bence jones

3.2.9 Penetapan Kadar Asam Urat


● Tujuan : Menentukan kadar asam urat
● Alat dan Bahan :
Alat test asam urat
Test strip
● Prosedur :
Tentukan manusia coba yang akan diperiksa kadar asam uratnya
Bersihkan ujung jari telunjuk dengan kapas yang telah dibasahi alkohol
Masukkan jarum ke dalam alat tujuk, atur kedalaman jarum
Tempatkan test strip di alat tes asam urat
Teteskan darah ke test strip, dan amati hasil pemeriksaan
Catat data manusia coba dari setiap kelompok di kelas!
BAB IV
HASIL PERCOBAAN

4.1 Pemeriksaan Fisik Urin

Jenis Pemeriksaan Hasil Pengamatan Keterangan

Volume 125,3 mL Normal

Warna Kuning keemasan Normal

Buih Tidak berbuih Normal

Kekeruhan Tidak keruh, jernih Normal

Bau Menyengat Normal

Keterangan tambahan:
Volume per hari ditentukan dengan cara mengalikan jumlah satu kali buang air kecil dengan
berapa kali buang air kecil setiap hari

4.2 Pemeriksaan Kimiawi Urin

Pemeriksaan Hasil Pengamatan Kesimpulan

Derajat keasaman (pH) pH = 6,5 Negatif

Benedict Semikuantitatif Glukosa 0.3% → Hijau Penilaian : +


Glukosa 1% → Hijau Kadar : < 0.5%
Glukosa 5% → Jingga
Urin → Biru jernih

Koagulasi Panas Tidak terdapat endapan Negatif

Gerhardt Warna menjadi kuning tua Negatif

Kreatinin Urin Urin berubah menjadi kuning Negatif


kecoklatan

Urobilinogen Berubah menjadi coklat tua Negatif

Fehling Tidak terdapat endapan merah Negatif


bata (menjadi biru tua)

Protein Bence Jones Tidak terdapat endapan Negatif

4.3 Pemeriksaan Asam Urat

No Jenis Kelamin Kadar Asam Urat (mg/dL) Kesimpulan

H1 P 5,2 Normal

H2 P 4,2 Normal

H3 P 5,9 Normal

H4 P 5,7 Normal

H5 P 4 Normal

H6 P 5,2 Normal

4.4 Pemeriksaan Urin menggunakan Urine Analyzer

Nama Analit Hasil Pengamatan Nilai Normal Kesimpulan

Leukosit 0 cell/μL < 5 cell/μL Normal

Nitrit (-) negatif Negatif Normal

Urobilinogen Normal 0,5 - 1 mg/dL Normal

Protein 0 g/L ≤ 1,5 g/L Normal

pH pH = 6,5 pH = 4,5 - 8 Normal

Blood 0 cell/μL ≤ 3 cell/μL Normal

Specific gravity 1,015 1.008 - 1.020 Normal

Ketone 0 mmol/L Negatif Tidak terdapat keton


pada urin

Bilirubin 0 μmol/L ≤ 0,2 mg/dL → Tidak ada bilirubin


3,42μmol/L dalam urin

Glucose 0 mmol/L ≤ 130 mg/dL → Tidak ada glukosa


7,2 mmol/L pada urin

Ascorbic acid 0 mmol/L Negatif Tidak ada Ascorbic


Acid pada urin
BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Pemeriksaan Fisik Urin


● Volume urin
Mengukur volume urin bermanfaat untuk menentukan adanya gangguan fatal pada ginjal,
kelainan kesetimbangan cairan di dalam tubuh, dan berguna untuk menafsirkan hasil
pemeriksaan kuantitatif dan semi kuantitatif urin. Volume urin dewasa normal untuk daerah
tropis berkisar antara 750 mL - 1250 mL untuk 24 jam (Gandasoebrata, 2007)\
Pada orang dewasa, normal produksi urine sekitar 1,5 L dalam 24 jam. Jumlah ini
bervariasi tergantung pada : luas permukaan tubuh, konsumsi cairan, dan kelembaban udara/
penguapan.
Volume Urine Abnormal
- Poliurea: volume urine meningkat, dijumpai pada keadaan seperti : Diabetes, Nefritis
kronik, beberapa penyakit syaraf, edema yang mulai pulih.
- Oliguria: volume urine berkurang, dapat dijumpai pada keadaan seperti penyakit ginjal,
dehidrasi, sirosis hati.
- Anuria: tidak ada produksi urine, dapat terjadi pada keadaan-keadaan seperti circulatory
collapse (sistolik < 70 mmHg), acute renal failure, keracunan sublimat, dll.
- Residual urine (urine sisa): volume urine yang diperoleh dari kateterisasi setelah
sebelumnya pasien disuruh kencing sepuas-puasnya.

