Disusun oleh :
110121040_Lutfiyah Sultanah
110121130_Baguza Puspa Mertha D
110121175_Tabitha Rachel Turnip
110121231_Namira Indar Asyifa
110121276_Nadya Siska Amalia
110121316_Zikirna Aulia Safitri
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI 2
BAB I 4
PENDAHULUAN 4
BAB II 7
TUJUAN PRAKTIKUM 7
BAB III 8
PERCOBAAN 8
3.1 Pemeriksaan Fisik Urin 8
3.2 Pemeriksaan kimiawi 8
3.2.1 Derajat keasaman (pH) 8
3.2.2 Uji Benedict semi kuantitatif 8
3.3.3 Uji Koagulasi Panas 9
3.2.4 Uji Gerhardt 9
3.2.5 Percobaan Kreatinin Urine 10
3.2.6 Pemeriksaan Urobilinogen 10
3.2.7 Uji Fehling 11
3.2.8 Uji Protein Bence Jones 11
3.2.9 Penetapan Kadar Asam Urat 11
BAB IV 13
HASIL PERCOBAAN 13
4.1 Pemeriksaan Fisik Urin 13
4.2 Pemeriksaan Kimiawi Urin 13
4.3 Pemeriksaan Asam Urat 14
4.4 Pemeriksaan Urin menggunakan Urine Analyzer 14
BAB V 16
PEMBAHASAN 16
5.1 Pemeriksaan Fisik Urin 16
5.2 Pemeriksaan Kimiawi Urin 18
5.3 Pemeriksaan Kadar Asam Urat 21
5.4 Pemeriksaan Urin Menggunakan Urine Analyzer 23
BAB VI 27
KESIMPULAN 27
BAB VII 28
LAMPIRAN 28
Soal kasus 28
DOKUMENTASI 29
DAFTAR PUSTAKA 30
BAB I
PENDAHULUAN
Urine atau air seni atau air kencing merupakan cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal
kemudian dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Urine disaring di dalam ginjal,
dibawa melalui ureter menuju kandung kemih, akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra
(Ganong 2003).
Dalam keadaan normal pada orang dewasa akan dibentuk 1200-1500 ml urin dalam satu
hari. Secara fisiologis maupun patologis volume urin dapat bervariasi. Pembentukkan urin
dipengaruhi oleh cairan yang masuk dan jenis makanan. Poliuria (volume urin meningkat0
ditemukan di berbagai keadaan. Pada diabetes insipidus, akibat tidak adanya hormon
antidiuretik, volume urin dapat mencapai 10-20 L. Pada diabetes melitus, volume urin dapat
mencapai 5-6 L dalam 1 hari.
Urin yang sangat encer dapat menyebabkan perubahan morfologis, di samping itu
kelainan yang kecil mungkin tidak dapat dilihat. Pemeriksaan harus dilakukan secepat mungkin,
jangan menahan urin lebih dari 3 jam bila tidak diberikan bahan pengawet oleh karena susunan
akan berubah. Banyak pasien dalam perawatan rumah sakit mengalami penurunan output urin.
Keadaan ini khususnya terjadi pada pasien pasca operasi atau yang sakit berat. Output urin
adalah indikator sensitif dari status cairan dan kecukupan hemodinamik.
Urine normal biasanya berwarna kuning, berbau khas jika didiamkan berbau ammoniak,
pH berkisar 4,8 – 7,5 dan biasanya 6 atau 7. Berat jenis urine 1,002–1,035. Volume normal
perhari 900 – 1400 ml. (Evelyn 1993)
Urin yang terlalu keruh menandakan tingginya kadar unsur-unsur yang terlarut di
dalamnya. Hal ini bisa terjadi karena faktor makanan, karena adanya infeksi yang mengeluarkan
bakteri atau karena konsumsi air yang kurang. Bau urin dapat bervariasi karena kandungan asam
organik yang mudah menguap. Diantara bau yang berlainan dari normal seperti: bau oleh
makanan yang mengandung zat-zat atsiri seperti jengkol, petai, durian, asperse dll. Bau
obat-obatan seperti terpentin, menthol dsb, Bau amoniak biasanya terjadi kalau urin dibiarkan
tanpa pengawet atau karena reaksi oleh bakteri yang mengubah ureum di dalam kantong kemih.