● Warna pada urin


Warna urine setiap orang berbeda-beda. Warna urine biasanya dipengaruhi oleh jenis
makanan yang dimakan, jenis kegiatan atau dapat pula disebabkan oleh penyakit. Namun
biasanya warna urine normal berkisar dari warna bening sampai warna kuning pucat. (Evelyn
1993). Warna yang memerah menandakan adanya darah yang bercampur dalam urin. Ini bisa
terjadi pada keadaan infeksi, luka, batu saluran kemih, tumor, minum obat tertentu dsb. Jika
warna sangat merah menyerupai fanta ini menandakan adanya perdarahan yang masif di saluran
kemih (Poedjiadji 1994).
Urin normal yang baru dikeluarkan tampak jernih sampai sedikit berkabut dan berwarna
kuning oleh pigmen urokrom dan urobilin. Intensitas warna sesuai dengan konsentrasi urin; urin
encer hampir tidak berwarna, urin pekat berwarna kuning tua atau sawo matang. Kelainan pada
warna, kejernihan, dan kekeruhan dapat mengindikasikan kemungkinan adanya infeksi,
dehidrasi, darah di urin (hematuria), penyakit hati, kerusakan otot atau eritrosit dalam tubuh.
Obat-obatan tertentu dapat mengubah warna urin. Beberapa keadaan yang menyebabkan
warna urin adalah :
-Merah: hemoglobin, myoglobin, porphobilinogen, porfirin.
Penyebab non patologis: banyak macam obat dan zat warna, bit, rhubarb (kelembak),
senna.
-Oranye: pigmen empedu.
Penyebab non patologis: obat untuk infeksi saluran kemih (pyridium), obat lain termasuk
fenotiazin.
-Kuning: urin yang sangat pekat, bilirubin, urobilin. Penyebab nonpatologik: wotel,
fenasetin, cascara, nitrofurantoin.
-Hijau: biliverdin, bakteri (terutama Pseudomonas).
Penyebab non patologis: preparat vitamin, obat psikoaktif, diuretik.
-Biru: tidak ada penyebab patologik. Pengaruh obat: diuretik, nitrofuran.
-Coklat Penyebab patologik : hematin asam, myoglobin, pigmen empedu. Pengaruh obat:
levodopa, nitrofuran, beberapa obat sulfa.
-Hitam atau hitam kecoklatan: melanin, asam homogentisate, indikans, urobilinogen,
methemoglobin. Pengaruh obat: levodopa, cascara, kompleks besi, fenol.

● Buih
Dalam keadaan normal kencing memang tampak sedikit berbusa karena kencing
mengandung unsur-unsur seperti: air, protein, amoniak, glukosa, sedimen, bakteri, epitel dsb.
Apalagi jika kencing dicurahkan ke dalam tempat berwadah dari posisi tinggi, akan terjadi reaksi
yang menyebabkan urin tampak berbusa. Bila urine dikocok akan timbul buih, bila buih
berwarna kuning, dapat disebabkan oleh pigmen empedu (bilirubin), atau phenylazo
diaminopyridine. Adanya buih juga dapat disebabkan karena adanya sejumlah besar protein
dalam urin (proteinuria).

● Kejernihan pada urin


Urin yang terlalu keruh menandakan tingginya kadar unsur-unsur yang terlarut di
dalamnya. Hal ini bisa terjadi karena faktor makanan, karena adanya infeksi yang mengeluarkan
bakteri atau karena konsumsi air yang kurang. Urine baru dan normal pada umumnya jernih.
Kekeruhan biasanya terjadi karena kristalisasi atau pengendapan urat (dalam urin asam) atau
fosfat (dalam urin basa). Kekeruhan juga bisa disebabkan oleh bahan selular berlebihan atau
protein dalam urin.
Adanya kekeruhan pada urine umumnya disebabkan karena :
- Fosfat Amorf : warna putih, hilang bila diberi asam, terdapat pada urine yang alkalis.
- Urat amorf : warna kuning coklat, hilang bila dipanaskan, terdapat pada urine yang
asam
- Darah : warna merah sampai coklat
- Pus : seperti susu, menjadi jernih setelah disaring
- Kuman : pada umumnya akan tetap keruh setelah disaring ataupun dipusingkan. Pada
Uretritis terlihat benang-benang halus.
● Bau
Bau urin dapat bervariasi karena kandungan asam organik yang mudah menguap.
Diantara bau yang berlainan dari normal seperti: bau oleh makanan yang mengandung zat-zat
atsiri seperti jengkol, petai, durian, asperse dll. Bau obat-obatan seperti terpentin, menthol dsb,
Bau amoniak biasanya terjadi kalau urin dibiarkan tanpa pengawet atau karena reaksi oleh
bakteri yang mengubah ureum di dalam kantong kemih. Bau keton sering pada penderita kencing
manis, dan bau busuk sering terjadi pada penderita keganasan (tumor) di saluran kemih
(Dawiesah 1989).Urine baru, pada umumnya tidak berbau keras. Baunya disebut pesing,
disebabkan karena adanya asam-asam yang mudah menguap. Bau urine dapat dipengaruhi oleh
makanan/ minuman yang dikonsumsi. Apabila urine dibiarkan lama, maka akan timbul bau
amonia, sebagai hasil pemecahan ureum. Aseton memberikan bau manis dan adanya kuman akan
memberikan bau busuk pada urine.

5.2 Pemeriksaan Kimiawi Urin


● pH
Pada praktikum ini, hasil pH yang didapat pada urin tersebut yaitu 6,5 merupakan
keadaan normal. pH urine normal berkisar 4,8 – 7,5 dan biasanya 6 atau 7. Semakin asam
pH urin, maka resiko terkena penyakit batu ginjal semakin besar. pH asam terjadi karena
penyimpanan dan produksi asam dalam tubuh terlalu banyak atau cairan dalam tubuh
tidak cukup untuk menyeimbangkan kadar asam dan basa pada tubuh. Akibatnya adalah
pasien dapat mengalami asidosis dan dapat berhubungan dengan ketoasidosis.
● Benedict Semi Kuantitatif
Pemeriksaan glukosa urine metode Benedict memanfaatkan sifat glukosa sebagai
pereduksi. Pemeriksaan benedict dapat dilihat dari perubahan warna dari larutan benedict,
karena glukosa di dalam mereduksi. Hasil positif ditunjukkan dengan adanya kekeruhan
dan perubahan warna dari biru menjadi hijau kekuningan sampai merah bata. Pengujian
benedict ini dapat mendeteksi pemeriksaan penyakit diabetes melitus. Jumlah glukosa
yang terdeteksi dalam urin disebut glukosuria, kondisi ini terjadi setiap kali kadar glukosa
melampaui tubulus ginjal kapasitas untuk reabsorbsi. Glukosa dapat muncul dalam urin
pada kadar glukosa darah yang berbeda. Namun, biasanya tidak diindikasikan sebagai
hiperglikemia. Aliran darah glomerulus, laju reabsorbsi tubulus, dan aliran urin juga akan
mempengaruhi penampilannya.
Pada percobaan uji benedict semi kuantitatif urin dengan glukosa 0.3%
menghasilkan endapan yang berwarna hijau muda, glukosa 1% menghasilkan endapan
berwarna hijau muda, glukosa 5% menghasilkan endapan berwarna jingga, urine
menghasilkan endapan berwarna biru jernih. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa
urin praktikan positif terdapat glukosa dengan kadar kurang dari 0.5%. Hal ini
menandakan bahwa manusia coba tidak memiliki penyakit diabetes dan tidak beresiko
memiliki penyakit diabetes.
Uji benedict memiliki kelemahan yaitu kelemahan metode ini antara lain reagen
yang dibutuhkan lebih banyak, untuk mendapatkan hasil diperlukan waktu yang agak
lama, metode ini juga tidak spesifik untuk mendeteksi glukosa urin saja. Kelebihan
metode ini biayanya murah, membutuhkan urin yang lebih sedikit.
● Koagulasi panas
Untuk menguji adanya protein pada urin dapat melakukan uji heller dan uji
koagulasi. Uji heller digunakan untuk menguji ada tidaknya protein pada urin sedangkan
uji koagulasi digunakan untuk melihat adanya protein berlebih. Uji protein ini dapat
digunakan sebagai untuk mengevaluasi dan memantau fungsi ginjal, mendeteksi, dan
mendiagnosis kerusakan ginjal. Protein yang berlebih pada urin (proteinuria)
menunjukkan kerusakan pada ginjal atau mungkin sebelum dilakukan tes orang tersebut
mengkonsumsi obat-obatan.
Pada keadaan normal, pada urin tidak terdapat protein. Dalam keadaan normal,
protein yang ada di dalam darah akan disaring oleh glomerulus ginjal sehingga tidak aka
mungkin didapatkan dalam urin. Protein merupakan molekul yang memiliki ukuran
sangat besar sehingga tidak mungkin terdapat pada urin karena tidak dapat menembus
saringan ginjal pada bagian glomerulus. Jika ditemukan protein pada urin, itu artinya
saringan yang berada pada glomerulus telah rusak.
Pada percobaan ini, urin yang kami coba tidak terbentuk endapan pada tabung
reaksi, setelah ditambahkan tetesan asam asetat endapan masih tidak terbentuk. Sehingga
di dalam urin manusia coba tidak mengandung protein yang dapat diindikasikan sebagai
keadaan yang normal.
● Gerhardt
Uji Gerhardt digunakan untuk mendeteksi adanya badan keton pada urin. Selama
“ketosis”, tiga badan keton atau badan aseton ditemukan dalam urin merupakan produk
akhir metabolisme karbohidrat dan asam lemak, yang dikenal sebagai aseton (2%), asam
asetoasetat (20%), dan beta-hidroksi butirat (78%). Uji gerhardt hanya dapat mendeteksi
asam asetoasetat.
Pada percobaan ini dengan pengujian gerhardt dihasilkan warna urin yang
berwarna kuning tua jernih, hal ini menunjukkan bahwa di dalam urin tidak terdapat
kandungan asam asetoasetat. Ketidaknormalan urin dengan uji gerhardt ini ditandai
dengan timbulnya warna merah pada urin. Namun dari hasil pengujian tersebut uji
gerhardt ini memiliki hasil yang negatif.
● Kreatinin urin
Setiap individu memiliki kadar kreatinin yang berbeda , umumnya pada orang
yang berotot kekar memiliki kadar kreatinin yang lebih tinggi daripada orang yang tidak
berotot. Hal ini juga yang menyebabkan kemungkinan perbedaan nilai normal kreatinin
pada wanita dan laki-laki. Nilai normal kreatinin pada wanita 0,5 - 0,9 mg/dL, sedangkan
laki-laki adalah 0,6 - 1,1 mg/dL.
Pada uji kadar kreatinin dalam urin yang telah diujikan/dilakukan, menghasilkan
warna kuning kecoklatan yang menandakan bahwa sampel urin tidak mengandung
kreatinin dan termasuk dalam kategori normal.
● Urobilinogen
Uji urobilinogen digunakan untuk menentukan kadar urobilinogen dalam urin. Uji
urobilinogen juga berguna dalam diagnosis gangguan fungsi hati. Normalnya kadar
urobilinogen relatif rendah, yaitu 0,2 - 1 mg/dL. Kadar urobilinogen bisa dikatakan
abnormal jika mencapai 2-8 mg/dL. Adapun bagan warna urobilinogen sebagai berikut:

Hasil uji urobilinogen urin manusia coba kali ini menunjukkan bahwa urin
berubah warna menjadi coklat tua. Oleh karena itu, hasil pengujian urobilinogen
diindikasikan dalam keadaan normal.
● Fehling
Uji fehling ini biasanya digunakan untuk menguji atau memeriksa glukosa yang
ada dalam urin. Adanya glukosa dalam urin, menandakan bahwa ada yang tidak normal
waktu proses urinisasi. Hal ini disebabkan karena hilangnya hormon insulin didalam
darah yang berfungsi mengubah glukosa menjadi glikogen. Oleh karena itu, glukosa
dalam darah mengalami peningkatan (hiperglikemia), sehingga glukosa yang harus
difiltrasi oleh glomerulus semakin meningkat. Namun, glomerulus hanya bisa memfiltrasi
glukosa sebesar < 0,1%. Selebihnya glukosa dibuang ke dalam urin dan menimbulkan
glukosuria.
Berikut adalah intensitas penilaian glukosa dalam urin.
■ Negatif (-) : warna biru jernih
■ 1+ : warna hijau, endapan hijau atau kuning
■ 2+ : warna kuning ke hijau, endapan kuning
■ 3+ : warna kuning-orange, endapan kuning-orange
■ 4+ : warna kuning kemerahan, endapan merah bata atau merah
Berdasarkan hasil uji coba/hasil praktikum, didapatkan hasil negatif pada urin
manusia coba. Hal ini dikarenakan tidak terjadi perubahan warna menjadi kuning
kemerah atau tidak ada endapan merah bata atau merah, melainkan warnanya tetap biru
tua jernih. Sehingga disimpulkan urin manusia coba dikatakan negatif atau tidak
menandakan glukosuria dan hiperglikemia
● Protein Bence Jones
Protein bence jones terdiri dari rantai ringan kappa atau lambda dari
imunoglobulin. Protein ini pertama kali dikenali oleh Henry Bonce-Jones pada tahun
1874 karena sifat kelarutannya yang tidak biasa, yaitu protein ini mengendap ketika
dipanaskan hingga 40-60 C tetapi larut ketika direbus lagi, berat molekul proteinnya
kecil, dan mudah disaring melalui glomerulus yang sehat.
Adanya protein bence jones dalam urin menandakan ada kesalahan fungsi ginjal
dalam bekerja karena biasanya protein bence jones tidak terdapat dalam urin. Protein
bence jones ada dalam urin disebabkan oleh ketidakseimbangan dalam memproduksi
subunit (rantai ringan dan berat) yang membentuk molekul-molekul imunoglobulin,
sehingga dapat mengakibatkan produksi rantai ringan yang berlebihan yang akan disaring
di glomerulus dan diekskresikan dalam urin. Protein dalam urin biasanya dinyatakan
dengan timbulnya kekeruhan pada urin.
Pada hasil uji praktikum, hasil yang didapatkan adalah tidak terdapat kekeruhan
atau endapan pada urin manusia coba. Sehingga dapat dikatakan/diindikasikan normal,
tidak terdapat protein bence jones dalam urin, dan tidak terdapat kesalahan fungsi ginjal
dalam tubuh