Bau keton sering pada penderita kencing manis, dan bau busuk sering terjadi pada penderita
keganasan (tumor) di saluran kemih (Dawiesah 1989)
Urin yang kita keluarkan terdiri dari berbagai unsur seperti : air, protein, amoniak,
glukosa, sedimen, bakteri, epitel dsb. Unsur-unsur tersebut sangat bervariasi perbandingannya
pada orang yang berbeda dan juga pada waktu yang berbeda dan dipengaruhi oleh makanan yang
kita konsumsi. Kandungan urin inilah yang menentukan tampilan fisik air urin seperti
kekentalannya, warna, kejernihan, bau, busa, dsb. Dalam keadaan normal kencing memang
tampak sedikit berbusa karena kencing mengandung unsur-unsur tersebut. Apalagi jika kencing
dicurahkan ke dalam tempat berwadah dari posisi tinggi, akan terjadi reaksi yang menyebabkan
urin tampak berbusa. Barangkali untuk memastikan adanya kelainan perlu diperhatikan beberapa
hal lain seperti warna, bau, kejernihan, kekentalan dan sebagainya. Warna yang memerah
menandakan adanya darah yang bercampur dalam urin. Ini bisa terjadi pada keadaan infeksi,
luka, batu saluran kemih, tumor, minum obat tertentu dsb. Jika warna sangat merah menyerupai
fanta ini menandakan adanya perdarahan yang masif di saluran kemih (Poedjiadji 1994).
Urin yang terlalu keruh menandakan tingginya kadar unsur-unsur yang terlarut di
dalamnya. Hal ini bisa terjadi karena faktor makanan, karena adanya infeksi yang mengeluarkan
bakteri atau karena konsumsi air yang kurang. Bau urin dapat bervariasi karena kandungan asam
organik yang mudah menguap. Diantara bau yang berlainan dari normal seperti: bau oleh
makanan yang mengandung zat-zat atsiri seperti jengkol, petai, durian, asperse dll. Bau
obat-obatan seperti terpentin, menthol dsb, Bau amoniak biasanya terjadi kalau urin dibiarkan
tanpa pengawet atau karena reaksi oleh bakteri yang mengubah ureum di dalam kantong kemih.
Bau keton sering pada penderita kencing manis, dan bau busuk sering terjadi pada penderita
keganasan (tumor) di saluran kemih (Dawiesah 1989)
Banyaknya urine yang dikeluarkan dari dalam tubuh seseorang yang normal sekitar 5 liter
setiap hari. Faktor yang mempengaruhi pengeluaran urine dari dalam tubuh tergantung dari
banyaknya air yang diminum dan keadaan suhu apabila suhu udara dingin, pembentukan urine
meningkat sedangkan jika suhu panas, pembentukan urine sedikit.
Pada saat minum banyak air, kelebihan air akan dibuang melalui ginjal. Oleh karena itu
jika banyak minum akan banyak mengeluarkan urine. Warna urine setiap orang berbeda-beda.