5.3 Pemeriksaan Kadar Asam Urat


Asam urat merupakan hasil metabolisme akhir dari purin yaitu salah satu
komponen asam nukleat yang terdapat dalam inti sel tubuh. Peningkatan kadar asam urat
dapat mengakibatkan gangguan pada tubuh manusia seperti linu di daerah persendian dan
sering disertai dengan timbulnya rasa nyeri yang teramat sangat bagi penderita. Penyakit
ini sering disebut penyakit gout atau lebih dikenal dengan penyakit asam urat (Andry,
Saryono & Setyo U, 2009).
Purin adalah zat yang banyak terdapat dalam setiap bahan makanan yang berasal
dari tubuh makhluk hidup.Kadar asam urat dalam darah ditentukan oleh keseimbangan
antara produksi dan ekskresi. Bila keseimbangan ini terganggu maka dapat
menyebabkan peningkatan kadar asam urat dalam darah atau hiperurisemia. Penyakit
asam urat atau sering disebut dengan Artritis pirai (gout) yaitu kelainan metabolik akibat
deposisi kristal monosodium urat pada jaringan atau akibat supersaturasi asam urat dalam
cairan ekstraseluler tubuh (Messwati, 2007)

Bahan pangan yang tinggi kandungan purinnya dapat meningkatkan kadar asam
urat dalam darah antara 0,5 – 0,75 gram dari setiap 1 ml purin yang dikonsumsi. Selain
itu, konsumsi lemak atau minyak tinggi seperti makanan yang digoreng, santan,
margarin, dan buah-buahan yang mengandung lemak tinggi seperti durian dan alpukat
juga berpengaruh terhadap pengeluaran asam urat (krisnatuti,2017) Faktor lain tingginya
kadar asam urat dapat dipengaruhi dari minuman minuman yang mengandung alkohol,
minuman beralkohol dapat meningkatkan serangan gout karena alkohol dapat
meningkatkan produksi asam urat. Kadar laktat darah meningkat akibat produk
sampingan dari metabolisme normal alkohol. Asam laktat menghambat ekskresi asam
urat oleh ginjal sehingga terjadi peningkatan kadar asam urat pada serum (Carter,2012).

Asam urat terakumulasi dalam jumlah besar di dalam darah akan memicu
pembentukan kristal berbentuk jarum. Kristal-kristal biasanya terkonsentrasi pada sendi
terutama sendi perifer (jempol kaki dan tangan). Sendi tersebut akan menjadi bengkak,
kaku, kemerahan, terasa panas dan nyeri (Darmawan, 2008).

Kadar normal asam urat dalam darah adalah 2 sampai 6 mg/dL untuk perempuan
dan 3 sampai 7,2 mg/dL untuk laki-laki. Bagi yang berusia lanjut kadar tersebut lebih
tinggi. Rata-rata kadar normal asam urat adalah 3.0 sampai 7,0 mg/dl. Bila kadar asam
urat darah lebih dari 7,0 mg/dl dapat menyebabkan serangan gout. Bila hiperurisemia
lebih dari 12 mg/dl dapat menyebabkan terjadinya batu ginjal.

Hiperurisemia disebabkan oleh sintesis purin berlebih dalam tubuh karena pola
makan yang tidak teratur dan proses pengeluaran asam urat dari dalam tubuh
yang mengalami gangguan, hiperurisemia juga disebabkan oleh produksi berlebih atau
ekskresi yang menurun ditemukan antara lain pada penyakit ginjal kronik. . Peningkatan
kadar asam urat dalam urin disebut urikosuria. Asam urat akan mengalami
supersaturasi dan kristalisasi dalam urin yang akan menjadi batu saluran kencing
(BSK) sehingga menghambat sistem sekresi dan ekskresi dari fungsi ginjal.

Ekskresi asam urat dalam urin tergantung pada kadar asam urat dalam darah,
filtrasi glomerulus dan sekresi tubulus asam urat ke dalam urin. Asam urat kurang
mengalami saturasi pada suasana urin yang asam. Ketika pH urine naik maka asam
urat tidak mengalami kristalisasi dan tidak akan membentuk batu.

Hiperurisemia adalah keadaan dimana seseorang mengandung kadar asam


urat di atas nilai normal yaitu 3,5-7 mg/dl pada pria dan 2,6-6 mg/dl pada wanita.
Kriteria hiperurisemia menurut Council for International Organization of Medical
Sciences (CIOMS) ialah >7mg/dL untuk laki-laki dan > 6mg/dL untuk perempuan.
Hiperurisemia atau peningkatan kadar asam urat dalam darah yang disebabkan oleh
penyakit ginjal dianggap sebagai faktor risiko progresivitas penyakit ginjal.

Olahraga yang teratur dapat dilakukan untuk pencegahan penyakit asam urat,
karena olahraga yang teratur dapat memperbaiki kondisi kekuatan dan kelenturan sendi
serta memperkecil resiko terjadinya kerusakan sendi akibat peradangan sendi. Selain itu
olahraga juga memberi efek menghangatkan tubuh sehingga dapat mengurangi rasa sakit
dan mencegah pengendapan asam urat.

5.4 Pemeriksaan Urin Menggunakan Urine Analyzer


● Leukosit
Pada praktikum ini ditemukan leukosit dalam urin sebesar 0 cell/чL, dimana kadar
nilai normal leukosit pada urin kurang dari 5 cell/чL. Hal ini menandakan bahwa kondisi
tersebut termasuk normal. Jika kadar leukosit tinggi dalam urin menandakan bahwa tubuh
sedang melawan infeksi di sekitar saluran kemih. Banyak dipstik yang mendeteksi
adanya esterase leukosit yang diperkirakan sebagai seminuritipatif piuria atau nanah
dalam urin dan dapat dianggap tes secara tidak langsung pada infeksi saluran kemih.
Infeksi saluran kemih disebabkan oleh bakteri, jamur, dan virus, leukosit dalam urin
berfungsi sebagai pelindung utama jika adanya infeksi pada sirkulasi darah. Selain itu
leukosit dalam urin tinggi disebabkan oleh penyumbatan saluran kemah. Penyumbatan
tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang paling utama seperti tumor dan batu
ginjal.
● Nitrit
Pada kondisi normal, yang terdapat dalam urin adalah nitrat bukan nitrit. Adanya
nitrit di dalam urin merupakan indikator utama dari infeksi saluran kemih. Hal itu
disebabkan karena adanya bakteri-bakteri seperti, Escherichia coli, Enterobacter,
Citrobacter, Klebsiella, dan spesies Proteus, yang dapat menghasilkan enzim reduktase.
Hal ini menyebabkan nitrat yang terdapat dalam urin direduksi oleh bakteri-bakteri
tersebut menjadi nitrit. Oleh karena itu, hasil pemeriksaan urin nitrit yang dikatakan
positif dapat menunjukkan adanya aktivitas bakteri yang menghasilkan enzim reduktase.
● Urobilinogen
Pada percobaan ini ditemukan kadar urobilinogen dengan kadar normal, dimana nilai
kadar normal dari urobilinogen dalam urin sebesar 0,5-1 mg/dL. Apabila kadar
urobilinogen kurang dari

Empedu yang sebagian besar dibentuk dari bilirubin yang terkonjugasi mencapai area
duodenum, tempat bakteri dalam usus mengubah bilirubin menjadi urobilinogen.
Sebagian besar urobilinogen berkurang dalam feses dan sejumlah besar kembali ke hati
melalui aliran darah. Kemudian urobilinogen diproses ulang menjadi empedu kira-kira
sejumlah 1% diekskresi oleh ginjal di dalam urine.

Hemolisis dan penyakit hepatoseluler dapat meningkatkan kadar urobilinogen, dan


penggunaan antibiotik dan obstruksi saluran empedu dapat menurunkan kadar
urobilinogen.

● Darah
Dalam percobaan ini tidak ditemukan adanya kandungan darah dalam urin. Hal ini
menandakan bahwa urin tersebut dalam keadaan yang normal. Pada urin memang tidak
ditemukan adanya kandungan darah, apabila terdapat kandungan darah dalam urin maka
kondisi tersebut merupakan pertanda awal dari penyakit hematuria. Hematuria adalah
darah dalam urin. Hematuria disebut kotor, atau makroskopis, ketika ada cukup darah
untuk mewarnai urin menjadi merah atau coklat. Hematuria disebut mikroskopis ketika
urin secara visual berwarna normal tetapi ditemukan mengandung darah pada analisis
kimia atau evaluasi mikroskopis.
● Specific gravity
Pada hasil praktikum yang diperoleh, specific gravity yang terdapat pada urin
sebesar 1,015 yang menandakan keadaan tersebut termasuk keadaan normal. Specific
gravity dikatakan normal apabila kadarnya 1,008-1,020 meskipun dalam kasus kelebihan
hidrasi didapatkan pengukuran 1,001. Nilai specific gravity sangat bervariasi karena
tergantung pada keadaan hidrasi dan volume urin. Specific gravity akan naik ketika
asupan cairan rendah dan akan turun saat asupan cairan tinggi.
Peningkatan specific gravity mungkin disebabkan oleh kondisi seperti:
a. Kelenjar adrenal tidak menghasilkan cukup hormon (penyakit Addison)
b. Gagal jantung
c. Tingginya kadar natrium dalam darah
d. Kehilangan cairan tubuh (dehidrasi)
e. Penyempitan arteri ginjal (stenosis arteri ginjal)
f. Shock
g. Gula (glukosa) dalam urin
h. Syndrome of inappropriate ADH secretion (SIADH)
- Penurunan berat jenis urin mungkin disebabkan oleh:
a. Kerusakan sel tubulus ginjal (nekrosis tubulus ginjal)
b. Diabetes insipidus
c. Minum terlalu banyak cairan
d. Gagal ginjal
e. Tingkat natrium rendah dalam darah
f. Infeksi ginjal berat (pielonefritis)
● Keton
Keton atau badan keton terbentuk selama katabolisme asam lemak. Salah satu
produk pemecahan asam lemak adalah asetil KoA. Jika degradasi lemak dan karbohidrat
seimbang, maka asetil KoA akan memasuki siklus krebs atau siklus asam sitrat dalam
tubuh.
Pada percobaan ini ditemukan juga kadar keton dalam urin ini sebesar 0 mmol/L,
yang berarti keadaan ini merupakan keadaan yang normal. Jika terdapat keton pada urin
biasanya menunjukkan gangguan metabolisme karbohidrat yang mengakibatkan
terjadinya pemanfaatan dari asam lemak sebagai sumber energi.
● Bilirubin
Bilirubin yang ditemukan pada praktikum ini sebesar 0 чmol/L. Hal ini
menunjukkan bahwa keadaan tersebut termasuk normal. Bilirubin sensitif terhadap
cahaya sehingga urin harus dilindungi dari cahaya dan diperiksa secepat mungkin karena
ketika terkena cahaya bilirubin yang berwarna kuning kecoklatan akan dioksidasi
menjadi biliverdin yang berwarna hijau. Bilirubin biasanya terlihat pada pasien dengan
kolestasis intrahepatik atau obstruksi saluran empedu (batu atau tumor).