Warna urine biasanya dipengaruhi oleh jenis makanan yang dimakan, jenis kegiatan atau dapat
pula disebabkan oleh penyakit. Namun biasanya warna urine normal berkisar dari warna bening
sampai warna kuning pucat. (Evelyn 1993)
Urin yang kita keluarkan terdiri dari berbagai unsur seperti : air, protein, amoniak,
glukosa, sedimen, bakteri, epitel dsb. Unsur-unsur tersebut sangat bervariasi perbandingannya
pada orang yang berbeda dan juga pada waktu yang berbeda dan dipengaruhi oleh makanan yang
kita konsumsi. Kandungan urin inilah yang menentukan tampilan fisik air urin seperti
kekentalannya, warna, kejernihan, bau, busa, dsb. Dalam keadaan normal kencing memang
tampak sedikit berbusa karena kencing mengandung unsur-unsur tersebut. Apalagi jika kencing
dicurahkan ke dalam tempat berwadah dari posisi tinggi, akan terjadi reaksi yang menyebabkan
urin tampak berbusa. Barangkali untuk memastikan adanya kelainan perlu diperhatikan beberapa
hal lain seperti warna, bau, kejernihan, kekentalan dsb. Warna yang memerah menandakan
adanya darah yang bercampur dalam urin. Ini bisa terjadi pada keadaan infeksi, luka, batu
saluran kemih, tumor, minum obat tertentu dsb. Jika warna sangat merah menyerupai fanta ini
menandakan adanya perdarahan yang masif di saluran kemih (Poedjiadji 1994).
Urin yang terlalu keruh menandakan tingginya kadar unsur-unsur yang terlarut di
dalamnya. Hal ini bisa terjadi karena faktor makanan, karena adanya infeksi yang mengeluarkan
bakteri atau karena konsumsi air yang kurang. Bau urin dapat bervariasi karena kandungan asam
organik yang mudah menguap. Diantara bau yang berlainan dari normal seperti: bau oleh
makanan yang mengandung zat-zat atsiri seperti jengkol, petai, durian, asperse dll. Bau
obat-obatan seperti terpentin, menthol dsb, Bau amoniak biasanya terjadi kalau urin dibiarkan
tanpa pengawet atau karena reaksi oleh bakteri yang mengubah ureum di dalam kantong kemih.
Bau keton sering pada penderita kencing manis, dan bau busuk sering terjadi pada penderita
keganasan (tumor) di saluran kemih (Dawiesah 1989).
BAB II
TUJUAN PRAKTIKUM
● Prosedur :
Sampel yang akan diuji (urin praktikan, sampel yang disediakan) sebanyak 2 mL
Dimasukkan ke tabung reaksi
Ditambahkan 1 mL fehling A dan 1 mL fehling B
Dipanaskan dalam penangas air selama 5 menit.
Amati perubahan yang terjadi. Hasil positif ditandai dengan terbentuknya endapan
merah bata
Keterangan tambahan:
Volume per hari ditentukan dengan cara mengalikan jumlah satu kali buang air kecil dengan
berapa kali buang air kecil setiap hari
H1 P 5,2 Normal
H2 P 4,2 Normal
H3 P 5,9 Normal
H4 P 5,7 Normal
H5 P 4 Normal
H6 P 5,2 Normal
● Buih
Dalam keadaan normal kencing memang tampak sedikit berbusa karena kencing
mengandung unsur-unsur seperti: air, protein, amoniak, glukosa, sedimen, bakteri, epitel dsb.
Apalagi jika kencing dicurahkan ke dalam tempat berwadah dari posisi tinggi, akan terjadi reaksi
yang menyebabkan urin tampak berbusa. Bila urine dikocok akan timbul buih, bila buih
berwarna kuning, dapat disebabkan oleh pigmen empedu (bilirubin), atau phenylazo
diaminopyridine. Adanya buih juga dapat disebabkan karena adanya sejumlah besar protein
dalam urin (proteinuria).
Hasil uji urobilinogen urin manusia coba kali ini menunjukkan bahwa urin
berubah warna menjadi coklat tua. Oleh karena itu, hasil pengujian urobilinogen
diindikasikan dalam keadaan normal.