Bilirubin yang dapat dijumpai pada urin yaitu bilirubin yang terkonjugasi karena tidak
terikat albumin, sehingga mudah difiltrasi oleh glomerulus dan diekskresikan ke dalam
urin. Dari hasil pemeriksaan, bilirubin subjek normal dimana menandakan tidak ada
bilirubinuria atau gangguan hati.

Pada keadaan hepatotoksik terdapat kerusakan sel hati yang akan menyebabkan
terjadinya mikro-obstruksi di hepar. Obstruksi akan menyebabkan berkurangnya bilirubin
yang diekskresikan ke dalam usus sehingga menyebabkan pembentukan urobilinogen
berkurang. Sementara bilirubin terkonjugasi dalam hepar akan masuk kembali ke dalam
darah karena pengosongan langsung ke saluran limfe yang meninggalkan hepar serta
pecahnya kanalikuli biliaris yang terbendung. Bilirubin terkonjugasi dalam darah
kemudian akan diekskresikan ginjal ke dalam urin. Pada urin akan ditemukan
menurunnya kadar urobilinogen urin dan terdapat bilirubin urin

● Glukosa
Pada percobaan ini ditemukan juga glukosa dalam urin sebesar 0 mmol/L.
Keadaan ini termasuk dalam keadaan normal karena tidak ditemukan adanya kandungan
glukosa pada urin. Glukosa yang terdapat pada urin dapat menunjukkan kondisi diabetes
mellitus meskipun kondisi lain yang kurang umum dapat menyebabkan glikosuria.
Glikosuria adalah kondisi dimana adanya gula pereduksi dalam urin, seperti glukosa,
galaktosa, laktosa, dan fruktosa.
BAB VI
KESIMPULAN

Tujuan utama dilakukannya pemeriksaan darah lengkap adalah mengetahui kondisi


kesehatan pesertanya secara keseluruhan. Selain itu, pemeriksaan darah lengkap juga bertujuan
untuk mendeteksi gangguan kesehatan yang berkaitan dengan darah. Contohnya seperti penyakit
anemia, leukemia, hingga gangguan pembekuan darah. Myasthenia Gravis (MG) adalah salah
satu penyakit gangguan autoimun yang menganggu system sinaps. Pada penderita myasthenia
gravis, sel antibody tubuh atau kekebalan tubuh akan menyerang sinaps yang mengandung
asetilkolin (Ach), yaitu neurotransmitter yang mengantarkan rangsangan dari saraf sat uke saraf
lainnya. Jika reseptor mengalami gangguan maka akan menyebabkan defisiensi, sehingga
komunikasi antara sel saraf dan otot terganggu dan menyebabkan kelemahan otot.
BAB VII
LAMPIRAN

Soal kasus
1. Dalam rangka peringatan hari kemerdekaan,diadakan bazar di taman kota surabaya,
dimeriahkan dengan berbagai stan makanan dan mainan. Badan amal setempat
mengadakan sejumlah pemeriksaan gratis salah satunya pemeriksaan gula darah. Remaja
A berusia 17 tahun, yang mengikuti kegiatan bazar tersebut, juga melakukan pemeriksaan
gula darah, dimana hasil pemeriksaan gula darah sewaktunya 14,4 mmol/L. Hasil tersebut
membuat keluarga khawatir, karena beberapa hari yang lalu sepupu remaja tersebut
terdiagnosis mengidap diabetes. Satu jam kemudian dilakukan tes ulang menggunakan
alat ukur yang dimiliki keluarga, hasilnya menunjukkan hiperglikemia dan glikosuria
+++. Apakah makna pemeriksaan tersebut? Apakah diperlukan terapi farmakologi pada
kasus ini? Jelaskan mengapa!

Hiperglikemia merupakan kondisi tingginya rasio gula dalam plasma darah dan
glukosuria merupakan penentuan kadar glukosa dalam darah. Jika hasilnya positif maka
remaja A mengidap diabetes melitus. Terapi farmakologi seperti pemberian obat-obatan
oral dan suntikan (insulin) sangat diperlukan untuk mengendalikan kadar gula dalam
darah di tubuh. (sumber: jurnal kedokteran umum)

2. Bapak ND berusia 58 tahun, mengeluhkan sakit pinggang, hasil pemeriksaan


menunjukkan proteinuria. Pada pemeriksaan fisik terdapat edema pitting pada kedua
pergelangan kakinya. Jelaskan makna dari hasil tersebut! Apakah diperlukan terapi
farmakologi pada kasus ini? Jelaskan mengapa!

Bapak ND mengidap sindrom nefrotik, sindrom nefrotik terjadi akibat kerusakan pada
glomerulus. Terapi farmakologi diperlukan untuk mengurangi gejala edema pada pasien.
Pemberian obat-obatan berupa diuretik seperti furosemide (Lasix). ACE-Inhibitor yang
dapat menurunkan proteinuria dengan menurunkan tekanan darah, mengurangi tekanan
intraglomerular dan aksi langsung di podosit, dan mengurangi resiko progresifitas dari
gangguan ginjal pada pasien sindrom nefrotik sekunder. (sumber: jurnal kedokteran
umum)
DOKUMENTASI
DAFTAR PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Metabolisme bilirubin Proses metabolisme pemecahan heme

sangatlah kompleks. Setelah kurang lebih 120,

http://eprints.undip.ac.id/44111/3/Nur_Ade_Oktaviyanti_G2A009153_Bab2KTI.pdf.

Accessed 1 March 2022

“BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Asam Urat Asam Urat adalah produk akhir dari

metabolisme purin, yang terjadi di sumsum tulang, otot,.” Repository Unimus,

http://repository.unimus.ac.id/4491/5/BAB%20II.pdf. Accessed 1 March 2022.

“BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Mellitus 1. Definisi Diabetes mellitus Diabetes

mellitus merupakan penyakit gangguan kronik.” Repository Unimus,

http://repository.unimus.ac.id/345/3/13.%20BAB%20II.pdf. Accessed 1 March 2022.

DIKTAT PRAKTIKUM,

https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/f3c762da6bed65d8bad284b6dd4

c9433.pdf. Accessed 1 March 2022.

“Gambaran bilirubin dan urobilinogen urin pada pasien tuberkulosis paru dewasa di RSUP Prof.

Dr. RD Kandou Manado.” Neliti,

https://media.neliti.com/media/publications/68483-ID-gambaran-bilirubin-dan-urobilinog

en-urin.pdf. Accessed 1 March 2022.

“Gambaran Kadar Asam Urat pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik Stadium 5 yang Belum

Menjalani Hemodialisis | Mantiri | e-Biomedik.” E-Journal Unsrat,


https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ebiomedik/article/view/17651/17171. Accessed 1

March 2022.

Ganong, W. F., & WIDJAJAKUSUMAH, M. D. (2006). Buku ajar fisiologi kedokteran.

Accessed 28 February 2022

Guyton & Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC Guyton.1995. Fisiologi Kedokteran.

Jakarta: EGC

“GOUT AND HYPERURICEMIA.” JURNAL KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG,

https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/download/555/556.

Accessed 1 March 2022.

Mantiri, Inri N. R. I. dkk. 2017. Gambaran Kadar Asam Urat pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik

Stadium 5 yang Belum Menjalani Hemodialisis. Jurnal e-Biomedik (eBm). 5(2):2

Martini, Frederic, Nath, Judi Lindsley, Bartholomew, Edwin F, Ober, William C, Ober, Claire E,

Welch, Kathleen, & Hutchings, R. T. (2018). Fundamentals of anatomy & physiology (Eleventh

edition.). Pearson Education, Inc.

Martini, Frederic, Nath, Judi Lindsley, Bartholomew, Edwin F, Ober, William C, Ober, Claire E,

Welch, Kathleen, Hutchings, R. T., & O'Keefe, Ruth Anne. (2015). Fundamentals of anatomy &

physiology (Tenth edition.). Pearson.

“MODUL PRAKTIKUM BIOKIMIA II.” Pendidikan Dokter, 20 July 2020,

http://pendidikandokter.fk.unsyiah.ac.id/wp-content/uploads/2021/06/MODUL-BLOK-P

RAKTIKUM-BIOKIMIA-GENAP-2019-2020-II.pdf. Accessed 1 March 2022.


Tortora, G. J., & Derrickson, B. (2014). Principles of anatomy & physiology (Fourteenth

edition.). Wiley.

Universitas Muhammadiyah Surabaya. “Definisi Asam Urat.” Tinjauan Tentang Asam Urat

(2017)

Villeneuve P-M, Bagshaw SM. Assessment of urine biochemistry. In: Ronco C, Bellomo R,

Kellum JA, Ricci Z, eds. Critical Care Nephrology. 3rd ed. Philadelphia, PA: Elsevier;

2019

Anda mungkin juga menyukai