● Fehling
Uji fehling ini biasanya digunakan untuk menguji atau memeriksa glukosa yang
ada dalam urin. Adanya glukosa dalam urin, menandakan bahwa ada yang tidak normal
waktu proses urinisasi. Hal ini disebabkan karena hilangnya hormon insulin didalam
darah yang berfungsi mengubah glukosa menjadi glikogen. Oleh karena itu, glukosa
dalam darah mengalami peningkatan (hiperglikemia), sehingga glukosa yang harus
difiltrasi oleh glomerulus semakin meningkat. Namun, glomerulus hanya bisa memfiltrasi
glukosa sebesar < 0,1%. Selebihnya glukosa dibuang ke dalam urin dan menimbulkan
glukosuria.
Berikut adalah intensitas penilaian glukosa dalam urin.
■ Negatif (-) : warna biru jernih
■ 1+ : warna hijau, endapan hijau atau kuning
■ 2+ : warna kuning ke hijau, endapan kuning
■ 3+ : warna kuning-orange, endapan kuning-orange
■ 4+ : warna kuning kemerahan, endapan merah bata atau merah
Berdasarkan hasil uji coba/hasil praktikum, didapatkan hasil negatif pada urin
manusia coba. Hal ini dikarenakan tidak terjadi perubahan warna menjadi kuning
kemerah atau tidak ada endapan merah bata atau merah, melainkan warnanya tetap biru
tua jernih. Sehingga disimpulkan urin manusia coba dikatakan negatif atau tidak
menandakan glukosuria dan hiperglikemia
● Protein Bence Jones
Protein bence jones terdiri dari rantai ringan kappa atau lambda dari
imunoglobulin. Protein ini pertama kali dikenali oleh Henry Bonce-Jones pada tahun
1874 karena sifat kelarutannya yang tidak biasa, yaitu protein ini mengendap ketika
dipanaskan hingga 40-60 C tetapi larut ketika direbus lagi, berat molekul proteinnya
kecil, dan mudah disaring melalui glomerulus yang sehat.
Adanya protein bence jones dalam urin menandakan ada kesalahan fungsi ginjal
dalam bekerja karena biasanya protein bence jones tidak terdapat dalam urin. Protein
bence jones ada dalam urin disebabkan oleh ketidakseimbangan dalam memproduksi
subunit (rantai ringan dan berat) yang membentuk molekul-molekul imunoglobulin,
sehingga dapat mengakibatkan produksi rantai ringan yang berlebihan yang akan disaring
di glomerulus dan diekskresikan dalam urin. Protein dalam urin biasanya dinyatakan
dengan timbulnya kekeruhan pada urin.
Pada hasil uji praktikum, hasil yang didapatkan adalah tidak terdapat kekeruhan
atau endapan pada urin manusia coba. Sehingga dapat dikatakan/diindikasikan normal,
tidak terdapat protein bence jones dalam urin, dan tidak terdapat kesalahan fungsi ginjal
dalam tubuh
Bahan pangan yang tinggi kandungan purinnya dapat meningkatkan kadar asam
urat dalam darah antara 0,5 – 0,75 gram dari setiap 1 ml purin yang dikonsumsi. Selain
itu, konsumsi lemak atau minyak tinggi seperti makanan yang digoreng, santan,
margarin, dan buah-buahan yang mengandung lemak tinggi seperti durian dan alpukat
juga berpengaruh terhadap pengeluaran asam urat (krisnatuti,2017) Faktor lain tingginya
kadar asam urat dapat dipengaruhi dari minuman minuman yang mengandung alkohol,
minuman beralkohol dapat meningkatkan serangan gout karena alkohol dapat
meningkatkan produksi asam urat. Kadar laktat darah meningkat akibat produk
sampingan dari metabolisme normal alkohol. Asam laktat menghambat ekskresi asam
urat oleh ginjal sehingga terjadi peningkatan kadar asam urat pada serum (Carter,2012).
Asam urat terakumulasi dalam jumlah besar di dalam darah akan memicu
pembentukan kristal berbentuk jarum. Kristal-kristal biasanya terkonsentrasi pada sendi
terutama sendi perifer (jempol kaki dan tangan). Sendi tersebut akan menjadi bengkak,
kaku, kemerahan, terasa panas dan nyeri (Darmawan, 2008).
Kadar normal asam urat dalam darah adalah 2 sampai 6 mg/dL untuk perempuan
dan 3 sampai 7,2 mg/dL untuk laki-laki. Bagi yang berusia lanjut kadar tersebut lebih
tinggi. Rata-rata kadar normal asam urat adalah 3.0 sampai 7,0 mg/dl. Bila kadar asam
urat darah lebih dari 7,0 mg/dl dapat menyebabkan serangan gout. Bila hiperurisemia
lebih dari 12 mg/dl dapat menyebabkan terjadinya batu ginjal.
Hiperurisemia disebabkan oleh sintesis purin berlebih dalam tubuh karena pola
makan yang tidak teratur dan proses pengeluaran asam urat dari dalam tubuh
yang mengalami gangguan, hiperurisemia juga disebabkan oleh produksi berlebih atau
ekskresi yang menurun ditemukan antara lain pada penyakit ginjal kronik. . Peningkatan
kadar asam urat dalam urin disebut urikosuria. Asam urat akan mengalami
supersaturasi dan kristalisasi dalam urin yang akan menjadi batu saluran kencing
(BSK) sehingga menghambat sistem sekresi dan ekskresi dari fungsi ginjal.
Ekskresi asam urat dalam urin tergantung pada kadar asam urat dalam darah,
filtrasi glomerulus dan sekresi tubulus asam urat ke dalam urin. Asam urat kurang
mengalami saturasi pada suasana urin yang asam. Ketika pH urine naik maka asam
urat tidak mengalami kristalisasi dan tidak akan membentuk batu.
Olahraga yang teratur dapat dilakukan untuk pencegahan penyakit asam urat,
karena olahraga yang teratur dapat memperbaiki kondisi kekuatan dan kelenturan sendi
serta memperkecil resiko terjadinya kerusakan sendi akibat peradangan sendi. Selain itu
olahraga juga memberi efek menghangatkan tubuh sehingga dapat mengurangi rasa sakit
dan mencegah pengendapan asam urat.
Empedu yang sebagian besar dibentuk dari bilirubin yang terkonjugasi mencapai area
duodenum, tempat bakteri dalam usus mengubah bilirubin menjadi urobilinogen.
Sebagian besar urobilinogen berkurang dalam feses dan sejumlah besar kembali ke hati
melalui aliran darah. Kemudian urobilinogen diproses ulang menjadi empedu kira-kira
sejumlah 1% diekskresi oleh ginjal di dalam urine.
● Darah
Dalam percobaan ini tidak ditemukan adanya kandungan darah dalam urin. Hal ini
menandakan bahwa urin tersebut dalam keadaan yang normal. Pada urin memang tidak
ditemukan adanya kandungan darah, apabila terdapat kandungan darah dalam urin maka
kondisi tersebut merupakan pertanda awal dari penyakit hematuria. Hematuria adalah
darah dalam urin. Hematuria disebut kotor, atau makroskopis, ketika ada cukup darah
untuk mewarnai urin menjadi merah atau coklat. Hematuria disebut mikroskopis ketika
urin secara visual berwarna normal tetapi ditemukan mengandung darah pada analisis
kimia atau evaluasi mikroskopis.
● Specific gravity
Pada hasil praktikum yang diperoleh, specific gravity yang terdapat pada urin
sebesar 1,015 yang menandakan keadaan tersebut termasuk keadaan normal. Specific
gravity dikatakan normal apabila kadarnya 1,008-1,020 meskipun dalam kasus kelebihan
hidrasi didapatkan pengukuran 1,001. Nilai specific gravity sangat bervariasi karena
tergantung pada keadaan hidrasi dan volume urin. Specific gravity akan naik ketika
asupan cairan rendah dan akan turun saat asupan cairan tinggi.
Peningkatan specific gravity mungkin disebabkan oleh kondisi seperti:
a. Kelenjar adrenal tidak menghasilkan cukup hormon (penyakit Addison)
b. Gagal jantung
c. Tingginya kadar natrium dalam darah
d. Kehilangan cairan tubuh (dehidrasi)
e. Penyempitan arteri ginjal (stenosis arteri ginjal)
f. Shock
g. Gula (glukosa) dalam urin
h. Syndrome of inappropriate ADH secretion (SIADH)
- Penurunan berat jenis urin mungkin disebabkan oleh:
a. Kerusakan sel tubulus ginjal (nekrosis tubulus ginjal)
b. Diabetes insipidus
c. Minum terlalu banyak cairan
d. Gagal ginjal
e. Tingkat natrium rendah dalam darah
f. Infeksi ginjal berat (pielonefritis)
● Keton
Keton atau badan keton terbentuk selama katabolisme asam lemak. Salah satu
produk pemecahan asam lemak adalah asetil KoA. Jika degradasi lemak dan karbohidrat
seimbang, maka asetil KoA akan memasuki siklus krebs atau siklus asam sitrat dalam
tubuh.
Pada percobaan ini ditemukan juga kadar keton dalam urin ini sebesar 0 mmol/L,
yang berarti keadaan ini merupakan keadaan yang normal. Jika terdapat keton pada urin
biasanya menunjukkan gangguan metabolisme karbohidrat yang mengakibatkan
terjadinya pemanfaatan dari asam lemak sebagai sumber energi.
● Bilirubin
Bilirubin yang ditemukan pada praktikum ini sebesar 0 чmol/L. Hal ini
menunjukkan bahwa keadaan tersebut termasuk normal. Bilirubin sensitif terhadap
cahaya sehingga urin harus dilindungi dari cahaya dan diperiksa secepat mungkin karena
ketika terkena cahaya bilirubin yang berwarna kuning kecoklatan akan dioksidasi
menjadi biliverdin yang berwarna hijau. Bilirubin biasanya terlihat pada pasien dengan
kolestasis intrahepatik atau obstruksi saluran empedu (batu atau tumor).
Bilirubin yang dapat dijumpai pada urin yaitu bilirubin yang terkonjugasi karena tidak
terikat albumin, sehingga mudah difiltrasi oleh glomerulus dan diekskresikan ke dalam
urin. Dari hasil pemeriksaan, bilirubin subjek normal dimana menandakan tidak ada
bilirubinuria atau gangguan hati.
Pada keadaan hepatotoksik terdapat kerusakan sel hati yang akan menyebabkan
terjadinya mikro-obstruksi di hepar. Obstruksi akan menyebabkan berkurangnya bilirubin
yang diekskresikan ke dalam usus sehingga menyebabkan pembentukan urobilinogen
berkurang. Sementara bilirubin terkonjugasi dalam hepar akan masuk kembali ke dalam
darah karena pengosongan langsung ke saluran limfe yang meninggalkan hepar serta
pecahnya kanalikuli biliaris yang terbendung. Bilirubin terkonjugasi dalam darah
kemudian akan diekskresikan ginjal ke dalam urin. Pada urin akan ditemukan
menurunnya kadar urobilinogen urin dan terdapat bilirubin urin
● Glukosa
Pada percobaan ini ditemukan juga glukosa dalam urin sebesar 0 mmol/L.
Keadaan ini termasuk dalam keadaan normal karena tidak ditemukan adanya kandungan
glukosa pada urin. Glukosa yang terdapat pada urin dapat menunjukkan kondisi diabetes
mellitus meskipun kondisi lain yang kurang umum dapat menyebabkan glikosuria.
Glikosuria adalah kondisi dimana adanya gula pereduksi dalam urin, seperti glukosa,
galaktosa, laktosa, dan fruktosa.
BAB VI
KESIMPULAN
Soal kasus
1. Dalam rangka peringatan hari kemerdekaan,diadakan bazar di taman kota surabaya,
dimeriahkan dengan berbagai stan makanan dan mainan. Badan amal setempat
mengadakan sejumlah pemeriksaan gratis salah satunya pemeriksaan gula darah. Remaja
A berusia 17 tahun, yang mengikuti kegiatan bazar tersebut, juga melakukan pemeriksaan
gula darah, dimana hasil pemeriksaan gula darah sewaktunya 14,4 mmol/L. Hasil tersebut
membuat keluarga khawatir, karena beberapa hari yang lalu sepupu remaja tersebut
terdiagnosis mengidap diabetes. Satu jam kemudian dilakukan tes ulang menggunakan
alat ukur yang dimiliki keluarga, hasilnya menunjukkan hiperglikemia dan glikosuria
+++. Apakah makna pemeriksaan tersebut? Apakah diperlukan terapi farmakologi pada
kasus ini? Jelaskan mengapa!
Hiperglikemia merupakan kondisi tingginya rasio gula dalam plasma darah dan
glukosuria merupakan penentuan kadar glukosa dalam darah. Jika hasilnya positif maka
remaja A mengidap diabetes melitus. Terapi farmakologi seperti pemberian obat-obatan
oral dan suntikan (insulin) sangat diperlukan untuk mengendalikan kadar gula dalam
darah di tubuh. (sumber: jurnal kedokteran umum)
Bapak ND mengidap sindrom nefrotik, sindrom nefrotik terjadi akibat kerusakan pada
glomerulus. Terapi farmakologi diperlukan untuk mengurangi gejala edema pada pasien.
Pemberian obat-obatan berupa diuretik seperti furosemide (Lasix). ACE-Inhibitor yang
dapat menurunkan proteinuria dengan menurunkan tekanan darah, mengurangi tekanan
intraglomerular dan aksi langsung di podosit, dan mengurangi resiko progresifitas dari
gangguan ginjal pada pasien sindrom nefrotik sekunder. (sumber: jurnal kedokteran
umum)
DOKUMENTASI
DAFTAR PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Metabolisme bilirubin Proses metabolisme pemecahan heme
http://eprints.undip.ac.id/44111/3/Nur_Ade_Oktaviyanti_G2A009153_Bab2KTI.pdf.
“BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Asam Urat Asam Urat adalah produk akhir dari
DIKTAT PRAKTIKUM,
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/f3c762da6bed65d8bad284b6dd4
“Gambaran bilirubin dan urobilinogen urin pada pasien tuberkulosis paru dewasa di RSUP Prof.
https://media.neliti.com/media/publications/68483-ID-gambaran-bilirubin-dan-urobilinog
“Gambaran Kadar Asam Urat pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik Stadium 5 yang Belum
March 2022.
Guyton & Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC Guyton.1995. Fisiologi Kedokteran.
Jakarta: EGC
https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/download/555/556.
Mantiri, Inri N. R. I. dkk. 2017. Gambaran Kadar Asam Urat pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik
Martini, Frederic, Nath, Judi Lindsley, Bartholomew, Edwin F, Ober, William C, Ober, Claire E,
Welch, Kathleen, & Hutchings, R. T. (2018). Fundamentals of anatomy & physiology (Eleventh
Martini, Frederic, Nath, Judi Lindsley, Bartholomew, Edwin F, Ober, William C, Ober, Claire E,
Welch, Kathleen, Hutchings, R. T., & O'Keefe, Ruth Anne. (2015). Fundamentals of anatomy &
http://pendidikandokter.fk.unsyiah.ac.id/wp-content/uploads/2021/06/MODUL-BLOK-P
edition.). Wiley.
Universitas Muhammadiyah Surabaya. “Definisi Asam Urat.” Tinjauan Tentang Asam Urat
(2017)
Villeneuve P-M, Bagshaw SM. Assessment of urine biochemistry. In: Ronco C, Bellomo R,
Kellum JA, Ricci Z, eds. Critical Care Nephrology. 3rd ed. Philadelphia, PA: Elsevier;
2019